PENDAHULUAN
1. PENGERTIAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau dalam sebutan sehari-hari congek
adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul (Soepardi et al.,
2017). Penyakit ini dapat dijumpai di seluruh dunia, baik di negara berkembang
maupun negara yang sudah maju. Di negara-negara sedang berkembang, angka
kejadian OMSK jauh lebih tinggi, hal ini dikarenakan hygiene yang kurang, standar
sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, gizi buruk dan kurangnya
pendidikan kesehatan (Dhingra, 2017).
OMSK biasanya berkembang pada tahun-tahun pertama kehidupan tetapi dapat
bertahan sampai dewasa. Penyakit ini menyerang 65-330 juta orang di seluruh dunia.
Diperkirakan ada 31 juta kasus OMSK baru per tahun, dengan 22,6% pada anak-anak
kurang dari usia 5 tahun. Di sub-Sahara Afrika prevalensi OMSK pada anak sekolah
adalah dari 0,4% hingga 4,2%. Studi dari Thailand, Vietnam, Korea, dan Malaysia
menunjukkan prevalensi OMSK adalah 0,9%- 4,7% (Master et al., 2018).
Secara klinis OMSK dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe jinak tanpa
kolesteatoma dan tipe bahaya yang disertai kolesteatoma. Otitis media supuratif
kronik tipe bahaya memiliki risiko komplikasi lebih besar dibandingkan OMSK tipe
jinak (Dornhoffer, 2017).
Komplikasi OMSK dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi intrakranial dan
ekstrakranial (Master et al., 2018).
OMSK bisa menyebabkan adanya keterbatasan fungsional pendengaran pada
seseorang. Hal ini mengakibatkan masalah dalam komunikasi yang dapat
menghambat interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari baik dalam bekerja ataupun
beraktivitas. Seringkali ,dapat ditemukan pasien dengan kehilangan pendengaran
yang berat akan menarik diri dari aktivitas sosial.
2. Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi dua tipe yaitu OMSK tipe tubotimpani dan tipe attikoantral
(Bansal, 2018)
1) OMSK tipe tubotimpani
OMSK tipe tubotimpani atau biasa disebut tipe benign (tipe aman). Tidak terdapat
resiko komplikasi serius pada OMSK jenis ini.
Tipe benigna ditandai dengan adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.2 Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia sel goblet, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
2) OMSK tipe attikoantral OMSK tipe ini sering berhubungan dengan resiko
komplikasi yang serius dan bisa menyebabkan erosi tulang akibat kolesteatoma,
maka tipe ini disebut tipe bahaya atau tidak aman.
Tipe atikoantral / tipe tulang / tipe maligna Otitis media supuratif kronik tipe
maligna bersifat progresif, ditandai dengan ditemukannya kolesteatoma.
Kolesteatoma adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotik. Semakin luas
kolesteatoma, akan mendestruksi tulang yang disekitarnya. Infeksi sekunder akan
menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan nekrosis septik di jaringan
lunak yang disekitar kolesteatoma. Destruksi jaringan lunak di sekitar
kolesteatoma mengancam terjadinya komplikasi.
4. Patofisiologi
Patofisiologi dari OMSK dikarenakan oleh kerusakan ventilasi telinga tengah dan
inflamasi. Kedua mekanisme ini sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Kerusakan pada ventilasi telinga tengah mengakibatkan inflamasi pada
mukosa, yang pada gilirannya akan mengganggu fungsi tuba Eustachius dan ventilasi
telinga tengah (Probst et al., 2017).
Respon peradangan menimbulkan edema mukosa. Peradangan yang berlanjut
akhirnya menyebabkan ulserasi mukosa dan kerusakan lapisan epitel. Penjamu akan
menghasilkan suatu jaringan granulasi (respon terhadap inflamasi) yang bisa membentuk
polip pada permukaan rongga telinga tengah. Siklus peradangan, ulserasi, infeksi, dan
pembentukan jaringan granulasi dapat berlanjut, pada akhirnya akan menghancurkan
tulang sehingga menimbulkan berbagai komplikasi OMSK (Roland, 2019).
Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik sangat bervariasi.
Secara umum dapat dibedakan menjadi lokal dan sistemik.
Lokal
1) Anatomi dan fungsi tuba eustakhius
Anatomi tuba eustakhius sangat berperan dalam fungsi pertahanan lokal, hal ini
disebabkan oleh pars membranokartilagenous(2/3 bagian medial) pada keadaan
normal selalu menutup, dan hanya terbuka pada keadaan seperti menelan,
mengunyah, dan menguap. Pada pars membranokartilagenous juga mengandung
banyak sel-sel epitel kolumner berkelenjar yang menghasilkan zat mukus yang akan
membentuk mukisal blanket yang akan melekat satu sma lain oleh adanya adhesi
untuk menutup lumen tuba. Keadaan tersebut merupakan fungsi pertahanan mekanik
dari tuba eustakhius. Sel-sel kolumner sekretorik yang juga terdapat di pars
membranokartilagenous tuba yang menghasilkan enzim pembunuh kuman dan cairan
immunoglobulin yang mana keduanya merupakan fungsi pertahanan seluler dari tuba
eustakhius.
2) Mukosa telinga tengah
Embriologik endotelium yang masuk ke dalam rongga timpani berasal dari tuba
eustakhius yang kemudian membentuk lipatan mukosa yang akan melekat pada
tulang pendengaran maupun visera rongga timpani, yang kemudian dikenal dengan
mesenteriun atau lipatan mukosa rongga timpani. Epitel rongga timpani berbentuk sel
skuamus, kuboid, dan kolumner bersilia dan berkelenjar, yang berfungsi antara lain
meresorbsi O2, pembersihan, menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk
serta fungsi proteksi, seperti proteksi mekanik oleh mukosal blanket, proteksi
humoral oleh imunoglobulin dan enzim pembunuh kuman yang dihasilkan oleh sel
kolumner berkelenjar, serta prokteksi selular yang terdapat di submukosa yang berupa
sel fagosit.
3) Membran timpani
Pada keadaan normal membran timpani utuh, sehingga dapat berfungsi sebagai
pelindung rongga telinga tengah terhadap paparan kuman yang masuk dari kanalis
auditorius eksternus.10 Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan,
sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang persisten dan lamakelamaan akan
menjadi otitis media supuratif yang menahun.
Sistemik
1) Keadaan umum tubuh Keadaan umum yang lemah akibat inadekuat asupan gizi,
menimbulkan daya pertahan tubuh terhadap infeksi menjadi lemah. Kondisi tersebut
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
faktor predisposisi infeksi kavum timpani atau rongga telinga tengah.
2) Penyakit sistemik yang menyertai Beberapa penyakit sistemik seperti diabetes
melitus, kelainan darah, dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh akibat tidak
berfungsinya lekosit sebagai sel makrofag secara baik. Inadekuat fungsi makrofag
menyebabkan penyakit sistemik sulit sembuh, bahkan mampu meningkatkan
progresifitas penyakit.
3) Adanya Alergi Infeksi saluran pernafasan yang didasari reaksi alergi menyebabkan
penyakit sulit dieliminasi terhadap pengobatan konvensional dan akan menjadi
kronis, kecuali bila faktor alergi dihilangkan.1 Sebagian otitis media kronis masih
sulit untuk ditangani. Para tenaga medis biasanya berasumsi bahwa setiap radang
hanya diakibatkan infeksi oleh kuman sesuai uji keberadaan bakteri. Hal tersebut
mengakibatkan antibiotik yang lebih sering diresepkan untuk mengobati kegagalan
pengobatan radang dan mungkin akan gagal lagi. Karena pada radang yang berulang,
kemungkinan terdapat faktor alergi sebagai latarbelakang penyebab kegagalan
pengobatan. Sehingga dalam penanganan OMSK, faktor alergi harus dicurigai.
5. Gejala klinik
Menurut Dhingra 2018, gejala klinis OMSK diantaranya :
gejala awal OMSK yaitu otorea kronik dengan sekret mukopurulen melalui membran
timpani non intak. Setelah infeksi bersih, pasien hanya memiliki beberapa atau tidak
ada gejala kecuali gangguan pendengaran. Rekurensi dari infeksi tersebut dapat
menyebabkan nyeri, tapi tidak sering. Sekret telinga bisa muncul kembali dan berbusa
atau mukopurulen pada adanya infeksi akut Sekretnya bisa tidak berbau, mukus
berserabut atau berbau busuk karena infeksi kronik dengan Pseudomonas atau
anaerob. Perforasi membran timpani bisa saja kering selama bertahun-tahun atau pada
kasus lain perforasi tersebut disertai otorea persisten atau berulang. Hal ini
bergantung pada ketekunan pasien dalam melindungi telinga mempraktekkan
higenitas telinga
1) Tipe tubotimpani
a. Sekret telinga : mukoid atau mukopurulen, konstan atau terputus- putus.
b. Gangguan pendengaran : tipe konduktif, tingkat keparahan bervariasi tetapi
jarang melebihi 50 dB.
Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun ada juga bersifat tuli
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatoma, tuli konduktif kurang dari 20 dB ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang-tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. Berat
ringan ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran.
c. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistula labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli sensorineural berat
2) Tipe attikoantral
a. Sekret telinga : sedikit, berbau busuk
Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopurulen yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
inflamasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang.
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasi kolesteatoma yang terlihat keping-keping kecil, berwarna
putih, mengkilap. Pada OMSK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi
dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma. Sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
b. Gangguan pendengaran : sebagian besar tipe konduktif
Conductive Hearing Loss (CHL) terjadi akibat adanya gangguan hantaran
suara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar dan atau di
telinga tengah. Bersifat correctable, umumnya mengenai nada atau frekuensi
rendah. Derajat keparahan adalah ringan sampai sedang, dan membaik jika
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Gejala klinis CHL umumnya
suaranya pelan karena penderita mendengar suaranya sendiri terdengar keras.
Di tempat keramaian lebih jelas mendengar (parakusis willissis). Penyakit
yang menyebabkan kurang pendengaran tipe konduktif adalah otitis media
dan otosklerosis
c. Perdarahan pada telinga : perdarahan dapat berasal dari granulasi atau polip
saat membersihkan telinga
d. Kurang Pendengaran Kurang pendengaran dibedakan menjadi 3 jenis sesuai
dengan letak kelainan, yaitu kurang pendengaran tipe konduktif, kurang
pendengaran tipe sensorineural, dan kurang pendengaran tipe campuran
( Mixed Hearing Loss / MHL)
e. Otalgia (nyeri telinga) Pada OMSK, keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase sekret. Nyeri dapat menandakan adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
dapat juga berupa manifestasi dari otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan
tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis.
f. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius.
Keluhan vertigo merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Fistula merupakan temuan yang serius pada OMSK, karena infeksi kemudian
dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan bisa berlanjut menjadi meningitis
6. Penatalaksanaan OMSK
Tata laksana OMSK disesuaikan sesuai tipenya, pada tipe aman dilihat apakah
termasuk fase tenang atau aktif. Pada OMSK tipe aman fase tenang maka bisa
dilakukan stimulasi epitelialisasi tepi gendang telinga yang robek dengan harapan
gendang telinga bisa menutup secara alamiah. Bila gendang telinga tetap berlubang
maka indikasi untuk dilakukan operasi timpanoplasti atau penutupan gendang telinga.
Pada OMSK tipe aman fase aktif maka dilakukan pemberian obat antibiotika topikal
yang bisa dikombinasikan dengan antibiotika sistemik dan pencucian telinga secara
periodik. Bila otore berhenti maka bisa diperlakukan seperti OMSK tipe aman fase
tenang, sedangkan bila otore menetap >1 minggu perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi sekret telinga untuk menentukan jenis antibiotika yang tepat. Dan
bila otore masih terjadi > 3 bulan maka indikasi untuk dilakukan operasi
mastoidektomi dan timpanoplasti.
