ANATOMI
Organisasi Struktural Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi:
1. Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang
kranium dan kanal vertebral.
2. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri
dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor.
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi:
1) Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan
pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
2) Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot
polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua
jalur:
a. Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
b. Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan
parasimpatis.
Sel Neuroglial, biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada
SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang,
sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki
vascular”.
Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya
lebih sedikit dan lebih pendek.
Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki
peran fagositik.
Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan
ronggal medulla spinalis.
Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan
oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai
bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media
pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.
Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer.
Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus
(frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya
berada.
Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan.
Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut girus.
Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer serebral,
kecuali pada sisi basal.
Talamus Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm) substansi
abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa menonjol ke
luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian
bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan,
seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air,
selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga berperan
sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan
kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi
hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
Epitalamus Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran
kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung
posterior epitalamus.
Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam
aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum, girus hipokampus
dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam korteks serebral.
Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan
serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak
tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak.
Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang panjang
dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons
dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak
dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII.
Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari
bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum
bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan
baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP berlangsung
dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk
mempertahankan postur.
Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf dan
badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak tengah. Sistem
ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.
MEDULA SPINALIS
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Bagian ini
mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden. Medulla spinalis
berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi,
diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua
pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang
mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan
korda melalui foramina intervertebral.
Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral
berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan
bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan
neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas
substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi
di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer.
Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis.
Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral.
Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus
anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi
nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
Saraf Kranial
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial
hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan
serabut motorik.
1) Saraf Olfaktorius ( CN I ) Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium
olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan
menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori),
tempat persepsi indera penciuman berada.
2) Saraf Optik ( CN II ) Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut
retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic
keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen
optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral
nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital
untuk persepsi indera penglihatan.
Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan
ventral(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk
satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. Saraf
