PENDAHULUAN
1
pada pasien, resusitasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peredaran pada pasien
sehingga perfusi pasien akan membaik.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan kelompok akan membahas tentang
penanganan resusitasi pada pasien syok neurogenik. dimana pada pasien syok
neurogenik pemberian resusitasi harus diiukuti dengan pemberian medikasi berupa
dopamine dan neoepinefrin.
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem saraf pada manusia
b. Untuk mengetahui definisi dari syok neurogenik?
c. Untuk mengetahui etiologi dari syok neurogenik?
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari syok neurogenik?
e. Untuk mengetahui pathway dari neurogenik?
f. Untuk mengetahui manifestasi dari syok neurogenik?
g. Untuk mengetahui komplikasi dari syok neurogenik?
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari syok neurogenik?
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari syok neurogenik?
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan syok neurogenik?
k. Untuk mengetahui Prosedur pelayanan kesehatan gawat darurat bpjs kesehatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.1. Fungsi saraf
Fungsi saraf adalah sebagai berikut :
a. Menerima rangsangan (oleh indera).
b. Meneruskan impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf sensorik)
c. Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem saraf
pusat).
d. Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf
motorik).
B. Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga
dikatakan sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut
saraf. Contoh rangsangan adalah sebagai berikut:
1) Perubahan dari dingin menjadi panas.
2) Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
3) Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
4) Suatu benda yang menarik perhatian.
5) Suara bising.
6) Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.
4
2.1.3. Susunan saraf pada manusia
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi
pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama
yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum
tulang belakang. Otak manusia merupakan organ vital yang harus
dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang
belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum
tulang belakang sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang
melindungi keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan
meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu
piameter, arachnoid, dan durameter. Piameter merupakan lapisan
membran yang paling dalam. Lapisan ini berhubungan langsung dengan
otak atau sumsum tulang belakang. Pada piameter banyak terkandung
pembuluh darah. Arachnoid merupakan lapisan yang berada di antara
piameter dan durameter. Adapun durameter adalah lapisan membran
yang paling luar. Durameter berhubungan langsung dengan tulang. Pada
daerah di antara piameter dan arachnoid, terdapat rongga yang berisi
cairan serebrospinal. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum
tulang belakang dari goncangan dan benturan.
5
a. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat
total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar
1,4 kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron.
6
kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci, ruas- ruas tulang
belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:
Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang
terdiri dari 7 pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen
thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis
dan 1 pasang dari segmen koxigeus.
7
mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot
kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial,
yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum
tulang belakang 31 pasang saraf spinal
2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan
tidak di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut
misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat
pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf
otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus
di otak. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan
berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah
diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan
pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan. Sistem
saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.
1. Saraf simpatik
2. Saraf parasimpatik
2.2. Definisi
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat
gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel
yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita (Boswick
John. A, 1997, hal 44).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord.
Alur system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi
pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah ,keadaan kulit
hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan
fungsi autonom normal (Elaine cole, 2009)
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga tejadi hipotensi
dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).Syok
neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di
seluruh tubuh. (Corwin, 2000).
8
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. bentuk dari syok
distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang
diakibatkan oleh daerah pada sistem saraf. (seperti trauma kepala, cidera spinal,
atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunanan darah pada pemmbuluh tampung (capacitance
vessels). hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
olrh cidera pada sistem saraf.
2.3. Etiologi
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS.
Masalah ini terjadi akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran
simpatik dari pusat vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI .
Syok neurogenik keliru disebut juga dengan syok tulang belakang. Kondisi
berikutnya mengacu pada hilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat cedera
tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan tidak efektif (Linda D.
Urden, 2008).
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya kontrol
saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya, muncul
dilatasi arteriol dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008).
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
6. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional.
9
2.4. Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering
terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas
kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang
panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan
parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan
menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak
akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri
hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme
reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan
terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis
descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan
menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia. (Ristari, 2012)
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap
tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan
venula secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang mendasari terjadinya syok
neurogenik antara lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera pada
10
medula spinalis yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui skema
berikut ini.
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah
sistem saraf simpatis. Secara anatomis, serabut-serabut saraf vasomotor simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan melalui satu
atau dua saraf spinal lumbal pertama. Serabut-serabut ini segera masuk ke dalam
rantai simpatis yang berada di tiap sisi korpus vertebra, kemudian menuju sistem
sirkulasi melalui dua jalan utama :
Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi pembuluh darah
organ visera interna dan jantung
Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang mempersarafi pembuluh
darah perifer
Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler, sfingter
prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf simpatis. Tentunya
inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai contoh, Inervasi arteri kecil dan
arteriol menyebabkan rangsangan simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran
darah dan dengan demikian menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan.
Inervasi pembuluh darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis
untuk menurunkan volume pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat mendorong
darah masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan
pompa jantung.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut
simpatis juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa
rangsangan.
simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi
jantung, dan menambah kekuatan serta volume pompa jantung.
Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja dijabarkan
secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor dalam jumlah
yang banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut tersebut pada
dasarnya didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya
terutama sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot
rangka dan otak.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus
menerus mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh,
11
menyebabkan serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan
frekuensi sekitar satu setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini,
mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh darah yang disebut
tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah dalam batas
normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi
klinis dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen
toraks bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat
vasomotor ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun
menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil.
Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara
ke dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung
akan menurun, dan dengan demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga
nilai yang sangat rendah. Di momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan
lemahnya tahanan vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan
kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat
ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh
berbeda dengan syok tipe lain.
Konsekuensi akhir dari gangguan perfusi dalam berbagai bentuk syok
distributif dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi
hipoperfusi, jumlah sistem organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ
utama. Harap ditekankan bahwa apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung
memburuk secara progresif. Sekali syok sirkulasi mencapai suatu keadaan berat
yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok itu sendiri akan menyebabkan syok
menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan jaringan
tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk jantung dan sistem sirkulasi itu
sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan bagian-bagian
sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).
12
2.5. Pathway
Volume
sirkulasi darah
tidak efektif
Sinkop
Syok
neurogenik
CO2
MAP
TD
13
2.6. Manifestasi
Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki
manifestasi yang hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok neurogenik
juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi saraf otonom
(khususnya saraf simpatis) nadi tidaklah bertambah cepat (takikardi), bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi). Kadang gejala ini disertai dengan adanya defisit
neurologis dalam bentuk quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa
agak hangat dan cepat berwarna kemerahan (Duane, 2008).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan. (Smeltzer, 2001)
Menurut Kenneth dkk (2007) tanda dan gejala syok neurogenik terdapat 2
kategori yang pertama efek dari cardioinhibitory seperti bradiaritmia, dan yang
kedua adalah vasodepresi yang membuat pembuluh darah perifer menjadi dilatasi
dan terjadi hipotensi. Penilaian fisik bisa diliat dengan bradikardi, hipotensi,
hipotermia yang menyebabkan warna kulit menjadi merah, hangat, kulit kering,
flaccid paralysis pada penderita cedera tulang belakang. Tanda tanda ini mungkin
akan termasuk tidak ada vena jugularis (akibat dari vasodilatasi dan sirkulasi darah
keperifer menurun), berkurangnya vena sentral dan arteri kanan tetapi tekanan pada
arteri paru meningkat, ph darah mengarah ke asam, akibat dari perfusi jaringan atau
penurunan cardiac output dan penumpukan karbondioksida, perubahan status
mental, dan penurunan suara bising usus akibat tidak adekuatnya suplai darah ke
abdomen karena mengkompensasi dari syok tersebut.
2.7. Komplikasi
Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan
aliran darah yang berkepanjangan.
14
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatasan
alveolus-kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi
intravascular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi (Corwin, 2009)
2.9. Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah
yang berkumpul ditempat tersebut.
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip
A(airway),B(breathing),C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan
beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap baik
(life support), diantaranya:
15
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik, agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
Dopamin: merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin : efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang
rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya
diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin : pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna
dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
16
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.
Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga
mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia.
Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat
membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 100 mmHg.
b. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar
dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol
dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan
ekstremitas.Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase pra
RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan.
d. Disability pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis singkat yang
dilakukan adalah menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan
reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai
perfusi otak.
e. Exposure-Gaster-Dekompresi pemeriksaan menyeluruh setelah menentukan
prioritas terhadap keadaan yang mengancam nyawa, penderita dilepas setelah
seluruh pakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kelainan
yang ada, tetapi harus dicegah hipotermi.
18
Pemeriksaan Fisik persistem atau head to toe
3.3. Pemeriksaan penunjang
a. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal bila
diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal (Batticaca,
2008). Menentukan tempat luka/jejas, mengevalkuasi gangguan structural
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur , dislokasi),
untuk kesejajaran traksi atau operasi
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terda[at oklusi pada
subaraknoid medulla spinalis
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi
maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
h. GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
19
3.5. Rencana tindakan keperawatan
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d penurunan suplay darah ke
jaringan otak
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
NOC : NIC : 1. Mempengaruhi penetapan
Circulation status 1. Tentukan faktor-faktor intervensi, kerusakan atau
Neurologic status yang berhubungan dengan kemunduran tanda atau
Tissue Prefusion : keadaan atau penyebab gejala neurologis atau
cerebral khususnya selama koma memperbaikinya setelah
Setelah dilakukan asuhan atau penurunan perfusi fase awal memerlukan
selama 1x24 ketidakefektifan jaringan serebral dan tindakan pembedahan.
perfusi jaringan cerebral potensial terjadinya 2. Mengetahui
teratasi dengan kriteria hasil: peningkatan tekanan kecenderungan tingkat
- Tekanan systole dan intrakranial. kesadaran dan potensial
diastole dalam rentang 2. Pantau atau catat status peningkatan tekanan
yang diharapkan neurologis sesering intrakranial serta
- Tidak ada ortostatik mungkin dan bandingkan mengetahui lokasi, luas
hipertensi dengan keadaan normalnya. dan kemajuan atau
- Komunikasi jelas 3. Pantau TTV, TD, suhu, resolusi kerusakan system
- Menunjukkan nadi, input dan output, lalu syaraf pusat (SSP).
konsentrasi dan orientasi catat hasilnya. 3. Peningkatan tekanan
- Pupil seimbang dan 4. Konsultasi dengan ahli darah sistemik yang
reaktif fisioterapi untuk diikuti dengan penurunan
- Bebas dari aktivitas mengoptimalkan bagian tekanan darah diastolik
kejang kepala (15-30o) dan kaji serta napas yang tidak
- Tidak mengalami nyeri respon pasien untuk hal teratur merupakan tanda
kepala tersebut. peningkatan TIK.
5. Kolaborasi pemberian 4. menurunkan tekanan
oksigen, sesuai indikasi arteri dengan
6. Kolaborasi dalam meninggikan drainase dan
pemberian obat. menaikan sirkulasi
serebral
5. Menurunkan hipoksia
yang dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat atau
terbentuknya edema
6. Membantu mempercepat
proses penyembuhan
penyakit
20
2. Hipertermia berhubungan dengan trauma/penyakit, kulit kemerahan
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
NOC: NIC : 1. suhu 38,9o 41,1oC
Thermoregulasi 1. Pantau suhu pasien menunjukkan proses penyakit
(derajat dan pola); infeksius akut. Pola demam
Setelah dilakukan tindakan perhatikan menggigil dapat membantu dalam
keperawatan selama 1x24 /diaphoresis diagnosis; mis, kurva demam
jam,pasien menunjukkan : 2. Pantau suhu lanjut berakhir lebih dari 24
Suhu tubuh dalam batas lingkungan, jam menunjukkan demam
normal dengan kreiteria batasi/tambahan remitten ( bervariasi) hanya
hasil: linen tempat tidur, beberapa derajat pada arah
- Suhu 36 37C sesuai indikasi tertentu. Menggigil sering
- Nadi dan RR dalam 3. Berikan kompres mendahului puncak suhu.
rentang normal mandi hangat pada 2. suhu ruangan/ jumlah selimut
- Tidak ada perubahan lipatan paha dan harus diubah untuk
warna kulit dan tidak aksila, hindari mempertahankan suhu
ada pusing, merasa penggunaan alcohol mendekati normal.
nyaman 4. Tingkatkan intake 3. dapat membantu mengurangi
cairan dan nutrisi demam. Catatan :
5. Kolaborasi dengan penggunaan air es/alcohol
pemberian mungkin menyebabkan
antipiretik, misalnya kedinginan, Peningkatan
ASA (aspirin), suhu secara actual. Selain itu
asetaminofen(Tyleno alcohol dapat mengeringkan
l) kulit.
4. Adanya peningkatan
metabolisme menyebabkan
kehilangan banyak energi.
Untuk itu diperlukan
peningkatan intake cairan
dan nutrisi
5. untuk mengurangi demam
dengan aksi sentral nya pada
hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodestruksi
dari sel-sel yang terinfeksi.
21
3. Nyeri akut berhubungan degan agen cidera
TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain
keperawatan asuhan Management
keperawatan selama 1x24 1. Kaji secara komprehensip
jam, nyeri yang dirasakan terhadap nyeri termasuk 1. Untuk mengetahui
klien berkurang dengan lokasi, karakteristik, durasi, tingkat nyeri pasien
criteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas 2. Untuk mengetahui
nyeri dan faktor presipitasi tingkat
NOC label : Pain 2. Observasi reaksi ketidaknyamanan
Control ketidaknyaman secara dirasakan oleh pasien
nonverbal 3. Untuk mengalihkan
Klien melaporkan 3. Gunakan strategi komunikasi perhatian pasien dari
nyeri berkurang terapeutik untuk rasa nyeri
Klien dapat mengungkapkan pengalaman 4. Untuk mengetahui
mengenal lamanya nyeri dan penerimaan klien apakah nyeri yang
(onset) nyeri terhadap respon nyeri dirasakan klien
Klien dapat 4. Tentukan pengaruh berpengaruh terhadap
menggambarkan pengalaman nyeri terhadap yang lainnya
faktor penyebab kualitas hidup( napsu makan, 5. Untuk mengurangi
Klien dapat tidur, aktivitas,mood, factor yang dapat
menggunakan teknik hubungan sosial) memperburuk nyeri
non farmakologis 5. Tentukan faktor yang dapat yang dirasakan klien
Klien menggunakan memperburuk nyeriLakukan 6. untuk mengetahui
analgesic sesuai evaluasi dengan klien dan tim apakah terjadi
instruksi kesehatan lain tentang ukuran pengurangan rasa nyeri
pengontrolan nyeri yang telah atau nyeri yang
Pain Level dilakukan dirasakan klien
6. Berikan informasi tentang bertambah.
Klien melaporkan nyeri termasuk penyebab 7. Pemberian health
nyeri berkurang nyeri, berapa lama nyeri akan education dapat
Klien tidak tampak hilang, antisipasi terhadap mengurangi tingkat
mengeluh dan ketidaknyamanan dari kecemasan dan
menangis prosedur membantu klien dalam
Ekspresi wajah klien 7. Control lingkungan yang membentuk mekanisme
tidak menunjukkan dapat mempengaruhi respon koping terhadap rasa
nyeri ketidaknyamanan klien( suhu nyer
Klien tidak gelisah ruangan, cahaya dan suara) 8. Untuk mengurangi
8. Hilangkan faktor presipitasi tingkat
yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan yang
pengalaman nyeri klien( dirasakan klien.
ketakutan, kurang 9. Agar nyeri yang
pengetahuan) dirasakan klien tidak
9. Ajarkan cara penggunaan bertambah juga Agar
terapi non farmakologi klien mampu
(distraksi, guide menggunakan teknik
22
imagery,relaksasi) nonfarmakologi dalam
10. Kolaborasi pemberian memanagement nyeri
analgesic yang dirasakan.
10. Pemberian analgetik
dapat mengurangi rasa
nyeri pasien
23
3.6. Prosedur Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada peserta untuk
bisa mendapatkan jaminan kesehatan, untuk bisa mendapatkan jaminan kesehatan
dari BPJS, peserta supaya mengikuti aturan dan prosedur yang telah dibuat, yaitu
berobat dengan sistem rujukan, dimana ketika peserta sakit maka diharapkan berobat
ke faskes 1 terlebih dahulu. kecuali jika peserta sakit dalam keadaan darurat sehingga
membutuhkan pertolongan secepatnya. Tapi kita harus tahu darurat seperti apa yang
dimaksud BPJS Kesehatan. Karena belum tentu menurut kita pribadi darurat tapi
dalam medis hal itu belum masuk kategori darurat maka perlu memahami nya
terlebih dahulu, agar tidak salah. Karena jika ternyata tidak masuk kondisi darurat
dan anda berobat tanpa ke faskes 1 maka, bpjs tidak menanggung biaya berobat
pasien.
Jika benar benar kondisi pasien dalam keadaan gawat darurat dan lekas
membutuhkan pertolongan ikuti prosedur yang berlaku :
Peserta dapat dilayani di Faskes tingkat pertama maupun Faskes tingkat lanjutan
(Rumah Sakit) yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.
Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi
dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam
kriteria gawat darurat dilakukan oleh Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya.
Biaya atas pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang
tidak menjalin kerjasamadengan BPJS Kesehatan ditagihkan langsung oleh Fasilitas
kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik
biaya pelayanan kegawatdaruratan kepada Peserta.
24
Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh Fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan dengan BPJS Kesehatan,
wajib memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai indikasi medis
Pelayanan kegawatdaruratan di Faskes tingkat pertama dapat diberikan pada
Faskes tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar.
Pelayanan kegawatdaruratan di Faskes tingkat pertama maupun lanjutan
mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku
Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes Tingkat pertama dan Faskes Rujukan
yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pada kasus gawat darurat peserta BPJS dapat langsung mendapatkan pelayanan di
Faskes terdekat meskipun Faskes tersebut tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan.
Pelayanan gawat darurat di Faskes rujukan dapat langsung diberikan tanpa surat
rujukan dari Faskes tingkat pertama.
Peserta melaporkan status kepesertaan BPJS Kesehatan-nya kepada Fasilitas
kesehatan dalam jangka waktu: 1). Pelayanan rawat jalan: pada saat diberikan
pelayan gawat darurat. 2). Pelayanan rawat inap: pada saat diberikan pelayan
gawat darurat atau sebelum pasien dirujuk ke Faskes yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
Faskes memastikan status kepesertaan BPJS Kesehatan dengan cara: 1) Faskes
mengakses master file kepesertaan melalui: (a) website BPJS Kesehatan yaitu
www.bpjs-kesehatan.go.id; (b) sms gateway; dan (c) media elektronik lainnya. 2)
Apabila poin (1) tidak dapat dilakukan maka Faskes menghubungi petugas BPJS
Kesehatan melalui telepon atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan
Jika kondisi kegawatdaruratan peserta telah teratasi dan dapat dipindahkan, maka
harus segera dirujuk ke Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan
selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Faskes harus menjelaskan hal ini
25
kepada peserta dan peserta harus menandatangani surat pernyataan bersedia
menanggung biaya pelayanan selanjutnya
Penanganan kondisi kegawatdaruratan di Faskes yang tidak bekerjasama
ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang
mengharuskan pasien dirawat inap.
Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada sarana
transportasi untuk evakuasi pasien. 2) Sarana transportasi yang tersedia tidak
memenuhi syarat medis untuk evakuasi 3) Kondisi pasien yang tidak
memungkinkan secara medis untuk dievakuasi, yang dibuktikan dengan surat
keterangan medis dari dokter yang merawat.
Bagi pasien dengan kondisi kegawatdaruratan sudah teratasi serta dapat
dipindahkan akan tetapi masih memerlukan perawatan lanjutan, maka pasien
dapat dirujuk ke Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan menggunakan
ambulan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat organ-organ vital tubuh.
Syok neurogenik, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat dari
kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum.
Syok ini menimbulkan hipotensi , dengan penumpukan darah pada pembuluh
penyimpanan atau penampung dan kapiler organ splanknik.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme jantung,
penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus Oleh
karena itu Syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang
agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
4.2.Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan
konsep asuhan keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat
sesuai dengan metode yang telah di pelajari di atas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assessment and Management in the Emergency
Departement. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta. EGC.\
Greenberg, Michael I. dkk. 2007. Teks-Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan
Greenberg.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Vol 42 No. 5 hal 393.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi
Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
Praptiani. Jakarta; EGC.
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2012), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA
NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta. EGC.
Urden, Linda D., Stacy Kathleen M, & Lough, Mary E. 2012. Prioritas in Critical Care
Nursing-Seventh edition.St, Louis, Missouri: ELSEVIER
28