Riyanti Irawan
( 1810105029)
B. ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan cleft palate dan down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immune sistemik. Penyebab OMSK antara
lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secaraumum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insidenOMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktorgenetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapibelum diketahui apakah
hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitismedia akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apayang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadikronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidakbervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kulturyang digunakan
adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif, flora tipe-usus,
dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafasatas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkanmenurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal beradadalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadapotitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagianpenderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini
merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif
berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya
menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
D. PATOFISIOLOGI
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe
aktif dan tipe tenang (Arif Mansjoer, 2011). Pada OMSK benigna, peradangan terbatas
pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang
menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer,
2011). OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal,
subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal (Arif
Mansjoer, 2011). Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma
bertambah besar.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Paparela, pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran
fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat
meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian
ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan
( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-
rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran
1. Normal : 10 dB sampai 26 dB
2. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
3. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
4. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
5. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6. Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta
penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan
bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.
Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT
scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau
tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semi sirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang
berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila
dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit
mastoid.
F. PENATALAKSANAAN
G. KOMPLIKASI
Komplikasi OMSK terbagi dua yaitu komplikasi intratemporal dan intrakranial, yaitu
(Dhingra, 2010)
1. Komplikasi intratemporal
a. Mastoiditis
b. Petrositis
c. Paralisis fasial
d. Labirinitis
2. Intrakranial
a. Abses ektradural
b. Abses subdural
c. Meningitis
d. Abses otak
e. Tromboflebitis sinus lateralis
f. Hidrosefalus otitis
3. Bakteriologi dari OMSK Bakteri yang terdapat pada otitis media kronik dan
kolesteatoma jelas berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut atau otitis media
efusi kronik. Pada sebahagian kasus OMSK dapat ditemukan baik bakteri aerobik dan
anaerobik. Bakteri aerobik yang paling banyak ditemukan adalah P. aeruginosa, S. aureus
dan basil Gram negatif seperti E. coli , Proteus sp., dan Klebsiella sp. P. aeruginosa berada
pada daerah yang lembab dari telinga tengah, sedangkan S. aureus biasanya berada pada
daerah hidung. Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. adalah bakteri anaerob yang sering
ditemukan pada OMSK (Chole & Nason. 2009). Pada penelitian Afobi et al. disebutkan
bahwa kuman penyebab OMSK dapat berupa kuman anaerob (seperti Bacteroides,
Peptostreptococcus, Proprionibacterium) dan kuman aerob (seperti Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus
mirabilis, Klebsiella sp.) ataupun infeksi yang disebabkan gabungan antara kuman aerob
maupun kuman anaerob (Afobi et al. 2012).
2. Keluhan
Klien dengan otitis media supuratif kronik datang dengan keluhan nyeri pada telinga bagian
tengah.
5. Pemeriksaan fisik
a) Nyeri telinga
b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c) Suhu Meningkat
d) Malaise
e) Nausea Vomiting
f) Vertigo
g) Ortore
6. Pemeriksaan Pendengaran
a. Otoskopi
1) Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
2) Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan ruptur pada
membran tympani
3) Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
b. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada
klien dengan otitis media akut dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang
sakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
2. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah
atau kerusakan di syaraf pendengaran.
3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
C. INTERVENSI
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu validasi,
rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan askep dalam pengumpulan
data, serta melaksanakan adusa dokter dan ketentuan RS (wijaya & Putri, 2013).
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap akhir dan suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan (wijaya & Putri, 2013).
DAFTAR PUSTAKA