Anda di halaman 1dari 33

GANGGUAN SISTEM

PENDENGARAN
(OTITIS MEDIA “Akut dan
Kronis)

Enjelina Marlina 241911001


Khoiriyah Dwi Agustin 241911004
Siska Rahayu 241911006
Yulia Puspitasari 241911010
Daftar Isi

01 DEFINISI 03 FISIOLOGI
PENDENGARAN

02 ANATOMI 04 ETIOLOGI
Daftar Isi

05 PATHOFISIOLOGI 07 MANIFESTASI

06 PATHWAY 08 KOMPLIKASI
Daftar Isi

09 Penatalaksanaan Medis 07 Analisa Data

10 Pemeriksaan Penunjang 08 Diagnosa


01
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang
tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi
kurang), dan higiene yang buruk (Djaafar ZA, 2007).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Djaafar ZA, 2007).
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran
timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulent (WHO,
2004).
Anatomi
FISIOLOGIS PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui
membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke
dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis (Sherwood, 2014).
ETIOLOGI
Menurut Adams (1997: 96) penyebab otitis media akut antara lain :

Faktor pertahanan tubuh


terganggu Telinga tengah
biasanya steril, meskipun
terdapat mikroba
dinasofaring dan faring.

01 02 03 04
Secara fisiologik terdapat Obstruksi tuba eusthachius Infeksi saluran pernafasan atas Bakteri piogeik Bakteri yang umum
mekanisme pencegahan Merupakan suatu faktor penyebab Terutama disebabkan oleh
dasar pada otitis media akut, karena ditemukan sebagai organisma
masuknya mikroba ke dalam virus, pada anak makin sering
fungsi tuba eustachius terganggu, penyebab adalah streptococcus
telinga tengah oleh silia mukosa terserang infeksi saluran
pencegahan invasi kuman ke telinga pernafasan atas makin besar pneumoniae, hemophylus
tuba eustachius, enzim penghasil
tengah juga terganggu, sehingga kemungkinan terjadinya otitis influenzae, streptococcus
mukus (misalnya muramidase) kuman masuk kedalam telinga tengah media akut. betahemolitikus dan moraxella
dan antibodi. dan terjadi peradangan catarrhalis
PATHOFISIOLOGI

Penyebab terjadi OMA salah satunya penggunaan dot saat Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau
minum susu dengan posisi kepala horizontal dengan badan yang komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi. infeksi kronis
dimana terdapat 3 bakteri patogen yang paling sering pada otitis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan
gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-menerus atau
media akut (streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae,
hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses
moraxella catarrahalis) yang berkolonisasi pada nasofaring mulai kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi
dari saat masa bayi dan dianggap sebagai flora normal pada daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat
tubuh manusia. Bakteri patogen ini tidak menimbulkan gejala penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya
atau keluhan sampai terjadi perubahan pada lingkungan pada perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan
nasofaring. Virus pada infeksi saluran pernafasan atas (upper rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari
tract infection) memiliki peran penting pada patogenesis dari kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk
otitis media akut ini dimana virus ini menyebabkan inflamasi ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan
berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan
pada nasofaring, yang menyebabkan perubahan pada sifat
stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman
kepatuhan bakteri dan kolonisasi, dan gangguan fungsi dari tuba gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau
Eusthacius. Tuba Eusthacius adalah pelindung alami yang menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta pembentukan jaringan parut.
mencegah kolonisasi dari nasofaring ke telinga tengah. Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa
Anakanak biasanya rentan terhadap otitis media akut karena sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau
imunitas sistemik yang tidak matang dan imunitas anatomi yang mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
tidak matang (Maron dkk., 2012). menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan
atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga
menghalangi drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten
 
PATHWAY

Gambar 1. Diagram Patofisiologi OMSK.


MANIFESTASI
Gejala otitis media akut dapat bervariasi antara lain
(Smeltzer & Bare, 2001: 2051).

 nyeri telinga (otalgia)  demam  tinitus

 keluarnya cairan dari  kehilangan  membran timpani tampak


merah dan menggelembung
telinga pendengaran
MANIVESTASI
Gejala otitis media kronik dapat bervariasi antara lain :

 Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium
peradangan.
 Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun ada juga bersifat tuli
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat
 Otalgia ( nyeri telinga) Pada OMSK, keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
sekret. Nyeri dapat menandakan adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak
 Vertigo
 Kurang Pendengaran
Komplikasi

Perforasi sentral membran timpani


Tuli konduktif persisten atau fluktuatif Anak dengan otitis media efusi kronis dapat menyebabkan infeksi kronik
(berkurang ±25 dB) pada pasien memiliki gangguan pada kemampuan pada telinga tengah dan rongga
dengan efusi telinga tengah berbicara, bahasa, dan kognitif. mastoid

Penyebaran secara lokal maupun OMSK yang dapat mengakibatkan


Mastoiditis akut dapat menginvasi hematogen dapat menyebabkan infeksi gangguan pendengaran ringan hingga
tulang dan membentuk abses pada telinga bagian dalam, tulang sedang, dan dapat menyebabkan
subkutan (Bezold’s abscess) temporal, otak, bahkan meningitis. komplikasi intrakranial dan
Meningitis merupakan komplikasi
ekstrakranial
intrakranial yang paling serius
Penatalsanaan medis

Pengobatan Penatalaksanaan OMA Adenoidektomi efektif dalam


tergantung pada stadium penyakitnya. Pembedahan Terdapat beberapa menurunkan risiko terjadi otitis media
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan tindakan pembedahan yang dapat dengan efusi dan OMA rekuren, pada
bertujuan untuk membuka kembali menangani OMA rekuren, seperti anak yang pernah menjalankan
tuba Eustachius sehingga tekanan miringotomi dengan insersi tuba miringotomi dan insersi tuba
negatif di telinga tengah hilang. timpanosintesis, dan timpanosintesis, tetapi hasil masih
Diberikan obat tetes hidung HCl adenoidektomi (Buchman, 2003). tidak memuaskan. Pada anak kecil
efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik a. Miringotomi Miringotomi ialah dengan OMA rekuren yang tidak
untuk anak kurang dari 12 tahun atau tindakan insisi pada pars tensa pernah didahului dengan insersi tuba,
HCl efedrin 1 % dalam larutan tidak dianjurkan adenoidektomi,
membran timpani, supaya terjadi
fisiologis untuk anak yang berumur kecuali jika terjadi obstruksi jalan
atas 12 tahun pada orang dewasa. drainase sekret dari telinga tengah napas dan rinosinusitis rekuren
Sumber infeksi harus diobati dengan ke liang telinga luar. (Kerschner, 2007).
pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Otitis Media Menurut Corrwin (2009):
 Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan penonjolan gendang telinga yang
merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda tulang dan reflek cahaya mungkin kabur.
 Pemeriksaan memakai alat pneumonik dengan otoskop fotoshop pneumatic lebih lanjut
membantu mendiagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisi udara yang dihubungkan ke
otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam telinga luar. Pada otitis media akut dan
otitis media dengan efusi, mobilitas membrane
timpani akan berkurang.
 Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil pada telinga luar
dan pengukuran gerakan membrane timpani (gendang telinga) setelah adanya tonus yang
terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilotas
membrane timpani.
 Pemeriksaan audiologi memperlihatkan deficit pendengaran, yang meruapakan indikasi
penimbunan cairan (infeksi atau alergi). Menurut Betz dan Sowden (2009) pemeriksaan diagnostic
otitis media,
ASUHAN
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

“This is a quote, words full of wisdom that


someone important said and can make the reader
get inspired.”
Diagnosa Medis
Saat masuk : Otitis Media
Saat pengkajian : Otitis Media
Alasan masuk rumah sakit :
Pasien datang ke rumah sakit melalui IGD RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
pada tanggal 08 Oktober 2019 pukul 09.00 WIB dengan keluhan utama nyeri
dibelakang telinga sebelah kanan dan ketajaman pendengarannya menurun disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau. Nyeri dirasakan sejak 5 hari yang
lalu, skala nyeri 6. Telinga keduanya sering sakit terutama yang kanan.
Keluhan lain : pusing (+), badan panas (+), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK tidak
ada masalah, tidak ada kejang, pola makan tidak ada gangguan. Keluarga
mengatakan hidung sering tersumbat sejak 6 bulan terakhir dan flu terus menerus.
Ingus berwarna bening.
Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri dibelakang telinga sebelah kanan dan ketajaman
pendengarannya menurun disertai dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau.
Nyeri dirasakan sejak 5 hari yang lalu, skala nyeri 6. Telinga keduanya sering sakit
terutama yang kanan.
Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Paliatif/penyebab :
Keluarga mengatakan ada luka bekas operasi dibagian belakang telinga
sebelah kanan, tampak luka memiliki jumlah jahitan 1, panjang ±3cm dan
kedalaman ±1 cm, keluarga mengatakan luka masih basah, terdapat pus dan
tidak ada nekrotik, luka terpasang perban dan kondisi perban tampak masih
basah.
Qualitas :
Pasien mengeluhkan nyeri pada sekeliling area luka bekas operasi, nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk jarum.
Region : Belakang telinga kanan
Skala : 6 (0-10)
Timing : Nyeri hilang timbul
Riwayat kesehatan masa lalu :
Penyakit yang pernah diderita : Pernah keluar cairan dari kedua telinga dan
berbau
Pernah dirawat : tidak
Pernah dioperasi : ya
Alergi obat : tidak
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Berat Badan : 23Kg,
Tinggi Badan: 122 cm
Tekanan Darah : - mmHg
Nadi : 98 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 38,1 0C
Keadaan Umum: Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 (E:4, M:6, V:5)
Pemeriksaan Penunjang

Terapi Obat
Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: Agen Nyeri akut
1) P : Pasien mengeluh nyeri pada sekeliling area luka bekas operasi. Pencedera
2) Q : Pasien mengatakan nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk jarum. Fisik
3) R : Pasien mengeluh nyeri pada bagian belakang telinga sebelah kanan.
4) S : Skala nyeri 6
5) T : Pasien mengatakan nyeri terasa hilang timbul.
6) Keluarga mengatakan pasien sering terbangun namun dapat tertidur lagi.
DO :
1. Pasien tampak meringis.
2. Pasien tampak bersikap protektif terhadap nyeri.
3. Pasien tampak gelisah.
4. Pasien tampak berkeringat berlebihan.
5. Tanda – tanda vital
N : 98x /menit
RR : 22x / menit
DS : Gangguan Gangguan
1. Klien mengatakan ketajaman pendengarannya menurun disertai dengan Pendengaran Persepsi
Sensori
keluarnya kotoran telinga yang berbau
DO :
1. Respon tidak sesuai
2. Telinga tampak ada kotoran yang berbau

DS : Proses Hipertermia
1. Keluarga mengatakan pasien deman naik turun sejak 3hari yang lalu penyakit
DO:
1. Kulit pasien teraba hangat
2. Pasien tampak berkeringat berlebihan.
3. Mukosa bibir kering
4. Tanda – tanda vital
S : 38,1ºC
DS: Efek Prosedur Infeksi
1. Keluarga mengatakan ada luka bekas operasi dibagian belakang Invasif
telinga sebelah kanan.
2. Keluarga mengatakan luka masih basah dan terdapat nanah.
3. Keluarga mengatakan luka terpasang perban dan kondisi perban
basah.
4. Keluarga mengatakan luka jahitan belum dilakukan perawatan
luka.
DO:
5. Tampak ada luka insisi pada bagian belakang telinga sebelah
kanan dengan jumlah jahitan 1, panjang ±3 cm dan kedalaman ±1
cm.
6. Luka tampak masih basah, terdapat pus dan tidak ada nekrotik.
7. Luka tampak terpasang perban dan kondisi perban masih
tampak basah.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium
WBC : 15.77 gr/dl
Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan
dengan mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis
(D.0077)

2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan Gangguan


Pendengaran (D.0085)

3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan


dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kulit terasa
hangat (D.0130)

4. Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive (D.0142)


Intervensi
N DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
o
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
berhubungan Tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri.
(SLKI L.08066)
dengan agen 2. Identifikasi skala nyeri.
1) Keluhan nyeri menurun (Skala nyeri pasien dari 6
pencedera fisik 3. Berikan teknik relaksasi napas dalam untuk
menurun ke skala 4 atau 3)
2) Meringis menurun (meringis pasien dari skala 3 mengurangi rasa nyeri.
(SDKI D.0077)
menjadi skala 2 atau 1) 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
  3) sikap protektif menurun (sikap proyektif pasien dari 5. Fasilitasi istirahat dan tidur.
skala 3 menjadi skala 2 atau 1 yaitu pasien tidak 6. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
terlalu lagi bersikap enggan atau proyektif) 7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4) Gelisah menurun (gelisah pasien menurun dari skala
8. Anjurkan menggunakan ibuprofen secara tepat.
4 ke skala 3 atau 2 menjadi tak terlalu gelisah)
9. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk
5) Kesulitan tidur menurun (dari pasien yang tidak dapat
tidur karena nyeri yang di rasakan ada pada skala 6 mengurangi rasa nyeri.
menjadi skala 4 atau 3 sehingga pasien dapat 10. Berikan therapy obat Ibuprofen 3x1 hari 3x200 mg
memiliki kualitas tidur yang jauh lebih baik) melalui oral
(I. 08238)
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1.Identifikasi penyebab hipertermia.

berhubungan diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil: 2.Monitor suhu tubuh.
1. Menggigil menurun (menggigil pasien dari skala 3 menjadi 3.Longgarkan atau lepaskan pakaian.
dengan
skala 2 atau 1 yang dimana sudah tidak terlalu menggigil) 4.Berikan cairan oral
proses
2. Suhu tubuh membaik (dari suhu tubuh 38.1 derajat menjadi 5.Lakukan pendinginan eksternal (kompres).
penyakit normal di suhu tubuh 35,6 hingga 36,9 derajat) 6.Anjurkan tirah baring
(D.1030) 3. Suhu kulit membaik (dari sakala 2 menjadi skala 3 atau 4 7.Berikan therapy obat
dimana suhu kulit hangat dan normal) Ibuprofen 3x1 hari 3x200 mg melalui oral

3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Periksa status mental,status sensori,dan tingkat

persepsi gangguan fungsi sensori membaik dengan kriteria hasil : kenyamannan (Mis: Nyeri)
(L.06048) 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
sensori
1) Verbilisasi Mendengar bisikan membaik (dari skala 2 ke (mis:terlalu bising )
berhubungan
skala 3 atau 4 ) 3. Batasi stimulus lingakungan
dengan 2) Distorsi sensori membaik (dari skala 3 ke skala 4) 4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Gangguan 3) Konsentrasi membaik (dari skala 2 ke skala 3 atau 4) 5. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
Pendengaran 4) Ketajaman pendengaran membaik (dari skala 2 ke skala 3 (mis:mengurangi kebisingan )
(D.0085) atau 4) 6. Berikan therapy obat :
Tarivid 2x1 hari 2x5 tetes dan Iliadin 2x1 hari 2x2 (0,025)
tetes
(I.13494)
4 Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak atau tanda-
dibuktikan 3x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun tanda dehisen atau eviserasi.
dengan efek dengan kriteria hasil: 2. Monitor proses penyembuhan area insisi. 3. Monitor tanda dan
prosedur 1. Demam menurun (dari suhu 38,1 derajat ke gejala infeksi.
invasif. suhu tubuh normal di 36 atau 37 derajat) 4. Ganti balutan luka sesuai jadwal.
(D.0142) 2. Kemerahan menurun (dari skala 3 menjadi 5. Jelaskan prosedur kepada pasien, dengan menggunakan alat
skala 2 atau 1 yaitu kemerahan berkurang) bantu.
3. Nyeri menurun (dari skala 6 menjadi skala 4 6. Ajarkan meminimalkan tekanan pada tempat insisi. 7. Ajarkan
atau 3) cara merawat area insisi.
4. Bengkak menurun (dari skala 3 menjadi 8. Berikan therapy obat Gentamicin 2x1 hari 2x40 mg IV dan
skala 2 atau1 dimana sudah tidak terlalu Cefadroxil 2x1 hari 2x250 mg Oral
bengkak (I.14539)
(L.14137)
Evaluasi
Pada kasus ini, pasien An. A mengalami Otitis Media dengan post operasi
pada bagian belakang telingan sebelah kanan terdapat luka,jumlah jahitan
1, panjang kurang lebih 3cm dan kedalaman 1cm, luka basah, terdapat pus
namun tak ada nekrotik, luka terpasang peerban dan kondisi perban basah,
Penanganaan kasus melalkukan Askep yang sesuai seperti masalah
keperawatan yang kami temukan , Nyeri akut, gangguan persepsi sensori
gangguan pendengaran , Hipertermia dan Infeksi
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana
keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan. Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen, yaitu :
1. Menentukan kriteria, standar praktik, dan pertanyaan evaluative.
2. Mengumpukan data mengenai status kesehatan klien yang baru terjadi.
3. Menganalisis dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.Perawat.
4. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
5. Melaksanakan intervensi yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
THANKS
! ADAKAH PERTANYAAN ???

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons from Flaticon, and
infographics & images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai