Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KONSEP DASAR KEJANG DEMAM

A. ANATOMI DAN
FISIOLOGI SISTEM
NEURON

1. Pengertian sel saraf


Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan
stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau
sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk
mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga
cara utama: Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui
reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal
(reseptor viseral). Antivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls
listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang
kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon
terhadap informasi bisa terjadi.Output motorik. Input dari otak dan medulla spinalis
memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai
efektor.
2. Organisasi Struktural Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi
tulang kranium dan kanal vertebral.
b. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini
terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla
spinalis dengan reseptor dan efektor.

1
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem
eferen.
1. Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
2. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi : Divisi somatic
(volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan
respons motorik volunteer pada otot rangka. Divisi otonom (involunter)
mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos,otot jantung dan
kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur. Saraf
simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis. Saraf
parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis. Sebagian
besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan
parasimpatis.
3. Sel-Sel Pada Sistem Saraf
a. Pengertian Neuron
Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan
perpanjangan sitoplasma.
1. Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme
keseluruhan neuron.
Bagian ini tersusun dari komponen berikut : Satu nucleus tunggal, nucleolus
yang menanjol dan organel lain seperti konpleks golgi dan mitochondria,
tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi. Badan
nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas
serta berperan dalam sintesis protein. Neurofibril yaitu neurofilamen dan
neurotubulus yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi
pewarnaan dengan perak.
2. Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek
serta berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
3. Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari
dendrite. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke
sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal
akson.
b. Klasifikasi Neuron
1. Fungsi.
Neuron diklasifikasi secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya.
Neuron sensorik (aferen) menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada
kulit, organ indera atau suatu organ internal ke SSP. Neuron motorik
menyampaikan impuls dari SSP ke efektor. Interneuron (neuron yang
berhubungan) ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan
neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron
lain.

2
2. Struktur.
Neuron diklasifikasi secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya.
Neuron unipolar memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian
besar neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis,
masuk dalam golongan ini. Neuron bipolar memiliki satu akson dan satu
dendrite. Neuron ini ditemukan pada organ indera, seperti amta, telinga dan
hidung. Neuron unipolar kelihatannya memiliki sebuah prosesus tunggal,
tetapi neuron ini sebenarnya bipolar.
c. Sel Neuroglial.
Biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada SSP
yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
1. Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel
atau “kaki vascular”.
2. Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah
prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
3. Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya
memiliki peran fagositik.
4. Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral
dan ronggal medulla spinalis.
d. Kelompok Neuron
1. Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
2. Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP
dalam saraf perifer.
3. Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP.
4. Saraf gabungan. Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan ; saraf ini
mengandung serabut arefen dan eferen yang termielinisasi dan yang tidak
termielinisasi.
5. Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang
memiliki origo dan tujuan yang sama.
6. Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang
berlawanan pada otak atau medulla spinalis.
4. Sistem saraf pusat dan Sistem saraf tepi
a. Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25%
oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf
membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk
otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang.
3. Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan
diensefalon.

3
1. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan
basal ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum.
2. Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
4. Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut
otak tengah.
5. Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon
dan mielensefalon.
a) Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum.
b) Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
c) Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi
ventrikel otak dan kanal sentral medulla spinalis.
5. Lapisan pelindung otak
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
1. Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada
otak.
2. Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit
pembuluh darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan
mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung
serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.
3. Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi
spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam
kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan
meningeal dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan
terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum,
tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter
dari araknoid pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah
ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter
di regia medulla spinalis.
6. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis
menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein.
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
ependymal yang mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral
medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk
pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
7. Serebrum

4
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.
Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf. Ventrikel I dan II
(ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral. Korpus kolosum yang terdiri dari
serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer
dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan
temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya berada.
1. Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan
2. Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
3. Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
4. Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
5. Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
6. Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut
girus.
8. Area Fungsional Korteks Serebri
1. Area motorik primer pada korteks
Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan
kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi
anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih
dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area premotorik
pada tepi bawahnya.
2. Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer. Area
olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).
3. Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area
wicara Wernicke.
4. Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi putih
serebrum.
9. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer
serebral,kecuali pada sisi basal.
1. TALAMUS Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm)
substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa
menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.
2. HIPOTALAMUS Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta
bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk
kehidupan, seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh,
keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual.
Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan,

5
nyeri, kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang
mengatur pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofise sehingga
mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
3. EPITALAMUS Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa
berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur
dari ujung posterior epitalamus.
10. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam
aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum, girus
hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam korteks
serebral.
11. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan
serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks.
Otak tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak.
12. Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang
panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi
terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf
cranial V, VI dan VII terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf
cranial VIII
13. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari
bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar.
Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan
gerakan otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di
suatu tempat di SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak
terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.
14. Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus
memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat medulla
adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung,
tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal
saraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla.
15. Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf dan
badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak
tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan serta
kesadaran.
16. Saraf Kranial

6
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf
cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari
serabut sensorik dan serabut motorik.
a) SARAF OLFAKTORIUS ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa
nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui
traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi
indera penciuman berada.
b) SARAF OPTIK ( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke
badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola
mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh
serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei
genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital
untuk persepsi indera penglihatan.
c) SARAF OKULOMOTORIUS ( CN III )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot
bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka
kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa
informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke
otak.
d) SARAF TRAKLEAR ( CN IV )
Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan
merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari langit-
langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut
sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik
superior ke otak.
e) SARAF TRIGEMINAL ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan
rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan
menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik
terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke
arah distal menjadi 3 divisi :
1) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar
air mata,sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
2) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas,
gusi dan bibir) dan palatum.
3) Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit
rahang dan area temporal kulit kepala.

7
f) SARAF ABDUSEN ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik.
Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot
rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot
rektus lateral ke pons.
g) SARAF FASIAL ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron
ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar
saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua
pertiga bagian anterior lidah.
h) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang koklear atau
auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam
organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke
bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori
pada lobus temporal. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan
dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari
reseptor sensorik pada telinga dalam.
i) SARAF GLOSOFARINGEAL ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan
menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron
sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian
posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring ; neuron ini juga
membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.
j) SARAF VAGUS ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan
menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik
membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera
abdomen ke medulla dan pons.
k) SARAF AKSESORI SPINAL ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik.
Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari medulla dan
menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla
spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus.
Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh
saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot
sternokleidomastoid.
l) SARAF HIPOGLOSAL ( CN XII )

8
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron
motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik
membawa informasi dari spindel otot di lidah.

B. DEFINISI
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologic yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009). Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38 C). Kejang demam
dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada
2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amin dan Hardi, NANDA
NIC-NOC, 2015).
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-
awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum
dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf pusat normal dan
tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar 1/3
anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang
yang mengalami kejang demam setelah usia 6 tahun.

C. EPIDEMIOLOGI
1. Frekuensi
Di Amerika Serikat antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum
usianya yang ke 5 tahun. Sekita 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali
rekurensi
2. Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain
berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8,8% di Jepang, 14% di Guam, 0,35% di Hong
Kong, dan 0,5-1,5% di Cina.

D. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak,
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus
serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona
L.Wong, 2008).

9
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi
dan sujono, 2009)

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Amin dan Hardhi (2015) manifestasi klinis pada penyakit kejang demam adalah
sebagai berikut :
1. Kejang umumnya biasanya diawalai kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10-15
menit, bisa juga lebih
2. Takikardia : pada bayi frekuensi sering terjadi di atas 150-200 per menit
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
penurunan curah jantung
4. Gejala bendungan sistem vena:
a) Hepatomegali
b) Peningkatan tekanan vena jugularis

F. PATOFIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na + ) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl- ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang

10
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat
G. PATHWAY
Infeksi bakteri
Virus dan parasit

Reaksi Inflamasi

Proses demam Hipertermi

ketidakseimbangan
potensial membrane
ATP ASE

Difusi Na+ dan K+

KEJANG Resiko cedera

Kondisi Prognosis
Kurang dari Lebih dari
15 menit 15 menit
Ansietas

Tidak menimbulkan Perubahan suplay


Gejala sisa darah ke otak

Resiko keruskan sel


Neouron otak

Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak

H. KLASIFIKASI
Klasifikasi internasional terhadap kejang () :
1. Kejang parsial (kejang yang dimulai setempat)
a. Kejang parsial sederhana (gejala-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan
kesadaran)
b. Kejang parsial kompleks (dengan gejala kompleks, umumnya dengan gangguan
kesadaran)
c. Kejang parsial sekunder menyeluruh

11
2. Kejang umum/generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan local)
a. Kejang tonik-klonik
b. Absence
c. Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas)
d. Kejang atonik
e. Kejang klonik
f. Kejang tonik

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :


1. Kejang demam sederhana
a. Kejang berlangsung singkat
b. Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 10 menit
c. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam komplek
a. Kejang berlangsung lebih lama, lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

I. GEJALA KLINIS
1. Suhu anak tinggi
2. Anak pucat atau diam saja
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan
4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat
5. Gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal
6. Serangan tonik-klonik (dapat berhenti sendiri)
7. Kejang dapat diikuti sementara ebrlangsung beberapa menit
8. Seringkali kejang berhenti sendiri

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam antara lain:
1. Trauma akibat jatuh atau terhantuk objek sekitar
2. Menggigit tangan orang lain
3. Aspirasi cairan ke dalam paru yang dapat menimbulkan pneumoni
4. Komplikasi meningitis sebagai etiologi kejang demam
5. Kerusakan sel otak
6. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
7. Kelumpuhan

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

12
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.
3. Darah
a) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
b) BUN :  Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit           :           K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
1) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
2) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

L. PENATALAKSAAN
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
1) Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
2) Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
1) Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab

13
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama. 

d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
1) Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
2) Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
3) Klonazepam : (indikasi kusus)

14
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan
ukuran dan struktur. Anak tidak saja menjadi besar secara fisik, tapi ukuran dan
struktur organ dalam tubuh dan otak meningkat. Akibatnya ada pertumbuhan
otak, anak tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar untukbelajar,
mengingat dan berpikir.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam
arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif
seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.
(IDAI, 2010).
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke
kaki.Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih
dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian
bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan
masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya,
pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan anak.
a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi 5, yaitu :
1. 0 – 2 tahun adalah masa bayi
2. 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
3. 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
4. 12 – 14 adalah masa remaja
5. 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3,
yaitu :
1. 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
2. 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah
rendah

15
3. 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari
anak menjadi dewasa.
2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Hidayat (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami
pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran
fisik, seperti berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau
organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat
ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya
rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada
selama masa pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu,
atau hilangnya refleks tertentu.
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Supariasa (2010) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama
yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.
Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan
maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa, 2010).
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain
keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan,
kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan,
serta lingkungan tempat tinggal.
Wong, dkk (2008) mengatakan bahwa nutrisi memiliki pengaruh paling
penting pada pertumbuhan.Bayi dan anak-anak memerlukan kebutuhan kalori
relatif besar, hal ini dibuktikan dengan peningkatan tinggi dan berat badan.
B. Konsep Perkembangan Usia
Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan fungsi anggota tubuh.
Perkembangan lebih ditekankan pada bertambah atau menjadi lebih baiknya fungsi
anggota tubuh. Perkembangan lebih bersifat kualitatif. Ada waktu dan usia yang
sesuai untuk setiap proses dan tepat dengan tahap perkembangan tertentu. Waktu
proses dan tahapan tersebut berbeda untuk setiap anak. Karena itu, pendidik tidak
bisa membandingkan perkembangan satu anak dengan anak lain seperti sebuah
perlombaan atau pertandingan. Selain itu, perkembangan sangat erat kaitannya
dengan pertumbuhan. Anak yang bisa berjalan sudah pasti pertumbuhan kakinya
sudah tuntas. Kaki anak sudah kuat menyokong tubuh. Karena kaitan tersebut sering
kali kata pertumbuhan jarang disebut-sebut sehingga yang dikenal hanya kata
perkembangan.
1) Prinsip Perkembangan

16
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan (Deus, 2008) yaitu
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling
berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan
aspek kognitif (berpikir).

b. Perkembangan dapat diprediksi.


Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari
sisi umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun
diperkirakan sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya,
’mam’ untuk menyatakan mau makan.
c. Rentang perkembangan anak bervariasi.
Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru
bisa berjalan setelah berusia 18 bulan.
d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan pengalaman
(experience).
Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa
kematangan untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak
sendiri. Faktor gizi dan kesehatan turut menentukan terjadi proses
kematangan. Faktor kematangan untuk setiap aspek kemampuan bervariasi.
Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui kapan kira-kira kematangan
untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting karena sangat erat dengan
kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa ’siap’. Anak yang
belajar kemampuan di saat masa matang itu muncul akan memudahkan
anak melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi
fisiknya (kaki) belum matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri
walau sering dilatih. Bahkan, kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki
anak bisa menjadi bengkok (bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak
perlu dilatih sehingga anak memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan
menentukan kemampuan itu terbentuk
e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari
dalam ke luar (proximodistal).
Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan
merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian
berjalan. Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang
menjadikan perkembangan dapat diprediksi
f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi,
kuat dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti
itu juga. Misal, orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan

17
suara tinggi dan cepat. Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak
berbicara. Bila berbicara dengan temannya anak cenderung berbicara
dengan suara tinggi, kuat dan keras juga.
2) Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya. Sekalipun
perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat
dipahami dalam hubungan keseluruhannya. Secara garis besar seorang anak
mengalami tiga tahap perkembangan penting, yaitu kemampuan motorik,
perkembangan fisik dan perkembangan mental.Kemampuan motorik melibatkan
keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh di atas kaki, dan keahlian
motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh tangan dan jari.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada perkembangan alat-atal
indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa, ingatan,
kesadaran umum, dan perkembagan kecerdasan. (Toy Buzan, 2008)
a Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada
lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak,
menangis. Usia setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu
kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai
bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh
rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk
belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini belajar sambil bermain
karena dinilai sejalan dengan tingakt perkembangan usia ini.
b Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan
intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah
menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin
dan moral.
c Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa
dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada
pada masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-
perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan sikap emosional
ini mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa
krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke
masa pubertas. Dalam kaitannya dengan kehidupan beragama, gejolak batin
seperti itu akan menimbulkan konflik.
3) Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu:

18
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi, antaranya
keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih menunjukkan kepada
perubahan yang terjadi pada fisik secara keseluruhan atau tubuh dan fisik
sebagai bagian-bagian, misalnya anggota gerak (tangan, kaki) yang semakin
besar atau panjang. Perkembangan motorik merupakan suatu penguasaan
pola dan variasi gerak yang telah bisa dilakukan anak. Perkembangan
motorik sebagai gerakan yang terus bertambah atau meningkat dari yang
sederhana ke arah gerakan yang komplek.
b. Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak dengan
menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar seperti otot di kaki
dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik kasar, misalnya merayap,
merangkak, berjalan, berlari, dan melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari untuk
melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil, memegang
sendok, membalikan halaman buku dan memegang pensil atau krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan menggunakan alat berpikir. Perkembangan kognitif
berkaitan dengan aktivitas berpikir, membangun pemahaman dan
pengetahuan, serta memecahkan masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan dan sikap kepada
orang lain. Perkembangan bahasa meliputi mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk bersosialisasi.
Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan kemampuan memahami
hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-perasaan yang ada pada diri
sendiri, seperti perasaan senang ataupun sedih, apa yang dapat ia
lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana ia bereaksi terhadap hal-
hal tertentu, hal-hal yang mana yang perlu dihindari, dan hal-hal yang

19
mana yang didekati, kemandirian dan mengendalikan diri.
Perkembangan sosial-emosional merupakan proses pem-bentukan
kemampuan dan keterampilan mengendalikan diri dan berhubungan
dengan orang lain. (Toy Buzan, 2008).

C. Konsep Hospitalisasi Usia


1. Konsep Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi Pada Anak : Suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan Kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan
saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkunganya
yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan
menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak
meningkat. Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada
anak tetapi juga pada orang tuanya (Toy Buzan, 2008).
1) Faktor-Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi Pada Anak
a. Lingkungan
b. Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang
baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
c. Berpisah dengan Keluarga
d. Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian,
jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
e. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan
oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan
kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
f. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena
anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan
menyakitkan (Toy Buzan, 2008).
2. Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi Sesuai Dengan Perkembangan Anak
a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena
bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang
berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety”
(cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang

20
baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan
menangis, marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu bayi juga
telah merasa memiliki ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan
menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan
kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-
jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

b. Toddler (1-3 tahun)


Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan
ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal
serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
c. Pra Sekolah (3-5 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang
tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain.
Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari
keluarganya. Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak
makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang
tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman
dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani
oleh orang tuanya.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit
adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak
tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan
status dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan
oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta
kurangnya “privacy” (Toy Buzan, 2008).
3. Pencegahan Dampak Hospitalisasi
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak

21
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik
misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya
(Aziz, 2010).

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
A. Data Subjektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status social anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-
lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput
otak, KP, OMA dan lain-lain.
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lainlain. Keadaan selama neonatal apakah
bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
4. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.
5. Riwayat kesehatan keluarga.

23
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
terjadinya kejang demam.
6. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
b. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan anak? Berapa
kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
c. Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing. BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur
atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
d. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
e. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.

24
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus? Apakah ada gangguan nervus
cranial ?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries
gigi ?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat ?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar?

25
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?

o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedem, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan resiko kerusakan
sel neuron otak
2. Resiko cedera berhubungan dengan kejang
3. Ansietas berhubungan dengan kondisi prognosis
4. Hipertermi berhubungan dengan infeksi bakteri, virus dan patosis

26

Anda mungkin juga menyukai