Tata laksana OMSK tipe bahaya satu satunya adalah tindakan operasi
mastoidektomi radikal ataupun mastoidektomi radikal kombinasi dalam rangka
eradikasi kolesteatoma yang bisa menyebabkan destruksi tulang, diikuti dengan
rekonstruksi gendang telinga dan dinding belakang liang telinga. Pengobatan
konservatif dengan cara pembersihan lokal melalui liang telinga masih bisa dilakukan
pada kolesteatoma yang terbatas atau pasien yang kondisinya tidak memungkinkan
untuk menjalani operasi baik dengan menggunakan anestesi lokal maupun anestesi
umum.
B. Asuhan Keperawatan Post Op otitis media supuratif kronik
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas Klien
Kaji Data klien secara lengkap yang mencakup ; nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, No RM / CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat klien
dirawat. Data penanggung jawab mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Keluhan Klien dengan Otitis Media Akut datang dengan keluhan nyeri pada
telinga bagian tengah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan. Biasanya alasan
klien Otitis Media Akut datang memeriksakan diri ke rumah sakit yaitu adanya
nyeri pada telinga tengah disertai terganggunya fungsi pendengaran.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat
alergi pada keluarga.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
- Telinga : Lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan di daerah telinga dengan
menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang
keluar dari telinga, bagaimana warna, bau, dan jumlahnya. Apakah ada
tanda-tanda radang.
- Kaji adanya nyeri pada telinga
- Leher : Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah lehe
- Dada / thorak, jantung, perut / abdomen, genitourinaria, ekstremitas,
sistem integumen, sistem neurologi.
b. Data pola kebiasaan sehari-hari
- Nutrisi Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan
sakit,apakah ada perbedaan konsumsi diit nya.
- Eliminasi Kaji miksi,dan defekasi klien
- Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri Biasanya klien dengan gangguan
otitis media ini, agak susah untuk berkomunikasi dengan orang lain karena
ada gangguan pada telinga nya sehingga ia kurang mendengar / kurang
nyambung tentang apa yang di bicarakan orang lain.
7) Pemeriksaan diagnostik
a. Otoskopi
- Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
- Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan
ruptur pada membran tympani
- Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
b. Tes bisik
- Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan
tes bisik, pada klien dengan OMA dapat terjadi penurunan pendengaran
pada sisi telinga yang sakit.
c. Tes garpu tala
d. Tes Rinne didapatkan hasil negatif
e. Tes Weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
f. Tes Audiometri : AC menurun
g. Xray : terhadap kondisi patologi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien Otitis Media yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh
diatas nilai normal, kulit merah, kulit terasa hangat.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran
dibuktikan dengan tidak mampu mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai,
sulit memahami komunikasi.
4) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran.
5) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
3. Intervensi
Dhingra, P., Dhingra, S. and Dhingra, D. 2017, Diseases of ear, nose and throat & head and
neck surgery, Elsevier, New Delhi, India.
Dhingra, R., Dhillon, V., Monga, S., Mehta, A., Kaur, G. and Kaur, M. 2017,
‘Sociodemographic profile and evaluation of associated factors in Chronic
suppurative otitis media patients reporting to tertiary care Hospital of Punjab’,
International Archives of Integrated Medicine, vol. 3, no. 6, pp. 6-10.
Dornhoffer , John L. & Gluth, Michael B. 2017. The Chronic Ear, Thieme: New York.
Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Supardi E, Iskandar N, Editors. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : FKUI; 2018
Master, A., Wilkinson, E. and Wagner, R. 2018, 'Management of Chronic Suppurative Otitis
Media and Otosclerosis in Developing Countries', Otolaryngologic Clinics of
North America, Elsevier Inc, vol. 51, no. 3, pp. 593–605.
Mittal, R., Lisi, C. V., Gerring, R., Mittal, J., Mathee, K., Narasimhan, G., Azad, R. K., Yao,
Q., Grati, M., Yan, D., Eshraghi, A. A., Angeli, S. I., Telischi, F. F. and Liu, X. Z.
2017, ‘Current concepts in the pathogenesis and treatment of chronic suppurative
otitis media’, Journal of Medical Microbiology, vol. 64, no. 10, pp.1103–1116.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.