Anda di halaman 1dari 72

ANATOMI DAN FAAL

ANATOMI
Organisasi Struktural Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi:
1. Sistem saraf pusat (SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang
kranium dan kanal vertebral.
2. Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri
dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor.
Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi:
1) Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan
pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
2) Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot
polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua
jalur:
a. Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
b. Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan
parasimpatis.

Sel-Sel Pada Sistem Saraf


Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan
sitoplasma.
1. Badan sel atau perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan
neuron. Bagian ini tersusun dari komponen berikut :
a. Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti kompleks
golgi dan mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat
bereplikasi.
b. Badan nissi, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas
serta berperan dalam sintesis protein.
c. Neurofibril, yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui
mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan perak.
2. Dendrit adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta
berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
3. Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite.
Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot
atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.
Klasifikasi neuron secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya:
1) Neuron sensorik (aferen), menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ
indera atau suatu organ internal ke SSP.
2) Neuron motorik, menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
3) Interneuron (neuron yang berhubungan), ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini
menghubungkan neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke
interneuron lain.

2 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Klasifikasi neuron secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya:
Neuron unipolar, memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian besar
neuron motorik, yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis, masuk dalam
golongan ini.
Neuron bipolar, memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron ini ditemukan pada
organ indera, seperti amta, telinga dan hidung.

Sekelompok neuron biasa disebut


Nukleus adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
Ganglion adalah kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP dalam
saraf perifer.
Saraf adalah kumpulan prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP. Sebagian
besar saraf perifer adalah saraf gabungan; saraf ini mengandung serabut arefen dan
eferen yang termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
Traktus adalah kumpulan serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang memiliki
origo dan tujuan yang sama.
Komisura adalah pita serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang berlawanan
pada otak atau medulla spinalis.

Sel Neuroglial, biasanya disebut glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada
SSP yang berfungsi sebagai jaringan ikat.
Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang,
sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki
vascular”.
Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya
lebih sedikit dan lebih pendek.
Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki
peran fagositik.
Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan
ronggal medulla spinalis.

Sistem saraf pusat


OTAK
Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
 Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
 Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit
pembuluh darah. Ruang araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan
mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung
serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 3


 Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan
berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam
pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya
untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela
diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial
dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla spinalis.

Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan
oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai
bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media
pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.

Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.
 Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
 Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
 Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer.
 Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus
(frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya
berada.
Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan.
Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
 Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut girus.

Area Fungsional Korteks Serebri


Area motorik primer pada korteks: Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini
neuron mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks
terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik

4 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area
premotorik pada tepi bawahnya.
Area sensorik korteks: Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area
auditori primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).
Area asosiasitraktus serebral: Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area
asosiasi visual, area wicara Wernicke.
Ganglia basal: Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam
substansi putih serebrum.

Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer serebral,
kecuali pada sisi basal.
Talamus  Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm) substansi
abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-masing massa menonjol ke
luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus  Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian
bawah sisi dinding ventrikel ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan,
seperti pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air,
selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga berperan
sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan
kemarahan. Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi
hormon kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
Epitalamus  Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran
kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung
posterior epitalamus.

Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam
aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum, girus hipokampus
dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam korteks serebral.

Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan
serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak
tengah, pons dan medulla oblongata disebut sebagai batang otak.

Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang panjang
dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons
dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak
dalam pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII.

Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari
bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar. Serebelum
bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan
baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP berlangsung
dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk
mempertahankan postur.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 5


Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus
memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat medulla adalah
nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan darah,
pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI dan
XII terletak di dalam medulla.

Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf dan
badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak tengah. Sistem
ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.

MEDULA SPINALIS
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Bagian ini
mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden. Medulla spinalis
berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi,
diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua
pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang
mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan
korda melalui foramina intervertebral.
Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral
berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan
bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan
neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas
substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi
di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer.
Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis.
Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral.
Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus
anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi
nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.

Sistem Saraf Perifer


Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak dan medulla spinalis.
Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal dari otak; saraf spinal, yang berasal dari
medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.

Saraf Kranial
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial
hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan
serabut motorik.
1) Saraf Olfaktorius ( CN I )  Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium
olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan
menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori),
tempat persepsi indera penciuman berada.
2) Saraf Optik ( CN II )  Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut
retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic
keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen
optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral
nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital
untuk persepsi indera penglihatan.

6 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


3) Saraf Okulomotorius ( CN III ) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa
impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot
yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik
membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang
terinervasi ke otak.
4) Saraf Traklear ( CN IV )  Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik
berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola
mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot
oblik superior ke otak.
5) Saraf Trigeminal ( CN V )  Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi
sebagian besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama
pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan
menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak
dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:
1. Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air
mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
2. Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi
dan bibir) dan palatum.
3. Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang
dan area temporal kulit kepala.
6) Saraf Abdusen ( CN VI )  Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif
dari otot rektus lateral ke pons.
7) Saraf Fasial ( CN VII )  Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam
nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata
dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada
dua pertiga bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )  Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki
dua divisi.
1. Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera
pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke
kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian
ke area auditori pada lobus temporal.
2. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan
orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga
dalam.
9) Saraf Glosofaringeal ( CN IX )  Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal
dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva
parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari
sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini
juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam
pembuluh darah tertentu.
10) Saraf Vagus ( CN X )  Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari
dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron
sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera
abdomen ke medulla dan pons.
11) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )  Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area: bagian cranial

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 7


berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal
muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang sama
yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot
sternokleidomastoid.
12) Saraf Hipoglosal ( CN XII )  Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah.
Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah.

Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan
ventral(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk
satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. Saraf
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat munculnya saraf
tersebut.
Saraf serviks ; 8 pasang, C1 – C8.
Saraf toraks ; 12 pasang, T1 – T12.
Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.
Saraf sacral ; 5 pasang, S1 – S5.
Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi empat divisi yaitu: cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan
cabang viseral. Pleksus adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral
seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.

Sistem Saraf Otonom


SSO merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi jantung; seluruh
otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta kelenjar-kelenjar. SSO tidak memiliki
input volunteer; walaupun demikian, sistem ini dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus,
medulla dan korteks serebral serta pusat tambahan pada formasi reticular batang otak. Serabut
aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa kenyang dan pesan-pesan yang
berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di
sepanjang jalur yang sama dengan jalur serabut saraf motorik viseral pada SSO.
Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis. Sebagian besar
organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf yang berasal dari kedua
divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara anatomis berbeda dan perannya
antagonis.
Divisi Simpatis / Torakolumbal
Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan satu neuron postganglionic panjang.
Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral substansi abu-abu dalam
segemen toraks dan lumbal bagian atas medulla spinalis.
Fungsi saraf ini terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa
yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat
detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi,
dan menghambat kontraksi kantung seni.
Divisi Para Simpatis / Kraniosakral
Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ yang
terinervasi dan memiliki serabut postganglionic pendek. Badan sel neuron terletak
dalam nuclei batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan saraf XI, juga dalam

8 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua, ketiga dan keempat medulla
spinalis dan keluar melalui radiks ventral.
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung,
memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan,
merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua
saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.
Neurotransmiter SSO
Asetilkolin dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan serabut preganglionik
parasimpatis yang disebut serabut kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh serabut post
ganglionik simpatis, yang disebut serabut adrenergic. Norepinefrin dan substansi
yang berkaitan, epinefrin juga dilepas oleh medulla adrenal.

PEMERIKSAAN FISIK
Introduction to motor and sensory examination
Performance Scale
No. Step
1 2 3 4
Introduction
1 Greet the patient and introduce your self
2 Ask the patient identity
 Name
 Age
 Occupation
 Address
3 Ask for patient chief complain (Tanya aja knp dia dtg?)
4 Ask the date of onset
 Sejak kpn sakitnya? Tiba - tiba ga?
 Pasiennya sampai pingsan, demam, atau gejala lain ga?
 Ada factor resiko ga?
General examination
1 Assess the patient’s level of consciouness, BP, PR, Temperature, and respiration
2 Assess cardiac and pulmonary condition
Neurological examination
1 Do a cranial nerve examination (section 3)
2 Motor function examination: strength, tonicity, atrophy
3 Sensory function examination (exteroception and propioception)
4 Autonomic function examination: Bladder and bowel function
5 Reflex examination (section 2 and 8)
6 Cortical higher function examination: MMSE (section 5), aphasia and agnosia
Laboratory examination
1 Lumbar puncture test
2 Funduscopy examination
3 EEG examination
4 EMG examination
5 Neuroimaging

Motor function examination


1 Inspection the motor condition (all limbs)
Contour and muscle development (harusnya seimbang)
Any muscle wasting? Fasciculation? Involuntary movement?
2 Assess the strength
Minta pasien buat angkat tangannya sejajar dada
Tunggu … detik
Kita kasih tahanan dengan tangan kita aja, minta pasien tahan
Nilai deh
3 Notice and grade the strength
Grade 5. Bisa tahan pasiennya
Grade 4. Cuman bisa tahan kalo tehanannya ringan
Grade 3. Cuman bisa tahan gravitasi aja (dikasih tahanan ga kuat)
Grade 2. Ga bisa ngangkat, tp bisa gerak – gerak di atas ranjang
Grade 1. Bahkan ga bisa gerakin tangan, juman jari-jarinya aja
Grade 0. Paralysis (paraplegia)
Jangan lupa nilai semua alat gerak (kiri kanan)

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 9


4 Assess the muscle tone
Minta pasien buat rilekskan tangannya
Kita flexi dan extensikan tangan pasien
Sambil kita rasakan adanya tahanan atau tidak
Bandingkan dengan alat gerak lainnya
5 Assess the fasciculation
Kita perkusi dengan palu reflex daerah otot
Nah kita liat, ada kontraksi otot ga? (bukan reflex ya)
Sensory function examination
Exteroception sensory examination
1 Light touch
Minta pasien duduk dengan keadaan tangan serbuka (supine)
Minta dia untuk tutup mata dan bilang “(sesuatu)” kalo kerasa “sesuatu”
Kita pake kapas, usapkan di kulit mulai dari leher, pundak, lengan, tangan,
jari, dada, paha, kaki, jari kaki (sesuai dengan dermatome)
2 Pain and temperature
Lakukan hal serupa tapi dengan tusuk gigi atau tabung rekasi berisi air panas
dan dingin
Propioception sensory examination
1 Position senses
Buat kesepakan dengan pasien (keatas, kebawah, jari 1-2-3 dll)
Minta pasien untuk tutup mata
Kita coba gerakin jari (random aja) pasien keatas atau kebawah
Minta pasien menebak jari mana dan kearah mana
Lakukan untuk alat gerak lainnya
2 Vibration senses
Minta pasien untuk tutup mata
Kita getarkan garpu tala
Kita tempelkan GT tersebut ke tulang yang menonjol
Tanya: kerasa? Kaya gmn? 
Lakukan untuk alat gerak lainnya

Reflexes and Meningeal sign examination


Performance Scale
No. Step
1 2 3 4
Meningeal sign examination
1 Nuchal rigidity / neck stiffness (pastikan leher hanya tidak bisa fleksi, namun dapat
digerakan untuk melihat ke kiri atau ke kanan)
Kita fleksikan keher pasien sampai dagu menyentuh dada (sternum)
Jika (+) maka akan sulit dan pasien akan merasa kesakitan
Brudzinski I
Sambil kila amati apakah ada pergerakan (fleksi) dari kaki (kesakitan)
2 Brudzinski II
Kita angkat kaki pasien, lalu kita lihat, apakah ada reaksi pada kaki satunya
(flexi, kesakita, dll)
Lasique’s sign
Kita angkat terus kaki pasien sampai sudut ± 70o.
Jika (+) maka akan terasa sakit sebelum sampai sudut tersebut
Kernig’s sign
Sambil kita angkat, kita fleksikan 90o pada lutut.
Kemudian kita ekstensikan kaki dengan lutut sebagai tumpuannya
Jika (+) maka akan terasa sakit sebulum ±130o
3 Brudzinski III
Kita tekan tulang zygomatic
Jika (+) maka tangan pasien akan fleksi
4 Brudzinski IV
Kita tekan lower part of abdomen (suprapubic area)
Jika (+) maka kaki pasien akan fleksi
Physiological reflex examination
1 Biceps reflex
Minta pasien untuk berbaring. Relax aja
Kita ambil tanga pasien, fleksikan dan letakan di perut pasien
Kita teruh jari telujuk kita pada tendon biceps pasien dan perlahan kita pukul
dengan palu reflex
Kalo (+) harusnya ada kontraksi dan tangannya flexi
Kita bandingkan dengan tangan satunya
2 Triceps reflex
Minta pasien untuk berbaring. Relax aja
Kita ambil tanga pasien, fleksikan 90o dan letakan di perut pasien
Kita angkat sedikit sikunya lalu hantam tendon tricepsnya dengan palu

10 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Kalo (+) harusnya ada kontraksi dan tangannya extensi
Kita bandingkan dengan tangan satunya
3 Brachioradialis reflex
Minta pasien untuk berbaring. Relax aja
Letakan tangan pasien di samping badannya
Kita pegang tanga pasien dan kita pukul bagian sendi pada pergelangan
tangan dengan palu (gunakan bantalan jari)
Kalo (+) harusnya ada kontraksi dan tangannya flexy
Kita bandingkan dengan tangan satunya
4 Knee jerk reflex
Minta pasien untuk berbaring. Relax aja
Kita fleksikan kaki pasien dan tahan dengan tangan
Kita pukul tendon patellar pada sendi lutut
Kalo (+) harusnya ada kontraksi dan kakinya extensi
Kita bandingkan dengan kaki satunya
5 Achilles or ankle reflex
Minta pasien untuk berbaring. Relax aja
Kita letakan kaki pasien diatas kaki satunya
Kita pukul bagian tumit dengan palu
Kalo (+) harusnya ada kontraksi dan kakinya fleksi
Kita bandingkan dengan kaki satunya
6 Superficial reflex (abdominal reflex)
Minta pasien membukan bajunya (bagian perut aja)
Kita gores kulit pada berut dengan palu
Lakukan secara diagonal menuju ke pusar
Jika (+) harusnya ada pergerakan dekat umbilicus
Pathological reflex examination
1 Babinski reflex
Kita pegang kaki pasien pada persendiannya
Kita gorekan palu pada telapak kakinya
Dari lateral aspect of sole to the head of metatarsal bone
Juka (+) harusnya ada gerakan dorsoflexy dari jempol

2 Chaddock reflex
Kita gorekan pada lateral dorsum pedis
Reaksinya sama dengan babinski

3 Oppenheim reflex
Letakan jari kita pada proximal timial bone dan gerakan kebawah
Reaksinya sama dengan babinski

4 Gordon reflex
Kita remas pada otot gastrocnemus
Reaksinya sama dengan babinski

5 Schaeffer reflex
Kita cubit tendon bagian tumit
Reaksinya sama dengan babinki

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 11


6 Rossolimo reflex
Kita lakukan tapping pada bantalan jari kaki dengan palu reflex
Jika (+) aka nada kontraksi pada jari kaki
7 Mendel Bechterew reflex
Kita tapping pada punggung kaki dengan palu reflex
Jika (+) aka nada kontraksi pada jari kaki
8 Hoffman Tromner reflex
Dengan jari kita, kita sentil jari pasien keatas, dan tarik kebawah.
Jika positif maka aka nada pergerakan jari jempol

Primitive reflex examination


1 Glabella reflex
Tap gently the forehead in the middle
Jangan sampai terlihat pasien
Jika (+) aka nada kontraksi mata (ngedip)
2 Palmo – mental reflex
Kita stroke telapak tangan pasien menuju ke proksimal
Jika (+) aka nada contraksi mental muscle
3 Snout reflex
Tap pada bagian atas bibir
Juka (+) akan ada gerakan dari gerakan dari mulut seberti akan mencium
4 Grasp reflex
Lakukan seperti akan berjabat tangan
Lalu stroke telapak tangan pasien dengan jari
Jika (+) maka jari pasien akan menggenggam jari kita

Cranial nerve examination


Performance Scale
No. Step
1 2 3 4
Examination
Olfactory nerve (CN I)
1 Bring the substance: Should be nonirritating. Can be tobacco an coffee
2 Introduce the substance (for testing) to the patient.
Ask the patient to remind the smell
3 Ask the patient to inhale with one nostril occluded (pasiennya ga boleh lg gangguan
penciuman seperti pilek dkk)
4 Bring the substance to the nonoccluded nostril
5 Ask the patient, Which substance?
6 Test each nostril separately
Trigerminal nerve (CN V)
1 Evaluation of corneal reflex
Ambil kapas, lilit sampai lancip
Minta pasien untuk liat ke atas
Kita dekatkan ujung kapas dari arah samping menuju ke limbus (perbatasan
iris dan sclera)
Jika (+) maka kedua mata akan berkedip
2 Sensation of the face and scalp (ophthalmic, maxilla, mandible)
Minta pasien untuk menutup mata
Kita goreskan kapas pada forehead secara bergantian (kiri – kanan)
Kemudian lakukan serupa pada pipi dan rahang
Lakukan hal serupa dengan alat yang berbeda (jarum / tusuk gigi)
3 Motor function
Letakan jari pada otot temporalis
Minta pasien untuk menggertakan gigi sekuat tenaga
Rasakan kontraksi pada otot temporalis
Lakukan serupa pada otot masseter dan pterigoid
4 The jaw reflex
Minta pasien untuk membukan mulut sedikit
Tapping pada anterior lower jaw dengan reflex hammer
Respon (+) jika ada sedikit pergerakan dari mandible (jika berlebihan maka
abnormal)
Facial nerve (CN VII)
Motor function of facial muscle
1 Lower facial muscle test
Minta pasien untuk memperlihatkan gigi (grimace)
Kita amati lipatan sekitar mulut.

12 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Jika normal, harusnya simetris
Jika ada abnormal di salah satu sisi, maka sisi tersebut tidak akan terbentuk
lipatan
2 Upper facial muscle test
Minta pasien untuk menutup mata sekuatnya
Kita coba buka secara paksa mata pasien
Jika normal, harusnya tidak akan terbuka
Kemudian kita minta pasien untuk mengangkat alisnya
Kita amati garis pada forehead
Jika normal, harusnya simetris
3 Give a report
Jika masalah hanya terdapat pada lower facial nerve, maka yang bermasalah
ada central nervous system
Jika yang bermasalah adalah upper dan lower, maka kerusakan terjadi pada
PNS
Jika lessi pada CNS akan terkena decussation
Jika pada PNS tidak akan menyilang
Laporam: Paresis nervous VII [kiri / kanan], [CNS / PNS]
Taste sensation of the anterior 2/3 tongue
1 Minta pasien untuk menjulurkan lidah
2 Kita usapkan atau titikan substance pada lidah dengan cotton communication
3 Minta pasien untuk menunjuk rasa yang terasa (tidak boleh masukin lidah sebelum
menjawab)
4 Kasih minum pasiennya
5 Kita coba dengan substance yang lain

Manis Asam

Asin Pahit
Glossopharyngeal nerve (CN IX)
Test sensation of 1/3 posterior tongue
1 Lakukan hal yang sama seperti pemeriksaan sebelumnya, tp pada bagian posterior lidah
Gag reflex
1 Minta pasien untuk membuka mulut selebr mungkin
2 Kita stimulasi pharyngeal wall dengan spaltel
3 Jika (+) aka nada reaksi sepeti akan muntah
Vagus nerve (CN X)
Speech
1 Minta pasien untuk mengucapkan kata kata
Dysphonia: kesulitan phonation
Gigi - Kuku
Dysarthria: kesulitan artikulasi
Tentara lari lari
Soft palate
1 Minta pasien untuk buka mulut sambil bilang “ahhhh”
2 Periksa kontraksi soft palate pada kedua sisi
3 Dalam kondisi normal, maka reaksinya harus simetris dan ovula berada mada midline

Dysphagia
1 Minta pasien untuk menelan makanan
2 Kita inspeksi apakah ada kesulitan atau kesakitan saat menelan
Accessory nerve (CN XI)
SCN examination
1 Minta pasien untuk menengok ke satu sisi
2 Coba kita rasakan kontraksinya
3 Sambil kita tahan, minta pasien untuk kembali kelihat kedepan
4 Nilai juga reaksinya (strength)
Trapezius examination
1 Kita coba palpasi otot trapezius pada pundak pasien
2 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahuanya sambil kita beri tahanan
3 Nilai reaksinya (strength)
Hypoglossal nerve (CN XII)
1 Minta pasien untuk membuka mulut dan biarkan lidah berada pada dasar mulut
2 Kita lihat apakah ada fasciculation atau atrophy
3 Minta pasien utnuk menjulurkan lidah
4 Apakah lidah menuju satu sisi atau lurus kedepan?
5 Jika abnormal, maka lidah akan menuju sisi tersebut
6 Laporkan: paresis CN XII, [kiri / kanan]

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 13


GCS examination and MMSE
Performance Scale
No. Step
1 2 3 4
Level of consciousness examination
1 Eye opening
E4: Spontaneous
Pasien membuka mata tanpa ada stimuli apapun

E3: Respond to sound


Pasien membuka mata dengan stimulasi suara (PA… BUKA
MATANYA PA…)

E2: Respond to pain


Pasien membuka mata dengan stimulasi rasa sakit

E1: No respond to any stimuli


Pasien tidak membuka mata dengan stimuli apapun
2 Motor response
M6: Obey commend
Pasien menuruti perintah kita (minta angkat tangan, dll)

M5: Localized pain


Pasien menunjukkan lokasi sakit saat diminta (ga bisa dok, sakit)

M4: Normal flexion


Pasien menekukkan kakinya (fleksi) saat kita menyentuh daerah
stimulasi sakit

M3: Abnormal flexion


Pasien melakukan fleksi yg tdk normal saat kita menekan /
memberi stimuli pada dada / supra orbital

M2: Extension
Pasien melakukan ekstensi yg tdk normal saat kita menekan /
memberi stimuli pada dada / supra orbital

M1: Nil
Tidak ada respon apapun terhadap stimuli
3 Verbal response
V5: Oriented
Pasien dapat berbincang normal

V4: Confused conversation


Pasien tidak dapat berkomunikasi normal (ga nyambung)

V3: Inappropriate word


Pasien hanya menyebutkan kata – kata yg diulang” (sakittt…)
/ artinya jawabannya ga sesuai pertanyaan

V2: Incomprehensible sound


Pasien hanya berbisik sesuatu / terdengar sayup

V1: None

14 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


PENYAKIT NEUROVASKULER
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal atau
global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit neurologis yang
terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral sembuh sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic Attack)

ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral
Anterior circulation (sistem karotis)
Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule
Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent white matter,
anterior corpus callosum
Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex and subjacent white
matter
Lenticulostriate branches Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Posterior inferior cerebellar Medulla, lower cerebellum
basilar
Anterior inferior cerebellar Lower and mid pons, mid cerebellum
Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum
Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent white matter, posterior
corpus callosum, upper midbrain
Thalamoperforate branches Thalamus
Thalamogeniculate branches Thalamus
Anterior circulation (sistem karotis): Stroke yang
disebabkan karena pembuluh darah ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer
serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain
itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan
hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler):
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak
termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem

sensorimotorik kontralateral (hemiparese


alternans). Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris,
dan gangguan lapang pandang tetapi
tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 15


JARAS SISTEM SARAF MOTORIK
Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.
Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) di tempat ini terdapat
Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus piramidalis ,yang dibentuk
oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus presentralis, berjalan konvergen ke
kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior. Kemudian berjalan ke pedunculus
oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula spinalis sebagian serabut saraf ±85%
berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut decussatio
pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang berakhir di kornu anterior
homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

Traktus ekstra piramidalis


Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Gangllia basalis terdiri dari globus palidus,
putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan
nukleus kaudatus disebut striatum.

16 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang.
Sensibilitas permukaan: Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke
ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti
neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke
thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih
lateral sedangkan badan bawah lebih medial, kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di
gyrus sentralis posterior.
Sensibilitas dalam: Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah sakralis,
lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas dan sevikalis.
Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach sebelumnya berganti
neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti
neuron dan berakhir di di gyrus sentralis posterior.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 17


INFARK SEREBRAL
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang
menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral
Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit
terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan
bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55 ml).
Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark. Nilai kritis
CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per
menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal
(ischemic penumbra), kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat.
Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan kalsium.
Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel
astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas sel
menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan penurunan ATP,
peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler, dan asidosis seluler. Kalsium
yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid sehingga terjadi asam lemak
bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin
dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi
trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan
normal, prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi
trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.
Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler
terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).

Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan
hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi kelenturan
arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya dapat
mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan ”mendorong”
atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter koroner,
dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa gejala dalam
waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil
lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL
(Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak
atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL
kolesterol darah dan aliran darah otak. Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk
terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler
Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum

18 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Gambaran Klinis
Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan diagnosis
trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan reversibel.
Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin timbul
pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia, hemianesthesia,
gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.
Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing, diplopia, kebas,
hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan dysarthria.
Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit hingga
beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu :
o Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa jam,
setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal dapat
berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang lengkap.
o Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien lumpuh pada
tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat tidur, lalu terjatuh dan
tidak berdaya.
o Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga menyerupai
tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk menegakkan diagnosis
stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu harus didapat dengan lengkap.
Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan rlebih
regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun perdarahan
subarachnoid.
Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan apda
pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung. Trombus
yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan arteri yang
terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital aupun sifilis)
Infark miokard dengan trombus mural
Endokarditis bakterial akut dan sub aut
Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural (stenosis mitral, miokarditis)
Komplikasi bedah jantung
Katup jantung buatan
Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
Prolaps katup mitral
Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (contoh : patent foramen ovale)
Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
Atherosklerosis aorta dan a. carotis
Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
Trombus pada v. pulmonalis
Lemak, tumor, udara
Komplikasi bedah leher dan thoraks
Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 19


Gejala Klinis
Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang paling cepat.
Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak, seperti saat di kamar mandi.
Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia
Pada pencitraan otak :
o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan

Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak. Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan
kombinasi antara hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu
hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis
dengan ataksia, sindrom sensorimotor. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung
akibat infark pons basal.
Pembuluh darah Manifestasi
Common carotid Asimptomatik
Internal carotid Buta ipsilateral
Hemiparesis ipsilateral dan heianesthesia
Hemianopia
Aphasia atau hemineglect
Middle cerebral – Main trunk Hemiplegi
Hemianethesia
Hemianopia
Aphasia atau hemineglect
Middle cerebral – upper division Hemiparese dan hilangnya sensori (lengan, wajah, dan kaki)
Broca afasia atau hemineglect
Middle cerebral – lower division Wernicke afasia atau nondoinant behavior disorder
Middle cerebral – penetrating artery Motor hemiparesis
Anteror cerebral Hemiparess dan sensory loss terutama kaki
Impaired responsiveness
Ideomotor afasia kiri atau anomia taktile
Posterior cerebral Unilateral: isolated hemianopia
Bilateral : cerebral blindness
Thalamic: sensory stroke, spontan pain
Subthalamic: hemiballism
Bilateral temporal: amnesia
Midbrain: palsy okulomotor dan gangguan gerak mata

Aterotrombotik (AT) Thromboemboli (TE) Kardioemboli (KE)


Kejadian Mendadak Mendadak Mendadak
Onset Istirahat Aktivitas Aktivitas dan istirahat
Defisit neurologi
Global Sadar Sadar Penurunan kesadaran
Fokal Step wise Maksimal et onset Maksimat at onset
Worsening Perbaikan lambat Perbaikan cepat
CT scan Hipodens di sentral Hipodens Hipodens di perifer
Tatalaksana stroke emboli sejak dulu selalu diberikan antikoagulan, namun tidak jarang,
pasian malah mengalami perdarahan otak dan memerlukan pemeriksaan INR (international
normalzed ratio). Kadar INR pasien haru 2- 3 dimana jika kurang dari 2 akan tidak efektif dan jika

20 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


lebih dari 3 akan berisiko perdarahan. Karena pemeriksaan INR relatif mahal, sehingga timbul
pemikiran dibrikan antiplatelet yang lebih aman.

HEMATOMA SEREBRAL
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya
perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang
dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan
adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil–kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada
suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan
perdarahan ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas dan
disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga disertai
kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai
pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding
pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab
lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan,
kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat
TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum dan
thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula interna dan
kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler ke
dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah dan
jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak sebagian
digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil
yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya berupa
sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat
terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume
darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik
yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome) pada
pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.

PERDARAHAN SUBARAKHNOID
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya sangat
mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah. Distribusi umur
penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita. Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim
otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 21


positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid
pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya
darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah
onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang
kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup
tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.
Perdarahan Intraserebri Perdarahan Subarachnoid
Onset Usia pertengahan - usia tua Usia muda
Jenis Kelamin >> ♂ >> ♀
Etiologi Hipertensi Ruptur aneurisma
Lokasi Ganglia basalis, pons, thalamus, serebelum Rongga subarachnoid
Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah Penurunan kesadaran, nyeri kepala,
Defisit neurologis (+) muntah
Defisit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
Pemeriksaan - CSS seperti air cucian daging/ - Perdarahan subhialoid
Penunjang xantochrome (Pungsi lumbal) (Funduskopi)
- Area hiperdens pada CT Scan - CSS gross hemorrhagic (Pungsi
lumbal)
- Perdarahan dalam rongga
subarachnoid (CT Scan)

Anamnesis Infark Perdarahan


Trombosis Emboli PIS PSA
Umur Tua ( 50 – 70) Semua umur Tua ( 40 – 50) Muda (20 -30)
Awitan Istirahat Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Kesadaran Normal Normal Menuruan Menuruan / normal
Tensi Sedang - tinggi Normal - Tinggi Rendah – sedang
sedang
Nyeri kepala - - ++ +++
Kejang - - ++ +++
Muntah - - ++ +++
Kaku kuduk - - -/+ +++
Ataksia +/- +/- + +
Parese N 3,4, - - + +
6
Kelumpuhan Jelas Jelas Jelas Ringan
Lambat Cepat
Membaik Membaik
Menetap
Pungsi Jernih Jernih Xantochrome Gross hemorrhagic
lumbar
CT scan Hipodens ke Hipodens Hiperdens seperti Hiperdensitas di
sentral perifer masa darah subarachnoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara
umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).

22 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.
4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial , menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada stroke PIS
didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA
didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan
(jernih).
6. Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

Cara penghitungan :
SSS = (2,5xkesadaran)+(2xmuntah)+(2xnyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma)– 2
Nilai SSS Diagnosa
>1 Perdarahan otak
< -1 Infark otak
-1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
Menggunakan 3 variabel
pemeriksaan yaitu :
– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 23


TATALAKSANA EMERGENSI
Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
o Perbaiki jalan napas dengan pemasangan OGT pada pasien tidak sadar
o Pada pasien hipoksia, diberikan supply oksigen. Intubasi dilakukan pada pasien pO 2
< 60mmHg atau pCO2 > 50mmHg.
o Pada pasien strok iskemik non hipoksia tidak perlu oksigen
Stabilisasi hmodinamik dengan pemberian cairan krisalodi atau koloid IV. Hindari cairan
hipotonik. Pemantauan dilakukan 24 jam
Kelola keseimbangan cairan dan elektrolit dimana kebutuhan cairan 30ml/kgBB/hari dengan
memperhitungkan keseimbangan (urin+ IWL 500cc +300cc keringat)
Pengelolaan nutrisi dengan pemberian enteral selama 48 jam. Jika gangguan menelan pasang
NGT.
Pengendalian tekanan darah pada stroke infark dilakukan jika
o TD diastole > 140mmHg maka diperlakukan sebagai penderita hipertensi emergensi
berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nmodipin, dll
o TD sistol > 220mmHg atau TD diastole > 120mmHg, berikan labetalol iv 1 -2 menit dan
dapat diulang setiap 20 menit hingga tercapai target tekanan darah
o TD sistolik < 220 mmhg atau TD diastole < 120mmHg terapi darurat ditunda kecuali
ada PIS, gagal ventrikel kiri, AMI, gagal ginjal akut, dll. Obat hipertensi diteruskan
setelah fase akut 7 – 10 hari. Batas penurunan TD < 20 – 25%
Terapi trombolitik dilakukan untuk menlisikan thrombus yang menyumbat.
o Kriteria inklusi adalah stroke jelas diketahui < 3 – 4.5 jam sejak onset. Usia 18 – 75
tahun, diagnosis strok iskemik ditegakan oleh sp S dan didukung CT scan otak
dengan tebal irisan 5 – 10mm tanpa kontras. Serta harus ada persetujuan tentang
risiko.
o Kriteria ekslusi adalah pengguna heparin 48 jam sebelumnya, trmbosis <
100.000/mm3, operasi besar dalam 14 hari TD sistolik > 185 mmHg atau diastole >
110mmHg, riwayat PIS sebeumnya atau PSA. Perdarahan GI dan urin dalam 21 hari,
infark miokard baru.
o Dosis pemberian 0.9mg/kgBB maksimum 90mg selama 1 jam dengan 10% disus
dberikan bolus dalam 1 menit.
Obat antikoagulan digunakan untuk prevensi maupun terapi emboli. Obat yang biasa
digunakan adalah hepari, low molecular weight heparin, dan walfarin. Dosis awal 10.000 U/24
jam dan dilanjutkan pemeriksaan APTT setelah 6 jam.
Terapi antiplatelet berfungsi mencegah agregasi thrombosis sehingga menghambat
thrombus. Pemberian ini terutama untuk pencegahan stroke ulang. Antiplatelet
direkomendasikan lebih pada pasien stroke iskemik non kardioembolik atau TIA dengan
dosis Aspirin 80 – 100mg/hari monoterapi atau dikombinasikan dengan dipiridamol lepas
lambat.
Neuroprotektan diberikan untuk membantu memperbaiki deficit neuro yang terjadi.
o Citicholin meningkatkan pembentukan choline dan menghambat pengrusakan
phophatydilchpome
o Pirasetam memperbaiki fluiditas membrane sel, memperbaiki neurotransmisi,
menstimulasi adenylate kinase
Pada fase akut (biasanya 48-72 jam pertama setelah serangan stroke) keadaan pasien belum
stabil,sehingga pasien harus berbaring di tempat tidur. Sikap dan posisi pasien harus
diperhatikan terutama anggota badan yang lumpuh untuk mencegah kecacatan serta
memberikan rasa nyaman kepada pasien.
Selain memperhatikan sikap dan posisi pasien, kita juga harus memberikan latihan-latihan
pasif anggota gerak atas dan bawah yang berguna untuk mencegah kekakuan otot dan sendi.

24 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


INFEKSI
TETANUS
ANATOMI DAN FISIOLOGI KONTRAKSI OTOT
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan
sinapsis.
Penghantaran impuls baik yang berupa
rangsangan ataupun tanggapan melalui
serabut saraf (akson) dapat terjadi karena
adanya perbedaan potensial listrik antara
bagian luar dan bagian dalam sel. Pada
waktu sel saraf beristirahat, kutub (+)
terdapat di bagian luar dan kutub (-)
terdapat di bagian dalam sel saraf.
Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus)
pada indra menyebabkan terjadinya
pembalikan perbedaan potensial listrik
sesaat. Perubahan potensial ini (depolari sasi) terjadi berurutan sepanjang serabut saraf.
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan
impuls yang dapat merubah potensial listrik.. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan
jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.
Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan sinapsis.
Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis . Di dalam sitoplasma
tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter; yang
disebut vesikula sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak
dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan
neurotransmitter berupa asetilkolin. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya
dopamin, norepinefrin, serotonin, asam gama-aminobutirat (GABA), glisin dan asetilkolin
yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan
dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati
celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis.
Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Bila
asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan diuraikan oleh enzim
asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-sinapsis.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 25


Timbulnya kontraksi pada otot rangka dimulai dengan potensial aksi dalam serabut serabut
otot. Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalam serabut, dimana
menyebabkan dilepaskannya ion-ion kalsium dari retikulum endoplasma (RE). Selanjutnya ion
kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi. Dalam fungsi tubuh normal,
serabut-serabut otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut saraf besar bermielin. Serabut-
serabut saraf ini melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot
(neuromuscular junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial aksi sampai pada
neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membran saraf, menyebabkan dilepaskan
Acethylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membran menyebabkan terjadinya
pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya ikatan Actin-Miosin yang akhirnya
menyebabkan kontraksi otot. Oleh karena itu potensial aksi menyebar dari tengah serabut ke
arah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan terjadi di seluruh sarkomer otot.
Gerak dapat dilakukan secara sadar (otak) dan secara tidak sadar (saraf spinal).

KLINIS
Tetanus adalah penyakit infeksi yang
mengenai sistem saraf yang disebabkan
oleh toksik tetanospasmin yang dihasilkan
bakteri Clostridium tetani, ditandai dengan
spasme tonik persisten disertai serangan
yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu
terjadi pada otot leher dan rahang
menyebabkan trismus / lockjaw dan
melibatkan otot tubuh ketimbang
ekstremitas. Tetanus sendiri disebabkan
oleh C. tetani, bakteri gram (+) berbentuk
batang dengan spora di satu ujungnya (drum stick /racket). Bakteri ini di lingkungan berada
dalam bentuk spora (inaktif) dan bentuk vegetatif (aktif) jika di kondisi optimum untuk
bereplikasi. C. tetani aktif menghasilkan 2 janis toksin yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

26 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Patogenesis: Bakteri ini akan masuk ke tubuh manusia dalam bentuk spora. Spora berubah
menjadi bakteri dan membutuhkan masa inkubasi dalam hitungan hari hingga minggu.
Perubahan spora menjadi vegetasi membutuhkan kondisi optimum anaerob yaitu pada jaringan
nekrotis, crust injury, atau infeksi supurasi. Tetanospasmin yang dihasilkan bakteri akan dipecah
menjadi HC dan LC oleh enzim protease jaringan. Ujung karboksil HC akan berikatan dengan
membran neural sedangkan ujung amino akan menjadi pintu masuk LC. LC masuk ke motor
neuron dan ditransportkan melalui axon secara retrograd menuju spinal cord (2 – 14 hari). Saat
tiba di spinal cord, LC masuk ke neuron inhibitory sentral dan memecah sinaptobrevin
(membantu pengikatan vesikel neurotransmiter ke membran sel), menurunkan sensitifitas
terhadap kalsium dan menghambat eksositosis, akibatnya pelepasan GABA dan glisin tidak
terjadi. Hilangnya inhibisi inimenyebabkan kontraksi terus menerus. Semakin banyak sarah
inhibisi yang yeng terkena, kejang semakin berat. Stimulus seperti suare,emosi, raba, cahaya,
dapat mencetus kejang karena motorneuron di medula spinalis berhubungan dengan saraf lain
seperti retikulospinalis.
Manifestasi: Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
1) Tetanus lokal: Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan
angka kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap
disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat
berkembang menjadi tetanus umum.
2) Tetanus sefal: Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari,
yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya
berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus (senyum seseorang yang sedang
menderita/muka monyet) dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat
berkem bang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
3) Tetanus umum: Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa
berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut
(opistotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kece masan
yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
4) Tetanus neonatorum: Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya
infeksi tali pusat,umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu
yang tidakmendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah
ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme.
Posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus
yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada
siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal,
ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari
kaki
Masa inkubasi bakteri sejak terjadinya luka hingga muncul gejala adalah sekitat 7 – 14 hari.
Periode onset yaitu waktu dari mulainya gejala klinis hingga muncul spasme otot adalah 1 – 7 hari
kecuali pada fulminan, waktunya memendek hingga 1 – 2 jam. Trismus / lockjaw dan kaku pada
leher adalah gejala utama yang paling awal muncul.kaku pada otot wajah menyebabkan risus
sardonicus dan kaku pada paraspinal menyebabkan opisthotonus. Spasme otot faringeal
menyebabkan asfiksia. Gangguan otonom menyebabkan demam, perubahan tekanan darah,
diaforesis, dan aritmia (bisa juga akibat miokarditis  EKG mirip MI). DD kaku yaitu neuroleptic,
meningitis, abses gigi, statis epilepticus, perdarahan SBA, hipokalemia tetany, sakau, dan rabies.
Sistem grading:
Pattel Joag Abbet
Derajat 1 Minimal 1 kriteria K1 atau K2 Mortalitas Grade 1 Trismus ringan – sedang, spastisitas
0% (ringan) umum, tidak ada penyulit napas, tiak
ada spasme, sedikit disfagia
Derajat 2 Minimal 2 kriteria K1 + K2, Mortalitas Grade 2 Trismus sedang, rigiditas jelas,

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 27


inkubasi > 7 hari, onset > 2 10% (sedang) spasme ringan – sedang, penyulit
hari napas sedang dengan takipnea
Derajat 3 Minimal 3 kriteria, biasanya Mortalitas Grade 3 Trismus berat, spastisitas umum,
inkubasi < 2 hari 32% (parah) spasme spontan dan sering,
sedangan apneu, disfagia berat,
disotonom
Derajat 4 Minimal 4 kriteria Mortalitas Grade 4 Gejala 3 ditambah autonomic stom
60% (sangat)
Derajat 5 Terdapat 5 kriteria, termasuk Mortalitas
tetanus neonatorum dan 84%
tetanus puerperium
K1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang
K2: Spasme tanda melihat frekuensi dan derajat
K3: Inkubasi < 7 hari
K4: Onset < 48 jam
K5: Kenaikan suhu rektal > 37.6oC
Tatalaksana yang harus dilakukan adalah eradikasi bakteri kausatif, netralisasi toksin,
terapi suportif selama masa akut, rehabilitasi, dan imunisasi. Eradikasi dilakukan tentu dengan
pemberian antibiotik Metronidazol 500mg PO atau IV setiap 6 jam selama 7 – 10 hari, jika
diperlukan berikan juga antibiotik spesifik gram (+) yaitu golongan sefalosporin. Sebaiknya tidak
diberikan penisilin karena struktur cincinya mirip dengan struktur tetanospasmin. Manajemen
luka terbuka yang menjadi port of entry dan berikan vaksin jika booster terakhir lebih dari 10
tahun. Karena antibiotik hanya mampu membunuh bakteri sedangkan toksinya masih ada,
diberikan juga antitoksin untuk darah yaitu ATS dengan dosis 10.000 -20.000 IU IM. Untuk
menangani spasmenya, diberikan diazepam.
Spasme ringan: 5 – 20mg PO setiap 8 jam
Spasme sedang 5 – 10 mg iv, max 80 – 120mg dalm 24 jam
Spasme berat 50 – 100mg dalam 500ml D5% dan diinfus dengan kecepatan 10 – 15,/jam
dalam 24 jam.
Gejala disotonom ditangani dengan pemberian cairan 8L/hari dan sedasi morfin 20 – 180mg/hari.
Pemberian MgSO4 selain sebagai antispasme, pada pasien dengan ventilator dapat memberikan
efek kontrol disotonom. Pada kasus yang cukup berat (grade 3) dan berisiko spasme laring,
sarankan untuk TC. Untuk gangguan renal karena banyaknya mioglobin, berikan cairan salin.
Rekomendasi manajemen luka Luka rentan tetanus Luka tidak rentan
Semua luka harus dibersihkan dan debridemen > 6 – 8 jam < 6 jam
Tanya riwayat imunisasi Kedalaman > 1cm Superfisial
TT diberikan jika booster terakhir > 10 tahun Terkontaminasi Bersih
yang lalu
Dosis: 0.5ml (5IU) im
Berikan TIG profilaksis: Bentuk stelat, avulsi, atau Bentuk linier, tepi
Dewasa 250 – 50 Uim pada ekstrimitas ireguler tajam
kontralateral TT
Anak 250 U im
Denervasi, iskemik Neuro/vaskuler intak
Terinfeksi (purulen / nekrotik) Tidak terinfeksi
Pasien tetanus di RSHS dirawat hingga 3 – 4 minggu dengan asumsi, lama toksin diserap tubuh.

MENINGITIS
Sistem Ventrikel
Rongga didalam otak yang disebut ventrikel berisi cairan cerebrospinal (CSS). CSS
dibentuk oleh jaringan khusus didalam ventrikel yang disebut pleksus choroideus. Sistem
ventrikular otak dibentuk terutama oleh empat ventrikulus, terdiri dari dua ventrikel lateral dan
ventrikel ketiga serta keempat yang tidak berpasangan. Ventrikel lateral adalah bagian terbesar
sistem ventrikular dan menempati bagian luas hemispherium cerebri. Masing-masing ventrikel
lateral mempunyai kornu anterior, sela media, kornu posterior, dan kornu inferior atau temporal.

28 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Kedua ventrikel tersebut berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foremen Monro atau
foramen interventrikularins. Ventrikel ketiga berupa celah yang sempit antara bagian
diencephalon dextrum dan sinistrum yang dihubungkan dengan ventrikel keempat melaului
akuaduktus Sylvii (aquaductus cerebri). Ventrikulus keempat dalam bagian posterior pons dan
dalam medulla oblongata meluas ke arah postero-inferior, lalu beralih menjadi canalis sentralis
dalam bagian inferior medulla oblongata dan seluruh medulla spinalis
Ventrikel keempat berhubungan dengan rongga subarachnoid melalui tiga foramen: dua
foramen Luschka dan satu foramen Magendie. Foramen Luschka terletak pada atap resesus
lateralis ventrikel keempat, sedangkan foramen Magendie terletak pada garis tengah dari atap
ventrikel keempat. CSS mengalir dari tempat dibentuknya di ventrikel melalui lengkungan
cerebrum menuju tempat absobsinya di ganulasi arakhnoid pada sinus sagitalis. Jika jalan ini
tersumbat, ventrikulus menggembung, dan menyebabkan kompresi terhadap hemispherium
cerebri. Sisterna subarakhnoid merupakan perluasan ruang subarachnoid pada sepanjang
permukaan ventral batang otak dan dasar otak depan. Sisterna subarakhnoidal utama ialah:
Cisterna cerebellomedularis atau cisterna magna, merupakan kompartemen sisterna
terbesar. Di posterior medulla, inferior cerebellum, dan pada atap ventriculus quartus.
Cisterna pontis terdapat pada permukaan anterior pons dan medulla oblongata
Cisterna interpendicularis terletak antara kedua pedunculus cerebri mesencephalon
Cisterna superior terletak antara bagian posterior corpus callosum dan permukaan
superior cerebellum.
Plexus choroideus terletak dalam atap-atap
ventriculus tertius dan ventrikulus quartus, dan pada
dasar tanduk dan badan kedua ventrikulus lateralis.
CSS dari ventriculus lateralis dan ventriculus tertius
mengalir ke dalam ventriculus quartus melalui
aqueductus mesencephali (aquaductus cerebri). CSS
meninggalkan ventrikulus quartus melalui lubang
median dan lateral dan kemudian memasuki spatium
subarachnoideum, dan tertimbun dalam cisterna
cerebellomedullaris dan cisterna pontis. Dari sisterna-
sisterna ini sebagian CSS mengalir ke inferior, ke spatium subarachnoideum sekeliling medula
spinalis dan ke arah posterior-superior melewati cerebellum. Namun, CSS terbanyak mengalir ke
dalam cisterna interpeduncularis dan cisterna superior. CSS dari berbagai cisterna menyebar ke
arah superior melalui celah-celah dan fisur-fisur pada permukaan medial dan superolateral
hemisfer cerebrum. CSS juga memasuki perluasan spatium subarachnoideum sekitar nervi
cranialis, antara lain yang terpenting adalah perluasan sekeliling kedua nervus opticus. Lokasi
resorpsi CSS ke dalam sisitem vena yang terpenting ialah melalui villi arachnoidea (tonjolan-
tonjolan arachnoidea ke dalam dinding sinus durae matris, terutama sinus sagittalis superior dan
lacuna lateralis. Dengan meningkatnya usia, villi arachnoidea mengalami hipertrofi, dan lalu
disebut granulationes arachnoidea.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 29


Klinis
Menigitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. .Meningitis adalah radang umum pada
araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus dan organ-organ jamur yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang
tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Penyebab meningitis terbagi atas
beberapa golongan umur :
Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes
Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
serebrospinal yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah
radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan serebrospinalis yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa, dan disebut juga sebagai meningitis
tuberkulosis. Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondii, Ricketsia, maupun jamur.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenza, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.

Meningitis Purulenta (bakterialis)


Meningitis bakterialis adalah respon peradangan terhadap infeksi bakteria yang mengenai
piamater dan arakhnoid yang ditandai peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam CSS dan
terbukti ditemukan bakteri dalam cairan. 3 bakteri utama penyebab meningitis pyogenik adalah
N. meningitidis, S. pneumonia, dan H. influenza. Infeksi dapat mencapai otak melalui hematogen,
perkontinuitatum, implantasui via trauma, dan transplacental. Sebagaian besar infeksi SSP terjadi
secara hematogen dengan saluran napas sebagai port d’entry khusunya pada meningitis
purulenta.
30 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf
Menifestasi yang muncul pada pasien meningitis dikenal dengan trias meningitis yaitu
demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk. Manifestasi bakterialis dikelompokan menjadi 2 yaitu tanda
neurologis (gangguan kesadaran, kelumpuhan saraf kranial,defisit fokal, dan kejang) dan tanda
meningen (kaku kuduk, Kernig sign, Laseque sign, dan Brudzinkski).
Peradangan dan iritasi  tanda meningeal, nyeri kepala, dan fotofobia
Disfungsi jaringan lokal  gangguan CN, defisit saraf fokal, dan kejang
Efek masal  penurunan kesadaran, mual, muntah projektil, PTIK
Kompromise vaskuler
Meningitis Meningitis Meningococcal Meningitis Pneumococcal
Haemophilus
 neonatus & anak  anak & dewasa  dewasa
 didahului infeksi  gejala penyerta: delirum dan stupor dalam  didahului oleh infeksi pada paru,
telinga dan hitungan jam; petekie, purpura, & ekimosis; telinga, sinus, atau katup jantung
saluran terdapat syok sirkulasi, DIC; terutama jika  dicurigai pada penderita yang
pernafasan atas sedang terjadi wabah epidemik dimana alkoholik, splenektomi,
 onset: tiba-tiba & kuman terdapat di nasofaring meningitis bakterial yang
singkat  onset gradual  prognosis baik rekuren, sickle cell anemia, dan
 prognosis pada  onset tiba-tiba + septikemia  prognosis fraktur tulang tengkorak basiler
umumnya baik buruk  prognosis biasanya buruk bila
 mortalitas <5%  mortalitas 10% diikuti koma, kejang, dan
peningkatan protein CSS
 mortalitas 20%
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan:
Pemeriksaan pungsi lumbal
 Peningkatan sedang tekanan <300 mm CSS
 Peningkatan jumlah sel, 100-10000 sel/mm3 (80%-90% leukosit PMN)
 Penurunan glukosa
 Peningkatan enzim laktat dehidrogenase dan protein
 Sedimen CSS diwarnai gram dan kultur :
• Sepasang kokus gram (+): pneumokokus
• Gram basil (-): Haemophillus
• Gram (-) kokus intra dan ekstraseluler: meningokokus
Tes Serologis / Imunologi
 Tes LA: antigen bakteri pada CSS, spesifisitas 100%; sensitivitas 80% untuk
Haemophillus dan Pneumococcus, dan 50% untuk Meningococcus

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 31


 PCR: deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tersedia untuk semua organisme
penyebab yang dicurigai. Spesifisitas dan sensitivitas PCR tidak diketahui, dan
penundaan keluarnya hasil (3-5 hari) mengakibatkan tes kurang membantu
dibanding kombinasi dari pewarnaan gram, kultur, dan tes LA.
Kultur darah
Pemeriksaan elektrolit serum: melihat kemungkinan gangguan sekresi ADH
Foto roentgen: mendeteksi sumber infeksi
Tatalaksana dilakukan:
Terapi umum: tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein, ventilasi dijaga, cegah
dehidrasi dan koreksi elektrolit imbalance.
Terapi kausa (antibiotik) dengan menggunakan bakterisidal yang dapat masuk
menembus BBB. Lama pemberian antibitoik sekitar 10 hari hingga 7 hari setelah demam
hilang disertai pemberian deksametason pada pemberian antibiotik pertama dengan
dosis 0.15mg/kgBB (10mg pada dewasa) setiap 6 jam selama 2 – 4 hari terutama pada
infeksi H. influenza dan N. meningitidis.
Pada pasien dengan kecurigaan infeksi N. Meningitidis, pengobatan profilaksis diberikan
kepada orang yang tinggal serumah, makan dan tidur di tempat yang sama,
menggunakan sarana umum bersama dalam 7 hari, lama kontak, dan petugas kesehatan
yang menangani pasien. Profilaksis yang dianjurkan adalah Seftriakson 125 mg (<12 thn)
atau 250 mg (>12 th) IM dosis tunggal.
Organisme Antibiotik Anak-anak Dewasa Terapi alternatif
(mg/kgBB/hr)
Haemophilus Kloramfenikol 100 2-4 g/hr Ampisilin
dan/atau cefotaxime 200 6-12 g/hr Cefuroxime
Pneumococcus Benzil penicilin 180 20 juta units Kloramfenikol
Cefotaxime
Cefuroxime
Meningococcus Benzil penicilin 180 20 juta units Kloramfenikol
Cetatamine
E. coli Cefotaxime 200 6-12 g/hr Ampisilin
Gentamisin
Listeria sp. Ampisilin 200 8 g/hr Kloramfenikol
± Gentamisin 5-7 5-7 mg/kgBB/hr Cotrimoxasole
Neonatal (<1 bulan): ampisilin + sefotaxim
Anak-anak (<5 thn): seftriakson / sefotaxim dan vankomisin
Dewasa : seftriakson dan vankomisin
Pasien imunokompromis: ampisilin dan sefalosporin

Meningitis Serosa
Meningitis serosa terjadi apabila pada penderita terdapat gambaran klinis meningitis,
tetapi pada pemeriksaan cairan serebrospinal tidak sampai berwarna keruh. Cairan tampak
opalesen karena terdapat peninggian jumlah sel, dan berwarna kuning karena adanya
peninggian protein. Penyebabnya dapat disebabkan oleh bakteri (meningitis tuberkulosa), virus
(meningitis virus/meningitis aseptik), jamur (meningitis jamur), maupun parasit (syphilitic
meningitis).

Meningitis TB
Merupakan meningitis subakut/kronis yang disebabkan oleh M. tuberculosis yang
mengenani arakhnoid, piamater, dan CSS dalam sistem ventrikel. Pada anak, biasanya infeksi
mengikuti fase inisial TB paru primer sedangkan pada dewasa dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer. Menurut British Medical Reseach Council, penyakit ini dapat dibagi
menjadi beberapa stage yaitu stage I, II, dan III.
32 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf
Stage I Gejala meningitis tanpa penurunan kesadaran atau defisit neurologis lain.
Stage II Penurunan kesadaran ringandan defisit neurologis fokal
Stage III Stupor atau koma dengan hemiplegi atau paraplegi
Meningitis tuberkulosa tidak berkembang akut dari penyebaran tuberkel, namun
merupakan hasil pelepasan tuberkel bacili ke dalam rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa
subependimal. Selama fase inisial sejumlah tuberkel tersebar di dalam substansi otak dan
meningen dan cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh serta caseating dan
membentuk eksudat.
Gejala Tanda
Prodromal  Adenopati (paling sering servikal)
Anorexia  Suara tambahan pada auskultasi paru (apices)
Penurunan berat badan  Tuberkel koroidal
Batuk  Demam (paling tinggi pada sore hari)
Keringat malam hari  Rigiditas nuchal
 Papil edema
CNS  Defisit neurologis fokal
Nyeri kepala  tuberculin skin test (+)
Meningismus
 WBC CSS 100 – 500/µL, predorminan lifosit; protein 100 –
Perubahan tingkat kesadaran
500mg/dL; glukosa < 40mg/dL atau rasio dengan gula
sewaktu < 50%
Diagnosis meningitis TB dikelompokan menjadi 3 yaitu diagnosis TB probable, possible, dan
bukan meningitis TB. Meningitis probable jika keadaan klinis meningitis + skor diagnostik total
≥ 10 (tanpa CT / MRI) atau ≥ 12 dengan CT / MRI + tidak ditemukan diagnosis lain. Meningitis
Possible jika keadaan klinis meningitis + skor diagnostik 6 samapai 9 – 11 (tergantung ada
tidaknya MRI); tidak boleh didagnosa possible jika tidak dilakukan LP. Bukan meningitis jika
tegak diagnosis lain tanpa diagnosis definit TB. Diagnosis Ogawa:
1. Definite : BTA ditemukan dalam LCS ( kultur atau biopsi)
2. Probable :
a. Pleositosis pada LCS
b. Perwarnaan BTA (-)
c. Diikuti dari salah satu dibawah ini:
i. Tes tuberkulin (+)
ii. Adanya TB dluar SSP atau ada TB paru aktif atau terpapar TB
sebelumnya
iii. LCS Glukosa < 40 mg%
iv. LCS protein > 60 mg%

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 33


Tatalaksana pasien dilakukan pemberian OAT dan kortikosteroid.
Nama obat Dosis Catatan
Rifampisin Inisial: 10mg/kgBB po (max Hati-hati hepatitis
(R) 600mg)
7 bulan: 600mg po
Isoniazid (H) Isinisial: 50mg/kgBB (max Beri piridoksin 50mg/hari untuk cegah neuropati
450mg) po perifer
7 bulan: 450mg po
Pirazinamid Inisial 25mg/jkgBB po maksimal
(Z) 2 gr/hari
Etambutol (E) Inisial 20mg/kgBB max 2 gr/hari
Streptomisin 20mg/kgBB im maksimum 1 Hanya diberikan pada pasien yang pernah
(S) gr/hari pengobatan TB sebelumnya
Grade Minggu ke- [dosis / hari]
1 2 3 4 5 6 7 8
I 0.3 0.2 0.1 Total 3 mg Total 2 mg Total 1mg - -
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB po Po po
iv iv po
II dan 0.4 0.3 0.2 0.1 Total 4 mg Total 3 mg Total 2 Total 1
III mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB po po mg mg
iv iv iv iv po po
Selain 2 obat itu, pada pasien TB serosa, tidak jarang disertai HIV sehingga pemeriksaan CD4
dianjutkan. Pada CD4 > 100; ART ditunda hingga fase intensif (2 bulan pemberian OAT). Pada
CD4 < 100; ARV dianjurkan minimal 2 minggu setelah OAT diberikan. Sedangkan pada pasien
dengan diagnosis HIV sebelumnya, pengobatan TB boleh dilakukan kapan saja.

Meningitis Fungal
Banyak terjadi pada individu dengan AIDS; yang mendapat transplantasi organ; kemoterapi
imunosupresif atau terapi kortikosteroid kronik; dan pada keganasan limforetikular. Jamur yang
paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans dan Coccidioides
immites. Kondisi yang diasosiasikan dapat meningkatkan resiko untuk meningitis diantaranya
kehamilan; hemodialisis; kemoterapi imunosupresif (terutama kortikosteroid); transplantasi organ
dan AIDS.

34 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Pada umumnya invasi ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari infeksi
primer di paru-paru. Penjalaran perkontunuitatum dapat juga terjadi melalui koloninya di
nasofaring. Dalam hal tersebut terakhir, nasofaring sendiri dapat tidak mengalami gangguan
yang berarti, sehingga kalau terjadi infeksi fungal serebral melalui penjalaran dari nasofaring,
manifestasi serebralnya dapat dianggap sebagai gejala neurologik primer.
Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding dengan
metastasis kuman tuberkulosis ke ruang intra kranial. Baik di permukaan korteks maupun di
arakhnoid dapat dibentuk granuloma yang besar atau kecil-kecil, yang akhirnya berkembang
menjadi abses, juga infeksi fungal selaput otak bersifat meningitis basalis yang sukar dibedakan
dengan meningitis tuberkulosa.
Cryptococcal meningitis dapat tampak sebagai penyakit akut dengan demam, nyeri kepala,
dan fotofobia, serta penurunan sensoris, atau tampak sebagai penyakit subakut dengan nyeri
kepala dan demam ringan. Pada coccidiomycosis CNS pun dapat tampak sebagai penyakit akut
dan sub akut dengan gejala demam, demam ringan, mual muntah, dan perubahan mental.
Apabila terdapat SOL atau vaskulitis, dapat tampak defisit neurologis fokal maupun kejang.
Pemeiksaan penunjang :
1. Pungsi lumbal
2. Kultur cairan serebrospinal pada
saburaud dextrose agar, diwarnai tinta
india (blastospora)
3. CT-Scan dan MRI
4. Tes serologis (tes agglutinasi latex,
antibodi fiksasi komplemen, titer
antigen serum)
Pengobatan :
1. Umum
o Bed rest dan Tirah baring
o Diet tinggi kalori tinggi protein
o Ventilasi
o Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance
2. Kausa
Terapi yang direkomendasikan pada pengobatan meningitis jamur

Fase induksi: amfoterisin B deoksikolat iv dosis 0.7 – 1 mg/kgBB/hari + flusitosin


100mg/kgBB/hari dibagi dala 4 dosis po selama 14 hari. Fase maintenance: flukonazol
400mg/hari selaa 8 minggu. Fase lanjutan flukonazol 200mg/hari seumur hidup atau sampai CD4 >
200 selama 6 bulan berturut-turut.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 35


Meningitis Viral
Berdasarkan definisi, merupakan suatu penyakit dengan gambaran klinis meningitis,
abnormalitas CSS yang ringan, dan bersifat jinak. Kriteria definit untuk aseptic meningitis
diantaranya:
onset akut;
tanda dan gejala rangsang meningeal;
abnormalitas CSS tipikal untuk meningitis dengan sel mononuclear predominan;
bakteri tidak tampak pada pewarnaan dan kultur CSS;
tidak ada focus infeksi parameningeal;
perjalanan penyakit bersifat jinak dan self limited.
Penderita dengan meningitis virus tampak sakit akut, mengeluh nyeri kepala frontal atau
retro-orbital, fotofobia, nyeri otot, mual,muntah, tapi tetap sadar dan waspada. Yang paling
dikeluhkan adalah nyeri kepala “grippe-like”. Pada pemeriksaan fisik, ada tanda-tanda iritasi
meningeal, pasien lethargi, tapi tidak comatose. Keberadaan defisit neurologis fokal tipikal untuk
encephalitis viral, terutama herpes simplex virus encephalitis. Defisit neurologis fokal tidak
terjadi pada meningitis virus jinak dan sembuh spontan. Infeksi enterovirus dapat diaosiasikan
dengan ruam makulopapulae, vesicular atau ptekial. Abnormalitas CSS yang tipikal pada
meningitis mumps berupa :
Tekanan pembukaan normal;
Leukosit count 300-600 sel/mm³, dengan limfosit predominan, walau leukosit PMN
predominan pada stadium awal;
Konsentrasi protein yang normal atau sedikit meningkat;
Konsentrasi glukosa normal pada mayoritas kasus, tapi konsentrasi glukosa 20-40
mg/dL dapat tampak pada 10-20 % kasus.
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan CSS dan kultur darah. Pada pemeriksaan
CSS akan tampak gambaran peradangan yang lebih ringan dibanding bakteri, hitung jenis
predominan mononuclear, kadar glukosa dan protein umumnya normal, kultur virus dan PCR
menunjukan adanya etiologi. Pada kultur darah, tinja, dana pus tenggorok harus disertai
pemeriksaan serologis IgG meningkat ≥4x dalam jangka watu minggu. Pengobatan bisa bersifat
self limiting,
Bacterial Viral Fungal Tuberculosa
Opening pressure N / tinggi N N / tinggi Tinggi
Jumlah sel (/mm3) 1,000-10,000 < 300 20-500 50-500
PMN (%) >80 <20 <50 ~20
Protein (mg/dl) Sangat Tinggi N Tinggi Tinggi
(100-500)
Glucose < 40 normal usually < 40 < 40
Gram stain 60-90 % positive negative negative AFB stain (+) in 40-80%
Kultur (% positif) 70-85 25 25-50 50-80

M. purulenta M. serosa M. viral


Tekanan ↑ ↑ Normal
Warna keruh opalesen Jernih
kuning/hijau kuning
Tes Nonne ++/+++ ++/+++ -/+
Tes Pandy --/+++ ++/+++ -/+
Jumlah sel 1000-10.000 200-500 50-100
Hitung Jenis Polimorf Limfositer Limfositer
Protein 100-500 mg% 100-500 mg% 50-100 mg%
Glukosa ↓↓ ↓ normal
Bakteri bisa (+) dengan bisa (+) dengan (-) dengan pewarnaan/kultur
pewarnaan/kultur pewarnaan/kultur

36 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Tipe infeksi Manifestasi
Bakterial Fulminan meningitis dengan nyeri kepala, kaku kuduk, dan demam
meningitis Muncul pada orang normal
Leukositosis pada CSS
Pengobatan dengan antibiotik
Viral meningitis Sifatnya subakut / akut meningitis dengan nyeri kepala dan kaku kuduk
Limfositik pleositosis ringan–sedang pada CSS
Fungal Sifatnya subakut – kronis dengan nyeri kepala, palsi CN, perubahan kognisis; tanda
meningitis meningeal bisa saja (-)
Mengenani orang imunokompromais
Limfositik pleositosis ringan – sedang
Butuh antifungal
Viral ensefalitis Akut – sub akut ensefalitis dengan nyeri kepala, delirius, dan demam
Limfositik pleositosis ringan dengan peningkatan RBC
Antiviral khusus HSV
Prion ensefalitis Menyebabkan dementing krinis dan seringnya dengan myoklonus
CSF bisa saja normal, butuh uji spesifik prion
Abses otak Umumnya bakteria. Walaupun bakteri dan parasit dapat menyebabkan solic foci of infection
Abses didiagnosis dengan biopsi
Pengobatan kadang membutuhkan reseksi.

GANGGUAN NYERI
NYERI KEPALA
Nyeri kepala / headache adalah rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu hingga belakang kepala (oksipital dan tengkuk).
Berdasarkan penyeababnya, nyeri kepala dapat dikelompokkan menjadi primer [tidak jelas
terdapat kelainan anatomis / sejenisnya] dan sekunder [jelas adanya kelainan anatomis,
struktural, atau sejenisnya]. Berdasarkan the International Classification of Headache Disorder 2
tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri dibagi atas:
1) Nyeri kapal primer e) Nyeri kepala berkaitan dengan
a) Migren infeksi
b) Tension type headache f) Nyeri kepala berkaitan kelainan
c) Nyeri kepala klaster dan sefalgia homeostasis
trigeminal – otonomik yang lain g) Nyeri kepala atau nyeri vaskuler
d) Nyeri kepala primer lainnya yang berkaitan dengan kelainan
2) Nyeri kepala sekunder kranium, leher, mata, telinga, hidung,
a) Nyeri kepala berkaitan trauma sinus, gigi, mulut, atau strukur fasial
kepala dan leher atau kranial lain
b) Nyeri kepala berkaitan kelainan h) Nyeri kepala berkaitan kalainan
vaskuler kranial atau servikal psikiatrik
c) Nyeri kepala berkaitan kelainan non i) Neuralgia kranial dan sentral yang
vaskuler intrakranial menyebabkan nyeri wajah
d) Nyeri kepala berkaitan substansi j) Nyeri kelapa lain, neuralgia kranial,
atau withdrawalnya nyeri wajah primer atau sentral
Otak sendiri bukanlah struktur yang sensitif terhadap nyeri karena hampir tidak ada
reseptor nyeri disana, namun, beberapa area di kepala dan leher memiliki reseptor nyeri dan
menyebabkan nyeri kepala. Struktur tersebut antara lain:
Struktur intrakranial Struktur ekstrakranial Saraf
Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus Kulit, scapl, otot, tendon, dan Nervus trigerminus, fascialis,
dan vena yang mensuplai sinus tersebut) fascia daerah kepala dan leher glossofarinngeus, dan vagus
Arteri duramater (arteri meningea media) Mukosa sinus paranasalis dan Saraf spinal C1 – C3
Arteri basis kranii yang membentuk siklus cavum nasi
willisi dan cabang besarnya Gigi geligi
Sebagian duramater yg berdekatan dgn Telinga luar dan tengah
pembuluh darah terutama yg terletak di basis Arteri ekstrakrania
fossa kranii anterior & posterior serta meningen

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 37


Oleh karena itu, berbagai mekanisme dapat menyebabkan nyeri kepala:
Peradangan pada struktur peka nyeri intrakranial maupun ekstrakranial, ditandai
pelepasan kaskade dari berbagai neuron di daerah peradangan, dimana makrofag akan
melepaskan sitokin IL-1, IL-6, TNF-α dan NGF; neuron rusak melepas ATP dan proton; sel
mast melepas histamin,prostaglandin, serotonin, dan asam arakidonat yang
mensensitisasi terminal neuron. Nyeri akibat peradangan disebabkan oleh sensitisasi
sentral dan peningkatan input noxious perifer. Aktivitas COX juga merangsang produksi
PGE2 di daerah radang yang menimbulkan nyeri.
Peradangan neurogenik steril mengakibatkan proses vasodilatasi dan ekstravasasi
plasma protein yang mengkuti pelepasan peptida vasoaktif CGRP, substansi P, dan
neurokinin (NKA) dari nerve ending
Distensi atau dulatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial
Traksi pada anteri willisii, sinus venosus, dan vena mensuplai sinus tersebut dan arteri
meningea media
Pergeseran bangunan peka nyeri karena desakan
Peningkatan TIK akibat bertambahnya volume otak atau obstruksi CSS dan sistem vena
Kontraksi kronik otot kepala dan leher
Tekanan langsung pada saraf yang mengandung serabut saraf untuk rasa nyeri di kepala.
Seluruh penyebab ini menyebabkan sensitisasi sentral di nosiseptor meningeal dan neuron
ganglion trigeminale sehingga muncul nyeri kepala. Rangsang nyeri di daerah peka nyeri di
tentorium serebelli dan atasnya akan menimbulkan nyeri di daerah depan kepala (batasnya garis
tengah antar telinga) [CN V], sedangkan struktur nyeri dibawah tentorium yaitu fossa kranii
posterior, radiks servikalis, akan menimbulkan nyeri di belakang garis (oksipital dan servikal
atas) [CN IX, X, dan SP C1-C3]

38 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


MIGRAINE
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyerikepala dengan serangan
nyeri yang berlansung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral,sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya
sedang sampai berat dan diperhebat olehaktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan
fonofobia. Etiologi migren adalah sebagai berikut:
perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase
luteal siklus menstruasi.
makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat),
vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan
(MSG). 3.stress (79,7%).
rangsangan sensorik seperti sinar yang terangmenyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat
baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur.
perubahan lingkungan (53,2%).
alkohol(37,8%),merokok (35,7%).
Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,wanita, dan usia muda.

Mekanisme migrain dapat dijelaskan dengan beberapa teori:


Teorivaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual
danmenyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai.
Teori cortical spread depression,dimana pada orang migrain nilaiambang saraf menurun
sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization
oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga
menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yangmemanjang. Selanjutnya, akan

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 39


terjadi penyebaran depresi yang akan menekanaktivitas neuron ketika melewati korteks
serebri.
Teori Neovaskular (trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibataktivitas NOS dan
produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di
sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaranmediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja padaarteri serebral dan otot polos
yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.Selain itu, CGRP akan bekerja pada
post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokussereleus sehingga
terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini jugamengaktifkan nukleus
dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.Peningkatan kadar epinefrin
dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan
aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurangmaka dapat terjadi aura. Apabila terjadi
penurunan kadar serotonin maka akanmenyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial
dan ekstrakranial yang akanmenyebabkan nyeri kepala pada migren
Migrain ada beberapa fase yaitu fase prodrome, aura, sakit, berhenti sakit, dan
postdrom. Fase prodrom adalah fase peringatan sebelum serangan, biasanya berupa perubahan
mood, perasaan atau sensasi maupun lelah dan tegang pada otot. Fase aura ditandai gangguan
visual yang mendahului nyeri. Fase postdrome adalah tanda lain seperti sulit konsentrasi dan
kelelahan, biasanya kepala, leher dan perut seperti terasa empuk.
Pemeriksaan penunjang migrain
dilakukan dengan CT scan dan MRI serta
pungsi lumbal untuk menyingkirkan DD lain.
Tatalaksana dilakukan baik untuk pengobatan
akut (aborsi) dengan triptans maupun NSAID.
Penobatan preventif dilakukan pada pasien
dengan gejala > 4x/bulan atau refraktori pada
pengobatan abortif. Obat yang dipiliah
antaralain beta blocker, CCB, tricyclic
antidepresan, dan anticonvulsan. Terapi
nonfarmaka dapat dianjurkan: diet, tidur, dan
olahraga teratur.

CLUSTER TYPE HEADACHE


Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada pria
dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnyaterjadi pada usia yang lebih tua. Nyeri
padasindrom ini terjadi hemikranial, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai
40 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf
klaster.Jikaserangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat,
nyeri tidak berdenyut konstanselama beberapa menit hingga 2
jam. Namun pada penelitian yang dilakukanoleh Donnet,
kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi 30 - 60
menit. Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu
unilateral dan biasanyaterjadi pada region yang sama secara
berulang-ulang. Nyeri kepala kluster ada 2 tipe yaitu episodik
dan kronik. Pada kasus episodik, akan ada 2 nyeri yang
berlangsung minimal 7 hari – 1 tahun yang dipisahkan oleh fase
tanpa nyeri inimal 1 bulan atau lebih. Jenis kronis bila serangan
belangsung > 1 tahun tanpa periode remisi atau remisi belangsung < 1 bulan.
Mekanisme terjadinya diperkirakan karena overeaktivasi dari saraf trigerminal dan
hipotalamus. Diperkirakan adanya pelepasan vasoaktif peptide dn pembentukan peradangan
neurogenik. Biasanya pada pemeriksaan akan ditemukan nyeri yang berulang-ulang dan
berepisode dalam sehari dengan durasi < 1 jam. Diagnosis banding untuk jenis kluster adalah
mgrain dan sinusitis.
Tatalaksana akut dapat diberikan triptans (sumatripan 2-6 mg max 12mg iv) atau NSAID
kuat (jenis opioid). Pasien perlu diberikan oksigen 8-12L/menit hingga serangan reda.
Pengobatan pencegahan dapat diberikan asam valproate, CB dan kortikoteroid. Verapamil
diberikan dosis 480-720mg/hari

TENSION TYPE HEADACHE


Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat
kontraksi terusmenerus otot- otot kepala dan tengkuk
( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan
M.levator skapula). Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type
Headache adalah stress,depresi, bekerja dalam posisi yang
menetap dalam waktu lama, kelelahan mata,kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran
darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan
encephalin. Ada 4 jenis tension type headache:
Episodik: kejadiannya 10 episode < 1 hari per bulan atau < 12 hari / tahun
Frequent: kejadiannya minimal 10 episode dalam 15 hari per bulan, terjadi minimal 3 bln
Kronik: terjadi > 15 hari per bulan dan terjadi > 3 bulan
Mekanisme TTH belum jelas, namun ada beberapa teori:
1) Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih
berperandaripada sistem saraf perifer dimana
disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah
pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf
pusat mengarah kepada CTTH.
2) Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot
yang involunter dan permanen tanpadisertai
iskemia otot.
3) Transmisi nyeri TTH melalui nukleus
trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasi second order neuron pada nukleus
trigeminaldan kornu dorsalis ( aktivasi molekul
NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang
akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
neurotransmitter pada jaringan miofasial.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 41


4) Hiperflesibilitas neuron sentralnosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks
serebri yang diikutihipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang
deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik.
Selain itu,terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity.
5) Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi
info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
6) Terdapat hubungan jalur serotonergik danmonoaminergik pada batang otak dan
hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensikadar serotonin dan noradrenalin di otak,
dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan
eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7) Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH
sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer danaktivasi struktur
persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi danansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasisentral pada jalur
transmisi nyeri.
8) Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis
Diagnosis banding TTH adalah migrain, malformasi chiari, pseudotumor cerebri, tumor
otak, dll. Pengobatan akut dilakukan dengan pemberian analgesik maupun pemberian releksan
otot dan neurotoksin botulinum tipe A. Pengobatan pencegahan dengan pemberian triciklik
antidepresan. Nonfarmakologi dengan stress management, biofeedback, akupuntur, dll.

LOW BACK PAIN


Menurut International Association for the Study of Pain, nyeri punggung bawah adalah
nyeri yang dibatasi daerah superior garis tranversal imajiner yang melalui ujung prosesus
spinsus dari vertebrae thorakal terakhir, daerah inferior oleh tranversal imajiner yang melalui
ujung processus spinosus dari vertebal sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal dari batas
lateral spina lumbalis. Vertebra lumbalis terdiri atas 5 ruas tulang dengan 5 pasang sendi
(apofiseal atau sendi zygiapohyseal. Diantara ruas tulang, terdapat celah yaitu diskus
intervertebralis yang berisi nukleus
pulposus (menahan kompresi dan
mentransmisikan gaya ke annulus /shock
absorber) dan annulus fibrosus
(berperan sebagai pegas). Diskus ini
akan mengalami pembebanan setiap kali
perubahan postur tubuh (tekanan
intradiskal). Tekanan terbesar berada di
L3 – L4 dan L5 – S1 (pusat gravitasi).
Ligamentum utama yang menyopang
tulang lumbal adalah lig. Longitudinale
anterior dan posterior yang sangat
sensitif karena mengandung serabut
saraf nyeri dan sirkulasi darah.
Seperti dijelaskan sebelumnya, segmen L5-S1 adalah segmen terbawah dan merupakan
segmen yang menjadi pusat jatuhnya gravitasi dan mengurangi tegangan geser pada segmen ini
(shearing stress). Karena sendiri ini sudutnya lebih besar dibanding yang lain, sehingga
memungkinkan mendapat tekanan lebih besar. Beberapa struktur peka nyeri di daerah
punggung:
o Lig. Longitudinale anterior o Articulatio zygoapophyseal
o Lig. Longitudinale posterior o Lig. Supraspinosum.
o Corpus vertebra dan periosteumnya o Fasia dan otot

42 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Berasarkan anatomis
NPB primer Akibat adanya kelainan pada struktur disekitar
lumbal, yang meliputi kelaianan atau cedera pada
ligamen, otot, sendi, maupun persarafan
LPB sekunder NPB yang disebabkan kelainan struktur diluar
lumbal
LPB referal NPB disebabkan oleh struktur lain diluar sendi
lumbal yang menjalar ke lumbal
LPB psikosomatik NPB disebabkan gangguan psikologi penderita
Berdasarkan sumber rasa nyeri
Viserogenik NPB akibat kelainan pada organ viseral seperti
ginjal, usus, mag, dll
Neurogenik NPB akibat penekanan saraf punggung bawah
Vaskulogenik NPB akibat gangguan vaskuler disekitar daerah
Spondilogenik NPB akibat gangguan struktur tulang maupun
persendian
Psikogenik Akibat gangguan psikis
Waktunya
Akut
Sub akut
Kronik
Patofisiologi yang dikenal saat ini adalah degeneratif biomekanis dimana pergerakan
tulang punggung bawah merupakan gerakan kumulatif dari tulang vertebra lumbalis (fleksi dan
ekstensi) pada L4-S1. Posisi tulang belakang paling berisiko adalah fleksi ke depan
(membungkuk) dan rotasi memutar) dan ketika mencoba mengangkat beban dengan tangan
terentang kedepan. Beban aksial dengan durasi pendek akan ditahan oleh serat kolagen annular,
namun jika lama, akan menciptakan tekanan ke anulus fibrosus dan mengakibatkan penyebaran
ke endplate. Bila kompresi terjadi berulang, akan menyempatkan diskus pada risiko robek
anulus fibrosus  isi anulus yaitu nukelus pulposus akan menerobos anulus yang rusak dan
menimbulkan nyeri karena mengkompresi ligamen yang dipersyarafi nosiseptor.
Ada 3 kategori sederhana penyebab nyeri yang disebut Diagnostic Triage:nyeri punggung
sederana (non spesifik), nyeri radiks saraf , dan patologi spinal serius.
1. LBP disertai tanda bahaya / Red flag [usia < 20 atau > 55, keganasan, infeksi, fraktur
vertebra, sindroma cauda equina, penggunaan steroid jangka panjang, dan defisit
neurologis berat]

 Usia < 20 > 55 tahun


 Riwayat trauma berat; deformitas struktural
 Nyeri kontan & progresif
 Kecanduan obat suntik
 Pemakaian steroid dan imunosupresan
 Gangguan sistemik, penurunan berat badan, defisit
neurologis
 Demam, restriksi fleksi lumbal berat (< 5cm)

2. BP disertai sindroma radikuler dimana adanya keikutsertaan saraf radix dorsalis (nyeri
menjalar ke kaki)  akibat penekanan saraf oleh diskus intervertebral
3. LBP non spesifik

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 43


Pemeriksaan dimulai dengan anamnesis, perlu digali mengenai lokasi,penjalaran, sifat,
intensitas nyeri, kapan terjadinya keluhan, keadaan saat awitan, dan lamanya nyeri. Perlu
diketahui juga perjalanan penyakit, faktor yang memperberat dan meringankan, hubungan
dengan posisi dan waktu, aktivitas, serta pekerjaan sehari yang dilakukan. Untuk mempermudah
bisa digunakan P[provocative and palliative factor] – Q [quality of pain] – R[radiation] –
S[severity and systemic symptom] – T[timing]. Pemeriksaan fisik dilakukan dalam posisi
tegak, terlentang dan terlungkup dengan bagian nyeri diperiksa terakhir.
Tegak: posisi jalan, dpt jongkok?, fungsi integritas sendi panggul, mobilitas punggung
Terlentang: cari lesi primer pada nyeri alih atau metastasis, periksa juga sensori dan
motorik
Telungkup: perhatikan tulang belakang, paraspinal, bokong, dan cari lesi primer nyeri.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
Neurofisiologi / tes konduktifitas untuk mencari tinggi lesi
Blok saraf
Foto polos PA dan lateral
MRI untuk mlihat jaringan ikat
Tatalaksana dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Bisa penyebabnya adalah otot, dapat
diberikan relaksan otot seperti Solaxin 200mg. Selain itu dapat diberikan NSAID sebagai anti
nyeri viseral dan antidepresan untuk menekan nyeri neurogenik (gabapentin 300mg 2-3x sehari).
Pengobatan non farmaka diberikan fisioterapi / pijat. Lalu pasien diberikan korset untuk menjaga
postur. Jika dalam 1 – 2 minggu, tidak membaik pasca bedrest, dianjurkan untuk operasi. (NC
jika struktur tulang normal; ortopedi jika tulang hancur / butuh perbaikan posisi).

LESI SARAF PERIFER


VERTIGO
Vertigo adalah gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan,rasa melayang, badan atau sekitar berputar0putar dan berjungkir balik. Ada yg
mengatakan vertigo sebagai halusinasi gerakan dimana pendertita merasakan atau melihat
sekeliling atau dirinya bergerak, padahal tidak.

Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh


Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu : sistem
vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat
keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi
endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe. Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ
otolith dan tiga pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut

44 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


sakulus dan utrikulus yang mengandung sel
rambut. Kanalis semisirkularis adalah saluran
labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang
duktus semisirkularis adalah saluran labirin
selaput berisi endolimfe. Sistem vestibular terdiri
dari labirin, bagian vestibular CN VIII, dan nuklei
vestibularis di bagian otak, dengan koneksi
sentralnya.
Tiga kanalis semisirkularis terletak di
bidang yang berbeda. Kanalis semisirkularis
lateral terletak di bidang horizontal, dan dua
kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus
dengannya dan satu sama lain. Kanalis
semisirkularis posterior sejajar dengan aksis os
petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis
anterior tegak lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak
pada sudut 450 terhadap garis tengah, kanalis semisirkularis anterior
satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior telinga
sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis
terletak di bidang yang sama (bidang horizontal).
Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis
berhubungan dengan utrikulus. Setiap kanalis semisirkularis
melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang
berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-
rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa
gelatinosa yangmemanjang yang disebut kupula, yang tidak
mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut
sensorik krista, yang dengan demikian,
merupakan reseptor kinetik (reseptor
pergerakan).
Reseptor ini menghantarkan implus statik,
yang menunjukkan posisi kepala terhadap
ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga
memberikan pengaruh pada tonus otot. Implus
yang berasal dari reseptor labirin membentuk
bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi
untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular,
leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tetap
terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis
pergerakan kepala.
Stasiun berikutnya untuk transmisi implus
di sistem vestibular adalah nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare
terletak di kanalis auditorius internus;
mengandung sel-sel bipolar yang prosesus
perifernya menerima input dari sel resptor di
organ vestibular, dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini
bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus,
menmbus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut
pontomedularis. Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang
terletak di dasar ventrikel keempat.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 45


Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh :
 Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)
 Nukleus vestibularis lateralis (Deiters)
 Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)
 Nukleus vestibularis inferior (Roller)
Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang sebelum memasuki
masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear vestibularis, tempat mereka membentuk relay
sinaptik dengan neuron kedua.

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
punya kontribusi paling besar. Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau
perubahan gerakan dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut ( hair cells) akan menekuk.
Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium
menerobos masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan
tubuh di otak. Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis
menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan
pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang
pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi
tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.

Klinis
Seperti dikatakan sebelumnya, vertigo adalah gangguan keseimbangan, dimana penyebab
diantaranya adalah stress, gangguan pada telinga dalam, obat, aliran darah, dll. Keseimbangan
dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh dari organ
keseimbangan di telinga dan mata.

46 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis
multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau
keduanya.
Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah
ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral dan arteri
basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu organ vestibuler sampai ke nukleus CN VIII
mauapun kelainan sentral dari nukleus hingga ke korteks.
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah , gula darah yang
rendah, atau gangguan metabolic karena pengobatan atau infeksi sistemik.
Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, saraf Sistem vertebrobasiler dan gangguan
perifer) vaskular (otak, batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal jinak iskemik batang otak, vertebrobasiler
(BPPV), penyakit maniere, neuronitis insufisiensi, neoplasma, migren basiler
vestibuler, labirintis, neuroma akustik,
trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi, gangguan
SSP sensibilitas dan fungsi motorik, disartria,
gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga Kadang-kadang Tidak ada
berdenging dan
atau tuli
Nistagmus + -
spontan
Bangkitan mendadak lambat
Pengaruh + -
gerakan kepala
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan nystagmus. Nystagmus
adalah gerakan bola mata yang sifatnya nvolunter, bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu.
Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu.
Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan atau dengan
rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata
posisi netral atau menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.
No. Nystagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer
1 Arah Berubah-ubah Horizontal / horizontal
rotatoar
2 Sifat Unilateral / Bilateral
bilateral
3 Test Posisional
- Latensi Singkat Lebih lama

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 47


- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4 Test dengan rangsang (kursi putar, irigasi Dominasi arah Sering ditemukan
telinga) jarang ditemukan
5 Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV
dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik. Dalam
kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal
dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika
semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau
ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa
nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
Penyebab perifer Vertigo
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.
Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada
telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan
gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli
mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga
dalam . Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan
manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi
dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode.
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik. Ménière’s disease merupakan
akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin
bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume
endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri
telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11

48 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Penyebab Sentral Vertigo
Migraine
Vertigo menjadi gejala yang sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine..
Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan
disarthria) untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.
Verigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik
dengan terapi yang digunakan untuk migraine.
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari suatu vertigo
dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai
beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki factor resiko
cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan gejala visual meliputi
inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal.
Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan kebanyakan
adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang
lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis . Tumor pada fossa
posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak
terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak
akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat
gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.
Durasi episode Kmeungkinan Diagnosis
Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of vestibular
function; late stages of acute vestibular
neuronitis

Detik sampai menit Benign paroxysmal positional vertigo;


perilymphatic fistula

Beberapa menit sampai satu jam Posterior transient ischemic attack;


perilymphatic fistula
Beberapa jam Ménière’s disease; perilymphatic fistula from
trauma or surgery; migraine; acoustic neuroma

Beberapa hari Early acute vestibular neuronitis*; stroke;


migraine; multiple sclerosis

Beberapa minggu Psychogenic


Gejala penyerta Kemungikanan diagnosis
Sensasi penuh di telinga Acoustic neuroma; Ménière’s disease

Nyeri telinga atau mastoid Acoustic neuroma; acute middle ear disease (e.g., otitis
media, herpes zoster oticus)

Kelmahan wajah Acoustic neuroma; herpes zoster oticus

Temuan deficit neurologis fokal Cerebellopontine angle tumor; cerebrovascular disease;


multiple sclerosis (especially findings not explained by
single neurologic lesion)

Sakit kepala Acoustic neuroma; migraine

Tuli Ménière’s disease; perilymphatic fistula; acoustic neuroma;


cholesteatoma; otosclerosis; transient ischemic attack or
stroke involving anterior inferior cerebellar artery; herpes
zoster oticus

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 49


Imbalans Acute vestibular neuronitis (usually moderate);
cerebellopontine angle tumor (usually severe)

Nistagmus Peripheral or central vertigo

Fonofobia,fotofobia Migraine

tinnitus Acute labyrinthitis; acoustic neuroma; Ménière’s disease


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, gait, leher, dan kardiovaskuler. Pemeriksaan
neurologis meliputi pemeriksaan CN mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural, dan
nistagmus. Gait diuji dengan romberg’s sign [sentral: sulit berjalan; perifer msh dapat berjalan],
heel to toe walking test, unterberger’s stepping test, dan past-pointing test yang seluruhnya
menunjukan penyimpangan kearah lesi. Untuk menentukan lokasi lesi sentral atau perifer,
dilakukan ujia Dix-hallpike manoeuver, tes hiperventilasi, dan tes fungsi pendengaran.

50 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda intracranial
Ménière’s disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine angle
Labyrinthitis Benign positional vertigo Vertebrobasilar insufficiency dan
thromboembolism
Labyrinthine trauma Acute vestiblar dysfunction Tumor otak
Misalnya, epyndimoma atau metastasis
pada ventrikel keempat
Acoustic neuroma Medication induced vertigo e.g Migraine
aminoglycosides
Acute cochleo-vestibular Cervical spondylosis Multiple sklerosis
dysfunction
Syphilis (rare) Following flexion-extension injury Aura epileptic attack-terutama temporal
lobe epilepsy
Obat-obatan- misalnya, phenytoin,
barbiturate
Syringobulosa

Terapi umum vertigo dilakukan dengan pemberian medikasi. Karena penyebab vertigo
beragam, sering digunakan obat simptomatik, diantaranya betahistin (antihistamin) [B mesylate
6mg – 12mg 3x po atau B HCl 8 mg 3x sehari], cinnarizine (Ca antagonis) [15 – 30mg 3x po], dan
skopolamin (antikolinergik) [0.3-0.6mg 3-4x sehari]. Terapi speisifik dilakukan pada beberapa
vertigo:
BPPV: jgn gunakan obat, cukup maneuver rotasi kepala untuk memindahkan deposit
kalsium di vestibule
Vestbular neuronitis dan labirynitis: gunakan oabt mensupresi vestibular
Meniere disease: gunakan oabt penuruna tekanan endolimfatik
Iskemik vaskuler (TIA): gunakan obat antikoagulan mauapun antiplatelet

POLINEUROPATI
Sistem saraf perifer terdiri atas bermacam-macam tipe sel dan elemen yang membentuk
saraf motor, sensor, dan autonom. Polineuropati adalah sindroma yang terjadi dari lesi yang
mengenai saraf dimana manifestasinya berupa kelemahan, gangguan sensor, dan disfungsi
autonom. Gambaran klinis polineuropati adalah distribusinya simetris dan progresif lambat.
Umumnya, polineuropati bermula dari kaki dan simetris kedua sisi tubuh.
1. Polineuropati Herediter 3. Polineuropati karena penyakit
 Hereditary motor and sensory infeksi
neuropathies  Leprosy
 Neuropathy with tendency to  Mumps
pressure palsy  Typhus
 Prophyria  HIV infection
 Primary amyloidosis 4. Polineuropati karena penyakit arteri
2. Polineuropati karena kelainan  Polyarteritis nodosa
metabolik  Atherosclerosis
 Diabetic neuropathy 5. Polineuropati karena kurang gizi
 Uremia 6. Polineuropati karena malabsorbsi
 Cirrhosis vitamin B12
 Gout 7. Polineuropati karena disproteinemia
 Hypothyroidism atau paraproteinemia
8. Polineuropati karena zat-zat toksik
eksogen

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 51


Berbagai macam etiologi dan kondisi dapat menyebabkan polineuropati.

52 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Berdasarkna onsetnya, polineuropati dapat dibagi menjadi akut, subakut, dan kronis.
Type Penyebab Gangguan fungsi Patologi
Acute (hari – 4 Peradangan Umumnya motor, Demielinasi dengan
minggu) GBS distal/proksimal peradangan perivaskuler
Bisa ada gangguan autonom limfositik
Difteria Mixed motor - sensor Demielinasi tanpa
peradangan
porfiria Motor (bisa dari tangan) Axonal
Gangguan autonom
Lesi sensori minimal
Sub akut Akibat obat Biasanya gangguan ringan Axonal degeneration
(hitungan pada sensori dan motorik
minggu) Toksin dan lingkungan Gangguan sensori dan motorik, Axonal degeneration
keparahan bergantung pada
dosis Kecuali timbal disertai
Pada keracunan timbal, dengan segmental
gangguanutama pada motor demielinasi
tangan
Nutrisi (defisiensi vitamin Gangguan sensoru dengan Aksonal degeneration
B dan alkohol neuropati) sensasi terbakar atau nyeri lain. dengan segmental
Gangguan autonom bisa ada demielinasi
Kronik (bulan Keganasan Gangguan sensori dan motorik Aksonal degeneration
– tahun) paraproteinemia Gangguan sensori dan motorik Aksonal atau demielinasi
degeneratif

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 53


Gejala dari polineuropati meliputi nyeri didaerah distal, parastesi, kelemahan, dan
gangguan fungsi sensoris. Nyeri mungkin bisa tiba-tiba saja timbul atau mungkin dicetus oleh
stimulasi pada daerah kulit dan nyerinya tajam atau terbakar. Parastesi biasanya digambarkan
dengan rasa tebal, gringgingen, terbakar, atau kesemutan. Hilangnya persepsi rasa nyeri
mengakibatkan trauma berulang dengan degenerasi dari sendi-sendi.
Kelemahan dirasakan paling hebat pada otot-otot kaki pada kebanyakan polineuropati,
memungkinkan juga paralisa dari otot-otot intrinsik pada kaki dan tangan yang mengakibatkan
footdrop atau wristdrop. Refleks tendon biasanya hilang, terutama pada neuropati demyelinisasi.
Pada kasus polineuropati yang berat, pasien bisa quadriplegi atau mengalami kelumpuhan pada
ke semua alat gerak dan mengalami respirator-dependent. Saraf-saraf kranialis juga bisa terkena,
biasanya pada SGB dan difteri. Kemampuan sensor kutan hilang pada distribusi kasus stocking-
and-glove. Segala macam mode sensor perasa tersebut akan bermasalah.

Kerusakan pada sistem saraf-saraf autonom dapat menyebabkan miosis (mengecilnya


pupil), anhidrosis (tidak bisa berkeringat), hipotensi ortostatik, impotensi, dan keabnormalan
vasomotor. Gejala-gejala tersebut dapat muncul tanpa gejala lain yang sering menyertai
polineuropati, tapi gangguan pada sistem autonom tersebut sering menyertai polineuropati distal
yang simetris.
Saraf-saraf kutan superfisial bisa menjadi tebal dan terlihat karena kolagen berproliferasi
dan dideposisi pada sel schwann karena pengulangan episode demyelinisasi dan remyelinisasi
atau deposisi dari amyloid atau polisakarida pada saraf-saraf tersebut. Fasikulasi atau kontraksi
spontan dari unit motor dapat terlihat berkejut-kejut dibawah kulit dan bisa juga terlihat di lidah
pasien. Gejala tersebut merupakan karakteristik dari penyakit yang menyerang cornu anterior
tapi juga bisa terlihat pada neuropati motoric dengan multifokal blok pada konduksi motoricnya
dan juga pada neuropati kronis yang menyertai kerusakan dari axon.

54 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Perbandingan penyakit:
Median neuropati (CTS) Radial neuropati Ulnar neuropati
[C5 – T1] [C5-T1] [C7-T1]
Patofisiologi Terjepitnya saraf median pada Kompresi saraf radial pada Kompresi pada ulnar
pergelangan tangan, menyebabkan spiral groove di humerus grove di siku maupun
gangguan sensori dari jempol hingga pergelangan tangan
setengah jari manis
Menyebabkan gangguan motor pada otot
intrinsik tangan
Manifestasi Gangguan sensori dan nyeri pada Wrist drop Kesemutan dan nyeri di
telapak tangan Nyeri dan kesemutan pada daerah persarafan
Rasa lemah pada tangan daerah persarafan Sulit untuk abduksi jari
Rasa lemah pada
pergelangan dan jari
ekstensor
Reflek trisep bisa menurun
DD Cervical radikulopati (gejala di tangan Stroke (gangguan pada CTS
lbh luas) otot lain juga) C8 radikulopati
Ulnar neuropati (beda jari) Brachial plexopathy Brachial plexopati
(lemah pada radial, defisit
pada median dan ulnar)
Terapi Splints Cari faktor predisposisi Spint pergelangan
NSAID Terapi okupasi pembedahan
Injeksi steroid
Operasi

Peroneal neuropati [L4-S2] Sciatic neuropati [L4-S3]


Patofisiologi Kompresi saraf peroneal pada fibular neck Kerusakan pada saraf sciatik , biasanya akibat
Biasanya akibat tirah baring lama trauma.
Manifestasi Foot drop Nyeri di 1 kaki, disertai gangguan sensori,
Tidak ada kelainan reflek hilangnya sensasi
Penurunan sensasi di telapak kaki Lemah sesuai dermatom
Penurunan reflek tumit, reflek lutut normal
DD L5 radikulopati (LBP dengan nyeri menjalar Lumbosacral radiculopati (LBP dan nyeri
ke bawah) menjalar)
Sciatic neuropati Lumbosacral plexopati
Critical illness polineuropati (CIP) Peroneal neuropati (tidak ada gangguan tibial)
Terapi Foot spint Obat nyeri
Fisioterapi Fisioterapi
Surgical decompression

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 55


56 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf
BELLS’S PALSY
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya (idiopatik fascial paralysis). Penyebab kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang
belum diketahui secara pasti. Umumnya dapat dikelompokkan sbb :
o Kongenital.  Proses intrakranial (tumor, radang,
 Anomali kongenital (sindroma perdarahan dll.)
Moebius)  Proses di leher yang menekan
 Trauma lahir (fraktur tengkorak, daerah prosesus stilomastoideus)
perdarahan intrakranial,dll.)  Infeksi tempat lain (otitis media,
o Didapat herpes zoster dll.)
 Trauma  Sindroma paralisis n. fasialis
 Penyakit tulang tengkorak familial
(osteomielitis)
Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain : sesudah bepergian jauh
dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi,
diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (N.III),
otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut
saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan
glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Mekanisme terjadinya BP:
Teori iskemik vaskuler menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan otonomik dengan
respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme pada arteriol dan statis
pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan
terjadinya oedem. Hgasilnya adalah paralisis flaksid perifer dari semua otot yang
melayani ekspresi wajah.
Teori infeksi virus menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan
pada kasus saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri, penyakit limfe, infeksi
HIV, dan lainnya.
Teori kombinasi, menyatakan bahwa kemungkinan Bell’s palsy disebabkan oleh suatu
infeksi atau reaktivitas virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi imunologis sekunder
atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan saraf
perifer ipsilateral
Penyakit ini seringkali menimbulkan gejala-gejala klinis yang beragam akan tetapi gejala-
gejala yang sering terjadi yaitu wajah yang tidak simetris, kelopak mata tidak bisa menutup
dengan sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu
bagian wajah. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai dengan adanya hiperakusis
(sensasi pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan
perasaan melayang. Hal tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam
dua hari. Keluhan yang terjadi diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang
seringkali dianggap sebagai infeksi. Selain itu juga terjadi kelemahan atau paralisis
otot, Kerutan dahi menghilang, Tampak seperti orang letih, Hidung terasa kaku terus -
menerus, sulit berbicara, sulit makan dan minum, sensitive terhadap suara
(hiperakusis), salivasi yang berlebih atau berkurang, pembengkakan wajah, berkurang
atau hilangnya rasa kecap, air liur sering keluar, air mata berkurang, alis mata jatuh,

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 57


kelopak mata bawah jatuh, sensitif terhadap cahaya. Mulut tampak mencong terlebih saat
meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita menutup kelopak
matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas.
Diagnosis dilakukan dari temuan fisik. Pada pemeriksana akan ditemukan kelemahan otot
wajah sesisi dimana pasien tidak dapat mengangkat alis, mengerutkan dahu, menutup mata
maupun tersenyu,/ gejala lain biasanya nyeri retroaurikuler, gangguan rasa kecap, hiperakusi,
penurunan sekresi air mata, rasa baal pada sisi bermasalah. Untuk menilai derajat parese,
digunakan House Brackmann Classification of fascial function:
1. Fungsional normal
2. Angkat alis baik menutup mata komplit, mulu sedikit asimetris
3. Angkat alis sedikit, menutup mata komplet dengan usaha, ulut bergerak sedikit lemah
dengan usaha maksimal
4. Tidak dapat mengangkat alis menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak
asimetris dengan usaha maksimal
5. Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplet dengan usaha, mulut sedikit
bergerak
6. Tidak bergerak sama sekali.
Tatalaksana pasien BP:
1) Istirahat terutama pada keadaan akut
2) Medikamentosa :
Prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus BP yang secara
elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem dan mempercepat
reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis
diturunkan bertahap selama 2 minggu
Metikobalamin B12 3x500 µg/hari
3) Fisioterapi dengan terapi panas superfisial dan dalam, dimulai pada hari ke 4
4) Pembedahan tapi tidak rutin dilakukan.

GANGGUAN PERILAKU DAN MEMORI


EPILEPSI
Berdasarkan ILAE 2014, epilepsi adalah kelainan pada otak dinyatakan dalam: (1) minimal
2 bangkitan tanpa provokasi (unprovoked) yang dipisahkan > 24 jam, (2) satu bangkitan
unprovoked dan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang setelah 2 bangkitan sebelumnya
dalam 10 tahun mendatang, dan (3) diagnosis sindroma epileptikus. Menurut International Bureau
of Epilepsy (IBE), epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya
faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,
psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Bangkitan / seizure adalah
episode dari disfungsi otak temporer akibat aktivitas abnormal listrik. Status epileptikus adalah
kejang yang terjadi > 30 menit atau berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara 2
serangan.
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang
canggih kelompok ini makin kecil
Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya :
post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak
kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
(alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

58 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk
disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE)
1981:
1) Kejang Parsial (fokal)
a) Kejang parsial sederhana (tanpa (1) Kejang parsial sederhana
gangguan kesadaran) berkembang menjadi kejang
i) Dengan gejala motorik umum
ii) Dengan gejala sensorik (2) Kejang parsial kompleks
iii) Dengan gejala otonomik berkembang menjadi kejang
iv) Dengan gejala psikik umum
b) Kejang parsial kompleks (dengan (3) Kejang parsial sederhana
gangguan kesadaran) berkembang menjadi parsial
i) Awalnya parsial sederhana, kompleks, dan berkembang
kemudian diikuti gangguan menjadi kejang umum
kesadaran 2) Kejang umum (konvulsi atau non-
(1) Kejang parsial sederhana, konvulsi)
diikuti gangguan kesadaran a) lena/ absens
(2) Dengan automatisme b) mioklonik
ii) Dengan gangguan kesadaran c) tonik
sejak awal kejang d) atonik
(1) Dengan gangguan kesadaran e) klonik
saja f) tonik-klonik
(2) Dengan automatisme 3) Kejang epileptik yang tidak
c) Kejang umum sekunder/ kejang tergolongkan
parsial yang menjadi umum (tonik-
klonik, tonik atau klonik)
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :
1) Berkaitan dengan letak fokus iv) Juvenile absence epilepsy
a) Idiopatik v) Juvenile myoclonic epilepsy
i) Benign childhood epilepsy with (impulsive petit mal)
centrotemporal spikes vi) Epilepsy with grand mal seizures
ii) Childhood epilepsy with occipital upon awakening
paroxysm vii) Other generalized idiopathic
b) Simptomatik epilepsies
i) Lobus temporalis b) Epilepsi Umum Kriptogenik atau
ii) Lobus frontalis Simtomatik
iii) Lobus parietalis i) West’s syndrome (infantile
iv) Lobus oksipitalis spasms)
2) Epilepsi Umum ii) Lennox gastaut syndrome
a) Idiopatik iii) Epilepsy with myoclonic astatic
i) Benign neonatal familial seizures
convulsions, benign neonatal iv) Epilepsy with myoclonic absences
convulsions c) Simtomatik
ii) Benign myoclonic epilepsy in i) Etiologi non spesifik
infancy ii) Early myoclonic encephalopathy
iii) Childhood absence epilepsy iii) Specific disease states
iv) presenting with seizures

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 59


Mekanisme terjadinya epilepsi merupakan kegagalan proses inhibisi menghambat eksitasi
pada sistem saraf di sinaps.. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
[glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin]
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan
listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam
sinaps) [gamma amino butyric acid (GABA) dan
glisin] yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga
sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan
listrik. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan
listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.
Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada
dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan
mencetuskan depolarisasi membran neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan
patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah
dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu
serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan
berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron
sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-
neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

60 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Manifestasi yang muncul pada kejang dapat berupa:
Kejang parsial simplek
Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
“deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih
tertentu.
Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
Gerakan seperti mencucur atau
mengunyah
Melakukan gerakan yang sama
berulang-ulang atau memainkan
pakaiannya
Melakukan gerakan yang tidak jelas
artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung
Gerakan menendang atau meninju yang
berulang-ulang
Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami
tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan
perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang,
telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas,
menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang
berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol,
pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah
serangan semacam ini.
Diagnosis ditegakan berdasarkan temuan klinis. Anamnesis harus dilakukan secara cermat,
rinci dan menyeluruh. Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan
penggunaan obat-obatan tertentu.
Pola / bentuk serangan Usia saat serangan terjadinya
Lama serangan pertama
Gejala sebelum, selama dan paska Riwayat kehamilan, persalinan dan
serangan perkembangan
Frekueensi serangan Riwayat penyakit, penyebab dan
Faktor pencetus terapi sebelumnya
Ada / tidaknya penyakit lain yang Riwayat penyakit epilepsi dalam
diderita sekarang keluarga
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis perlu untuk melihat adanya tanda-tanda dari gangguan
yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab
terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 61


anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,
perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan EEG. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua
pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis.
Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya
misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang
tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Tatalaksana dapat diberikan farmakologi dengan obat anti epilepsi. Pada kasus kejang
fokal,dapat diberikan carbamazepine atau lamotriine sebagai firstline. Sebagai second line dapat
diberikan levetiracetam atau sodium valproate. Pada kasus kejang umum,dapat diberikan
fenobarbital (luminal), fenitoin, carbamazepine, dan valproat.
Status epileptikus ada 3 fase yaitu fase premonitori (peningkatan aktvitas epilepsi); fase
kompensasi (0-30 detik), dan fase dekompensasi
Perubahan serebral Perubahan sistemik dan Perubahan otonomi
metabolik dan kardiovaskuler
Fase Peningkatan aliran darah, peningkatan Hiperglikemia Hipertensi (awal)
kompensasi metabolisme, kebutuhan energi sesuai Asidosis laktat Peningkatan tekanan
dengan persediaan oksigen dan vena sentral
glukosa Pelepasan katekolamin
Peningkatan konsentrasi laktat secara masif
Peningkatan konsentrasui glukosa Takikardia
Disritmia jantung
Salivasi, hiperpireksi,
dan inkontinensia
Fase Gagal mekanisme autoregulasi Hipoglikemia, Hipoksia sistemik
dekompensasi menyebabkan aluran darah otak hiponatremia, Gagal tekanan darah
bergantung pada tekanan hipo/hiperkalemia Gagal curah jantung
darahsistemik Asidosis metabolik dan sekuncup
Hipoksia, hipoglikemia, gagal asidosis respiratori Gagal respiratori dan
konsentrasi laltat Disfungsi hepar dan renal jantung
Kegagalan status energi Koagulopati konsumtif, hierpireksia
PTIK dan edema serebral DIC kegagalan multiorgan
Rabdomiolisis,
mioglobulinuria,
leukositosis
Tatalaksana medikamentosa status epileptikus:
Stadium I (0-10 menit)
Pada kondisi ini, perbaikan fungsi kardio-respirasi adalah yang paling utama. Harus
dipatikan bahwa jalan napas pasien tidak terganggu. Dapat pula diberikan oksigen. Jika
diperlukan resusitasi dapat dilakukan
Stadium II (1-60 menit)
Pada stadium ini, perlu dilakukan pemeriksaan status neurologis dan tanda vital. Selain itu,
perlu juga dilakukan monitoring terhadap status metabolik, analisa gas darah dan status
hematologi. Pemeriksaan EKG jika memungkinan juga perlu dilakukan. Selanjutnya dilakukan
pemasangan infus dengan NaCl 0,9%. Bila direncakanan akan digunakan 2 macam obat anti
epilepsi, dapat dipakai 2 jalur infus. Darah sebanyak 50-100 cc perlu diambil untuk pemeriksaan
laboratorium (AGD, glukosa, fungsi ginjal dan hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap
hematologi, waktu pembekuan dan kadar AED).

62 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Pemberian OAE emergensi berupa:
Diazepam 0,2 mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/menit IV –> evaluasi kejang 5 menit–>
masih kejang (?) –> ulangi pemberian diazepam.
hipoglikemi: berikan 50 cc glukosa 50%.
alkoholisme: berikan thiamin 250 mg IV
Asidosis –> bikarbonat
Selama penanganan ini, etiologi penyebab kejang harus dipastikan.
Stadium III (0-60/90 menit)
Jika kejang masih saja berlangsung, dapat diberikan:
Fenitoin IV 15-20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit (tekanan darah dan EKG perlu
dimonitor selama pemberian fenitoin). Jika masih kejang, dapat diberikan fenitoin tambahan 5-10
mg/kgbb. Bila kejang berlanjut, berikan phenobarbital 20 mg/kgbb dengan kecepatan
pemberian 50-75 mg/menit (monitor pernapasan saat permberian phenobarbital). Pemberian
phenobarbital dapat diulang 5-10 mg/kgbb. Pada pemberian phenobarbital,
fasilitas intubasi harus tersedia karena resikonya dalam menimbulkan depresi napas. Selanjutnya,
dapat dipertimbangkan apakah diperlukan pemberian vasopressor (dopamin).
Stadium IV (30-90 menit)
Bila selama 30-60 menit kejang tidak dapat diatasi, penderita perlu mendapatkan
perawatan di ICU. Pasien diberi propofol (2mg/kgBB bolus IV) atau midazolam (0,1
mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit) atau tiopentone (100-250 mg bolus
IV pemberian dalam 2o menit dilanjutkan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan hingga 12-24
jam setelah bangkitan klinik atau bangkitan EEG terakhir, lalu lakukan tapering off. Selama
perawatan, perlu dilakukan monitoring bangkitan EEG, tekanan intrakranial serta memulai
pemberian OAE dosis rumatan.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BP:
Crocodile tear phenomenon: keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul
beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari
serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi
lesi di sekitar ganglion genikulatum.
Synkinesis: otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan
bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter)
elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi
yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot
yang salah.
Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme: timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak
secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium
awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila
penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:
 Usia di atas 60 tahun
 Paralisis komplit
 Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh
 Nyeri pada bagian belakang telinga
 Berkurangnya air mata.

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 63


PARKINSON
Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia.
Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen
neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer. Parkinonisme /
sindroma parkinson adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai
macam sebab.
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans: Sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik: Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca
infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat
reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang
berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration): Gejalanya hanya
merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada
Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager,
degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, parkinsonism-amyotrophy
syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus
normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington,
Parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral).
Parkinson disebabkan oleh penurunan kadar dopamine karena rusaknya sel-sel otak,
tepatnya di substansi nigra [kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary)]. Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan
yang tidak disadarinya. akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) yang
disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut
black substance), adalah suatu region kecil
di otak (brain stem) yang terletak sedikit di
atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat control/koordinasi dari seluruh
pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine,
yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh
yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami
degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system
saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan
bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas).
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah
stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti
dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini

64 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan
kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain :
 Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-
oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
 Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel.
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc.
Manifestasi klinis pada parkinson:

Motorik Tremor Gejala khas pada parkinson adalah resting tremor dimana tremor ini
menghilang jika org tersebut tidur atau bekerja.
Tremor terlihat di jari tangan, kaki, kelopak mata, bibir, lidah hingga
kepala.
Rigiditas Jika bagian tubuh yang tremor tadi digerakan pasif orang lain, maka
akan terasa tahana seperti melewati roda gigi sehingga gerakannya
terputus.
Gerakan kaku ini membuat penderita berjalan dengan postur
membungkuk, untuk mempertahankan pusat gravitasi, langkah dibuat
cepat tapi pendek. [marche a petit pas]
Akinesia / Gerakan penderita menjadi serba lambat, sulit mengenakan baju, dll.
bradikinesia Suara menjadi kecil, reflek menelan berkurang dan sering
mengeluarkan air liur.
Gerakan volunter jadi lambat sehingga gerak asosiatif berkurang
Bicara terkesan monoton; tulisan tangan perlahan mengecil
(micrografia)
Non Disfungsi otonom Keringat berlebihan, kulit berminyak, pengeluaran urin meningkat,
motorik gangguan seksual dan perilaku
Gangguan suasana
hari, mudah depresi
Gangguan kognitif Menganggapi lambat
Gangguan tidur Sulit tidur / insomnia
Gangguan sensasi Kepekaan kontras visual lemah
Kurangnya indra pembau
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik :
tremor, rigiditas, bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
dan ketidakstabilan postural.
2. Krieteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik :
tremor saat istirahat atau gangguan refleks postural,
rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau
lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan
sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari
selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson)
terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 65


Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah satu
diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B, lama
gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak
terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas
terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis
yang positif.
Tatalaksana farmakologi
dengan pemberian Levodopa /
Carbidopa, namun efek
sampingnya mual, muntah,
hipotensi postural, dan aritmia.
Selain itu, dapat diberikan
dopamin agonis (Bromokriptin,
Pergolid, Riponirol, dll, namun
efek sampingnya adalah
psikosis dan halusinasi. Bisa
juga diberikan penghambat
COMT seperti Entacapone,
Tolcapone yang menghambat
degradasi dopamin oleh enzim
COMT.
Tatalaksana nonfarmaka dengan terapi ablasi otak (thalamotomy dan pallidotomy) dengan
indikasi fluktuasi motorik berat yang terus menerus dan diskinesia yang tidak teratasi. Selain itu
bisa dengan stimulasi deep brain dan transplantasi. Yang terpenting adalah rehabilitasi untuk
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit dan mengatasi masalah abnormalitas gerak,
kecenderungan postur yang salah, gejala atonom, dan gangguan ADL. Latihan yang disarankan
adalah latihan okupasi dan latihan jalan.

DEMENSIA
Demensia adalah sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia
umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian,
konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Bedasarkan DSM-IV, demensia dicirikan oleh
adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan memori) yang secara langsung
disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan tertentu (obat, narkotika,
toksin), atau berbagai faktor etiologi.
Beberapa faktor risiko demensia adalah:
1) Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis(Asia, Africo-
American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2) Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen dan gambaran EKG yang abnomal.

66 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


3) Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis,
konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang
berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4) Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark.
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular
sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan
dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human
Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.
A. Demensia Degeneratif
1. Demensia tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui penyebabnya.
Neuropatologi
o Observasi makroskopis neuro-anatomik  atrofi difus dengan pendataran sulkus
kortikal dan pembesaran ventrikel serebral.
o Mikroskopis klasik dan patognomonik  bercak- bercak senilis, kekusutan
neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 % di korteks),
degenerasi granulovaskular pada neuron.
o Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal (protein
berfosforilasi).
o Plak senilis (plak amiloid)  indikatif untuk penyakit Alzheimer.
Kelainan neurotransmiter.
o Degenerasi spesifik pada neuron kolinergik di nukleus basalis Meynerti.
o Penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak.
o Penurunan somatostatin dan kortikotropin
Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan
neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada
beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua
neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida
neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit
Alzheimer.
2. Penyakit Pick (Demensia Frontotemporal)
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer, penyakit
Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga
mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa
elemen sitoskeletal. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang
mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut. Gambaran sindroma Kluver-
Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering
pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer.
3. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan
motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia
kortikal. Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan
kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh
pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia
menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah
tingginya insidensi depresi dan psikosis.
4. Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis
yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 67


dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai
gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan
penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang
terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).

B. Kelainan Vaskular (demensia vaskuler)


Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut sebagai
demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga
yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada
mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang
mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang
luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan
pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau pembesaran kamar jantung.

C. Infeksi
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia
dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan
angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma
immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi.
Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya
kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
D. Tumor
E. Trauma kepala
F. Kelainan Metabolik
 Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
 Endokrinopati (hipotiroidisme)
 Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)

G. Penyakit demielinisasi
 Sklerosis multipel
H. Kelainan Psikiatri
 Pseudodemensia pada depresi
 Penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut
I. Obat-obatan dan toksin
Anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat);
anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll
(mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).

Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia subkortikal.
Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang reversibel dan
irreversibel
Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah
Aktivitas Normal Lamban
Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia

68 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum suara lemah
Berbahasa Abnormal, parafasia, anomia Normal
Kognisi Abnormal (tidak mampu Tak terpelihara (dilapidated)
memanipulasi pengetahuan)
Memori Abnormal (gangguan belajar) Pelupa (gangguan retrieval)
Kemampuan visuo- Abnormal (gangguan konstruksi) Tidak cekatan (gangguan gerakan)
spasial
Keadaan emosi Abnormal (tak memperdulikan, tak Abnormal (kurang dorongan drive)
menyadari)
Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear Palsy, Parkinson,
Penyakit Wilson, Huntington.
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk
gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini: afasia,
apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian
rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja,
berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus
menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
A. Gangguan Fungsi luhur
1. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan hal-
hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia mengalami
kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa
bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing
terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat
sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan
terhadap namanya sendiri.
2. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak
menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa lisan
dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)
atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik, fungsi
sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam
menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah dikenali
(melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan
pakaian, menggambar.
5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya
baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri
yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 69


mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.

B. Gangguan fungsi eksekutif


Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini mempunyai
kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang berhubungan dengan
lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan,
mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan dalam menguasai tugas/ide
baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.

C. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu
bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan
tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien
demensia yang mempunyai waham paranoid, perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin
mudah marah dan meledak-ledak.

D. Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan adalah
gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan
depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia.
Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi
yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering,
dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda
neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada
kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan
demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis
nondominan. Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan
palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan
pada lima sampai sepuluh persen pasien.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
1. ANAMNESIS
a. Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga perlu
diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis), ganguan endokrin
(hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan merokok, penyakit jantung, penyakit
kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan aterosklerosis.
b. Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis,
infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus. Riwayat gangguan kognitif merupakan
bagian terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek
dan jangka panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun gangguan
komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan dan
pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan visuospasial.
c. Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini
perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama tipe
paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham,

70 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf


halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian
tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan disinhibisi.
d. Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,
alkoholisme dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis antidepresan dan
narkotika.
e. Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom down dan
retardasi mental.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. MMSE, Clock drawing test (CDT), ADL
dan Instrumental ADL (Menentukan
seberapa terganggunya fungsi kognitif)
b. Skala iskemik Hachinsky (untuk sebagai
pembanding diagnosis antara demensia
alzheimer / vaskular)
Perbaikan yang terus menerus dalam
teknik pencitraan otak, khususnya MRI, telah
membuat perbedaan antara demensia, terutama
demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular
agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada
beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang
sedang giat dilakukan adalah menggunakan
tomografi komputer emisi foton tunggal (single
photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam
berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu
dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.
1. Demensia vaskular: Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe
Alzheimer dengan pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama
satu periode waktu. Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak
ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia
vaskular dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar
untuk penyakit serebrovaskular.
2. Delirium: Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium
juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan
perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan
gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama
beberapa bulan lebih mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat
menutupi dejala demensia. Dalam keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium
atau demensia, maka dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan
mengamati penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang
sebenarnya.
3. Depresi: Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir
dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-
kadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan
neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala
gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan
melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga,
serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama

© Steven Soerijadji | Ilmu Kedokeran Saraf 71


dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-
sama.
4. Skizofrenia: ada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia
muncul pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala yang khas tanpa
disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih berat
daripada gangguan kognitif pada demensia.
Tatalaksana pada pasien demensia dapat berupa
A. Non Medika Mentosa
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan
kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik
diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik
termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris.
B. Medika Mentosa
a. Cholinergic-enhancing agents  Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak
dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang
lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan
keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia
alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga
disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan
noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati
karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
b. Choline dan lecithin  Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia
Alzheimer danhipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti
untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, choline dan
lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak
memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan terutama dalam
fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis
yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan
serebrospinal naik sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH  Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu
memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang
berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik,
pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya
berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral
dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat
ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.
Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium
channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk
mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk
mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.
Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi
mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan
THE BRAIN IS THE MOST OUTSTANDING
demikian sangat dianjurkan sebagai terapi
ORGAN. IT WORKS FOR 24 HOURS, 365
alternatif untuk lansia terutama yang mengidap
hipertensi esensial. DAYS, RIGHT FROM YOUR BIRTH UNTIL YOU
FALL IN LOVE
72 © Steven Soerijadji | Ilmu Kedokteran Saraf -Anonymous 2016-

Anda mungkin juga menyukai