Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EPILEPSI


POLI SARAF

Dosen Pembimbing:
Kartini Massa., S.Kep., M.Kes

Oleh:
MASYA INDRIANI SIMON
Nim : 18 17 0050

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK.III MANADO


T.A 2020/2021
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau
terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh
terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak
teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan
dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke
bagian lain tubuh terganggu(Mutiawati, 2008). “Epilepsi atau
yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan
sistem saraf pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan
muatan listrik sel saraf secara berulang-ulang, dengan gejala
penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental,
dengan atau tanpa kejang-kejang”(Ramali, 2005 :114). Menurut
Harsono (2007:4) “Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf
pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure,
fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala”.
Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan
yang berulang dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari
beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa epilepsi
adalah suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan
dan abnormal dari sel-sel saraf otak yang bersifat spontan dan
berkala ditandai dengan kejang kronik dengan serangan yang
berulang.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi

Gb.2.1 Otak
Menurut Setiadi (2007), otak merupakan alat tubuh yang sangat
penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat
tubuh. Bagian dari saraf pusat yang terletak dirongga tengkorak
(cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Cranium
berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan
3 gerak pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus stiartum,
thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, otak ini menjadi tegmentum, krus serebri,
korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol yang
tersusun dari lapisan fiber dan termasuk sel yang terlibat
dalam pengontrolan pernafasan, dimana pons ini terdiri atas
pons varoli, medulla oblongata dan cerebellum. Otak
dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang tengkorak, dan
columna vertebral serta meningen (selaput otak).
Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum
(otak besar), brainsteam (batang otak), dan cerebellum (otak
kecil).

a. Cerebrum (otak besar)


Menurut Syaifuddin (2006), cerebrum atau otak besar
merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga,
masing-masing di sebut fosa kanialis anterior atas dan
bawah. Kedua permukaan ini di lapisi oleh lapisan kelabu
(zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih
terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.
Sedangkan menurut Setiadi (2007), permukaan cerebrum
berasal dari bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci).
Cerebrum pada otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari cerebrum yang
terletak di depan sulkus sentralis.
b. Lobus parientalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan
di belakang oleh karako-oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura
serebralis dan di depan lobus oksipitalis.
d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari
cerebrum.
b. Batang Otak (Brainsteam)
Menurut Pearce (2009), batang otak terdiri atas otak
tengah, pons varoli, dan medulla oblongata. Otak tengah
merupakan bagian atas batang otak akuduktus serebri yang
menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintas
melalui otak tengah ini.
Menurut Syaifuddin (2006), batang otak terdiri atas:
a. Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di
antara cerebellum dengan meansefalon. Kumpulan dari
sel-sel saraf yang terdaoat di bagian depan lobus
temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut
menghadap ke samping.
b. Meansefalon, meansefalon terdiri atas 4 bagian yang
menonjol ke atas, 2 di sebelah atas disebut korpus
kudrigeminus inferior serat saraf okulomontorius
berjalan ke ventrikel bagian medial, serat nervus
troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis
tengah ke sisi lain.
c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan
meansefalon dengan pons varoli dengan cerebellum
terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan
medulla oblongata. Di sini terdapat premotoksid yang
mengatur gerakan pernafasan dan refleks.
d. Medulla Oblongata,merupakan bagian dari batang otak
yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli
dengan medulla spinalis, bagian bawah medulla
oblongata merupakan sambungan medulla spinalis ke
atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar di
sebut kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral
medulla oblongata.

c. Cerebellum
Menurut Syaifuddin (2006), cerebellum atau otak kecil
terletak pada bagian bawah dan bagian belakang tengkorak
di pisahkan dengan cerebellum oleh fisura tranversalis oleh
pons varoli dan di atas medulla oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut eferen sensoris. Sedangkan menurut
Setiadi (2007), cerebellum mempunyai 2 hemisfer yang
dihubungkan oleh fermis, berat cerebellum lebih kurang 150
gram (85-90%) dari berat otak seluruhnya.
Bentuknya oval,bagian yang mengecil pada sentral di
sebut vermis dan bagian-bagian yang melebar pada lateral
disebut hemisfer. Cerebellum berhubungan dengan batang
otak melalui pendunkulus serebriinferior. Permukaan
cerebellum berlipat-lipat menyerupai cerebellum tetapi
lipatannnya lebih kecil dan lebih teratur permukaan
cerebellum ini mengandung zat kelabu.
Menurut Setiadi (2007), setiap pergerakan memerlukan
koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis
harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot diperlukan
oleh bermacam pergerakan.

2. Fisiologis
Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur
kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot, peristiwa
fiselar yang berubah dengan cepat menerima ribuan
informasi dari berbagai organ sensoris kemudian
menginterpretasikannnya untuk menentukan reaksi yang
harus dilakukan. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat
pemisah yang sangat efektif dan selektif antara cairan ekstra
seluler dan cairan intra seluler. Di dalam ruangan ektra
seluler, di sekitar neuron terdapat cairan intraseluler terdapat
kalium.
Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas
cerebrum, brainsteam,cerebellum.
a. Menurut Syaifuddin (2006), fungsi cerebrum yaitu:
1) Mengingat pengalaman masa lalu.
2) Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental,
akal intelegensi, keinginan dan memori.
3) Pusat menangis, buang arir besar dan buang air kecil
b. Menurut Setiadi (2007), cerebrum pada otak besar di
bagi atas 4 lobus yaitu:
1) Lobus fontalis, menstimulasi pergerakan otot, yang
bertanggung jawab untuk proses berfikir.
2) Lobus parientalis, fungsinya merupakan area sensoris
dari otak yang merupakan sensasi peraba, tekanan,
dan sedikit menerima perubahan temperatur.
3) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang
menerima sensasi dari telinga.
4) Lobus oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari
cerebrum mengandung area visual yang menerima
area sensasi dari mata.
Area khusus otak besar (cerebrum) adalah:
a. Somatic sensory area yang menerima impuls dari
reseptor sensori tubuh.
b. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot
skeletal.
c. Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.

C. Etiologi
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor
yang dapat mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan
komunikasi antar sel otak. Apabila faktor – faktor tersebut tidak
diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai epilepsi
idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak
diketahui faktor penyebabnya (Harsono, 2008). Pada epilepsi
idiopatik yang disebut juga epilepsi primer ini tidak dapat
ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga terdapat
gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada
jaringan otak yang abnormal (Harsono, 2008).
Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya
diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008).
Pada epilepsi simtomatik yang disebut juga dengan epilepsi
sekunder ini, gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat dari
adanya kelainan pada jaringan otak. Penyebab yang spesifik dari
epilepsi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan
ibu, seperti ibu menelan obat – obat tertentu yang dapat
merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alkohol, atau
mengalami cedera dan mendapat terapi radiasi.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia,
kerusakan karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada
otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh
darah otak.
6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
7. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis
tuberose, dan neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Selain itu, terdapat juga epilepsi yang dianggap
simptomatik, tetapi penyebabnya belum diketahui, yang disebut
epilepsi kriptogenik. Yang termasuk epilepsi kriptogenik adalah
sindrom West, sindrom Lenox- Gastaut dan epilepsi mioklonik
(Perdossi, 2006).

D. Patofisiologi
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan
komunikasi), otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain
melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf
dari otak secara elektrik dan dibawa neuro transmitter seperti
GABBA (gamma aminobutric acid glutamat) melalui sel-sel
saraf ke organ tubuh lainnya. Faktor-faktor penyebab epilepsi di
atas mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan
kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi (Harsono,2007).
Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang
abnormal di otak yang melepas muatan secara berlebihan dan
hipersinkron. Sekelompok sel ini yang disebut fokus epileptik.
Lepas muatan ini kemudian menyebar melalui jalur-jalur
fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya. Serangan
epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di alam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita
ketahui bersama bahwa aktivitas neuron di atur oleh konsentrasi
ion di dalam ruang ekstra seluler dan di dalam intra seluler dan
oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membran neuron. Pada
kejadian epilepsi ion-ion tersebut terkoordinasi baik sehingga
dapat timbul loncatan muatan. Akibat loncatan neuron yang
tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan
mengalami abnormal depolarisasi yang berkepanjangan
berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan
berulang-ulang. Cetusan listrik yang abnormal ini kemudian
mengajak neuron-neuron sekitarnya sehingga menimbulkan
serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan
kejang. Spasme otot terjadi hampir pada semua bagian termasuk
otot mulut sehingga penderita mengalami ancaman permukaan
paa lidah. Kelainan sebagian besar dari neuron otak yang di
akibat kan gangguan listrik juga mengakibatkan penurunan
kesadaran tiba-tiba sehingga beresiko cidera karena benturan
benda sekitar atau terkena benda yang berbahaya seperti api,
listrik, atau benda lain (Riyadi, 2009).
E. Pathway Keperawatan

Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll

System saraf

Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf

Epilepsi

Mylonik Grandmal Psikomotor

Kontraksi tidak
Hilang Gangguan Gangguan
sadar yang
keasadaran respiratori neurologis
mendadak

Spasme otot Gangguan


Aktivitas kejang pernafasan perkembangan

Penyakit kronik
Hipoksia Jatuh Obstruksi Keterla
De trakheobronkial mbatan
Pengobatan, fis
ie
Inefektifitas perfusi ns pertumb
perawatan, i Risiko Cedera
jaringan cerebral Pe Ketidakefektifan uhan dan
keterbatasan ng
et bersihan jalan nafas perkemb
ah
ua angan
n
ansietas Perubahan status kesehatan
Ketidakmampuan
keluarga mengambil
tindakan yang tepat

Gb.2.2 Pathway epilepsi pada anak (Riyadi, 2009; Harsono, 2007; Nanda, 2012)
F. Tanda dan Gejala
1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial disebabkan oleh lesi atau kelainan lokal
pada otak; dengan demikian evaluasi diagnostik ditujukan
untuk menemukan atau membuktikan adanya lesi lokal
tersebut. Serangan parsial dibagi menjadi dua yaitu serangan
dengan kesadaran yang tetap baik (parsial sederhana) dan
serangan dengan gangguan kesadaran (parsial kompleks).
Akan tetapi terdapat pula jenis parsial yang berkembang
menjadi serangan parsial continue. Manifestasi klinis
serangan parsial bervariasi sesuai dengan fungsi korteks
yang berbeda-beda. Namun demikian, secara individual
serangan parsial cenderung untuk bersifat stereopatik dan
secara neuro-anatomik (Harsono, 2007).
a. Serangan Parsial Sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis Serangan
parsial jenis ini biasanya berhubungan dengan area otak
tertentu yang terlibat; dengan demikian manifestasi
klinisnya sangat bervariasi, termasuk manifestasi
motorik, sensorik, otonomik, dan psikis. Adapun gejala-
gejala yang sering dijumpai adalah:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak
berkejut-ejut, kelojotan)
5) Berkeringat dingin
6) Denyut jantung (nafas) cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung Sekitar 31-60 detik
b. Serangan Parsial Kompleks
Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus
frontalis atau psikomotor. Pada serangan parsial
kompleks terjadi gangguan atau penurunan kesadaran.
Dalam hal ini penderita mengalami gangguan dalam
berintekrasi dengan lingkungannya. Serangan parsial
kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang
bertanggung jawab atas berlangsungnya kesadaran dan
memori, dan pada umumnya melibatkan kedua belah
lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik. Selama
serangan parsial kompleks sering tampak adanya
otomatisme sederhana dan kompleks (aktifitas motorik
yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan aneh).
Sementara itu terdapat juga serangan parsial kompleks
yang tidak disertai otomatisme (Harsono, 2007).

2. Serangan Epilepsi Umum


Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah
hemisferium secara sinkron sejak awal. Mula serangan
berupa hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejala lainnya
yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum
dibedakan oleh ada atau tidaknya aktifitas motorik yang
khas (Harsono, 2007).
a. Grandmal
Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-
klonik atau bangkitan mayor (serangan besar) atau
generalized tonic-clonic seizures (GTCS). Bangkitan
grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling sering
dijumpai. Serangan meliputi seluruh tubuh, dimulai
dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian diikuti
oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan
kehilangan kesadaran (Harsono, 2007).
b. Petit Mal
Serangan petit mal disebut juga dengan lena dan
absence. Pada jenis ini terdapat tiga jenis sindrom
epilepsi yang berbeda yaitu childhood absence epilepsi,
juvenile absence epilepsi, dan absence with eye
myoclonia. Serangan petit mal dicirikan oleh 3 Hz spike
and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
c. Serangan Tonik-Klonik
1) Serangan tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau
sentakan bilateral dan sinkron secara mendadak pada
tubuh, lengan atau tungkai. Adapun gejala-gejalanya
adalah:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Terjadi sentakan sinkron
c) Terjadi sentakan bilateral
d) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
e) Lidah tergigit
f) Kulit sianotik (biru)
g) Mulut keluar busa
h) Leher tertekuk ke depan pasca serangan
i) Terjadi pada waktu tidur
j) Berlangsung Sekitar 0-30 detik
k) Terjadi pada usia 6-12 bulan
l) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
2) Serangan klonik
klonus epileptik biasanya menyebabkan sentakan
sinkron dan bilateral pada leher, bahu, lengan atas,
tubuh dan tungkai atas. Gejala-gejala yang sering
dijumpai sebagai berikut:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran\
b) Kedutan (twitching) fokal pada wajah
c) Neuro anatomik (datang dan menghilang secara
mendadak)
d) Tekanan vesika urinaria (ngompol)
e) Tubuh bergetar pasca serangan
f) Terjadi sentakan sinkron
g) Terjadi sentakan bilateral
h) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
i) Kejang klonik (badan dan anggota gerak
berkejut-kejut, kelojotan)
j) Terjadi pada waktu tidur
k) Berlangsung Sekitar 7-8 menit
l) Terjadi pada usia 4-6 tahun

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah
yang sama di kedua hemisfer otak.
b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih
lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.
c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada
anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike),
paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat
yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang
khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG
hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya
gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi
mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku /
tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara
serentak (sinkron).
2. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang
penderita yang sedang mengalami serangan dapat
meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.
Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita
yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta
bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging
bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data
EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan
kiri (Harsono, 2007).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Non farmakologi
1) Amati faktor pemicu
2) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya:
stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan
jadwal tidur, terlambat makan, dll.
b. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf
untuk menghantarkan muatan listrik. Contoh:
fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin,
valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori
GABAergik: Agonis reseptor GABA, meningkatkan
transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor
GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat.
Menghambat GABA transaminase, konsentrasi
GABA meningkat, contoh: Vigabatrin. Menghambat
GABA transporter, memperlama aksi GABA,
contoh: Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA
pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg
menstimulasi pelepasan GABA dari non-
vesikularpool contoh: Gabapentin (Anonim, 2007).

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Fokus pengkajian
Menurut Riyadi (2009), fokus pengkajian yang di kaji
yaitu:
1) Keluhan utama, timbulnya serangan kejang umum
yang sering dan mengganggu aktifitas penderita atau
keluhan akibat dari kejang.
2) Riwayat kesehatan, kondisi yang lalu terkait dengan
fungsi neuron juga ikut menjadi pemicu timbulnya
epilepsi seperti peradangan pada selaput otak
(meningitis), penderita yang mengalami tumor otak,
defek kongenital, atau penyakit sistemik seperti
AIDS dan Sifilis
3) Pola kebutuhan, fungsi pernafasan, fungsi
kardiovaskuler, fungsi belajar, fungsi pertumbuhan
dan perkembangan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran, pada epilepsi tipe umum akan
terjadi penurunan kesadaran yang mendadak,
akan tetapi nilai GCS justru sulit terkaji karena
terjadi peningkatan motorik.
b) Mata, saat timbul serangan mata penderita ada
yang terbelalak dan bola mata berputar ke atas
(pada jenis absence). Sedangkan pada jenis
parsial pandangan mata pasien tampak sayu
seperti orang kebingungan. Jika penyinaran
dengan senter pupil akan tampak melebar
c) Mulut, pada tipe absence mulut pasien tampak
komat-kamit seperti membaca do’a.
d) Ekstremitas, pada ekstremitas atas dan bawah
serta otot luar saat serangan tampak kaku dan
ngececeng. Akan tetapi setelah serangan
hilangkan normal lagi.
b. Fokus diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi afektor
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan spasme jalan nafas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
berhubungan dengan hipoksia jaringan
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan gangguan neurologi
5. Ansiatas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif

Anda mungkin juga menyukai