Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN AN.

S
DENGAN PENYAKIT SISTEM PERSYARAFAN
EPILEPSI DI RUANG POLI SARAF
RSUD CILILIN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Profesi Ners

Dewi Nur Fadilah


D522088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022
A. Konsep Teori Penyakit
1. Epilepsi
1.1 Pengertian Epilepsi

Epilepsi adalah golongan penyakit saraf yang gejala-gejalanya


timbul mendadak dalam serangan-serangan berulang, pada sebagian besar
disertai penurunan kesadaran, dan dapat disertai atau tidak disertai kejang
(Markam, Soemarmo, 2013).
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak
sehat sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat
oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai fenomena motoric,
sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsy merupakan
akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang
berulang (Satyanegara, 2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan
oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan
dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak
dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat
sinkron dan berirama (Sukarmin, dan Riyadi, 2012).
Epilepsi adalah sekelopok sindrom yang ditandai dengan
gangguan otak sementara yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan
beruba gangguan atau penurunan kesadaran yang episodik, fenomena
motorik yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem otonom :
gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak (Fransisca, 2013).
1.2 Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi sistem saraf (Mutaqqin, 2011)
Gambar 2.1 Anatomi sistem saraf

a. Otak
Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil
disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem.Beberapa
karakteristik khas otak orang anak yaitu mempunyai berat lebih kurang
2% dari berat badan dan 10 mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 %
dari cardiac output dan membutuhkan kalori sebesar 400 kkal setiap
hari.
Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan
energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.Kebutuhan
oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh
metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa
periode istirahat yang berarti.Bila kadar oksigen dan glukosa kurang
dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan
jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural,cerebrum
terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub
korteks yang disebut struktural subkortikal.Korteks cerebri terdiri atas
korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal,interpretasi inpuls
sensorik yang diterima sehingga individu merasakan,menyadari
adanya suatu sensasi rasa/indera tertentu.Korteks sensorik juga
menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang
sensorik selama manusia hidup.Korteks motorik berfungsi untuk
memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
1) Cerebrum (otak besar)
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium
cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis.
Hemisperium cerebri terbagi hemisper kanan 11 dan kiri.Hemisper
kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus
callosum.Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus - lobus yang diberi
nama sesuai dengan tulang diatasnya,yaitu:
a) Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
frontalis
b) Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah
tulang parietalis
c) Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah
tulang occipitalis
d) Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di bawah
tulang temporalis.
2) Cerebelum (otak kecil)
Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang cranium
menempati fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter
tentorium cerebelli.Dibagian depannya terletak batang otak. Berat
cerebellum sekitar 150 gr atau 88 % dari berat batang otak
seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli
kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Vermis. Fungsi cerebellum
pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot
sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.
3) Batang otak atau brainstern
Batang otak terdiri atas diencephalon, midbrain, pons dan
medulla oblongata merupakan tempat berbagai macam pusat vital
seperti pusat pernapasan, pusat vasomotor, pusat pengatur
kegiatan jantung dan pusat muntah. Menurut syaifuddi (2012)
batang otak terdiri dari :
a) Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara
cerebellum dengan dengan meansefalon. Kumpilan dari sel-sel
yang terdapat di bagian lobus temporal terdapat kapsula
interna dengan sudut menghadap ke samping.
b) Meansefalon, terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas, 2
disebelah atas disebut korpus kudrigeminus inferior serat saraf
okulomotorius berjalan ke ventrikel bagian medial, serat
nervus troklearis berjalan kea rah dorsal garis tengah ke sisi
lain.
c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan
meansefalon dengan pons varoli.
d) Medulla oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan
medulla spinalis.
b. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata
ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I memanjang
hingga setinggi cornu vertebralus lumbalias I-II. Terdiri dari 31
segmen yang setiap segmenya terdiri dari satu pasang saraf spinal.
Dari medulla spinallis bagian cervical keluar 8 pasang, dari bagian
thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian
sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis.
Seperti halnya otak,medula spinalis pun terbungkus oleh selaput
meningen yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau
cedera. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat
adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh
substansi grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu
terhadap rangsang melindung tubuh terhadap berbagai perubahan
yang terjadi baik di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi
melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.
Fungsi medula spinalis:
1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau
kornu ventralis.
2) Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai 14
3) Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum
4) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian
tubuh.
Fungsi Lengkung Reflek:
1) Reseptor : penerima rangsang
2) Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke
system saraf pusat (ke pusat refleks)
3) Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis
substansia grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara
neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan
impuls)
4) Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel
efektor. Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut
juga neuron motorik (sel saraf/penggerak) 5) Efektor : sel tubuh
yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban
refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot
rangka), sel kelenjar.
c. Sistem Saraf Tepi
Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis
membentuk sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik di golongkan ke
dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 15 31 pasang saraf
spinal. Secara fungsional, SST di golongkan ke dalam :
1) Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit,
otot rangka dan sistem saraf pusat
2) Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem
saraf pusat ke otot rangka
3) Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari dinding
visera ke sistem saraf pusat
4) Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari sistem
saraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar. 5) Saraf eferen
viseral di sebut juga sistem saraf otonom.
1.3 Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari
kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih
sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik.2 Terdapat dua kategori
kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar,
etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
Tabel 2.1 Etiologi Epilepsi
Kejang Fokal Kejang Umum
a. Trauma Kepala a. Penyakit Metabolic
b. Stroke b. Reaksi Obat
c. Infeksi c. Ideopatik
d. Malformasi Vaskuler d. Factor Genetic
e. Tumor (Neoplasma) e. Kejang Fotosensitif
f. Displapsia
g. Mesial Temporal Sclerosis

1.4 Patofisiologi
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini
terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam
dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan
polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif.
Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu
masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan
terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian
inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup
besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan
dikirim 24 sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron
lain.
Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang
terlibat dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang
terlibat dalam perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-
kejang (epileptogenesis).
a. Mekanisme iktogenesis Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya
iktogenesis. Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari neuron itu
sendiri, lingkungan neuron, atau jaringan neuron.
1) Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya
perubahan fungsional dan struktural pada membran postsinaptik;
perubahan pada tipe, jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-
voltase dan gerbang-ligan; atau perubahan biokimiawi pada reseptor
yang meningkatkan permeabilitas terhadap Ca2+, mendukung
perkembangan depolarisasi berkepanjangan yang mengawali
kejang.
2) Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal dari
perubahan fisiologis dan struktural. Perubahan fisiologis meliputi
perubahan konsentrasi ion, perubahan metabolik, dan kadar
neurotransmitter. Perubahan struktural dapat terjadi pada neuron
dan sel glia. Konsentrasi Ca2+ ekstraseluler menurun sebanyak
85% selama kejang, yang mendahului perubahan pada konsentasi
K2+. Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal
daripada kadar K2+.
3) Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di
sepanjang sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron
inhibisi; atau kehilangan neuron eksitasi yang diperlukan untuk
aktivasi neuron inhibisi.
b. Mekanisme epileptogenesis
1) Mekanisme nonsinaptik Perubahan konsentrasi ion terlihat selama
hipereksitasi, peningkatan kadar K2+ ekstrasel atau penurunan
kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa Na+-K+ akibat hipoksia
atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis, dan
keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Clintrasel dan
aliran Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan
peningkatan eksitasi. Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung
pada lamanya depolarisasi dan jumlah neurotransmitter yang
dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing abnormal pada
cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan peran
penting pada epileptogenesis.
2) Mekanisme sinaptik Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi
melibatkan penurunan inhibisi GABAergik dan peningkatan
eksitasi glutamatergik.
a) GABA Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS
(cairan serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan
pada potongan jaringan epileptik dari pasien dengan epilepsi
yang resisten terhadap obat, memperkirakan bahwa pasien ini
mengalami penurunan inhibisi.
b) Glutamat Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar
menunjukkan peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang terus-
menerus selama dan mendahului kejang. Kadar GABA tetap
rendah pada hipokampus yang epileptogenetik, tapi selama
kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun pada
kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini
mengarah pada peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat
penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik (Eisai, 2012).
1.5 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi,
yaitu :
a. Kejang Persial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari
otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau
satu bagian tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
1) Kejang Parsial Sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang
parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.
2) Kejang parsial kompleks Gejala bervariasi dan hampir sama dengan
kejang parsial sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah
penurunan kesadaran dan otomatisme.
b. Kejang Umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari
otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya menurun.
1) Kejang Absans Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan
mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai
peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak
terdeteksi.
2) Kejang Atonik Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada
otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bias sangat
singkat atau lebih lama.
3) Kejang Mioklonik Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris
yang cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau
berulang.
4) Kejang Tonik-Klonik Sering disebut dengan kejang grand mal.
Kesadaran hilang dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap
dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase
tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik 23 yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas
fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air
liur, dan peningkatan denyut jantung.
5) Kejang Klonik Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang
mioklonik, tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama,
biasanya sampai 2 menit.
6) Kejang Tonik Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita
sering mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada
semua pasien epilepsi untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat
dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), pakuombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan
prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan
obat anti epilepsi (OAE).
b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan
radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi
data EEG. Dua pemeriksaan yang sering digunakan Computer
Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitive
dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hippocampus kiri dan kanan (Consensus Guidelines
on the Management of Epilepsy, 2014).
LAPORAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai