Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ABSES OTAK

DISUSUN OLEH:
ENJELINA MARLINA (241911001)
KHOIRIYAH DWI AGUSTIN (241911004)
SISKA RAHAYU (241911004)
YULIA PUSPITASARI (241911010)

MAYAPADA NURSING ACADEMY


2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Abses Otak” dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada ibu selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna serta dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kita mengenai “Keperawatan Medikal Bedah II”. Semoga
makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.

Jakarta, 16 Oktober 2021

Penuli
s
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses otak adalah infeksi lokal intrakranial yang dimulai dengan area
cerebritis dan berkembang menjadi kumpulan nanah yang dikelilingi oleh
kapsul. Abses otak dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
fungi, dan parasit yang berasal dari fokus infeksi yang berdekatan dengan otak
ataupun menyebar secara hematogen.
Insidensi abses otak di Amerika Serikat mencapai 1500 sampai 2500
kasus setiap tahunnya, angka kejadian ini lebih tinggi pada negara
berkembang dan 25% diantaranya terjadi pada anakanak. Menurut salah satu
penelitian di Afrika Selatan, kejadian abses otak yang ditemukan pada 973
orang, rata-rata memiliki umur 24 tahun, dan 75% diantaranya adalah laki-laki
yang memiliki faktor penyebab orthogenik 39% dan trauma 33%. Penelitian di
Rumah sakit Cipto Mangkunkusumo pada tahun 2011 ditemukan penderita
abses otak sebanyak 11 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa abses
otak lebih banyak diderita oleh lakilaki dan lokasi abses lebih sering di
supratentorial, rata-rata umur penderita 32 tahun. Mayoritas kasus ini
berhubungan dengan infeksi telinga.
Penegakan penyakit abses otak sulit didiagnosis secara dini, karena
gejala klinis yang ditemukan pada abses otak tidak spesifik. Gejala klinis yang
ditimbulkan sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi di otak serta virulensi
organisme penyebab infeksi. Defisit neurologis pada penderita abses otak
dapat bersifat permanen walaupun abses otak telah diobati sehingga dalam
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang segera seperti CT
Scan ataupun MRI segera untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapi
yang sesuai.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dengan detail definisi dan gambaran asuhan keperawatan
pasien dengan Abses otak, serta mampu memberikan asuhan keperawatan
pada penderita Abses Otak

1.2.2 Tujuan Khusus


2 Untuk Mengetahui Definisi Dari Abses Otak
3 Untuk Mengetahui Etiologi Dari Abses Otak
4 Untuk Mengetahui Anatomi Abses Otak
5 Untuk Mengetahui Pathway Dari Abses Otak
6 Untuk Mengetahui Patofisiologi Abses Otak
7 Untuk Mengetahui Manifestasi Abses Otak
8 Untuk Mengetahui Komplikasi Abses Otak
9 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Abses Otak
10 Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Dari Abses Otak
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Abses Otak
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan
parenkim otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang
berdekatan atau melalui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak
mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum
25% (Esther, 1992).
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu
kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau
jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma
atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun
demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau
orang yang menerima transplantasi organ). (Harsono, 1996)
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur- unsur infeksius dalam
jaringan otak (Muttaqin, 2008).

2.2 Anatomi Otak


Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian
system saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic system (Derrickson &Tortora,
2013). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun
neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan
adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak
mengambil alih fungsi dari bagianbagian yang rusak. Otak belajar
kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme paling penting dalam
pemulihan stroke ( Feign, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik
antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:

1) Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk,
2004).
b) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah
dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan
dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa
raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal (Purves, 2004).
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial.

2.3 Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:

1. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus
alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus
biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila
infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus
aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses
oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi
infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya
oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth J,2009).
2. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium
trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus
dapat menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir
setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya
seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit (Barbara C, 1996).
2.4 Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:

1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi


lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid,
dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau
pembuluh darah.
2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti
abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
3. Komplikasi dari meningitis purulenta.
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal,
hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis
sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi
proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur,
bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa
timbul meningitis.

AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari


fokus infeksi disekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang
jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba
dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada
daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya
ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan
ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang
sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi
rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan
ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang
masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke
daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua
pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap
awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan
otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi
sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan
makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO
dalam 4 stadium yaitu :

1. Stadium serebritis dini


2. Stadium serebritis lanjut
3. Stadium pembentukan kapsul dini
4. Stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan


meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,
amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan
serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri
kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang,
defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial.
Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. ( Elizabeth J,2009).

Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi


Lobus 1.   Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal
frontalis 2.   Nyeri kepala yang terlokalisir di
frontal
3.   Letargi, apatis, disorientasi
4.   Hemiparesis /paralisis
5.   Kontralateral
6.   Demam tinggi
7.   Kejang

Lobus 1.   Dispagia


temporal 2.   Gangguan lapang pandang
3.   Distonia
4.   Paralisis saraf III dan IV
5.   Paralisis fasial kontralateral

Cerebellum 1.   Ataxia ipsilateral Infeksi pada


2.   Nystagmus telinga tengah
3.   Dystonia
4.   Kaku kuduk positif
5.   Nyeri kepala pada suboccipital
6.   Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus abses otak, yaitu:

1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.


2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
3. MRI: sama halnya dengan CT scan  yaitu adanya lokasi abses dan
ventrikel terjadi perubahan ukuran.
4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein
meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena
peningkatan TIK). (Barbara C, 1996)

2.7 Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:

1. Penatalaksaan Umum
a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Terapi peningktan TIK
c. Support fungsi tanda vital
d. Fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid: Dexamethasone
c. Anticonvulsants: Oilantin.

2.8 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan
abses otak adalah:

1. Gangguan mental
2. Paralisis
3. Kejang
4. Defisit neurologis fokal
5. Hidrosephalus
6. Herniasi
2.9 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien
/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan
berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien (Ali, 1997).

2.9.1 Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun
spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu
pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta
keperawatan (Ali, 1997).

1. Anamnesis
a. Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst.
b. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .
d. Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi
telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empiema ) jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Pola fungsi kesehatan :

Aktivitas/istirahat, adapun gejalanya :


1) Malaise

Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan


involunter.

2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endocarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan
TIK dan pengaruh pada vasomotor).
3) Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
4) Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membrane Mukosa
kering.
5) Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri(pada periode akut).
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan
penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata, Pupil
unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
7) Nyeri /kenyamanan
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan;leher/punggung kaku.
8) Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda:  peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
9) Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis,
telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau
kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan
secara umum; tonus otot flaksid atau spastik: paralisis atau
parese,  Gangguan sensasi.
c. Prosedur diagnostic
Adapun pemeriksaan laboratoriumnya :
a. LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.

Pemeriksaan penunjang :

a. CT Scan
b. Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil
disekitarnya.
c. Arteriografi
Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses
cerebellum.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses
otak, yaitu:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses


peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan
kesadaran dan status mental.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,
defisit neurologik.
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,
kehilangan cairan.

2.9.3 Intervensi Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran
informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana
perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang
(Potter,1997).
Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses


peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).

Kriteria hasil:
a)     Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b)     Tanda vital dalam batas normal
c)     Tidak terjadi defisit neurologi.

Intervensi Rasional
1.  Monitor status neurologi 1. Tanda dari iritasi meningeal
setiap 2 jam: tingkat terjadi akibat peradangan dan
kesadaran, pupil, refleks, mengakibatkan peningkatan
kemampuan motorik, nyeri TIK.
kepala, kaku kuduk. 2. Perubahan tekanan nadi dan
2. Monitor tanda vital dan bradikardia indikasi herniasi
temperatur setiap 2 jam. otak dan peningkatan TIK.
3. Kurangi aktivitas yang dapat 3.  Menghindari peningktan
menimbulkan peningkatan TIK.
TIK: batuk, mengedan, 4. Mengurangi peningkatan
muntah, menahan napas. TIK.
4. Berikan waktu istirahat yang 5. Memfasilitasi kelancaran
cukup dan kurangi stimulus aliran darah vena.
lingkungan. 6. Mengurangi edema serebral,
5. Tinggikan posisi kepala 30- memenuhi kebutuhan
40o pertahankan kepala pada oksigenasi, menghilangkan
posisi neutral, hindari fleksi faktor penyebab.
leher.
6. Kolaborasi dalam pemberian
diuretik osmotik, steroid,
oksigen, antibiotik.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan


kesadaran dan status mental.

Kriteria hasil:
a)     Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.
b)     Kejang tidak terjadi.
c)     Injuri tidak terjadi.

Intervensi Rasional
1. Kaji status neurologi setiap 2 1. Menentukan keadaan
jam. pasien dan resiko kejang.
2. Pertahankan keamanan pasien 2. Mengurangi resiko injuri
seperti penggunaan dan mencegah obstruksi
penghalang tempat tidur, pernapasan.
kesiapan suction, spatel, 3. Merencanakan intervensi
oksigen. lebih lanjut dan
3. Catat aktivitas kejang dan mengurangi kejang.
tinggal bersama pasien 4. Mengetahui respon post
selama kejang. kejang.
4. Kaji status neurologik dan 5. Setelah kejang
tanda vital setelah kejang. kemungkinan pasien
5. Orientasikan pasien ke disorientasi.
lingkungan. 6. Mengurangi resiko kejang/
6. Kolaborasi dalal pemberian menghentikan kejang.
obat anti kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,


defisit neurologik.

Kriteria hasil:
a)     Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b)     Integritas kulit utuh.
c)     Tidak terjadi atropi.
d)     Tidak terjadi kontraktur.

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan mobilisasi. 1. Hemiparese mungkin dapat
2. Alih posisi pasien setiap 2 terjadi.
jam. 2. Menghindari kerusakan
3. Lakukan mesage bagian kulit.
tubuh yang tertekan. 3. Melancarkan aliran darah
4. Lakukan ROM pasive. dan mencegah dekubitus.
5. Monitor tromboemboli, 4. Menghindari kontraktur
konstipasi. dan atropi.
6. Konsul pada ahli fisioterapi 5. Komplikasi imobilitas.
jika diperlukan. 6. Perencanaan yang penting
lebih lanjut.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.

Kriteria Hasil:
a)     Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b)     Tanda vital normal.
c)     Turgor kulit baik.
d)     Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Monitor suhu setiap 2 jam. 1. Mengetahui suhu tubuh.
2. Monitor tanda vital. 2. Efek dari peningkatan suhu
3. Monitor tanda-tanda adalah perubahan nadi,
dehidrasi. pernapasan dan tekanan
4. Berikan obat anti pieksia. darah.
5. Berikan minum yang cukup 3. Tubuh dapat kehilangan
2000 cc/hari. cairan melalui kulit dan
6. Lakukan kompres dingin dan penguapan.
hangat. 4. Mengurangi suhu tubuh.
5. Mencegah dehidrasi.
6. Mengurangi suhu tubuh
melalui proses konduksi.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,


kehilangan cairan.
Kriteria Hasil :
a)     Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b)     Tanda vital normal.
c)     Turgor kulit baik.
d)     Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. 1. Ketidak seimbangan cairan
2. Monitor hasil pemeriksaan dan elektrolit menimbulkan
laboraturium terutama perubahan tanda vital
elektrrolit. seperti penurunan tekanan
3. Observasi tanda-tanda darah, dan peningkatan
dehidrasi. nadi.
4. Catat intake dan output 2. Mengetahui perbaikan atau
cairan. ketidakseimbangan cairan
5. Berikan minuman dalam porsi dan elektrolit.
sedikit tapi sering. 3. Mencegah secara dini
6. Pertahankan temperatur tubuh terjadi dehidrasi.
dalam batas normal. 4. Mengetahui keseimbangan
7. Kolaborasi dalam pembeian cairan.
cairan intravena. 5. Mengurangi distensi gaster.
8. Pertahankan dan monitor 6. Penningkatan temperatur
tekanan vena setral. mengakibatkan
pengeluaran cairan lewat
kulit bertambah.
7. Pemenuhan kebutuhan
cairan dengan IV akan
mempercepat pemulihan
dehidrasi.
8. Tekanan vena sentral untuk
mengetahui ke
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Seorang laki-laki, 38 tahun, masuk pada tanggal 17 Desember 2010, datang
dengan keluhan nyeri kepala yang telah dialami os sejak 3 bulan terakhir. Nyeri
kepala dirasakan di seluruh kepala, terutama di bagian belakang kepala, bersifat
berdenyut dengan intensitas sedang berat,frekuensi 3-4 kali perhari, lamanya lebih
dari 1 jam, memberat jika os batuk, bersin atau mengedan dan tidak hilang dengan
obat penghilang rasa nyeri. Nyeri kepala bertambah berat dalam 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit dimana nyeri kepala dirasakan terus menerus dan diikuti
dengan rasa panas dan kebas pada tubuh sebelah kiri, sehingga os merasa sulit
berjalan. Riwayat muntah menyembur (+) 3 kali dalam 1 bulan terakhir. Riwayat
kejang dijumpai, frekuensi 1 kali, lama kejang 3 menit, kejang pada tubuh sebelah
kiri, bersifat kaku dan menyentak, setelah kejang os sadar. Riwayat trauma kepala
tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai Sebelumnya os berobat ke RS luar
dan dilakukan penarikan cairan darah 1 bulan sebelum masuk RS HAM. Riwayat
sesak nafas selama ini disangkal os. Selama ini os juga mengeluhkan biru pada
bibir dan ujung-ujung jari tangan dan kaki.Pada saat os berusia 3 bulan os sudah
diberitahu oleh dokter bahwa os menderita penyakit jantung bawaan. Sejak bayi,
os sering keluar masuk rumah sakit dengan keluhan membiru, dan os juga sering
mengalami batuk pilek.
 Asuhan Keperawatan pada Tn A. dengan Tumor Otak
Di Ruang Melati Rumah Sakit Mayapada

Bangsal/ruangan : Melati Tanggal Masuk : 17 desember 2010


Nomor kamar : 098 Tanggal Pengkajian : 17 Desember 2010

3.2 Pengkajian
3.2 1 Identitas
a. Klien
Nama Klien : Tn. X
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Status marital : Belum menikah Menikah

Agama : Islam
Suku/Bangsa : Betawi
Bahasa yang digunakan : Indonesia

Daerah : ................
Asing : ................
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat Rumah : jl Melati, sindung WWedan, Jawa barat

b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. X
Umur : 49 tahun
Alamat Rumah : jl. Melati, Sindung wedan, Jawa Barat
Hubungan dengan klien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3.2.2 Data Medik
Diagnosa Medis
 Saat masuk : Abses Otak
 Saat pengkajian : Abses Otak
Alasan masuk rumah sakit :
datang dengan keluhan nyeri kepala yang telah dialami os sejak 3 bulan
terakhir. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala, terutama di bagian
belakang kepala, bersifat berdenyut dengan intensitas sedang
berat,frekuensi 3-4 kali perhari, lamanya lebih dari 1 jam, memberat jika
os batuk, bersin atau mengedan dan tidak hilang dengan obat penghilang
rasa nyeri pasien juga mengalami muntah
Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri Kepala Hebat, Kejang seta Mntah
Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Paliatif/penyebab : AS (Abses Otak)
Qualitas : Nyeri sangat Hebat
Region : Kepala, Lesi Intrakranial pada Parenkim
Skala : skala 9
Timing : Intenstas menjadi berat saat mengedan dan Bersin
Riwayat kesehatan masa lalu :
a. Penyakit yang pernah diderita : Penyakit jantung Bawaan
b. Pernah dirawat : √ ya tidak

c. Pernah dioperasi : ya √ tidak

d. Alergi terhadap obat, makan, dll : ya √ tidak


e. Kebiasaan merokok, alkohol dan obat-obatan : √ ya tidak

3.2.3 Riwayat kesehatan keluarga:


a. Susunan anggota keluarga
Genogram : ( 3 generasi)
Keterangan :

: Laki-laki : Garis Keturunan

: Garis
: Perempuan
Perkawinan

: Pasien
: Garis Serumah
b. Faktor risiko penyakit tertentu dalam keluarga, seperti :

Kanker Hipertensi Diabetes


melitus

√ Penyakit jantung Epilepsi TBC

3.2.4 Pola Fungsi Gordon


a. Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan (persepsi
pasien/keluarga terhadap konsep sehat dan sakit dan upaya dalam
bentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku yang menjadi gaya hidup
untuk mempertahankan kondisi sehat).
Pasien memahami dan tau bahwa telah punya Abses otak serta
mempunyai Penyakit jantung bawaan saat pasien lahir usia 3 bulan
Pasien serta keluarga mengetahuinya serta pasien telah dilakukan
pengobatan penarikan cairan darah sebelumnya
b. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit

Frekuensi 3x/hari 1- 2x/hari


Jenis Nasi Lauk Sayur Makanan Lunak
Porsi 1 piring ¼ piring
Total Konsumsi 3 piring ¼ piring
Keluhan/ pantangan Makanan asin dan Makanan asin dan
berlemak berlemak

c. Pola Istirahat Tidur


Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Jumlah jam tidur siang - 1 jam
Jumlah jam tidur malam 6 jam 5 jam
Pengantar tidur - -
Gangguan tidur - Nyeri kepala
Perasaan waktu bangun Senang Gelisah

d. Pola Aktivitas dan Latihan


1) Alat bantu : Tidak ada
2) Kebersihan diri :
1. Mandi : 2 x/hari
2. Gosok gigi : 1 x/hari (OH)
3. Kebersihan rambut :-
4. Kebersihan kuku : 1 x/minggu
3) Aktivitas sehari-hari : Dibantu sebagian
4) Kemampuan perawat diri :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mobilisasi rutin √
Waktu senggang √
Eliminasi/toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Mandi
Berjalan √
Makan dan minum √
Berpakaian √
Berhias √
Tingkat ketergantungan √

Ket:
Skor: 0 : Mandiri
1: Dibantu Sebagian
2: Perlu Bantuan Orang Lain
3: Perlu Bantuan Orang Lain dan Alat
4 : Tergantung/Tidak Mamp
e. Pola Eliminasi
1) Eliminasi Urine
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 5 x/hari 3 x/hari
Pancaran Normal Normal
Jumlah 200 cc 250 cc
Bau Normal Pesing
Warna Kuning jernih Kuning
Perasaan setelah BAK Baik Baik
Total produksi urine 1000 cc/hari 11250 cc/hari
Keluhan - -

f. Eliminasi Alvi

Keterangan Sebelum sakit Saat sakit


Frekuensi 1 x/hari 1 x /hari
Konsistensi Padat Padat
Bau Normal Normal
Warna Normal Kuning
Keluhan - -

g. Pola Nilai dan Kepercayaan


Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Nilai khusus
Praktik ibadah Baik Baik
Pengetahuan tentang Baik Baik
praktik ibadah selama
sakit

3.2.5 Pengkajian Fisik


a. Pemeriksaan Fisik Umum
1) Berat Badan : 65 Kg
2) Tinggi Badan : 170 cm
3) Tekanan Darah : 139/101 mmHg
4) Nadi : 80 x/menit
5) Frekuensi nafas : 28 x / menit
6) Suhu tubuh : 37 0C
7) Keadaan Umum : sedang
8) Kesadaran : Compos Mentis
9) GCS : 13 (E4 M5 V4)
10) CRT : 4 detik
b. Pemeriksaan integument, rambut dan kuku
1) Inspeksi : Adakah lesi ( + )
2) Warna Kulit : sawo matang
3) Palpasi : (Kenyal ) Tekstur ( ) Turgor kulit (+) Struktur
4) Identifikasi luka / lesi pada kulit : ( - ) Makula ( - ) Papula
( - ) Nodule ( - ) Vesikula ( - ) Pustula (- ) Ulkus ( - )
Crusta
( -) Exsoriasi
5) Kelainan- kelainan pada kulit : (- ) Naevus Pigmentosus ( -)
Hiperpigmentasi (-) Vitiligo/Hipopigmentasi (-) Tatto (-)
Haemangioma (-) Angioma ( - ) Spider Naevi (-) Strie
cyanosis (+)

6) Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi : (+) Penyebaran ( + ) Bau ( + ) Warna (-)
Alopesia (-) Hirsutisme (-) Alopesia
7) Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : ( + ) Warna (+) Bentuk (+) Kebersihan
c. Pemeriksaan Kepala, Wajah dan Leher
1) Inspeksi bentuk kepala : (-) dolicephalus/ lonjong (-)
Brakhiocephalus (+) kesimetrisan (-) Hidrochepalus (-) Luka
(-) Trepanasi
2) Palpasi kepala : (+) Nyeri tekan
3) Pemeriksaan Mata
a) Posisi mata : ( - ) Simetris (+) Asimetris
b) Bentuk dan penyebaran bulu mata : (+) Normal ( ) Tidak
normal
c) Kelopak mata : (-) Normal (+) Ptosis
d) Kedudukan kelopak : ( +) Eksoptalmus ( - ) Endoftalmus
e) Konjungtiva : ( - ) Merah muda ( +) Anemis ( - ) Sangat
merah
f) Kornea : (+) Warna ( - ) Keruh/berkabut ( -) Terdapat
perdarahan
g) Sklera : (-) Ikterik ( ) kemerahan (-) Produksi air mata
berlebih
h) Pupil : ( +) Isokor ( - ) Anisokor ( + ) Refleks cahaya ( - )
Midriasis ( -) Miosis (+) Papil Edema
i) Otot-otot mata : ( - ) Nigtasmus ( - ) Strabismus
j) Fungsi penglihatan : (-) Baik (+) Kabur ( -) Diplopia
d. Pemeriksaan Telinga
1) Daun telinga : (+) Normal (-) Tidak normal
2) Karakteristik serumen (Warna, konsistensi, bau) : (+) Normal
3) Kondisi telinga tengah : (+) Normal (-) Kemerahan (-)
Bengkak ( - ) Terdapat lesi
4) Cairan dari telinga : ( - ) Ada ( + ) Tidak ada
5) Perasaan penuh di telinga : ( - ) Ya ( +) Tidak
e. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi : (+) Posisi septum nasi (-) Amati meatus :
perdarahan (-), Kotoran ( - ), Pembengkakan (-), pembesaran /
polip ( -)
f. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir : Kelainan konginetal ( -) Labioseisis ( -) Palatoseisis
( -) Labiopalatoseisis (+) Warna bibir
g. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien : tegang / rileks
Warna dan kondisi wajah klien : Normal
Struktur wajah klien :Normal
Kelumpuhan otot-otot fasialis ( -)
h. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan: Bentuk leher
(simetris), peradangan (- ), jaringan parut (- ), perubahan warna ( -),
massa ( + / - )
Kelenjar tiroid, pembesaran (+), Vena jugularis, pembesaran ( - )
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), kelenjar tiroid ( - ), posisi
trakea (simetris)
i. Pemeriksaan Payudara Dan Ketiak
Inspeksi; Bentuk payudara (simetris), Adanya pembengkakan (-),
Kulit payudara : warna lesi (-), Areola : perubahan warna (-)
j. Pemeriksaan Torak Dan Paru
1) Jalan nafas : ( +) Bersih ( ) Ada sumbatan
2) Pernafasan : (-) Inspirasi ( ) Ekspirasi
3) Menggunakan otot bantu pernafasan : ( ) Ya ( ) Tidak
4) Frekuensi : 28 x/menit, apakah tampak Irama : (-) Teratur ( +)
Tidak teratur
5) Inpeksi dada : ( + ) Normal chest ( -) Pigeon chest ( -) Funnel
chest ( -) Barrel chest ( -) Kyposis ( - ) Scoliosis (-)
Lordosis
6) Palpasi dada : ( -) Taktil fremitus ( - ) Vocal fremitus
7) Perkusi dada : ( + ) Sonor ( -) Hipersonor (+) Vesikuler
8) Suara nafas tambahan : ( ) Rales ( + ) Ronchi ( ) Wheezing
( ) Pleural tricion rub
9) Penggunaan alat bantu napas : (+ ) Ya ( ) Tidak
k. Pemeriksaan Jantung
1) Nadi 89 x/menit, irama ( + ) Regular ( ) Iregular, Tekanan ( )
Kuat ( ) Lemah
2) Tekanan darah : 139/101.mmHg
3) Distensi vena jugularis : (-) Kanan ( - ) Kiri
4) Warna kulit : ( + ) Pucat ( + ) Sianosis ( - ) Kemerahan
5) Inspeksi : ( - ) Ictus cordis tak terlihat
6) Auskultasi : ( +) Bunyi Jantung I
( + ) Bunyi Jantung II
( +) Bunyi Jantung III
l. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk abdomen : ( datar )
Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+),
Bayangan pembuluh darah vena (-)
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 14 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,
Borborygmi ( -)
3) Palpasi
Nyeri tekan (- ), pembesaran ( +), perabaan (lunak),
m. Pemeriksaan Genetalia
1) Genetalia Pria
Inspeksi : Rambut pubis (bersih ), lesi ( - ), benjolan ( + / - )
Pemeriksaan Anus
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - ),
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - ), Nyeri tekan pada daerah anus
( -)
Tambahan : pasien terpasang kateter warna urin kuning ada bau

n. Pemeriksaan Ekstremitas

1) Inspeksi; Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas


(-), Fraktur (-) lokasi fraktur terpasang Gibs ( - ), Traksi ( - )
2) Palpasi
Lakukan uji kekuatan otat:

2222 2222
2222 2222

3.2.6 Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang Medis


a. Laboratorium :
1) Darah : Tanggal 17 Desember 2010
No Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. HBG 18,5g/dl 13-16 g/dl Rendah
2. RBC 3,94 4,5-5,5 Rendah
3. HCT 53,9 % 4,5-48,0 % Rendah
4. WBC 13.16 5,0-10,0 Tinggi
5. PLT 184 150-400 Normal
6. Kalium 3,63 mg/dl 3,5-5,5mg/dl Rendah
7. Natrium 132,0 135-147 mEq/l Tinggi
mEq/l
8. Khlorida 101,0 100-106 mEq/l Tinggi
mEq/l
b. Pemeriksaan Thoraks dan EKG
1. Dari pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 50%,
segmen aorta dalam batas normal, segmen pulmonal
cekung, pinggang jantung dijumpai, apex upward,
kongesti tidak dijumpai, infiltrat tidak dijumpai. Kesan:
boot-shaped appearance.
2. Dari pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan
irama sinus, QRS rate 90 kali permenit, QRS axis RAD,
durasi QRS 0,06”, P wave dalam batas normal, PR
interval 0,16 s, r/s di V1 >1, S persisten di V5 V6,
hipertrofi ventrikel kiri tidak dijumpai, VES dijumpai.
Kesan: sinus ritme dengan deviasi aksis ke kanan,
hipertrofi ventrikel kanan dan VES.
3. Dari pemeriksaan Head CT Scan potongan aksial :
tampak lesi bulat hipodens multipel di lobus temporal dan
occipito-parietal kanan disertai finger-like oedema yang
mendorong dan menekan ventrikel lateralis kanan dan
ventrikel III ke kiri menyebabkan midline shift ke kiri
sejauh ± 1 cm. Kortikal sulci dan fissure sylvii hemisfer
kanan menyempit dengan gyri yang tidak jelas. Kesan :
abses serebri DD/ SOL intraserebral
Dari pemeriksaan Head CT Scan dengan kontras potongan
aksial: tampak lesi hipodens bulat multipel dengan
enhancement berbentuk ring pasca kontras di lobus
temporal dan occipitoparietal kanan disertai finger-like
oedema yang menyebabkan midline shift ke kiri.
4. Dari pemeriksaan ekokardiografi: Katup mitral baik.
Katup aorta mengalami regurgitasi dengan PHT 390 ms.
Katup trikuspid baik. Katup pulmonal mengalami stenosis
dengan velocity 4,32 m/s dan PG 74,66 mmHg. Atrial
situs sollitus. AV-VA concordance. Vena-vena bermuara
pada tempatnya. IVS mengalami defek dengan diameter
14,4 mm,dengan malalignment aorta terhadap IVS >
50% .IAS intact. PDA tidak dijumpai. RA-RV dilatasi.
Ejection fraction 53,2 %. Kesan : Tetralogy of Fallot

Gambar 1. hasil EKG 20


des 2010

Gambar 2. hasil Photo Toraks 20 des 2010


Gambar 3. Hasil Head Ct Scan 20
des 2010
Gambar 3. Hasil Ekokardiografi 20 des 2010
c. Program terapi :
1) Obat-obatan
a. Cairan Intravena

Nama Obat Dosis Fungsi


RL 10 tpm Untuk sumber elektrolit dan air untuk
dehidrasi
b. Obat Intravena

Nama Obat Dosis Fungsi


Ceftriaxone 2gr/12jam Untuk mengatasi berbagai infeksi
bakteri
Ranitidin 50mg/12 Untuk mengurangi produksi asam
jam lambung sehingga mengurangi nyeri
ulu hati akibat ulkus dan tukak
lambung
Phenitoin 100mg/8jam Untuk mencegah dan mengontrol
amp kejang
Dexamethason 8mg di Untuk mencegah mual dan muntah
lanjut
4mg/6jam
Ultracet 3x1 mg Untuk mengurangi atau sebagai Pereda
nyeri
Aspilet 1x160 mg Untuk mencegah proses agregasi
trombosit pada pasien, serta mencegah
serangan serebral iskemik sesaat.

3.3 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : - Gangguan Neurologis (AS) Perfusi serebral
DO : tidak efektif (D.
a. Nyeri kepala hebat 0017)
b. Edema perifer
c. Sianosis
d. TD : 139/101mmhg
DS : - Gangguan neurologis Pola napas tidak
DO : efektif
e. Klien tampak sesak (D.0005)
f. Klien gelisah
g. RR 30x/menit
DS: Infiltrasi tumor serta Abses yang Nyeri Kronis
Pasien mengeluh sakit ada di parenkim (D.0078)
kepala
DO :
a. Skala nyeri 8
b. N 89x/menit
c. TD 139/101 mmHg
d. S 37 oC
e. Hasil Head CT
scan
DS : Muntah proyektil akibat Nausea
DO : meningkatnya TIK ( D.0019)
a. Membrane mukosa
pucat
b. Pasien Lemah
c. Takikardi
d. Pasien muntah
e. Diaforesis
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan Neurologis
(D.0017)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
(D.0005)
3. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor (D.0078)
4. Nausea berhubungan dengan tumor terlokalisasi (D.0076)

3.5 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan & Intervensi
Kriteria Hasil
Perfusi serebral Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lesi
tidak efektif b.d keperawatan 3x24 jam 2. Monitor Td
gangguan diharapkan perfusi 3. Montor Nadi
neurologis perifer pasien meningkat 4. Monitor kesadaran
(D.0017) dengan kriteria hasil : 5. Monitor MAP
1. Tingkat Kesadaran 6. Monitor CVP
meningkat (Dari skala 7. Monitor CPP
2 ke skala 1 dari 8. Monitor status
delirium ke CM) pernafasan
2. TIK pasien menurun 9. Monitor CSS
(dari skala 8 ke skala 10. Berikan posisi semi
6 atau 5) fowler atau fowler
3. Turgor kulit pasien 11. Cegah terjadinya kejang
membaik (dari skala 2 12. Pertahankan suhu tubuh
menjadi skala 3 atau normal
4) 13. pemberian
4. Gelisah pasien a. Dexametahxone 8mg
menurun (dari skala 4 untuk pertama lalu lanjut
ke skala 2 atau 1) 4mg/6jam
5. Tekanan darah sistlik b. Phenitoin
maupun diastolic 100mg/8jam
membaik (misalnya c. Ceftriaxone 2gr/12
dari TD endah ke jam
normal missal 108/75 d. Aspilet 1x160mg
mmhg menjadi (SIKI. 1.06194)
120/80mmhg
Atau sebaliknya TD
tinggi menjadi normal
139/101mmhg
menjadi 120/80mmhg
atau 125/82 mmhg
5. Sianosis pasien
berkurang (skala 3
mnjadi skala 1)
(SLKI. L.02014)
Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola nafas
efektif keperawatan 3x24 jam 2. Monitor bunyi nafas
berhubungan diharapkan ventilasi 3. Monitor sputum
dengan gangguan menjadi adekuat, dengan 4. Posisikan semi fowler da
neurologis kriteria hasil: fowler
(D.0005) 1. Ventilasi semenit 5. Berikan minum hangat
meningkat 6. Berikan oksigen jika perlu
2. Kapasitas vital 7. Ajukan asupan cairan
meningkat 2000ml/hari, jika kontraindikasi
3. Dipsnea menurun 8. Ajarkan batuk efektif
4. Frekuensi napas 9. pemberian O2 facemask
membaik
5. Kedalaman napas
membaik
(L.01004)
Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi
berhubungan keperawatan 3x24 jam lokasi,karakteristik,durasi,freku
dengan infiltrasi diharapkan keluhan nyeri ensi ,kualitas,intensitas nyeri
tumor (D.0078) menurun, dengan kriteria 2. Indentifikasi skala nyeri
hasil: 3. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
1. keluhan nyeri rasa nyeri
menurun 4. Kontrol lingkungan yang
(dari skala 9 ke skala 5 memperberat rasa nyeri
atau 4) 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
2. meringis menurun 6.Jelaskan
(dari skala 6 menurun ke penyebab,periode,dan pemicu
skala 4) nyeri
3. gelisah menurun 7. Jelaskan stategi meredakan
(menurun dari skala 6 ke nyeri
skala 4atau 3) 8. anjurkan memonitori nyeri
4. Kesulitan tidur secara mandiri
menurun (dari skala 5 9. Pemberian obat :
menjai skala 3 atau 2) a. ultracet 3x1mg
5. sikap proteksi b. Aspilet 1x160mg
menurun (dari skala 4 (1.08238)
menjadi skala 2)
(SLKI L.08066)
Nausea b.d tumor Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi pengalaman mual
terlokalisassi keperawatan selama 3 x 2. identifikasi mual terhadap
(Abses Otak) 24 jam, diharapkan
tingkat Nausea kualitas hidup
membaik: dengan 3. Identifikasi penyebeb mual
kriteria hasil: 4. Monitor Mual
1. Nafsu makan 5. Monitor Asupan nutrisi
membaik ( dari pasien 6. kurangi keadaan yang
makan hanya 1-2x memnyebebakan mual
menjadi 3 x dan porsi 7. Berikan makan dengan
nya bertambah dari jumlah yang kecil namun
seperempat piring menarik
menjaddi porsi tiga 8. Berikan makanan yang tinggi
perempat piring, jika karbohiidrat dan rendah lemak
dengan skala angka 9. Pemberian obat :
menjadi 4 dari skala a. Ranitidin 50mmg/12jam
sebelumnya ) b. Dexamethaxone 8mg lanjut
2. keluhan mual muntah dengan 4mg/ 6 jam
pasien menurun (dari c. RL 10 tpm
skala 4 menjadi skala (1.03117)
3)
3. pucat pasien menurun
(dari skala 4 menjadi
skala 3 atau 2)
4. takikardia pasien
menurun (dari RR:28-38
menjadi RR normal di
20-22x/ menit)
(L.08065)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir
pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi
yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain,
misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses
otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya
bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit
neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat
menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan
serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia,
ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta
nyeri (Elizabeth J, 2009).

4.2 Saran
Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada
penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bang & Zello. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Abses Otak


Arianto, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi Abses Otak. Bandung:
STIKES Santo Borromeus.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-nitaamelia-5341-3-
babii.pdf
http://eprints.umm.ac.id/41823/3/BAB%20II.pdf

Tim Pokja DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta
: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta
: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta :
DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai