Anda di halaman 1dari 97

GASTROENTEROHEPATOLOGI

DIARE AKUT
Diare merupakan perubahan konsistensi feses menjadi lebih lunak atau encer dengan
peningkatan intensitas defekasi melebihi batas normal (3x/24jam). Berdasarkan lamanya
keluhan, diare dapat dikelompokan menjadi diare akut (< 2 minggu); diare persisten (2 4
minggu); dan diare kronis (> 4 minggu). Diare dapat disebabkan baik oleh infeksi maupun non
infeksi.
Infeksi Non infeksi
Bakteri E. coli, shigella, salmonella, vibrio, Alergi protein susu
Campylobacter, dll Intoleransi karbohidrat
Virus Rotavirus, Norwalk virus, adenovirus Malabsorpsi
Parasit E. histolytica, G. lamblia, Keracunan makanan, zat kimia beracun
Cryptosporidium parvum Toksin mikroorganisme: Clostridium perfingens, S. aureus

Salah satu efek dari diare adalah gangguan elektrolit akibat feses cair yang keluar
mengandung sejumlah elektrolit seperti sodium, klorida, dan bikarbonat sehingga muncul
manifestasi seperti dehidrasi, asidosis, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pada saat
menerima pasien anak dengan diare akut, perlu ditanyakan riwayat pemberian makan anak.
Anamnesis dilakukan untuk menilai diare terlebih dahulu [frekuensi, lama diare (hari), adanya
darah / lendir, disertai muntah / tidak]. Tanyakan juga gejala lain seperti panas badan, batuk
pilek, serta tindakan pertolongan yang telah dilakukan. Pada pemeriksaan fisik, pertama pastikan
tanda-tanda dehidrasi pada anak [anak rewel, penurunan kesadaran, mata cukung, turgor turun,
tes minum], periksa juga tanda-tanda gizi buruk, dan perut kembung.
Diagnosa Kondisi
Diare cair akut Diare akut tidak disertai darah
Kolera Diare air cucian beras yang sering, banyak, dan cepet menimbulkan dehidrasi
Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera
Diare dengan hasil kultur tinja (+) v. Cholerar
Disentri Diare berdarah
Diare dengan gizi buruk Diare jenis apapun disertai dengan tanda hizi buruh.
Invaginasi Dominan darah dan lendir dalam feses
Massa intra abdominal liar
Tanginsa keras dan kepucatan
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan feses rutin, pemeriksaan
darah rutin, elektolit, dan analisis gas darah. Berdasarkan mekanismenya, diare dapat dibagi
menjadi 3 macam yaitu diare sekretorik, invasif, dan osmotik.

2 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Sekretorik Invasif Osmotik
Diare akibat aktivasi enzim adenil Diare akibat invasi mikroorganisme ke Diare akibat tekanan osmtk yang
siklase yang mengubah ATP menjadi mukosa usus seingga terjadi tinggi di lumen usus sehingga menarik
cAMP. Akumulasi cAMP ini didalam kerusakan mukosa. Ada 2 jenis yaitu cairan dari intraseluler ke lumen,
sel menyebabkan sekresi aktif air dan disentriform dan non disentriform menyebabkan watery diarrhea.
elektrolit (Cl, Na, K, dan HCO3) ke
lumen usus kecil.
Paling sering disebabkan oleh toksik Disentriform: Shigella, Paling sering akibat malabsorpsi
Vibrio cholera, Enterotoxigenic, E Samonella, dan karbohidrat
coli, (ETEC), shigella, Salmonella, dan EIEC
Campylobacter. Non-disentriform: Rotavirus

Tatalaksana pasien dengan diare akut dilakukan secara komprehensif mulai dari
penangnana etiologi, penangnana, gejala, hingga penangnanan komplikasi. tatalaksana terdiri
atas:
Rehidrasi cairan oral maupun iv
Zinc 10 14 hari berturut turut untuk mengembalikan fungsi usus
Bayi < 6 bulan 10 mg/hari anak usia 6 bulan 20mg/hari
Antibiotik selektif

DEHIDRASI
Semua anak dengan diare harus diperiksa apakah menderita dehdrasi serta dilakukan
penilaian derajat dehidrasi.
Derajat Tanda dan gejala Tindakan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda Lakukan rencana terapi C
Letargis / tidak sadar
Mata cekung
Tidak bisa minum atau
malas minum
Turgor di kulit perut
kembali lambat
Dehidrasi ringan Terdapat 2 atau lebih tanda Lakukan rencana terapi B
sedang Rewel dan gelisah Setelah rehidrasi, nasehati ibu untuk penangnanan di
Mata cekung rumah serta waktunya kembali
Minum lahap Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak membalik
Cubitan di kulit perut
kembali lambat
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat gejala yang Lakukan rencana terapi A
cukup Nasihati ibu kapan harus kembali
Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak membaik

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 3


Pada anak diare tanpa dehidrasi, pasien harus
mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah
dehidrasi. Anak diperbolehkan pulang (rawat jalan) namun ibu
pasien harus diajari tentang 4 aturan perawatan di rumah:
1) Beri cairan tambahan sebanyak anak mau
2) Bari tablet zinc
3) Lanjutkan pemberian makanan
4) Nasihati kapan harus kembali
Cairan tambahan diberikan baik dengan oralit maupun dengan
pemberian ASI lebih sering. Untuk pasien < 2 tahun, barikan
50 100ml air setiap anak BAB dan untuk usia 2 tahun, beri
cairan 100 200ml. Bila anak muntah ketika diberikan cairan,
tunggu 10 menit lalu kebali berikan dengan lebih lambat.
Zinc pada bayi dapat dilarutkan di sendok dengan sedikit air / ASI dan pada anak yang lebih
besar, tablet dikunyah dan pastikan pemberian zink minimal 10 hari penuh.
Nasihati juga ibu untuk membawa kembali anaknya jika bertambah parah atau anak tidak bisa
minum, timbul demam, atau ada darah pada tinja. Jika anak tidak menunjukan gejala namun tetap
tidak ada perbaikan, pastikan pasien kembali setelah 5 hari.

Pada anak dengan dehidrasi ringan-sedang, harus diberikan larutan oralit dalam waktu 3
jam pertama saat anak dalam pemantauan dokter kemudian dilanjutkan dengan pemberian di
rumah. Oralit diberkan berdasarkan berat badan maupu usia. Jika anak muntah, tunggu 10 menit
kemudian beri kembali dengan lambat. Jika kelopak mata bengkak, hentikan oralit dan beri
minum air matang / ASI. Setelah 3 jam pertama, nilai kebali status dehidrasi anak, apakah lanjut
dengan terapi A, B, atau C. Jika anak muntah profus, cairan dapat diberikan infus 70ml/kgBB RL,
habis dalam 5 jam (< 12 bulan) atau habis 2,5 jam (hingga usia 5 thn).

4 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Pada anak dengan dehidrasi berat, memerlukan rehidrasi IV secara cepat dengan
pengawasa, kemudian dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Pada
daerah KLB kolera, berikan antibiotik efektif terhadap strain vibrio cholerae seperti tetrasiklin,
doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin, dan kloramfenikol.

Pemantauan dialakukan setiap 15


30 menit hingga denyut nadi
radial anak teraba. Beri tetsan
infus cepat

Jika tanda dehidrasi masih ada,


ulangi pemberian cairan iv

Jika membaik dengan dehidrasi


ringan, hentikan infus dan
berikan cairan oral selama 3 4
jam (terapi B)

Jika tidak terdapat dehidrasi,


ikuti terapi A. Lakukan observasi
selama 6 jam sebelum pasien
pulang untuk memastikan ibu
dapat menangani hidrasi anak

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 5


HEPATITIS A
Infeksi HVA menyebabkan hepatitis akut dan biasanya ringan, walapun fulminant hepatic
failure tetap dapat terjadi. HVA adalah virus RNA dalam golongan picornavirus. HVA hanya
menyebabkan hepatitis akut dan biasanya tidak ditandai dengan kekuningan. Gejala yang
biasanya hanya muncul pada anak dewasa, pada anak dengan gangguan liver, dan anak dengan
gangguan imun. Gejala umum berupa acute febrile illness dengan gangguan nafsu makan, mual
muntah, dan jaundice.
Manifestasi klinis heatitis akut dibagi keadalm 3 stadium yaitu masa praikterik, ikterik, dan
penyembuhan. Pada masa praikterik (4 hr 1 mgg) ditandai dengan malaise, gejala flu,
gangguan nafsu makan, mual muntah, rasa tidak nyaman di daerah perut atas, demam, nyeri
kepala, dan kadang diare. Pada masa ikterik, urin menjadi lebih gelap, feses menjadi pucat,
sklera dan kulit menjadi kuning, anoreksia, lesu, mual
muntah semakin berat, bradikardi, dan hilangnya gejala
prodormal. Fase ikterik ini akan menghilang dalam 4mgg
(fase penyembuhan).
Diagnosis ditegakan dengan pnemuan antibodi
terhadap HAV, biasanya IgM anti-HAV. Pada anamnesis
ditanyaan keluhan pada manifestasi klinis. Pada
pemerikaan fisik biasanya ditemukan kekuningan,
hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang
dapat mendeteksi peningkatan bilirubin direk dan
tranferase serta penanda hepatitis.
Tidak ada terapi khusus pada pasien hepatitis A. Biasanya hanya terapi suportif seperti
rehidrasi, pemberian anti gatal, dan vitamin. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi, khususnya
untuk anak diatas 1 tahun. Diberikan IM 2 dosis dengan jarak 6 12 bulan.

HEMATO-ONCOLOGI
DAN IMUNOLOGI
ANEMIA PADA ANAK
Anema adalah kondisi kurangnya kadar Hb
dalam darah. Untuk mengklasifikasikan anemia,
dilakukan berdasarkan bentukan dan fungsinya. Untuk
mengelompokan anemia berdasarka bentuk dilakukan
dengan menilai ukuran RBC [MCV] dan bentukan
mikroskopiknya sehingga dikelompokan menjadi

6 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


mikrositik, normositik, dan makrositik. Berdasarkan fungsinya, anemia dikelompokan menjadi 2
yaitu kurangnya produksi dan peningkatan destruksi.

ANEMIA DEFISIENSI BESI adalah jenis anemia yang paling sering ditemukan pada anak,
khusunya di daerah yang bermasalah gizi. Pada neonatus, sebagian besar besi terdapat didalam
hemoglobin yang bersirkulasi dan pada saat jumlah Hb ini menurut pada bulan 2 3, besi ini
direcycle dan mampu mencukupi pembentukan darah hingga usia 9 bulan. Untuk memenuhi
kebutuhan selanjutnya, dibutuhkan suplementasi besi dari makanan. Pada bayi, biasanya anemia
terjadi di usia 9 24 bulan sehingga pada usia ini kebutuhan nutrisi bayi perlu diperhatikan lebih.
Selain karena nutrisi, ADB dapat disebabkan oleh kehilangan darah, terutama pada anak usia
lebih dewasa, biasanya akibat perdarahan GI seperti peptic ulcer, meckel diverticulum, polip,
hemangioma, dan IBD. Selain itu, infeksi cacing juga menyebabkan ADB.
Manifestasi klinis yang muncul biasanya tidak terlalu jelas (asimtomatik) dan butuh pemeriksaan
laboratorium pada usia 12 bulan untuk mengetahuinya. Pucat adalah gejala utama anemia dan
hanya muncul jika Hb turun dibawah 7 8 g/dL. Pada anema ringan dan sedang (Hb 6 10mg/dL),
mekanisme kompensasi masih baik sehingga gejala yang muncul hampir tidak ada. Ketika Hb <
5mg/dL, batulah muncul gejala anak menjadi rewel dll. Pada kondisi jangka panjang, ADB
menyebabkan anak mengalami pagofagia yaitu keinginan untuk makan es, pica dan plumbism.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 7


Diagnosa banding ADB adalah anemia lain dengan gambaran mikrositik seperti talasemia dan
hemoglobinopati. Walaupun anemia akibat penyakit kronis biasanya normositer, namun
terkadang dapat mikrositer. Tatalaksanan yang umum dilakukan adalah dengan pemberian
garam besi (ferrous sulfate), dengan dosis 3 6 mg/KgBB dibagi menjadi 3 dosis dengan dosis
maksimum 150 200mg.
ANEMIA MEGALOBLASTIK adalah kelompok anemia disebabkan oleh gangguan sintesis
DNA sehingga RBC biasanya terlihat besar. Pada penderita anemia megaloblastik, tidak hanya
RBC namun biasanya sel prekursor myeloid dan platelet juga terpengaruh sehingga akan terlihat
metamyelosit raksasa dan neutrofil batang di sumsum tulang. Pada anak-anak, megaloblastik ini
disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12 (cobalamin), dimana vitamin ini esensial
pada sintesis DNA.
Defisiensi asam folat ini disebabkan oleh kurangnya asupan folat, gangguan penyerapan folat,
atau gangguan metabolisme asam folat. Kurangnya asupan folat ini paling sering terjadi pada
anak malnutrisi dan diperberat dengan infeksi. Gangguan penyerapan asam folat terjadi pada
anak dengan diare kronis atau diffuse inflammatory disease. Selain itu, gangguan penyerapan
dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti fenitoin, primidone, dan fenobarbital. Gangguan
metabolisme paling sering disebabkan oleh penggunaan obat seperti metotreksat, pirimetamin,
dan trimetoprim. Manifestasi klinis selain anemia, defisiensi asam folat menyebabkan anak
menjadi rewel, dan sulit naik berat badan. Tatalaksana yang dianjurkan adalah pemberian asam
folat secara oral maupun parenteral 0.5 1 mg/hari dan dilanjutkan hingga 3 4 mgg. Setelah
membaik, diberikan multivitamin yang mengandung folat 0,2mg
Defisiensi vitamin B12 defisiensi
cobalamin biasanya
disebabkan karena kurangnya
asupan, gangguan penyerapan
cobalamin-faktor intrinsik di
usus, atau gangguan transport.
Kurangnya asupan vitamin B12
ini pada bayi akibat ibu kurang
mengkonsumsi makan yang
mengandung B12 sehingga
kadarnya dalam ASI pun
berkurang. Kebutuhan dasar
vitamin B12 yaitu berkisar 0.4
2.4 g.
ANEMIA HEMOLITIK
adalah anemia akibat
penghancuran RBC yang terjadi
terlalu dini sehingga dikatakan

8 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


umur RBC menjadi lebih singkat. Sumsum tulang normal akan membentuk RBC setiap 110-120
hari sesuai dengan kemampuan bertahan hidup RBC. Pada hemolisis, jumlah RBC akan berkurang,
eritropoietin betambah dan menstimulasi aktivitas sumsum tulang sehingga jumlah retikulosit
bertambah. Ketika anemia menjadi semakin parah, konsentrasi eritropoietin akan meningkat dan
retikulosit akan bertambah, biasanya terjadi pada kondisi talasemia. Anemia hemolitik dapat
diklasifikasin menjadi seluler, gangguan faktor intrinsik [membran, enzim, atau hemoglobin], dan
faktor ekstrinsik [antibodi, faktor mekanis, dan faktor plasma].

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 9


THALASSEMIA
Thalassemia adalah kelompok kelainan genetik yang ditandai dengan defisiensi
pembentukan rantai globin spesifik Hb dimana terjadi ketidakseimbangan antara -globin dan -
globin. Secara umum, thalassemia dikelompokan menjadi thalassemia mayor, minor, dan
intermediet sedangkan berdasarkan gambaran genetiknya menjadi thalassemia , , , dan, .
Normalnya, pembentukan rantai dikontrol oleh 2 gen sedangkan pembentukan rantai
dilakukan oleh 4 gen. Pada saat terjadi kegagalan produksi rantai, inilah yang disebut
thalassemia. Ketika produksi rantai berkurang, baik akibat heterozigot 0 (minor) atau
homozigot 0 (mayor), inilah yang disebut -thalassemia.
Pada kasus -thalassemia, produksi rantai sangat menurun (heterozgot) atau bahkan
hampir tidak ada (homozigot / cooley anemia). Menurunnya produksi rantai ini menyebabkan
kandungan hemoglobin dalam RBC berkurang dan terjadi akumulasi rantai bebas. Rantai ini
sangat tidak stabil dan mudah mengenda didalam sel dan akhirnya eritroblas ini akan
dihancurkan oleh sel mononuklear, didalam sumsum tulang atau jika sudah matang dihancurkan
di limpa [hemolitik anemia].
Thalassemia memiliki 4 bentuk yaitu carrier (hanya 1), minor (2 gen), penyakit
hemoglobin H (3 gen), dan mayor (defek pada 4 gen).

10 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Manifestasi klinis -thalassemia minor menyebabkan
anemia hipokrom mikrositer ringan sedang, splenomegali,
dan perubahan warna kulit menjadi gelap serta hiperplasia
sumsum tulang. Pasien dengan mayor biasanya terlihat
lebih berat. Anemianya berat dan menyebabkan kelainan
kardiovaskuler seperti dekopensasi jantung dan
membutuhakn tranfusi darah seumur hidup. Namun tranfusi darah terus menerus menyebabkan
hemochromatosis dan hemosiderosis. Hepatomegali disebabkan oleh hemosiderosis sedangkan
pembesaran limpa akibat hematopoiesis extramedullari serta peningkatan destruksi RBC.
Hiperplasia sumsum tulang menyebabkan deformitas tulang wajah (hidung dan rahang).
Manifestasi klinis -thalassemia, khususnya tipe mayor menyebabkan hydrops fetalis dan
gagal jantung kongestif. Munculnya edema dan ascites menyebabkan pembesaran liver dan
limpa. Diagnosis biasanya ditegakan dengan pemeriksaan postmortem.

Tatalaksana yang dianjurkan saat ini adalah pemberian tranfusi darah untuk
mengembalikan hemoglobin dan hematokrit ke normal. Selain itu dapat dilakukan iron chelation
therapy dikombinasikan dengan hipertranfusi (tranfusi Ht 35ml/dL). Terapi terakhir adalah
dengan transplantasi sumsum tulang.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 11


PROSEDUR TRANFUSI DARAH PADA ANAK
Secara umum, prosedur tranfusi darah pada neonatus dan anak memiliki kemiripan dengan
dewasa, dengan sedikit perbedaan dalam kondisi tertentu. Perlu diketahui kadar normal
hemoglobin darah pada neonatus dan anak untuk melakukan tindakan tranfusi khususnya hingga
usia 12 tahun (> 12 thn kadarnya sama dengan dewasa).
Umur Konsentrasi hemoglobin (gr/dL)
Preterm Term
1.0 1.5 kg 1.5 2 kg
2 mgg 16.3 14.8 16.5
1 bln 10.9 11.5 14.0
2 bln 8.8 9.4 11.5
3 bln 9.8 10.2 11.5
Umur Gender Konsentrasi hemoglobin (gr/dL)
0.5 2 thn 12.0
2 6 thn 12.5
6 12 thn 13.5
12 18 thn Perempuan 14.0
Laki-laki 14.5
> 18 thn Perempuan 14.0
Laki-laki 15.5
Seluruh neonatus yang akan mendapatkan tranfusi harus dilakukan tes pre-tranfusi yaitu
pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh(D) serta pemeriksaan antibodi.
Tranfusi darah pada neonatus dilakukan dengan indikasi seperti volume darah yang kecil,
anemia fisiologis pada bayi, penurunan produksi eritropoietin endogenus, dan ketidak mampuan
bayi dalam mentoleransi stres fisiologis. Secara umum, bayi harus mendapatkan tranfusi bila:
1) Terjadi perdarahan akut > 10% volume darah
2) Hemoglobin < 8gr/dL, dengan gejala anemia
3) Hemoglobin < 12 gr/dL dengan penyakit jantung kongenital atau hyaline membrane
disease

Dosisnya bergantung kepada volume toleransi setiap bayi namun berkisar 10 20ml/kgBB.
Diperkirakan tranfusi 15ml/kg RBC dapat meningkatkan Hb hingga 2gr/dL
Sedangkan pada pediatrik, tranfusi diberikan jika:
1) Terjadi perdarahan akut > 15% total volume darah
2) Hemoglobin < 7g/dL dengan gejala anemia
3) Hb < 13gr/dL dengan extracorporeal membrane oxygenation
4) Kondisi spesial seperti thalassemia mayor, Diamond Blackfan syndrome, dll
Dosis pemberian pada anak sekitar 10 15ml/kgBB anak.

12 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


ANAFILAKSIS
Anafilaksis adalah kondisi alergi sesius dengan
onset cepat dan dapat menyebabkan kematian.
Anafilaksis terjadi ketika terjadi pengeluaran mediator
aktif dari sel mast secara tiba-tiba, menyebabkan masalah
pada kulit (urtikaria, angioedema, dan flushing),
pernafasan (bronchospasm, edema laring),
kardiovaskuler (hipotensi, myocardial ischemic), dan
pencernaan (mual, nyeri perut, muntah, dan diare).
Penyebab utama anafilaksis adalah obat-obatan dan
alat medis seperti latex. Khusunya pada anak-anak,
anafilasksis dapat terjadi diinisiasi oleh makanan. Diyakini
bahwa anafilaksis terjadi akibat aktivasi sel mast dan
basofil akibat paparan alergen yang telah dikenali oleh
IgE. Pada anak-anak, alergen ini biasanya tidak diketahui pada paparan pertama sehingga sulit
diidentifikasi.
Manifestasi klinis yang muncul beragam, bergantung pada penyebabnya. Alergen yang
dimakan (obat dan makanan), biasanya onsetnya lambat (2 jam) dibandingkan yang disuntik
(obat dan gigitan serangga) serta lebih menimbulkan gejala pencernaan. Gejala awal biasanya
gatal di sekitar mulut, lemah, urtikaria, serak, dll. Pada pemeriksaan lab, akan terlihat
peningkatan jumlah IgE.

Terapi anafilaksis harus dilakukan sesegera mungkin karena bersifat emergency dengan
intramuskular / intravenous epinephrine, IM/ IV H1 dan H2 antihistamin antagonis, oksigen, IV
fluid, dan kortikosteroid. Epinefrin diberikan IM pada paha lateral 0.01mg/kgBB maksimal 0.5mg
dengan pengenceran 1:1000. Untuk anak 12 thn, direkomendasikan dosis maksimal.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 13


SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS
SLE adalah penyakit autoimun kronis yang
ditandai dengan peradangan multisistem dan
ditemukan autoantibodi yang bersirkulasi dan
mereaksi terhadap self antigen. Diperkirakan
penyebab SLE adalah abnormalitas gen spesifik,
termasuk defisiensi kongenital gen C1q, C2, dan C4.
Selain itu, paparan lingkungan berpengaruh
menyebabkan SLE seperti infeksi virus (EBV),
paparan UV, dan obat-obatan.
Manifestasi klinisnya beragam dan umumnya
yang dikeluhkan pasien adalah demam, fatigue,
kelainan hematologi, arthralgia, dan peradangan
sendi. SLE ginjal biasanya asimptomatis sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lanjut seperti
pemeriksaan urin.

Diagnosis SLE ditegakan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium. Ditemukan 4 dari
11 gejala sesuai ACR 1997 menegakan diagnosis SLE, atau berdasarkan SLICC minimal 4 gejala
yang terdiri minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria imunologis.

Berdasarkan manifestasi, SLE dikelompokan menjadi 3 yaitu derajar ringan (tidak ada gejala
klinis yang mengancam nyawa dimana fungsi sistem organ dalam normal C/ SLE artritis); derajat
sedang (ditemukan lupus nefritis, trombositopenia, dan serositis mayor; dan derajat berat /
mengancam nyawa.

14 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Terapi SLE bergantung kepada
manifestasi yang timbul dan tolerability
terhadap pengaobatan. Disarankan pasien
untuk mengindari paparan sinar matahari
langsung dan sumber UV lain. Pemberian
hidrokiklorokuin 5-7mg/kgBB//hari max
400mg/hari direkomendasikan untuk
setiap penderita SLE. Dosis kortikosteroid
pada anak adalah metilprednisolon IV
30mg/kgBB/hari untuk 3 hari atau oral 1-
2mg/kgBB/hari. Pemberian metotraksat

JUVENILE IDIOPATHIC ARTHRITIS


Juvenile idiopathic arthritis (dulunya
juvenile rheumatoid arthritis) merupakan
penyakir rematik yang umum pada anak-
anak yang bersifat kronik. Etiologi JIA
belum ketahui namun ada 2 komponen
yang ditemukan berpengaruh yaitu
immunigenetic susceptibility dan faktor
eksternal.
JIA merupakan penyakit autoimun
yang berkaitan dengan perubahan sistem
imun seluler dan humoral. Limfosit T memiliki peran utama, melepaskan sitokin proinflamatori
seperti TNF-, IL-6, dan IL-1. Perubahan imunologis ini menyebabkan peradangan pada sinovial (synovitis)
ditandai dengan hypertrofi dan hiperplasia dengan hiperemis dan edema jaringan sinovium. Hiperplasia
endotel vaskuler ditandai dengan infiltrasi sel mononuklear dan sel plasma yang didominasi oleh sel T.
progresif penyakit yang menahun menyebabkan pembentukan pannus dan erosi progreif kartilago dan tulang.
JIA ditandai dengan disregulasi sistem imun inate (kurangnya autoreaktif sel T dan autoantibodi) sehingga
disebut autoinflammatory disorder.
Manifestasi yang pasti muncul adalah peradangan sendi (arthritis), ditandai dengan
pembengkakan intraarticular atau adanya minimal 2 tanda lain seperti berkurangnya ROM, nyeri
saat digunakan, dan terasa hangat. Artritis pada persendia besar seperti luut akan menyebabkan
pertumbuhan linear menjad lebih cepat dan kaki akan terlihat lebih panjang dibandingkan yang
normal. Peradangan lanjut menyebabkan penutupan lempeng pertumbuhan menjadi lebih cepat
sehingga pada akhirnya malah menjadi lebih pendek dibandingkan normalnya.
a) Oligoartrtis adalah keterlibatan 4 sendi dalam 6 bulan pertama penyakit dan biasanya
melibatkan 1 sendi besar. Dominannya menyerang sendi besar di daerah kaki seperti
lutut dan pergelangan kaki. Jika selama progres penyakit jumlah sendi tetap 4 maka
dsebut persisten oligoartritis, sedangkan jika bertambah disebut extended oligoartritis
JIA.
b) Poliartritis adalah peradangan 5 sendi.
c) Sistemik JIA ditandai dengan adanya artritis, demam, ruam, dan keterlibatan organ viseral
seperti hepatosplenomegali, limfadenopati, dan serositis (pericarditis). Demam tiba-tiba
hingga 29oC biasanya muncul hingga 2x sehari. Tanda khas lain sJIA adalah salmon
colored lesion yang muncul di daerah batang tubuh dan ekstrimitas proksimal.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 15


16 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak
Tujuan terapi adalah untuk meremisi penyakt, menjegah atau menahan kerusakan sendi dan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara normal. Anak dengan oligoartritis biasanya
menunjukan respon parsial terhadap NSAID sehingga peradangan tetap berlangsung dan nyeri. NSAID yang
dapat direkomendasikan adalah Ibuprofen (40mg/KgBB), Tolmetin (30mg/KgBB), Indometasin (3mg/kgBB),
Meloksikam (0.125-0.25mg/KgBB). Untuk disease modifying antirheumatic drug dapat diberikan Metotreksat
(10 15mg/m2/mgg selama 6 bulan dibarengi asam folat) atau azotioprin (0.5 2.5mg/kgBB selama 4 bln)

KARDIOLOGI
DEMAM REMATIK AKUT
Demam rematik adalah penyakit peradangan yang disebabkan sebagai kompikasi infeksi
saluran napas (faring) yang berulang dan tidak ditangani. Infeksi ini diketahui disebabkan oleh
Group A Stretococcus (GAS). Demam rematik umum terjadi pada anak usia 5 15 tahun walaupun
dapat terjadi pada anak lebih muda atau orang dewasa sekalipun.
Seluruh pasien dengan demam rematik memberikan hasil (+) pada pemeriksaan serologis
terhadap GAS. Titer antibodi biasanya lebih tinggi pada pasien demam rematik dibandingkan
dengan pasien faringitis tanpa demam rematik.
Paling tidak ada 2 teori yang menggambarkan patogenesis demam rematik yaitu teori
sitotoksik dan teori imun. Teori sitotoksik menyatakan bahwa infeksi GAS mampu menghasilkan
berbagai enzim yang bersifat racun bagi manusia, salah satunya adalah streptolisin O yang
menyerang jaringan jantung. Teori imunologi menyatakan bahwa pada saat terjadi infeksi GAS,
antigen bakteri dapat menyerupai antigen tubuh sehingga menyebabkan reaksi silang. Antigen
ini diantaranya adalah protein M, membran protoplas dan dinding sel dengan jaringan jantung,
otak, dan sendi.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 17


Manifestasi klinis yang muncul biasanya tidak spesifik sehingga dibuatlah kriteria diagnosis
menurut T Duckett Jies (Revised Jones Criteria) yaitu 5 kriteria mayor dan 4 kriteria minor
1) Poliartritis berpindah
Biasanya peradangan mengenai persendian besar(lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan). Serangan pada sendi ini disebut berpindah (migratory) karena
setelah beberapa hari, serangan akan hilang namun sendi lain akan terkena.
2) Carditis
Peradangan yang umum terjadi adalah perikarditis dengan inflamasi akut ada
miokardium dan endokardium. Pada infeksi yang lebih lama, dapat menyerang katup
jantung. Carditis ini biasanya ditandai dengan takikardi, munculnya murmur, dll.
3) Chorea sydenham
Dapat terjadi sampai 7 bulan pasca infeksi. Dimulai dengan emosi yang labil dan
perubahan kepribadian. Gerakan spontan tidak terkendali , tidak terkoordinasi, dan
tanpa tujuan disertai kelemahan otot dan cadel.
4) Eritema Marginatum
Lesi makula kemerahan beratas tegas, menyebar elingkar / serpiginosa, tidak nyeri
maupun gatal, dan hilang dengan penekanan. Biasanya muncul di daerah badan,
ektremitas proksimal bagian dalam.
5) Nodul subkutan
Nodul yang muncul di daerah tendon dekat tonjolan tulang. Biasanya keras, tidak nyeri,
dan tidak gatal.
6) Arthralgia (muncul tanpa poliartritis)
7) Demam (suhu > 102oF)
8) Peningkatan hasil lab (CRP, ESR)
9) Pemanjangan interval PR pada EKG
Kriteria diagnostik Kriteria
Demam rematik serangan pertama 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor dgn bukti infeksi sebelumnya
Demam rematik serangan ulang tanpa PJR 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor dgn bukti infeksi sebelumnya
Demam rematik serangan ulang degan PJR 2 minor dgn bukti infeksi sebelumnya
PJR Tdk perlu kriteria
Bukti infeksi GAS adalah peningkatan ASTO > 120-400IU atau antideoksiribonuklease < 60 600;
adanya riwayat demam skarlet baru-baru ini, kultur apus tenggorok (+), dan pemanjangan
interval PR pada EKG.
Terapi yang disarankan adalah pemberian antibiotik, terapi antiinflamasi, terapi masalah
jantung, terapi chorea, dan tirah baring.