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat munculnya saraf
tersebut.
Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.
Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.
Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.
Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.
Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi empat divisi yaitu: cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan
cabang viseral. Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral
seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
PEMERIKSAAN FISIK
Introduction to motor and sensory examination
Performance Scale
No. Step
1 2 3 4
Introduction
1 Greet the patient and introduce your self
2 Ask the patient identity
Name
Age
Occupation
Address
3 Ask for patient chief complain (Tanya aja knp dia dtg?)
4 Ask the date of onset
Sejak kpn sakitnya? Tiba - tiba ga?
Pasiennya sampai pingsan, demam, atau gejala lain ga?
Ada factor resiko ga?
General examination
1 Assess the patient’s level of consciouness, BP, PR, Temperature, and respiration
2 Assess cardiac and pulmonary condition
Neurological examination
1 Do a cranial nerve examination (section 3)
2 Motor function examination: strength, tonicity, atrophy
3 Sensory function examination (exteroception and propioception)
4 Autonomic function examination: Bladder and bowel function
5 Reflex examination (section 2 and 8)
6 Cortical higher function examination: MMSE (section 5), aphasia and agnosia
Laboratory examination
1 Lumbar puncture test
2 Funduscopy examination
3 EEG examination
4 EMG examination
5 Neuroimaging
2 Chaddock reflex
Kita gorekan pada lateral dorsum pedis
Reaksinya sama dengan babinski
3 Oppenheim reflex
Letakan jari kita pada proximal timial bone dan gerakan kebawah
Reaksinya sama dengan babinski
4 Gordon reflex
Kita remas pada otot gastrocnemus
Reaksinya sama dengan babinski
5 Schaeffer reflex
Kita cubit tendon bagian tumit
Reaksinya sama dengan babinki
Manis Asam
Asin Pahit
Glossopharyngeal nerve (CN IX)
Test sensation of 1/3 posterior tongue
1 Lakukan hal yang sama seperti pemeriksaan sebelumnya, tp pada bagian posterior lidah
Gag reflex
1 Minta pasien untuk membuka mulut selebr mungkin
2 Kita stimulasi pharyngeal wall dengan spaltel
3 Jika (+) aka nada reaksi sepeti akan muntah
Vagus nerve (CN X)
Speech
1 Minta pasien untuk mengucapkan kata kata
Dysphonia: kesulitan phonation
Gigi - Kuku
Dysarthria: kesulitan artikulasi
Tentara lari lari
Soft palate
1 Minta pasien untuk buka mulut sambil bilang “ahhhh”
2 Periksa kontraksi soft palate pada kedua sisi
3 Dalam kondisi normal, maka reaksinya harus simetris dan ovula berada mada midline
Dysphagia
1 Minta pasien untuk menelan makanan
2 Kita inspeksi apakah ada kesulitan atau kesakitan saat menelan
Accessory nerve (CN XI)
SCN examination
1 Minta pasien untuk menengok ke satu sisi
2 Coba kita rasakan kontraksinya
3 Sambil kita tahan, minta pasien untuk kembali kelihat kedepan
4 Nilai juga reaksinya (strength)
Trapezius examination
1 Kita coba palpasi otot trapezius pada pundak pasien
2 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahuanya sambil kita beri tahanan
3 Nilai reaksinya (strength)
Hypoglossal nerve (CN XII)
1 Minta pasien untuk membuka mulut dan biarkan lidah berada pada dasar mulut
2 Kita lihat apakah ada fasciculation atau atrophy
3 Minta pasien utnuk menjulurkan lidah
4 Apakah lidah menuju satu sisi atau lurus kedepan?
5 Jika abnormal, maka lidah akan menuju sisi tersebut
6 Laporkan: paresis CN XII, [kiri / kanan]
M2: Extension
Pasien melakukan ekstensi yg tdk normal saat kita menekan /
memberi stimuli pada dada / supra orbital
M1: Nil
Tidak ada respon apapun terhadap stimuli
3 Verbal response
V5: Oriented
Pasien dapat berbincang normal
V1: None
Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan
hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan
arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat
mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan ”mendorong”
atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter koroner,
dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa gejala dalam
waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil
lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL
(Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak
atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL
kolesterol darah dan aliran darah otak. Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk
terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler
Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum
Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung. Trombus
yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan arteri yang
terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital aupun sifilis)
Infark miokard dengan trombus mural
Endokarditis bakterial akut dan sub aut
Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural (stenosis mitral, miokarditis)
Komplikasi bedah jantung
Katup jantung buatan
Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
Prolaps katup mitral
Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (contoh : patent foramen ovale)
Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
Atherosklerosis aorta dan a. carotis
Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
Trombus pada v. pulmonalis
Lemak, tumor, udara
Komplikasi bedah leher dan thoraks
Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt
Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak. Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan
kombinasi antara hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu
hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis
dengan ataksia, sindrom sensorimotor. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung
akibat infark pons basal.
Pembuluh darah Manifestasi
Common carotid Asimptomatik
Internal carotid Buta ipsilateral
Hemiparesis ipsilateral dan heianesthesia
Hemianopia
Aphasia atau hemineglect
Middle cerebral – Main trunk Hemiplegi
Hemianethesia
Hemianopia
Aphasia atau hemineglect
Middle cerebral – upper division Hemiparese dan hilangnya sensori (lengan, wajah, dan kaki)
Broca afasia atau hemineglect
Middle cerebral – lower division Wernicke afasia atau nondoinant behavior disorder
Middle cerebral – penetrating artery Motor hemiparesis
Anteror cerebral Hemiparess dan sensory loss terutama kaki
Impaired responsiveness
Ideomotor afasia kiri atau anomia taktile
Posterior cerebral Unilateral: isolated hemianopia
Bilateral : cerebral blindness
Thalamic: sensory stroke, spontan pain
Subthalamic: hemiballism
Bilateral temporal: amnesia
Midbrain: palsy okulomotor dan gangguan gerak mata
HEMATOMA SEREBRAL
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya
perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang
dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan
disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai
kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai
pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding
pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab
lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat
TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan
thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan
kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan
jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil
yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa
sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat
terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume
darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik
yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
PERDARAHAN SUBARAKHNOID
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur
penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita. Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim
otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
Cara penghitungan :
SSS = (2,5xkesadaran)+(2xmuntah)+(2xnyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma)– 2
Nilai SSS Diagnosa
>1 Perdarahan otak
< -1 Infark otak
-1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
Menggunakan 3 variabel
pemeriksaan yaitu :
– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski
KLINIS
Tetanus adalah penyakit infeksi yang
mengenai sistem saraf yang disebabkan
oleh toksik tetanospasmin yang dihasilkan
bakteri Clostridium tetani, ditandai dengan
spasme tonik persisten disertai serangan
yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu
terjadi pada otot leher dan rahang
menyebabkan trismus / lockjaw dan
melibatkan otot tubuh ketimbang
ekstremitas. Tetanus sendiri disebabkan
oleh C. tetani, bakteri gram (+) berbentuk
batang dengan spora di satu ujungnya (drum stick /racket). Bakteri ini di lingkungan berada
dalam bentuk spora (inaktif) dan bentuk vegetatif (aktif) jika di kondisi optimum untuk
bereplikasi. C. tetani aktif menghasilkan 2 janis toksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
MENINGITIS
Sistem Ventrikel
Rongga didalam otak yang disebut ventrikel berisi cairan cerebrospinal (CSS). CSS
dibentuk oleh jaringan khusus didalam ventrikel yang disebut pleksus choroideus. Sistem
ventrikular otak dibentuk terutama oleh empat ventrikulus, terdiri dari dua ventrikel lateral dan
ventrikel ketiga serta keempat yang tidak berpasangan. Ventrikel lateral adalah bagian terbesar
sistem ventrikular dan menempati bagian luas hemispherium cerebri. Masing-masing ventrikel
lateral mempunyai kornu anterior, sela media, kornu posterior, dan kornu inferior atau temporal.
Meningitis Serosa
Meningitis serosa terjadi apabila pada penderita terdapat gambaran klinis meningitis,
tetapi pada pemeriksaan cairan serebrospinal tidak sampai berwarna keruh. Cairan tampak
opalesen karena terdapat peninggian jumlah sel, dan berwarna kuning karena adanya
peninggian protein. Penyebabnya dapat disebabkan oleh bakteri (meningitis tuberkulosa), virus
(meningitis virus/meningitis aseptik), jamur (meningitis jamur), maupun parasit (syphilitic
meningitis).
Meningitis TB
Merupakan meningitis subakut/kronis yang disebabkan oleh M. tuberculosis yang
mengenani arakhnoid, piamater, dan CSS dalam sistem ventrikel. Pada anak, biasanya infeksi
mengikuti fase inisial TB paru primer sedangkan pada dewasa dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer. Menurut British Medical Reseach Council, penyakit ini dapat dibagi
menjadi beberapa stage yaitu stage I, II, dan III.
32 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf
Stage I Gejala meningitis tanpa penurunan kesadaran atau defisit neurologis lain.
Stage II Penurunan kesadaran ringandan defisit neurologis fokal
Stage III Stupor atau koma dengan hemiplegi atau paraplegi
Meningitis tuberkulosa tidak berkembang akut dari penyebaran tuberkel, namun
merupakan hasil pelepasan tuberkel bacili ke dalam rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa
subependimal. Selama fase inisial sejumlah tuberkel tersebar di dalam substansi otak dan
meningen dan cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh serta caseating dan
membentuk eksudat.
Gejala Tanda
Prodromal Adenopati (paling sering servikal)
Anorexia Suara tambahan pada auskultasi paru (apices)
Penurunan berat badan Tuberkel koroidal
Batuk Demam (paling tinggi pada sore hari)
Keringat malam hari Rigiditas nuchal
Papil edema
CNS Defisit neurologis fokal
Nyeri kepala tuberculin skin test (+)
Meningismus
WBC CSS 100 – 500/µL, predorminan lifosit; protein 100 –
Perubahan tingkat kesadaran
500mg/dL; glukosa < 40mg/dL atau rasio dengan gula
sewaktu < 50%
Diagnosis meningitis TB dikelompokan menjadi 3 yaitu diagnosis TB probable, possible, dan
bukan meningitis TB. Meningitis probable jika keadaan klinis meningitis + skor diagnostik total
≥ 10 (tanpa CT / MRI) atau ≥ 12 dengan CT / MRI + tidak ditemukan diagnosis lain. Meningitis
Possible jika keadaan klinis meningitis + skor diagnostik 6 samapai 9 – 11 (tergantung ada
tidaknya MRI); tidak boleh didagnosa possible jika tidak dilakukan LP. Bukan meningitis jika
tegak diagnosis lain tanpa diagnosis definit TB. Diagnosis Ogawa:
1. Definite : BTA ditemukan dalam LCS ( kultur atau biopsi)
2. Probable :
a. Pleositosis pada LCS
b. Perwarnaan BTA (-)
c. Diikuti dari salah satu dibawah ini:
i. Tes tuberkulin (+)
ii. Adanya TB dluar SSP atau ada TB paru aktif atau terpapar TB
sebelumnya
iii. LCS Glukosa < 40 mg%
iv. LCS protein > 60 mg%
Meningitis Fungal
Banyak terjadi pada individu dengan AIDS; yang mendapat transplantasi organ; kemoterapi
imunosupresif atau terapi kortikosteroid kronik; dan pada keganasan limforetikular. Jamur yang
paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans dan Coccidioides
immites. Kondisi yang diasosiasikan dapat meningkatkan resiko untuk meningitis diantaranya
kehamilan; hemodialisis; kemoterapi imunosupresif (terutama kortikosteroid); transplantasi organ
dan AIDS.
GANGGUAN NYERI
NYERI KEPALA
Nyeri kepala / headache adalah rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu hingga belakang kepala (oksipital dan tengkuk).
Berdasarkan penyeababnya, nyeri kepala dapat dikelompokkan menjadi primer [tidak jelas
terdapat kelainan anatomis / sejenisnya] dan sekunder [jelas adanya kelainan anatomis,
struktural, atau sejenisnya]. Berdasarkan the International Classification of Headache Disorder 2
tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri dibagi atas:
1) Nyeri kapal primer e) Nyeri kepala berkaitan dengan
a) Migren infeksi
b) Tension type headache f) Nyeri kepala berkaitan kelainan
c) Nyeri kepala klaster dan sefalgia homeostasis
trigeminal – otonomik yang lain g) Nyeri kepala atau nyeri vaskuler
d) Nyeri kepala primer lainnya yang berkaitan dengan kelainan
2) Nyeri kepala sekunder kranium, leher, mata, telinga, hidung,
a) Nyeri kepala berkaitan trauma sinus, gigi, mulut, atau strukur fasial
kepala dan leher atau kranial lain
b) Nyeri kepala berkaitan kelainan h) Nyeri kepala berkaitan kalainan
vaskuler kranial atau servikal psikiatrik
c) Nyeri kepala berkaitan kelainan non i) Neuralgia kranial dan sentral yang
vaskuler intrakranial menyebabkan nyeri wajah
d) Nyeri kepala berkaitan substansi j) Nyeri kelapa lain, neuralgia kranial,
atau withdrawalnya nyeri wajah primer atau sentral
Otak sendiri bukanlah struktur yang sensitif terhadap nyeri karena hampir tidak ada
reseptor nyeri disana, namun, beberapa area di kepala dan leher memiliki reseptor nyeri dan
menyebabkan nyeri kepala. Struktur tersebut antara lain:
Struktur intrakranial Struktur ekstrakranial Saraf
Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus Kulit, scapl, otot, tendon, dan Nervus trigerminus, fascialis,
dan vena yang mensuplai sinus tersebut) fascia daerah kepala dan leher glossofarinngeus, dan vagus
Arteri duramater (arteri meningea media) Mukosa sinus paranasalis dan Saraf spinal C1 – C3
Arteri basis kranii yang membentuk siklus cavum nasi
willisi dan cabang besarnya Gigi geligi
Sebagian duramater yg berdekatan dgn Telinga luar dan tengah
pembuluh darah terutama yg terletak di basis Arteri ekstrakrania
fossa kranii anterior & posterior serta meningen
2. BP disertai sindroma radikuler dimana adanya keikutsertaan saraf radix dorsalis (nyeri
menjalar ke kaki) akibat penekanan saraf oleh diskus intervertebral
3. LBP non spesifik
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
punya kontribusi paling besar. Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau
perubahan gerakan dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut ( hair cells) akan menekuk.
Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium
menerobos masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan
tubuh di otak. Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis
menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan
pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang
pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi
tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.
Klinis
Seperti dikatakan sebelumnya, vertigo adalah gangguan keseimbangan, dimana penyebab
diantaranya adalah stress, gangguan pada telinga dalam, obat, aliran darah, dll. Keseimbangan
dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh dari organ
keseimbangan di telinga dan mata.
Nyeri telinga atau mastoid Acoustic neuroma; acute middle ear disease (e.g., otitis
media, herpes zoster oticus)
Fonofobia,fotofobia Migraine
Terapi umum vertigo dilakukan dengan pemberian medikasi. Karena penyebab vertigo
beragam, sering digunakan obat simptomatik, diantaranya betahistin (antihistamin) [B mesylate
6mg – 12mg 3x po atau B HCl 8 mg 3x sehari], cinnarizine (Ca antagonis) [15 – 30mg 3x po], dan
skopolamin (antikolinergik) [0.3-0.6mg 3-4x sehari]. Terapi speisifik dilakukan pada beberapa
vertigo:
BPPV: jgn gunakan obat, cukup maneuver rotasi kepala untuk memindahkan deposit
kalsium di vestibule
Vestbular neuronitis dan labirynitis: gunakan oabt mensupresi vestibular
Meniere disease: gunakan oabt penuruna tekanan endolimfatik
Iskemik vaskuler (TIA): gunakan obat antikoagulan mauapun antiplatelet
POLINEUROPATI
Sistem saraf perifer terdiri atas bermacam-macam tipe sel dan elemen yang membentuk
saraf motor, sensor, dan autonom. Polineuropati adalah sindroma yang terjadi dari lesi yang
mengenai saraf dimana manifestasinya berupa kelemahan, gangguan sensor, dan disfungsi
autonom. Gambaran klinis polineuropati adalah distribusinya simetris dan progresif lambat.
Umumnya, polineuropati bermula dari kaki dan simetris kedua sisi tubuh.
1. Polineuropati Herediter 3. Polineuropati karena penyakit
Hereditary motor and sensory infeksi
neuropathies Leprosy
Neuropathy with tendency to Mumps
pressure palsy Typhus
Prophyria HIV infection
Primary amyloidosis 4. Polineuropati karena penyakit arteri
2. Polineuropati karena kelainan Polyarteritis nodosa
metabolik Atherosclerosis
Diabetic neuropathy 5. Polineuropati karena kurang gizi
Uremia 6. Polineuropati karena malabsorbsi
Cirrhosis vitamin B12
Gout 7. Polineuropati karena disproteinemia
Hypothyroidism atau paraproteinemia
8. Polineuropati karena zat-zat toksik
eksogen
Motorik Tremor Gejala khas pada parkinson adalah resting tremor dimana tremor ini
menghilang jika org tersebut tidur atau bekerja.
Tremor terlihat di jari tangan, kaki, kelopak mata, bibir, lidah hingga
kepala.
Rigiditas Jika bagian tubuh yang tremor tadi digerakan pasif orang lain, maka
akan terasa tahana seperti melewati roda gigi sehingga gerakannya
terputus.
Gerakan kaku ini membuat penderita berjalan dengan postur
membungkuk, untuk mempertahankan pusat gravitasi, langkah dibuat
cepat tapi pendek. [marche a petit pas]
Akinesia / Gerakan penderita menjadi serba lambat, sulit mengenakan baju, dll.
bradikinesia Suara menjadi kecil, reflek menelan berkurang dan sering
mengeluarkan air liur.
Gerakan volunter jadi lambat sehingga gerak asosiatif berkurang
Bicara terkesan monoton; tulisan tangan perlahan mengecil
(micrografia)
Non Disfungsi otonom Keringat berlebihan, kulit berminyak, pengeluaran urin meningkat,
motorik gangguan seksual dan perilaku
Gangguan suasana
hari, mudah depresi
Gangguan kognitif Menganggapi lambat
Gangguan tidur Sulit tidur / insomnia
Gangguan sensasi Kepekaan kontras visual lemah
Kurangnya indra pembau
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik :
tremor, rigiditas, bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
dan ketidakstabilan postural.
2. Krieteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik :
tremor saat istirahat atau gangguan refleks postural,
rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau
lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan
sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari
selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson)
terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
DEMENSIA
Demensia adalah sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia
umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian,
konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Bedasarkan DSM-IV, demensia dicirikan oleh
adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan memori) yang secara langsung
disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan tertentu (obat, narkotika,
toksin), atau berbagai faktor etiologi.
Beberapa faktor risiko demensia adalah:
1) Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis(Asia, Africo-
American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2) Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen dan gambaran EKG yang abnomal.
C. Infeksi
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia
dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan
angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma
immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi.
Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya
kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
D. Tumor
E. Trauma kepala
F. Kelainan Metabolik
Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
Endokrinopati (hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
G. Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
H. Kelainan Psikiatri
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut
I. Obat-obatan dan toksin
Anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat);
anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll
(mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia subkortikal.
Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang reversibel dan
irreversibel
Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah
Aktivitas Normal Lamban
Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia
3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa lisan
dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)
atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik, fungsi
sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam
menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah dikenali
(melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan
pakaian, menggambar.
5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya
baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri
yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu
C. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu
bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan
tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien
demensia yang mempunyai waham paranoid, perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin
mudah marah dan meledak-ledak.
D. Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan adalah
gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan
depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia.
Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi
yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering,
dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda
neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada
kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan
demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis
nondominan. Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan
palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan
pada lima sampai sepuluh persen pasien.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
1. ANAMNESIS
a. Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga perlu
diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis), ganguan endokrin
(hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan merokok, penyakit jantung, penyakit
kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan aterosklerosis.
b. Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis,
infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus. Riwayat gangguan kognitif merupakan
bagian terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek
dan jangka panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun gangguan
komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan dan
pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan visuospasial.
c. Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini
perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe
paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham,
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. MMSE, Clock drawing test (CDT), ADL
dan Instrumental ADL (Menentukan
seberapa terganggunya fungsi kognitif)
b. Skala iskemik Hachinsky (untuk sebagai
pembanding diagnosis antara demensia
alzheimer / vaskular)
Perbaikan yang terus menerus dalam
teknik pencitraan otak, khususnya MRI, telah
membuat perbedaan antara demensia, terutama
demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular
agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada
beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang
sedang giat dilakukan adalah menggunakan
tomografi komputer emisi foton tunggal (single
photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam
berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu
dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.
1. Demensia vaskular: Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe
Alzheimer dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama
satu periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak
ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia
vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar
untuk penyakit serebrovaskular.
2. Delirium: Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium
juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan
perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan
gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama
beberapa bulan lebih mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat
menutupi dejala demensia. Dalam keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium
atau demensia, maka dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan
mengamati penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang
sebenarnya.
3. Depresi: Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir
dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-
kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan
neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala
gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan
melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga,
serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama