ABSES OTAK
DISUSUN OLEH:
ENJELINA MARLINA (241911001)
KHOIRIYAH DWI AGUSTIN (241911004)
SISKA RAHAYU (241911004)
YULIA PUSPITASARI (241911010)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Abses Otak” dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada ibu selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna serta dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kita mengenai “Keperawatan Medikal Bedah II”. Semoga
makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.
Penuli
s
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses otak adalah infeksi lokal intrakranial yang dimulai dengan area
cerebritis dan berkembang menjadi kumpulan nanah yang dikelilingi oleh
kapsul. Abses otak dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
fungi, dan parasit yang berasal dari fokus infeksi yang berdekatan dengan otak
ataupun menyebar secara hematogen.
Insidensi abses otak di Amerika Serikat mencapai 1500 sampai 2500
kasus setiap tahunnya, angka kejadian ini lebih tinggi pada negara
berkembang dan 25% diantaranya terjadi pada anakanak. Menurut salah satu
penelitian di Afrika Selatan, kejadian abses otak yang ditemukan pada 973
orang, rata-rata memiliki umur 24 tahun, dan 75% diantaranya adalah laki-laki
yang memiliki faktor penyebab orthogenik 39% dan trauma 33%. Penelitian di
Rumah sakit Cipto Mangkunkusumo pada tahun 2011 ditemukan penderita
abses otak sebanyak 11 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa abses
otak lebih banyak diderita oleh lakilaki dan lokasi abses lebih sering di
supratentorial, rata-rata umur penderita 32 tahun. Mayoritas kasus ini
berhubungan dengan infeksi telinga.
Penegakan penyakit abses otak sulit didiagnosis secara dini, karena
gejala klinis yang ditemukan pada abses otak tidak spesifik. Gejala klinis yang
ditimbulkan sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi di otak serta virulensi
organisme penyebab infeksi. Defisit neurologis pada penderita abses otak
dapat bersifat permanen walaupun abses otak telah diobati sehingga dalam
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang segera seperti CT
Scan ataupun MRI segera untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapi
yang sesuai.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dengan detail definisi dan gambaran asuhan keperawatan
pasien dengan Abses otak, serta mampu memberikan asuhan keperawatan
pada penderita Abses Otak
1) Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk,
2004).
b) Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah
dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan
dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa
raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal (Purves, 2004).
3) Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial.
2.3 Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus
alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus
biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila
infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus
aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses
oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi
infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya
oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth J,2009).
2. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium
trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus
dapat menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir
setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya
seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit (Barbara C, 1996).
2.4 Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:
2.7 Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1. Penatalaksaan Umum
a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Terapi peningktan TIK
c. Support fungsi tanda vital
d. Fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid: Dexamethasone
c. Anticonvulsants: Oilantin.
2.8 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan
abses otak adalah:
1. Gangguan mental
2. Paralisis
3. Kejang
4. Defisit neurologis fokal
5. Hidrosephalus
6. Herniasi
2.9 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien
/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan
berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien (Ali, 1997).
2.9.1 Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun
spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu
pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta
keperawatan (Ali, 1997).
1. Anamnesis
a. Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst.
b. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .
d. Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi
telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empiema ) jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Pola fungsi kesehatan :
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endocarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan
TIK dan pengaruh pada vasomotor).
3) Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
4) Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membrane Mukosa
kering.
5) Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri(pada periode akut).
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan
penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan
memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata, Pupil
unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
7) Nyeri /kenyamanan
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan;leher/punggung kaku.
8) Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
9) Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis,
telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau
kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan
secara umum; tonus otot flaksid atau spastik: paralisis atau
parese, Gangguan sensasi.
c. Prosedur diagnostic
Adapun pemeriksaan laboratoriumnya :
a. LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.
Pemeriksaan penunjang :
a. CT Scan
b. Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil
disekitarnya.
c. Arteriografi
Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses
cerebellum.
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b) Tanda vital dalam batas normal
c) Tidak terjadi defisit neurologi.
Intervensi Rasional
1. Monitor status neurologi 1. Tanda dari iritasi meningeal
setiap 2 jam: tingkat terjadi akibat peradangan dan
kesadaran, pupil, refleks, mengakibatkan peningkatan
kemampuan motorik, nyeri TIK.
kepala, kaku kuduk. 2. Perubahan tekanan nadi dan
2. Monitor tanda vital dan bradikardia indikasi herniasi
temperatur setiap 2 jam. otak dan peningkatan TIK.
3. Kurangi aktivitas yang dapat 3. Menghindari peningktan
menimbulkan peningkatan TIK.
TIK: batuk, mengedan, 4. Mengurangi peningkatan
muntah, menahan napas. TIK.
4. Berikan waktu istirahat yang 5. Memfasilitasi kelancaran
cukup dan kurangi stimulus aliran darah vena.
lingkungan. 6. Mengurangi edema serebral,
5. Tinggikan posisi kepala 30- memenuhi kebutuhan
40o pertahankan kepala pada oksigenasi, menghilangkan
posisi neutral, hindari fleksi faktor penyebab.
leher.
6. Kolaborasi dalam pemberian
diuretik osmotik, steroid,
oksigen, antibiotik.
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.
b) Kejang tidak terjadi.
c) Injuri tidak terjadi.
Intervensi Rasional
1. Kaji status neurologi setiap 2 1. Menentukan keadaan
jam. pasien dan resiko kejang.
2. Pertahankan keamanan pasien 2. Mengurangi resiko injuri
seperti penggunaan dan mencegah obstruksi
penghalang tempat tidur, pernapasan.
kesiapan suction, spatel, 3. Merencanakan intervensi
oksigen. lebih lanjut dan
3. Catat aktivitas kejang dan mengurangi kejang.
tinggal bersama pasien 4. Mengetahui respon post
selama kejang. kejang.
4. Kaji status neurologik dan 5. Setelah kejang
tanda vital setelah kejang. kemungkinan pasien
5. Orientasikan pasien ke disorientasi.
lingkungan. 6. Mengurangi resiko kejang/
6. Kolaborasi dalal pemberian menghentikan kejang.
obat anti kejang.
Kriteria hasil:
a) Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b) Integritas kulit utuh.
c) Tidak terjadi atropi.
d) Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan mobilisasi. 1. Hemiparese mungkin dapat
2. Alih posisi pasien setiap 2 terjadi.
jam. 2. Menghindari kerusakan
3. Lakukan mesage bagian kulit.
tubuh yang tertekan. 3. Melancarkan aliran darah
4. Lakukan ROM pasive. dan mencegah dekubitus.
5. Monitor tromboemboli, 4. Menghindari kontraktur
konstipasi. dan atropi.
6. Konsul pada ahli fisioterapi 5. Komplikasi imobilitas.
jika diperlukan. 6. Perencanaan yang penting
lebih lanjut.
Kriteria Hasil:
a) Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b) Tanda vital normal.
c) Turgor kulit baik.
d) Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Monitor suhu setiap 2 jam. 1. Mengetahui suhu tubuh.
2. Monitor tanda vital. 2. Efek dari peningkatan suhu
3. Monitor tanda-tanda adalah perubahan nadi,
dehidrasi. pernapasan dan tekanan
4. Berikan obat anti pieksia. darah.
5. Berikan minum yang cukup 3. Tubuh dapat kehilangan
2000 cc/hari. cairan melalui kulit dan
6. Lakukan kompres dingin dan penguapan.
hangat. 4. Mengurangi suhu tubuh.
5. Mencegah dehidrasi.
6. Mengurangi suhu tubuh
melalui proses konduksi.
Intervensi Rasional
1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. 1. Ketidak seimbangan cairan
2. Monitor hasil pemeriksaan dan elektrolit menimbulkan
laboraturium terutama perubahan tanda vital
elektrrolit. seperti penurunan tekanan
3. Observasi tanda-tanda darah, dan peningkatan
dehidrasi. nadi.
4. Catat intake dan output 2. Mengetahui perbaikan atau
cairan. ketidakseimbangan cairan
5. Berikan minuman dalam porsi dan elektrolit.
sedikit tapi sering. 3. Mencegah secara dini
6. Pertahankan temperatur tubuh terjadi dehidrasi.
dalam batas normal. 4. Mengetahui keseimbangan
7. Kolaborasi dalam pembeian cairan.
cairan intravena. 5. Mengurangi distensi gaster.
8. Pertahankan dan monitor 6. Penningkatan temperatur
tekanan vena setral. mengakibatkan
pengeluaran cairan lewat
kulit bertambah.
7. Pemenuhan kebutuhan
cairan dengan IV akan
mempercepat pemulihan
dehidrasi.
8. Tekanan vena sentral untuk
mengetahui ke
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Seorang laki-laki, 38 tahun, masuk pada tanggal 17 Desember 2010, datang
dengan keluhan nyeri kepala yang telah dialami os sejak 3 bulan terakhir. Nyeri
kepala dirasakan di seluruh kepala, terutama di bagian belakang kepala, bersifat
berdenyut dengan intensitas sedang berat,frekuensi 3-4 kali perhari, lamanya lebih
dari 1 jam, memberat jika os batuk, bersin atau mengedan dan tidak hilang dengan
obat penghilang rasa nyeri. Nyeri kepala bertambah berat dalam 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit dimana nyeri kepala dirasakan terus menerus dan diikuti
dengan rasa panas dan kebas pada tubuh sebelah kiri, sehingga os merasa sulit
berjalan. Riwayat muntah menyembur (+) 3 kali dalam 1 bulan terakhir. Riwayat
kejang dijumpai, frekuensi 1 kali, lama kejang 3 menit, kejang pada tubuh sebelah
kiri, bersifat kaku dan menyentak, setelah kejang os sadar. Riwayat trauma kepala
tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai Sebelumnya os berobat ke RS luar
dan dilakukan penarikan cairan darah 1 bulan sebelum masuk RS HAM. Riwayat
sesak nafas selama ini disangkal os. Selama ini os juga mengeluhkan biru pada
bibir dan ujung-ujung jari tangan dan kaki.Pada saat os berusia 3 bulan os sudah
diberitahu oleh dokter bahwa os menderita penyakit jantung bawaan. Sejak bayi,
os sering keluar masuk rumah sakit dengan keluhan membiru, dan os juga sering
mengalami batuk pilek.
Asuhan Keperawatan pada Tn A. dengan Tumor Otak
Di Ruang Melati Rumah Sakit Mayapada
3.2 Pengkajian
3.2 1 Identitas
a. Klien
Nama Klien : Tn. X
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
√
Status marital : Belum menikah Menikah
√
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Betawi
Bahasa yang digunakan : Indonesia
√
Daerah : ................
Asing : ................
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat Rumah : jl Melati, sindung WWedan, Jawa barat
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. X
Umur : 49 tahun
Alamat Rumah : jl. Melati, Sindung wedan, Jawa Barat
Hubungan dengan klien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3.2.2 Data Medik
Diagnosa Medis
Saat masuk : Abses Otak
Saat pengkajian : Abses Otak
Alasan masuk rumah sakit :
datang dengan keluhan nyeri kepala yang telah dialami os sejak 3 bulan
terakhir. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala, terutama di bagian
belakang kepala, bersifat berdenyut dengan intensitas sedang
berat,frekuensi 3-4 kali perhari, lamanya lebih dari 1 jam, memberat jika
os batuk, bersin atau mengedan dan tidak hilang dengan obat penghilang
rasa nyeri pasien juga mengalami muntah
Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri Kepala Hebat, Kejang seta Mntah
Riwayat kesehatan saat ini : (PQRST)
Paliatif/penyebab : AS (Abses Otak)
Qualitas : Nyeri sangat Hebat
Region : Kepala, Lesi Intrakranial pada Parenkim
Skala : skala 9
Timing : Intenstas menjadi berat saat mengedan dan Bersin
Riwayat kesehatan masa lalu :
a. Penyakit yang pernah diderita : Penyakit jantung Bawaan
b. Pernah dirawat : √ ya tidak
: Garis
: Perempuan
Perkawinan
: Pasien
: Garis Serumah
b. Faktor risiko penyakit tertentu dalam keluarga, seperti :
Ket:
Skor: 0 : Mandiri
1: Dibantu Sebagian
2: Perlu Bantuan Orang Lain
3: Perlu Bantuan Orang Lain dan Alat
4 : Tergantung/Tidak Mamp
e. Pola Eliminasi
1) Eliminasi Urine
Keterangan Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 5 x/hari 3 x/hari
Pancaran Normal Normal
Jumlah 200 cc 250 cc
Bau Normal Pesing
Warna Kuning jernih Kuning
Perasaan setelah BAK Baik Baik
Total produksi urine 1000 cc/hari 11250 cc/hari
Keluhan - -
f. Eliminasi Alvi
6) Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi : (+) Penyebaran ( + ) Bau ( + ) Warna (-)
Alopesia (-) Hirsutisme (-) Alopesia
7) Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : ( + ) Warna (+) Bentuk (+) Kebersihan
c. Pemeriksaan Kepala, Wajah dan Leher
1) Inspeksi bentuk kepala : (-) dolicephalus/ lonjong (-)
Brakhiocephalus (+) kesimetrisan (-) Hidrochepalus (-) Luka
(-) Trepanasi
2) Palpasi kepala : (+) Nyeri tekan
3) Pemeriksaan Mata
a) Posisi mata : ( - ) Simetris (+) Asimetris
b) Bentuk dan penyebaran bulu mata : (+) Normal ( ) Tidak
normal
c) Kelopak mata : (-) Normal (+) Ptosis
d) Kedudukan kelopak : ( +) Eksoptalmus ( - ) Endoftalmus
e) Konjungtiva : ( - ) Merah muda ( +) Anemis ( - ) Sangat
merah
f) Kornea : (+) Warna ( - ) Keruh/berkabut ( -) Terdapat
perdarahan
g) Sklera : (-) Ikterik ( ) kemerahan (-) Produksi air mata
berlebih
h) Pupil : ( +) Isokor ( - ) Anisokor ( + ) Refleks cahaya ( - )
Midriasis ( -) Miosis (+) Papil Edema
i) Otot-otot mata : ( - ) Nigtasmus ( - ) Strabismus
j) Fungsi penglihatan : (-) Baik (+) Kabur ( -) Diplopia
d. Pemeriksaan Telinga
1) Daun telinga : (+) Normal (-) Tidak normal
2) Karakteristik serumen (Warna, konsistensi, bau) : (+) Normal
3) Kondisi telinga tengah : (+) Normal (-) Kemerahan (-)
Bengkak ( - ) Terdapat lesi
4) Cairan dari telinga : ( - ) Ada ( + ) Tidak ada
5) Perasaan penuh di telinga : ( - ) Ya ( +) Tidak
e. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi : (+) Posisi septum nasi (-) Amati meatus :
perdarahan (-), Kotoran ( - ), Pembengkakan (-), pembesaran /
polip ( -)
f. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir : Kelainan konginetal ( -) Labioseisis ( -) Palatoseisis
( -) Labiopalatoseisis (+) Warna bibir
g. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien : tegang / rileks
Warna dan kondisi wajah klien : Normal
Struktur wajah klien :Normal
Kelumpuhan otot-otot fasialis ( -)
h. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan: Bentuk leher
(simetris), peradangan (- ), jaringan parut (- ), perubahan warna ( -),
massa ( + / - )
Kelenjar tiroid, pembesaran (+), Vena jugularis, pembesaran ( - )
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), kelenjar tiroid ( - ), posisi
trakea (simetris)
i. Pemeriksaan Payudara Dan Ketiak
Inspeksi; Bentuk payudara (simetris), Adanya pembengkakan (-),
Kulit payudara : warna lesi (-), Areola : perubahan warna (-)
j. Pemeriksaan Torak Dan Paru
1) Jalan nafas : ( +) Bersih ( ) Ada sumbatan
2) Pernafasan : (-) Inspirasi ( ) Ekspirasi
3) Menggunakan otot bantu pernafasan : ( ) Ya ( ) Tidak
4) Frekuensi : 28 x/menit, apakah tampak Irama : (-) Teratur ( +)
Tidak teratur
5) Inpeksi dada : ( + ) Normal chest ( -) Pigeon chest ( -) Funnel
chest ( -) Barrel chest ( -) Kyposis ( - ) Scoliosis (-)
Lordosis
6) Palpasi dada : ( -) Taktil fremitus ( - ) Vocal fremitus
7) Perkusi dada : ( + ) Sonor ( -) Hipersonor (+) Vesikuler
8) Suara nafas tambahan : ( ) Rales ( + ) Ronchi ( ) Wheezing
( ) Pleural tricion rub
9) Penggunaan alat bantu napas : (+ ) Ya ( ) Tidak
k. Pemeriksaan Jantung
1) Nadi 89 x/menit, irama ( + ) Regular ( ) Iregular, Tekanan ( )
Kuat ( ) Lemah
2) Tekanan darah : 139/101.mmHg
3) Distensi vena jugularis : (-) Kanan ( - ) Kiri
4) Warna kulit : ( + ) Pucat ( + ) Sianosis ( - ) Kemerahan
5) Inspeksi : ( - ) Ictus cordis tak terlihat
6) Auskultasi : ( +) Bunyi Jantung I
( + ) Bunyi Jantung II
( +) Bunyi Jantung III
l. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk abdomen : ( datar )
Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+),
Bayangan pembuluh darah vena (-)
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 14 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,
Borborygmi ( -)
3) Palpasi
Nyeri tekan (- ), pembesaran ( +), perabaan (lunak),
m. Pemeriksaan Genetalia
1) Genetalia Pria
Inspeksi : Rambut pubis (bersih ), lesi ( - ), benjolan ( + / - )
Pemeriksaan Anus
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - ),
Perineum : jahitan ( - ), benjolan ( - ), Nyeri tekan pada daerah anus
( -)
Tambahan : pasien terpasang kateter warna urin kuning ada bau
n. Pemeriksaan Ekstremitas
2222 2222
2222 2222
4.2 Saran
Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada
penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta
: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta
: DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta :
DPP PPNI