18 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Tujuan Obat Dosis
Eradikasi Benzatin Penisilin G BB < 30kg: 600.000IU im
bakteri BB > 30kg: 1.200.000IU im
Eritromisin 40 50mg/kgBB/hari dibagi 2 4 dosis selama 10 hari
Penisilin V 4 x 250mg po selama 10 hari
Artritis Salisilat 90 100mg/kgBB/hari selama 2 mgg 25 mg/kgBB/hari
selama 4 6 mgg
Karditis Prednison 2mg/kgBB/hari dibagi 4 6 dosis po selama 2 mgg
Tappering off pada mgg terakhir dengan pemberian
salisilat 75mg/kgBB/hari 2 6 mgg
Khorea Non farmakologi: kurangi aktivitas fisik
dan gangguan emosi
Pencegahan primer dilakukan dengan pemberian antibiotik adekuat terhadap infeksi
saluran napas atas oleh GAS untuk mencegah demam rematik akut. Antibotik yang dapat
digunakan adalah Benzatin penisilin G dengan dosis diatas. Sedangkan untuk pencegahan
sekunder dibarikan antibiotik kontinu pada penderita dengan demam rematik sebelumnya untuk
mencegah kolonisasi dan demam rematik rekuren. Dosis yang diberikan sama namun diulang
tiap 3 4 minggu.

PENYAKIT KAWASASI
Penyakit kawasaki, atau yang dulu dikenak sebagai
mucocutaneous lymph node syndroma atau infantile poliarteritis
nodosa adalah penyakit febrile akut pada anak. KD sendiri adalah
salah satu jenis vaskulitis dengan daerah predileksi di daerah
arteri koroner. Seringnya menyerang anak berusia < 5 tahun.
Diagnosis KD ditegakan dengan 4 tanda (+) dari 5 gejala
yang biasa terjadi yaitu:
Kelainan pada ektremitas: eritema telapak tangan
dan kaki, edema pada tangan dan kaki. Biasanya
diikuti dengan deskuamasiyang dimulai dari daerah
periungual jari yang meluar ke telapak tangan dan
kaki. Sekitar 1 2 bln sesudah demam timbul lekukan
tranversal pada kuki disebut Beaus line
Ruam polimorfik yang muncul dalam 5 hari setelah
onset demam dan menghilang setelah 1 minggu.
Bentuk paling sederhanannya adalah erupsi
makulopapular difus yang menyebar ke seluruh
tubuh dan engenai area perianal disertai
pengeluasan dini.
Injeksi konjuntiva bulba bulateral tanpa eksudat
Perubaan mulut dan mukosa orofaring
o Bibir kemerahan dan bengkak yang
mengering disertai pecah secara vertikal
dan berdarah
o Lidah stroberi dengan penonjolan dan kemerahan papila lidah (mirip demam
skarlet)
o Eritema difus dari mukosa orofaring tanpa ulserasi dan eksudat
Limfadenopati servikal biasanya unilateral dan terdapat di daerah servikal anterior.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 19


PENYAKIT JANTUNG BAWAAN TETRALOGI OF
FALLOT
Tetralogi of Fallot (ToF) adalah penyakit jantung kongenital
yang ditandai dengan ada 4 kegagalan yaitu adanya VSD, overriding
aorta, stenosis pulmonal, dan hipertrofi ventrikel kanan. ToF sendiri
merupakan penyakit jantung sianotik yang paling sering terjadi.
ToF terbentuk selama fase embriogenesis yaitu pada saat
pembelahan truncus arteriosus oleh spiral septum pada minggu ke 3
dan 4 serta pada saat pembelahan ventrikel pada minggu 4 8 gestasi.
Kejadian ini diperkirakan karena trunkus arteriosis membelah tidak
sama besar menyebabkan perbedaan ukuran pembuluh besar atau
pertumbuhan infundibular yang terlalu besar pada ventrikel kanan
menyebabkan perkembangan yang abnormal.
Patofisilogi ToF ini berbeda-beda bergantung pada derajat
stonis pulmonal, ukuran pembesaran ventrikel, serta resistensi aliran.
Biasanya karena adanya VSD, shunt ditentukan oleh besarnya tekanan
resisten pada paru dan sistemik. Pada bayi dengan right left shunt
akan mengalami sianosis. Stenosis pulmonal menurunkan aliran darah
ke paru sehingga jumlah darah oksigenasi ke jantung kiri berkurang. Ditambah dengan shunt
kanan ke kiri, menyebabkan darah oksigenasi bercampur dengan darah kotor. Inilah yang
menyebabkan sianosis pada toF.
Manifestasi klinis yang paling utama adalah adanya sianosis dan munculnya hipoksemia
kronis menyebabkan clubbung finger. Terkadang muncul hpercyanotic spell / tet spell ditandai
dengan dispnea, kebiruan mendadak dan restless. Bayi dengan ToF biasanya sulit makan karena
usaha menyusu menyebabkan hipoksia sehingga pertumbuhannya terhambat. Pada anak yang
lebih dewasa, mekanisme kompensasi yang sering dilakukan adalah berjongkok untuk
menangani hipoksik spell. Hal ini karena dengan jongkok, menurunkan venous return sehingga
darah teroksigenasi akan lebih banyak tersedia di tubuh. Terakhir, pada pemeriksaan jantung,
akan terdengan murmur yaitu pulmonary systolic ejection murmur akibat obstruksi menyababkan
turbulensi ada saat sistol.

20 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


ENDOKRINOLOGI
DIABETES MELITUS TIPE I
Diabetes melitus adalah penyakit
metabolik kronis yang diatndai dengan
hiperglikemia. Bentuk utama diabetes
dibedakan menjad defisinesi insulin vs
resistensi insulin. Defisiensi insulin ini
terjadi akibat kerusakan sel pankreas;
sedangkan resistensi insulin terjadi di otot
rangka, liver, dan jaringan adiposa. Pada
anak-anak, DM tipe 1 (T1DM) adalah
kelainan metabolik endokrin terbanyak
pada anak-anak dan remaja.

T1DM, dulunya disebut insulin dependent diabetes


melitus / juvenile diabetes ditandai dengan produksi
insulin yang rendah atau bahkan tidak ada sama sekali
menyebabkan kegawatan akibat ketosasidosis. Perjalanan
penyakit T1DM ini terbagi menjadi 4 tahap:
a) Autoimun sel preklinis dengan defek progresif sekresi
insulin
b) Onset klinis diabetes
c) Remisi transien honeymoon period
d) Terjadinya diaebets
Onsetnya terjadi pada masa anak-anak dengan kisaran
umur 7 15 tahun.
Insulin memiliki fungsi utama sebagai mediator
penyimpanan cadangan makanan seluler. Sekresinya oleh

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 21


sel pankreas dipengaruhi oleh makan, yang dimediasi secara neural, hormonal, dan mekanisme
lainnya. Pada metabolisme normal, akan terjadi perubahan reguler antara postprandial, high
insulin anabolic, low insulin catabolic. Pada pasien T1DM, low insulin catabolic terjadi terus
menerus sehingga penggunaan glukosa oleh otot dan lemak berkurang menyababkan
postprandial hiperglikemi. Hiperglikemia ini menyebabkan osmotik diuresis menyebabkan
hilangnya kalori dan elektrolit bersama urin. Walaupun dalam kondisi hiperglikemia, tubuh tidak
mampu menggunakan glukosa dalam darah sehingga proses glukoneogenesis terjadi terus
menerus, memecah cadangan lemak menjadi sumber energi. Pemecahan ini menyebabkan
peningkatan konsentrasi lemak, kolesterol, trigliserida, dan FFA. Cadangan lemak ini
dimetabolisme menghasilkan energi dan badan keton sebagai zat sisanya. Akumulasi keton
menyebabkan metabolik asidosis (DKA). Tubuh berusaha mengkompensasi dengan peningkatan
napas untuk mengurangi CO2 (kussmaul). Karena keton dibuang bersama urin dan menyebabkan
urin menjadi kental, cairan dan elektrolit akan semakin terarik kedalam urin sehingga terjadi
dehidrasi, hiperosmolalitas, dan penurunan kesadaran.

Diagnosis T1DM ditegakan apabila ditemukan kondisi:


Anamnesis Badan lemah dan lesu
Poliuria (ngompol)
Makan banyak tapi badan makin kurus
Air kencing dikerubungi semut
Sering haus
Pemeriksaan fisik Hambatan pertumbuhan BB dan TB
Gangguan maturitas genital pada anak yang menginjak dewasa
Tanda dehidrasi dan asidosis metabolik
Tanda infeksi, penyakit autoimun lain, atau sondrome genetik
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan gula darah:
GDP > 126 mg/dL
GDS > 200mg/dL
HbA1C meningkat
C-peptida menurun
Autoantibodi: ICA, IAA, GAD
Urin: ditemukan keton
Manajemen umum dilakukan dengan melakukan kontrol diabetk yang baik agar pasien
mencapai tumbuh kembang optimel. Pasien diberikan insulin. Pasien baru sebaiknya dirawat
terebih dahulu 7 10 hari untuk menyesuaikan dosis insulin. Umumnya tahap awal menggunakan
insulin jangka pendek atau insulin kerja cepat dengan dosis 0.5 1 IU/kgBB/hari 3-4x sehari.
Insulin ini disuntikan 30 menit sebelum makan. Kebutuhan insulin meningkat pada pasien infeksi,
operasi atau trauma. Perlu dilakukan pengaturan makan: usia < 12 thn jumlah kalori 1000 + usia
x100 kkal. Usia > 12 thn: 2000kkal/M2 dengan komposisi 55-60% karbohidrat komplek, 15%
protein, dan 25% lemak rendah kolesterol dan LDL. Prosi makan 20% pagi, 20% siang, dan 30%
malam, diantaranya diberikan snack.
Pasien harus dipantau secara kontinu dengan parameter kesehatan umum, tumbuh
kembang, tinggi maturasi kelamin, dan pemeriksaan lab. Kriteria kontrol yang baik adalah:
Glukosuria minimal
Tidak ada ketonuria
Tidak ada ketoasidosis
Jarang hipoglikemia
HBA1C normal
Pertumbuhan dan perkembangan baik
Tidak terdapat penyulit

22 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


HIPOTIROID KONGENITAL
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang ditandai oleh produksi hormon tiroid yang abnormal
rendah atau suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan salah satu tingkat aksis hipotalamus
hipofisis tiroid dan organ menyebabkan terjadinya defisiensi hormon tiroid. hipotiroid
kongenital merupakan penyakit pada bayi sejak lahir yang disebabkan kekurangan hormaon
tiroid yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak-anak.
Penyabab hipotiroid kongenital dapat bermacam-macam, ada yang bersifat permanen (> 90%)
dan ada yang sementara (<20%).
Permanen Sementara
1. Disgenesis tiroid (80-85%): Perkembangan tiroid 1. Ibu menggunakan obat-obatan yang menekan
yang terganggu (33%) dan pertumbuhan kelenjar produksi hormon tiroid (khususnya ibu yang
tiroid pada tempat salah (66%) menderita hipertiroid) pada saat hamil.
2. Gangguan pada proses pembuatan hormon tiroid, 2. Ibu memproduksi antibodi tiroid selama hamil yang
walaupun pembentukan kelenjar tiroid normal (10%) memblokir produksi hormon tiroid pada janin.
3. Gangguan pada otak yang mengatur produksi 3. Kadar yodium yang berlebihan selama masa
hormon tiroid (<5%) kehamilan atau menyusui akibat penggunaan obat-
obatan yang mengandung yodium pada ibu yang
tidak menderita kekurangan yodium

Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respon jaringan terhadap hormon tiroid. sintesis hormon tiroid diatur oleh TRH yang dihasilkan
oleh hipotalamus akan merangsang hipofisis anteror mengeluarkan tyrotropin (TSH) yang
merangsang kelenjar tiroid nantinya. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (T3 dan T4) yang
merangsang metabolisme jaringan yang meliputi konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi
saraf, metabolisme protein, dll.
Gejala klinis yang muncul biasanya Riwayat ikterus lebih dari 3 hari.
ditemukan riwayat atau gejala pada Miksedema.
neonatus dan bayi berupa: Makroglosi
Fontanella mayor yang lebar dan Riwayat BAB pertama > 20 jam
fontanella posterior yang terbuka. setelah lahir dan sembelit (< 1
Suhu rektal < 35,5C dalam 0-45 jam kali/hari) Kulit kering, dingin, dan
pasca lahir. motling (berbercak-bercak).
Berat badan lahir > 3500 gram; masa Letargi.
kehamilan > 40 minggu. Sukar minum.
Suara besar dan parau. Bradikardia (< 100/menit)
Hernia umbilikalis.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 23


Gejala klinis Skore

Masalah Makan 1
Konstipasi 1
Hipoaktif 1
Hipotoni 1
Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk Hernia umbilikailis 1
mencegah mental dann kelainan permanen lain pada Lidah membesar 1
penderita. Perkembangan biasanya terlambat. Bayi
Skin mottling 1
hipotiroid tampak lesu dan lamban dalam belajar duduk
Kulit kering 1.5
dan sendiri. Suaranya serak dan bayi ini tidak belajar
berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1.5

sejalan dengan usianya. Maturasi seksual dapat Mukas khas 3


terlambat atau tidak terjadi sama sekali. Total 13
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi hipertrofi otot
menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrom). Anak yang terkena dapat memiliki
penampakan atletis karena pseudohipertropi, terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum
diketahui; perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak spesifik nampak pada biopsi otot
yang kembali normal dengan pengobatan. Pada anak laki-laki lebih cenderung berkembang
sindrom, yang telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah.
Penderita yang terkena menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat
Dicurigai adanya hipotiroid kongenital > 4 dan perlu menjaani pemeriksaan lab.. Pada
pemeriksaan lab, biasanya dicek darah, urin, feces, dan kolesterol serta homron TSH, T3, dan T4.
Terapi dilakukan dengan pemberian Umur Dosis / hari (gr) Dosis g/kg BB/hari
hormon sodium L-tyroxine. Target 0-3 bulan 25 50 10-15
normalisasi T4 dalam 2 minggu dan TSH 3-6 bulan 50 75 8-10
dalam1 bulan. Kadar fT4 diharapkan pada 6-12 bulan 50 75 6-8
1-3 tahun 75 100 4-6
nilai pertengahan atas rentang normal dan
3-10 tahun 100 150 3-4
TSH dipertahankan < 10gr > 10 tahun 100 - 200 2-3
Pemantauan dijadwalkan 2 dan 4
minggu sesudah mulai terapi, setiap 1 2bulan sekali pada 6 bulan pertama, dan setiap 3 bulan
sekali sampai 3 tahun.
RESPIROLOGI
ASMA DIBAWAH USIA 5 TAHUN
Walaupun secara definisi, asma merupakan peradangan kronis saluran napas yang
menyebabkan sumbatan aliran udara episodik, namun tantangan pada anak usia < 5 tahun tidak
sesederhana itu. Tantangan penegakan diagnosis pada usia < 5 thaun diakibatkan oleh pola
penyakit yang bersifat singkat sering kali berupa eksasrbasi batuk dan wheezing rekuren yang
dipicu infeksi virus. Menurut perjalan penyakit, asma bersifat heterogen dengan berbagai
fenotipe. Variasi heterogen tersebut terdiri atas:
Early transient wheezer (< 3 th dan membaik usia 6 th)
Persistent wheezer (usia < 3 th dan masih bergejala pada 6 th)
Late onset wheezer (usia 3 6 th)
Kejadian asma dibagi menjadi 2 fenotipe mayor yaitu: Virus induced wheezing dan multitriger
wheezing.
Penegakan diagnosis pada usia pra sekolah sulit karena tidak ada standar baku pada aak
balita. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk mendiagnosis asma pada anak usia < 5 th:
Dalam penilaian asma, seorang dokter harus mengarah pada diagnosa, bukan asma,
possible asma, dan pasti asma
Diagnosis tidak dapat ditegakan hanya sekali pertemuan
Tanyakan gejala dan terapi preventif pada setiap kunjungan
Anak dengan infeksi virus pencetus asma berespon baik pada terap antagonis leukotrien
Evaluasi pengaruh asma yang diberikan.
Dalam penilaian wheezing pra sekolah
berdasarkan ERS:
Meniali pola kejadian dan faktor
pemicu wheezing, riwayat keluarga
dengan alergi, anggota keluarga yang
merokok
Semua episode wheezing yang
dikeluhkan oleh orang tua harus
ditelaah oleh tenaga kesehatan yang
profesional
Melakukan tes alergi pada anak yang
memerlukan terapi jangka panjang
Pemeriksaan lanjutan sebaiknya
dihindari pada usia awal.
Diagnosis klinis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamensis Pemeriksaan fisik


Waktu dan pola wheezing (akut / kronis) Hiperekspansi torak, wheezing, dan ekspirasi memajang
Infeksi virus Bukti rhinitis kronis (tanda infraorbital shiners tranverse nasal
Aeroalergen (tungau, kecoa, bulu binatang, konsumsi crease)
diet ibu saat hamil, polutan, faktor komorbid) Terdapat gangguan pertumbuhan berkaitan penyakit lain
Riwayat keluarga dengan penyakit atopy seperti jantung bawaan, fibosis kistik, dan imunodefisiensi
Riwayat anak dengan atopy Gangguan kronis dan akut pada ekstremitas (clubbing finger
Faktor sosial lingkungan behubungan dengan dan akrosianosis)
komorbid Pemeriksaan neuroogis: mikrosefal dan lemah otot
Faktor psikososial
Pasien dirujuk jika pasien anak dengan dugaan asma, namun tidak berespon dengan
kortikosteroid semalam 8 mgg dengan kepatuhan baik. Perlu dilakukan perujukan ke spesialis
alergi untuk skin prick test dan ke edukator asma untuk pengendalian asma.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 25


26 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak
Terapi intermiten dibuat berdasarkan frekuensi dan keparahan episode wheezing.
Biasanya terapi yang diberikan adalah kortikosteroid. Sebagai terapi awal disarakan pemberian
dosis tinggi inhaler, apabila tidak merspon, dapat diberikan steroid hirupan harian dengan dosis
rendah atau LRTA.
Terapi persisten ditujukan bagi anak
yang mengalami lebih dari 4 episode
wheezing dalam 1 tahun, berlangsung > 1
hari dan mengganggu tidur.
Direkomendasikan dosis steroid sedang
pada penderita yang tidak merespon dosis
rendah.

TUBERKULOSIS ANAK
Tuberkulosis anak adalah infeksi TB
pada anak < 15 tahun. Diagnosis TB pada
anak sulit sehingga sering terjadi
misdiagnosis baik over mauapun under
diagnosis. Pada anak, batuk bukan
meruapakan gejala utama dan tentunya
pengambilan sampel dahak angat sulit.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 27


Oleh karena itu, diagnosis TB pada anak menggunakan sistem skoring.
Pada sistem skroing, batuk boleh dimasukan setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lain seperti asma, sinusitis, dll. Jika dijumpai skrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosis
TB. Foto thorax bukanlah alat diagnostik utama TB melainkan pemeriksaan tuberkulin. Anak
didiagnosis TB jika skor > 6 dengan maksimal 14.
Pasien dirujuk ke RS jika:
1. Foto Rontgen toraks menunjukan gambaran milier kavitas, efusi pleura
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, kesadaran menurun, kegawatan lain
Tatalaksana terbaik adalah dengan
pemberian OAT yang diberikan dalam 2 fase
yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif
diberikan minimal 3 macam obat selama 2 bulan
pertama dan pada fesa lanjut diberikan 2 obat
sealam 4 10 bulan. Tablet FDC yang tersedia
untuk fase intensif terdiri atas INH 50mg,
rifampin 75mg, dan PZA 150mg; sedangkan pada
fase lanjut FDC terdiri atas INH 50mg dan rifampisin 75mg.

Bayi dgn berat < 5kg dirujuk ke RS


Anak dengan BB 15 19kg
diberikan 3 tablet
Anak dengan BB > 33 kg dirujuk ke
RS
Obat diberikan utuh, tidak boleh
dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan
cara ditelan utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum

Kasus TB dan kategori Regimen OAT


Fase intensif Fase lanjutan
Regimen penderita baru 2HRZE 4HR
BTA (+)
BTA (-) dengan keterlibatan paru luas
TB ekstra paru berat selain meningitis TB
Regimen penderita baru 2HRZ 4HR
BTA (-) tanpa keterlibatan paru luas
TB ekstraparu ringan (TB servikal adenitis)
Regimen penderita baru 2HRZS 4HR
Meningitis TB
Regimen pengobatan ulang 2HRZES/1HRZE 5HRE
Relaps, terputus, atau agal terapi
Regimen MDR TB Regimen individual Regimen individual

28 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


PNEUMONIA
Pneumonia ada adalah peradangan parenkim paru. Walaupun sebagaian besar kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, penyebab non infeksi seperti aspirasi,
hipersensitivitas, dan obat serta radiasi dapat menyebabkan pneumonia. Etiologi terbanyak
adalah infeksi S. pneumoniae, H. influenzae, dan S. aureus.
Saluran napas bawah umumnya
steril karena adanya sistem pertahanan
seperti mucociliary clearance, sekresi
imunoglobulin IgA, dan adanya reflek
batuk. Sistem pertahanan seluler seperti
makrofag juga ada di alveolus dan
bronkiolus. Pneumonia viral
disebabkan oleh infeksi saluran napas,
disertai pengrusakan langsung lapisan
epitelium menyebabkan obstruksi
saluran akibat pembengkakan, sekresi,
dan akumulasi debris. Karena saluran
napas pada anak masih kecil, akan
sangat mudah menjadi parah karena
atelektasi, edema interstitial, dan ventilation perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia.
Penuemonia bakteri paling sering disebabkan kolonisasi trakea dan mungkin dapat
menyebabkan abses jaringan paru atau dapat juga terjadi infeksi langsung oleh bakteri akibat
bakteremia.
Pada saat bakteri, katakan M. pneumoniae
menempel di epitel, menghambat aktivitas silia dan
menyebabkan destruksi seluler, berujung pada
respon inflamasi pada submukosa. Pneumia rekuren
diartikan sebagai kejadian 2 atau lebih episode dalam 1 tahun atau > 3 episode dengan adanya
hasil radiologi (-) diantara episode.
Pneumonia biasanya ditandai dengan
bahari gejala infeksi saluran napas atas
seperti rhinitis dan batuk. Akipnea
merupakan manifestasi utama
pneumonia. Peningkatan usaha napas
(WoB) disertai retraksi intercosta,
subcosta, dan suprasternal. Pada anak
usia lebih dewasa, biasanya gejala
dimulai dengan demam mendadak,
batuk, dan nyeri dada. Pada
pemeriksaan biasanya akan ditemukan
berbagai gejala berdasarkan stadium pneumonia:
Awal: suara napas menghilang, terdengan krakles, muncul rongki basah kasar
Mulai muncul adanya gejalan konsolidasi atau komplikasi seperti adanya efusi dan
empiema
Distensi abdomen disebabkan oleh ileus dan akumulasi udara di gaster.
Diagnosis ditegakan dengan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang:
Pemeriksaan Hasil
Anamnesis Demam tinggi, batuk, rewel / gelisah
Sesak napas, nyeri kepala, nyeri abdomen
Pemeriksaan Neonatus: takipnea, grunting, pernaasan cuping hidung, retraksi dinding dada, sianosis, malas
fisis menyusu
Bayi: panas, batu, rewel
Anak: nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, letargi

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 29


Auskultasi: kongki basah haus
Iritasi pleura menyebabkan nyeri dada, anak lebih senang berbaring ke arah yang sakit, dan kaki
fleksi
Rasa nyeri menjalar ke leher, bahu, dan perut
Penunjang Radiologi: Rontgem PA dan lateral. Pada foto PA akan terlihat patchi (bronchopneumonia) atau
konsolidasi (lobar pneumonia)
Lab: pemeriksaan WBC > 15.000/ dominasi neutrofil menunjukan infeksi bakteri
Oksimetri: deteksi hipoksemia
Mikrobiologi: 10 30% kasus
Indikasi rawat inap dan rawat jalan:
Rawat inap Rawat jalan
Bayi Apnea, grunting Perbaikan klinis
Saturasi 92% Nasfu makan membaik
Sulit makan / minum Bebas demam 12 24 jam
RR > 70x/menit Saturasi stabil > 92% tanpa
Anak Grunting bantuan napas
Tidak bisa makan melalu mulit Sudah dijelaskan pemberian
Saturasi 92% antibotik di rumah
RR > 50 x/menit
Semua Adanya komorbid seperti penyakit paru kronis, asma, penyakit jantung
umur bawaan, DM, dan penyakit neuromuskular

Tatalaksana dilakukan dengan pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia.


Pemberian oksigen diberikan pada pasien dengans aturasi < 90%. Berikan analgetik antipiretik
untuk menguragi demam dan nyeri pada kepala, sendi, dan perut. Terapi cairan dilakukan pada
anak yang tidak mampu mempertahankan asupan cairan kaibat sesak. Pasien yang muntah perlu
diberikan cairan iv. Berikan antibiotik dan pantau setiap 24 jam selama 72 jam pertama.

30 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


NEFROLOGI
SINDROMA NEFROTIK
Sindroma nefrotik adalah manifestasi penyakit glomerulus yang berkaitan dengan

proteinuria. Didefinisikan sebagai protenuria > 3.5gr/24 jam atau > 2. Manifestasi

sindroma nefrotik dikenal sebagai triad hipoalbumenia (2.5gr/dL), edea, dan hiperlipidemia
(kolesterol > 200mg/dL).
Sindroma nefrotik pada anak kebanyakan adalah hasil kelainan primer. Lesi pada glomerulus
bergaitan dengan sindroma nefrotik idiopatik termasuk lesi minimal, focal segmental
glomerulosklerosis, membranoproliferatif glomerulonefritis, C3 glomerulopati, dan membranous
nephropati. Selain itu, sindroma nefrotik dapat juga disebabkan oleh kelainan sekunder seperti
SLE, HSP, keganasan (leukemia dan limfoma), dan infeksi.

Gangguan fungsi membran glomerulus (GBM) dan podosit menyebabkan peningkatan


permeabilitas ginjal terhadap protein dan menyebabkan hilangnya muatan negatif pada
membran. Hal ini menyebabkan terjadi kebocoran albumin dan imunoglobulin. Hipoalbuminemia
menyebabkan sintesis lipoprotein meningkatt oleh liver, mengakibatkan hiperlipidemia. Infeksi
menjadi mudah terjadi karena menurunnya imunitas. Retensi natrium berhubungan dengan SN
menyebabkan terjadinya edema dan asites.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 31


Manifestasi SN hampir seluruhnya adalah akibat hilangnya serum protein dan retensi
sodium. Hal ini menyebabkan edema, hiperlipidemia, lipiduria, defisiensi vitamin D, dan
hipotiroid. Hipotiroid disebabkan oleh hilangnya protein pengikat tiroid dan tiroxine melalui urin.
Manifestasi Interpretasi
Protein urin masif protein dalam urin > 40mg/m2LPB/jam atau > 50mg/kgBB/24 jam
Rasio protein / kreatinin urin > 2.5
Pemeriksaan Esbach, kadar protein urin 24 jam > 2 gr
Pemeriksaan dipstik protein +2
Hipoalbuminemia Kadar albumun serum < 2.5gr/dL
Hiperlipidemia Kolesterol total > 200mg/dL
Edema Overfill (deferk renal): retensi natrium cairan ekstraseluler
Underfill: hipoalbumin tekanan onkotik sehingga cairan pindah ke interstitial
Tipe tipe lesi ginjal pada sindroma nefrotik:
1. Glomerulopati lesi minimal sering dijumpai pada sindroma nefrotik anak-anak. Angka
kejadian glomerulopati lesi minimal pada sindrom nefrotik dewasa antara 10-15%.
Gambaran klinik yang khas : faal ginjal normal, tidak ditemukan hematuria, normotensi,
mempunyai respon yang baik terhadap kortikosteroid dengan remisi mencapai 90 %.
Remisi spontan mencapai 60 %. Kira-kira 2/3 dari seluruh pasien glomerulopati lesi
minimal akan mengalami kambuh (relap) 3-4 bulan setelah remisi sempurna, tetapi
sebagian besar pasien-pasien tersebut masih menunjukkan respon yang baik terhadap

32 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


kortikosteroid dan sebagian kecil terhadap imunosupresif lain misalnya siklofosfamid
(endoksan). Pasien-pasien yang memperlihatkan respon baik terhadap siklofosfamid ini
akhirnya akan memperlihatkan baik terhadap kortikosteroid lagi.
2. Lesi membranous memiliki perjalanan penyakit lambat. Proteinuria biasanya lebih dari
10 gram per hari dan sifatnya non selektif. Kira-kira 75% dari pasien-pasien glomerulopati
lesi membranous dengan gambaran klinik sembab, disamping lebih dari 10% dengan
hematuria makroskopis terutama pada anak-anak. Hematuria mikroskopis ditemukan
kira-kira lebih dari 50% dan 1/3 dari pasien-pasien disertai hipertensi dan penurunan faal
ginjal. Hipokomplemenemia bukan merupakan gambaran dari pasien-paien
glomerulopati membranous. Remisi ditemukan pada kira-kira 30%, tetapi sering terjadi
kambuh kembali (relap) setelah beberapa bulan atau tahun
3. Glomerulosklerosis fokal dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan gambaran klinik
proteinuria asimptomatik disertai hipertensi dan penurunan faal ginjal dan proteinuria
masif (sindrom nefrotik). Angka kejadian glomerulosklerosis fokal pada sindrom
nefrotik idiopati hanya kira-kira 10% pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa 10-
20%. Lesi-lesi yang ditemukan pada stadium permulaan dari GFS ini sulit dibedakan
dengan GLM. Kecuali terdapat atrofi sel-sel tubulus yang mencolok. Klinik dijumpai
hipertensi dan proteinuria non selektif. Remisi maupun eksaserbasi dapat terjadi pada
glomerulosklerosis fokal. Remisi dapat mencapai 25% pada anak-anak.
4. Glomerulopati lesi membrano-proliferatif idiopati relatif jarang, biasanya ditemukan
pada usia adolesen dengan umur antara 15-30 tahun. Gambaran klinik Glomerulopati
membrano-proliferatif sindrom nefrotik (30%), proteinuria dengan atau tanpa hematuria
(30%) dan sindrom nefrotik akut (20%). Gambaran klinik sindrom nefrotik dengan lesi
membranoproliferatif : proteinuria masif non selektif, hematuria, hipertensi, penurunan
faal ginjal progresif lambat selama bertahun-tahun sebelum terjadi sindrom azotemia. Bila
proteinuria masif dan menetap (persisten) menunjukkan prognosis buruk dan akan terjun
menjadi gagal ginjal kronik (GGK).
Terapi yang bisa dilakukan pada penderita sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid. Induksi remisi sesuai protokol ISKDC yaitu pengobatan dimulai dengan prednison
60mg/m2LPB/hari atau setara 2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, max 80mg/hari. Selanjutnya
prednison 40mg/m2LPB selang sehari dalam dosis tunggal untuk 4 minggu ke depan. Pada kasus
resisten steroid, dapat diberikan siklofosfamid (alkulating agent) dengan dosis 3mg/kgBB/hari
dosis tunggal selama 12 minggu.

SINDROMA NEFRITIK AKUT


Sindrom Nefritis Akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala yang timbul secara
mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan
atau tanpa disertai hipertensi, edema, gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal ginjal akut,
sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologik pada
ginjal yang secara spesifik mengenai glomeruli
Etiologi SNA berkaitan dengan infeksi (APSGN atau nefritis berhubungan infeksi sistemik
lain [endokarditis bakterialis subakut dan sunt nefritis]), penyakit multisistemik (LSE, HNP), dan
penyakit primer ginjal (nefropati IgA).
Patofisiologi: Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12,4,16,25,dan 29. Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. GABHS tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain.
Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu
glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga
sebagai mekanisme patogenesis APSGN.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 33


Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah
berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian
mengendap di ginjal. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Pada proses inflamasi dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan
proliferasi dari sel mesangial. Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak GBM.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif
dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia
semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang
bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal
semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi
hipervolemia dan hipertensi.

34 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Manifestasi klinis GNAPS/APSGN lebih serng terjadi pada anak usia 6 15 th dan jarang
pada usia < 2 th. Pada periode laten (periode antara infeksi streptococcus dan gejala klinis ginjal),
terjadi 1 = 3 mgg, didahului dengan ISPA atau penyakit infeksi kulit. Selanjutnya bisa muncul
manifestasi kelainan ginjal seperti edema, hematuria, hipertensi, oliguria, dan gejala lain.
Oliguria ditandai dengan produksi urin < 350mL/m 2LPB/hari. Oliguria terjadi jika fungsi ginjal
menurun atai timbul AKI. Oliguria dapat menjadi anuria pada kerusakan glomerulus berat.
Diagnosis dilakukan berdasarkan temua klinis full blown case dengan gejala hematuria,
hipertensi, edema, oliguria, yang merupakan gejala khas. Untuk penunjang dapat diperiksa lab
dengan peningkatan ASTO dan penurunan C3 serta adanya cast eritrosit , hematuri dan proteinuri.
Diagnosis pasti tegak dengan biakan (+) GABHS.
Terapi dilakukan dengan diet garam 0.5 1 gr/hari, diet protein 0.5 1 gr/kgBB/hari, dan
pemantauan asupan cairan harus sesuai dengan jumlah urin + insesnsible water loss (20
25mL/kgBB/hari) + jumlah kenaikan kebutuhan cairan (10mL/kgBB/hari). Pemberian antibiotik
hanya dilakukan bila biakan (+), diberikan amoksisilin 50mg/kgBB dibagi 3 dosis dalam 10 hari.

INFEKSI SALURAN KEMIH


American Academy of Pediatrics (AAP) mempublikasikan panduan mengenai diagnosis
dan penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) pada bayi dan anak usia 2-24 bulan dengan
demam. Beberapa rekomendasi dari AAP mengenai diagnosis dan penatalaksanaan ISK pada
bayi dan anak usia 2-24 bulan dengan demam adalah:
Diagnosis infeksi saluran kemih ditegakkan dari spesimen urin dengan piuria dan 50.000
koloni organisme uropatogen/mL atau lebih.
Untuk memfasilitasi diagnosis dan terapi ISK rekuren, sebaiknya dilakukan pemantauan
setelah 7-14 hari terapi anti-mikroba.
Untuk mendiagnosis abnormalitas anatomi, dilakukan pemeriksaan USG pada ginjal dan
kandung kemih.
Karena evidence dari 6 studi terbaru tidak mendukung penggunaan profilaksis anti-
mikroba untuk mencegah ISK rekuren dengan demam pada bayi tanpavesicoureteral
reflux (VUR) atau VUR grade 1-4, voiding cystourethrography (VCUG) tidak
direkomendasikan secara rutin setelah ISK yang pertama.
VCUG direkomendasikan bila USG ginjal dan kandung kemih menunjukkan adanya
hidronefrosis, jaringan parut, atau VUR high-grade, atau obstruksi uropati atau keadaan
klinik yang atipikal atau kompleks.
Bayi dan anak dengan ISK rekuren dan demam sebaiknya dilakukan VCUG.
ISK yang akut diberikan terapi anti-mikroba untuk mengeliminasi infeksi, mencegah
komplikasi, dan mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal. Antimikroba diberikan selama 7-14
hari. Antibiotik oral yang diberikan menurut AAP antara lain:
Antibiotik Dosis
Amoxicillin/clavulanate 20-40 mg/kg/hari, dibagi dalam 3 dosis
Trimethoprim- 6-12 mg/kg/hari trimethoprim dan 30-60 mg/kg/hari sulfamethoxazole,
sulfamethoxazole dibagi dalam 2 dosis
Sulfisoxazol 120-150 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis
Cephalosporin 8 mg/kg/hari, 1 kali sehari
Cefixime 10 mg/kg/hari, dibagi 2 dosis
Cefpodoxime 30 mg/kg/hari, dibagi 2 dosis
Cefprozil 20-30 mg/kg/hari, dibagi 2 dosis
Selain itu, antibiotik parenteral yang diberikan menurut AAP antara lain:
Antibiotik Dosis
Ceftriaxone 75 mg/kg, tiap 24 jam
Cefotaxime 150 mg/kg/hari, dibagi dalam dosis tiap 6-8 jam
Ceftazidime 100-150 mg/kg/hari, dibagi dalam dosis tiap 8 jam
Gentamicin 7,5 mg/kg/hari, dibagi dalam dosis tiap 8 jam
Piperacillin 300 mg/kg/hari, dibagi dalam dosis tiap 6-8 jam

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 35


Panduan yang baru ini diharapkan bermanfaat dalam diagnosis dan penatalaksanaan ISK pada
bayi dan anak usia 2-24 bulan dengan demam.
Menurut NICE, profilaksis antibiotik tidak rutin diberikan kepada bayi dan anak yang
mengalami ISK petama kali. Jika bayi / anak dengan profilaksis mengalmi infeksi, infeksi diterapi
dengan antibiotik yang berbeda dan tidak dengan menaikan dosis profilaksis. Antibiotik
profilaksis diantaranya kotrimoksazol 1-2mg/kgBB, sefiksim 1-2mg/kgBB, attau sefadroksil 3-
5mg/kgBB.

NEUROLOGI
CEREBRAL PALSY
Palsi serebral adalah gangguan fungsi motorik non progressive yang terjadi pada usia dini
dan menghambat perkembangan otak normal dengan menunjukan kelainan posisi dan gerakan
disertai gangguan neurologis berupa gangguan korteks serebri, basal ganglia, dan serebelum.
Gangguan neurologis yang biasanya terjadi adalah perubahan tonus otot (spastis), gerakan
involunter, ataksia, atau kombinasi.
Palsi serebri dapat disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lainnya (multi faktor) dan
berasal dari periode prenatal, perinatal, dan postnatal.
Prenatal Perinatal Postnatal
- Infeksi kongenital - Anoksia/hipoksia - Trauma kepala
intrauterin : TORCH, sifilis, Biasanya disebabkan karena bayi yang - Infeksi : meningitis, abses
herpes prematur. otak, ensefalitis
- Radiasi, bahan-bahan toksik - Perdarahan otak - Lesi serebrovaskular :
atau teratogenik - Prematuritas stroke, perdarahan
- Asfiksia intrauterin Pada bayi kecil untuk masa kehamilan intrakranial
(abrupsio plasenta, plasenta merupakan faktor resiko untuk terjadinya - Ensefalopati yang
previa, anoksia maternal, anoksia dan perdarahan ventrikuler. Insidensi didapat : metabolik
kelainan umbilikus, CP antara 20-25% pada bayi dengan berat (Reyes syndrome,
perdarahan plasenta, ibu badan kurang dari 2500gr baik prematur keracunan timah hitam,
hipertensi, dan lain-lain) ataupun kecil untuk masa kehamilan hipoksia-iskemia
- Toksemia gravidarum - Gangguan metabolik : hipoglikemi, (misalnya tenggelam).
- DIC oleh karena kematian Hiperbilirubinemia - Racun : logam berat, CO
pranatal pada salah satu - Infeksi : meningitis
bayi kembar - Trauma kepala
- Herediter : abnormalitas
kromosom, riwayat palsi
serebral dalam keluarga.
Lesi otak amat berkaitan dengan CP dimana esi ini muncul pada regio yang sensitif terhadap
gangguan pada aliran darah sehingga digolongkan dalam hipoksik iskemik encepalopati (HIE).

Manifestasi yang muncul pada anak dengan CP berkitan dengan 3 masalah motorik yaitu kelainan
primer, sekinder dan tertier. Kelainan primer berhibungan dengan tonus otot, keseimbangan,
kekuatan, semua berhubungan dengan lesi syaraf pusat. Kelainan sekunder berkitan dengan
kontraktur dan deformitas akibat kelainan primer. Kelainan tertier adalah mekanisme adaptasi
dan coping mechanism yang dibentuk oleh anak akibat kelainan primer dan sekunder.
Berdasarkan manifestasi, CP dapat diklasifikasikan menjadi 4 janis yaitu spastik, diskinetik,
hipotonik / ataxik, dan campuran.
Spastik CP peningkatan resisten fisologikal otot pada pergerakan pasif

36 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Diskinetik CP gerakan abnormal yang muncul pada saat anak mencoba bergerak
Ataxik CP kehilangan keseimbangan, koordinasi, dan kontrol gerakan halus
Campuran gabungan spastik, distonia, dan/atau athetoid

Spastik hemiplegia ditandai dengan berkurangnya gerakan spontan pada daerah yang
terkena, biasanya pada tangan. Belajar jalan biasanya terlambat hingga umur 18 24 bulan dan
postur terlihat berbeda. Spastisitas terlihat pada anggota gerak yang terkena, terutama tumit,
menyebabkan equinovarus pada kaki, terlihat anak berjalan menjinjit karena peningkatan tonus.
Klonus pada tumit dan tanda Babinski mungkin muncul, reflek tendon meningkat, dan terjadi
perlemaan pada anggota gerak.
Spastik diplegia adalah spastisitas bilateral, biasanya pada kaki, terutama terlihat pada
saat anak belajar merondang. Anak terlihat menggunakan tangan untuk bergerak dengan kaki
digeser (commando crawl). Jika spastisitas parah, terasa pada saat menggunakan diaper akan
terjadi kesulitam karena adduksi berlebih dari paha. Pemeriksaan menunjukan spastis pada kaki
dengan reflek yang menurun, klonus pada tumit, dan tanda babinski bilateral. Jika anak
dibaringkan pada bahu akan terlihat postur menyilang seperti gunting (scissoring posture).
Belajar jalan akan terlambat dan seperti menjinjit.
Spastic quadriplegia adalah kondisi paling parah dari CP karena keterlibatan seluruh
anggota gerak dan biasanya disertai dengan kejang dan retardasi mental. Biasanya pasien sulit
menelan akibat supranuklear bulbar palsi, menyebabkan pneumonia aspirasi. Pemeriksaan
neurologis menunjukan peningkatan tonus dan spastisitas ekstremitas, penurunan gerak spontan,
penurunan reflek, dan respon plantar extensor. Konraktur fleksi pada lutut dan siku biasa muncul
pada anak yang lebih besar. Pasain dengan quadriplegia spastik biasanya juga athetosis dan
diklasifikasin sebagai CP gabungan.
Athetoid CP / extrapiramidal sangat jarang terjadi jika dibandingkan dengan tipe spastik.
Biasanya anak yang terkena akan sulit mengontrol leher dan kepala serta sulit makan dan minum,
lidah menjurut dan mengeces. Pada saat bicara menjadi rero dan sulit mengatur suara.
Selain itu, berdasarkan derajatnya, CP diklasifikasin menjadi lesi minimal, ringan, sedang, dan
berat

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 37


Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit penyerta
motor
Minimal Perkembangan motor Kelainan tonus sementara, refleks primitif Gangguan
normal, hanya terganggu menetap terlalu lama, kelainan postur ringan, komunikasi,
secara kualitatif gangguan dalam gerak motor kasar dan halus gangguan belajar
misalnya ciumsiness spesifik
Ringan Berjalan umur 24 bulan Beberapa kelainan pada pemeriksaan
neurologis, perkembangan refleks primitif
abnormal, respons postural terganggu,
gangguan motor misalnya tremor atau
gangguan koordinasi
Sedang Berjalan 3 tahun, kadang- Berbagai kelainan neurologis, refleks primitif Retardasi mental,
kadang memerlukan menetap dan kuat, respons postural terlambat gangguan belajar
bracing. Tidak memerlukan dan komunikasi,
alat khusus. kejang
Berat Tidak bisa berjalan atau Gejala neurologis dominan, refleks Retardasi mental,
berjalan dengan alat primitif menetap, respons postural tidak kejang
bantu, kadang-kadang muncul
perlu operasi.
Gambaran klinis dari palsi serebral berupa gangguan motor berupa kelainan fungsi dan
lokalisasi serta kelainan bukan motor yang menyulitkan gambaran klinis palsi serebral.
Walaupun kelainan motorik yang menonjol, biasanya pada palsi serebral disertai manifestasi
gangguan otak lainnya. Kira-kira 50% disertai mental retardasi atau gangguan kognisi lainnya,
yang menyebabkan gangguan penyesuian baik di sekolah atau di rumah. Sebanyak 45% disertai
gangguan penglihatan berupa ganggua refraksi, gangguan lapang pandang, dan strabismus.
Kejang ditemukan pada 1/3 penderita, sedangkan 15% penderita disertai gangguan
pendengaran. Gangguan pertumbuhan sering ditemukan dan umumnya disertai gangguan bicara.
Kelainan fungsi motor terdiri dari :
1. Spastisitas
Terjadi peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks yang
positif. Tonus yang meninggi itu menetap meskipun pasien dalam keadaan tidur. Peninggian
tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas
dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi
siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu
jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi , fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan
refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus
kortikospinalis.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan berbaring seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastik.
Refleks otot yang normal dan refleks Babinsky negatif, tetapi yang khas ialah refleks neonatal
dan tonic neck reflex yang menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan
disebabkan asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus palsi
serebral.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan
sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama bayi tampak flaksid, tapi sesudah
itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga manifestasi spastisitas dan ataksia. Kerusakan
terletak di ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksia berat atau kern ikterus pada masa
neonatal. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus palsi serebral.

38 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukkan perkembangan motor yang terlambar. Kehilangan keseimbangan tampak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan
kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus palsi serebral.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan palsi serebral. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan
koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strasbismus konvergen dan kelainan refleks. Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % pasien palsi serebral menderita
kelainan mata.
Diagnosis ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis ditanyakan riwayat prenatal, perinatal, dan postnatal. Biasanya pasien akan
mengeluhkan keterlambatan perkembangan. Pada pemeriksaan fisik, lakukan pemeriksaan
neurologis untuk mencari tanda-tanda UMN (klius (+) > 2bln, reflek fisiologis meningkat, reflek
primitif yang menetap, dll. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah MRI dan CT-
scan untuk mengetahui kelainan struktur otak.
Terapi dilakukan dengan fisioterapi untuk mencegah kelemahan atau deteriorasi otot yeng
menyebabkan atrofi dan mencegah kontraktur (deformitas) sendi. Fisioterapi biasanya termasuk
terapi okupasi untuk melatih motorik halus dan terapi wicara untuk membantu anak memahami
bahasa, instruksi verbal, dan memungkinkan anak berkomunikasi. Pada anak, berikan juga
pelemas otot untuk mengurangi spasme.
Obat Lokasi kerja Mekanisme Dosis Efek samping
Baclofen Resptor GABA di Menurunkan pelepasa Mulai 2.5-5mg Kelemahan,
medula spinalis neurotransmiter Max 20mg, qd kebingungan
eksitatoris dari aferen depresi napas
Dantrolen Serat otot Menurunkan pelepasan 0.5mg/kgBB, dinaikan Kelemahan, rasa
kalsium dari retikulum 0.5mg/kgBB max leleah,
12mg/kgBB/hari 400mg mengantuk, diare
Diazepam Reseptor di Meningkatkan ikatan Mulai 1 -2 mg, max Rasa kantuk,
batang otak, GABA potensiasi 20mg/hr kelelahan
formasio retikular inhibisi presinap
medula spinalis
Fenol Motor end plate Denaturasi protein dan Solution 4-6% max Nyeri, iritasi kulit,
Saraf perifer mengganggu 220mL neuropati perifer
myoneural junction
Botulinum Motor end plate Mencegah pelepasan 1 12 IU/kgBB Kelemahan, nyeri
toksin A Saraf perifer asetilkolin bergantung ukuran otot keram
Terapi lain adalah dengan operasi (selective dorsal root rhizotomy; chronic cerebellar stmulation;
stereotaxic thalamotomy), edukasi, dan home therapy.

KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(rektal >38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada
anak berumur 6 bulan 5 tahun. Bayi berumurm < 1 tahun dan kejang disertai demam, tidak
termasuk dalam kejang damam. Selain itu anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian
kejang disertai demam, tidak termausk dalam kejang demam. Pada anak dilur range umur 6
bulan tahun, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP atau epilepsi.
Berdasarkan manifestasinya, kejang demam dapat dikelompokan mejadi kejang demam
sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complekx febrile seizure).

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 39


Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks
Durasi Kejang singkat < 15 menit Kejang lama > 15 menit
kejang
Bentukan Tonk dan atau klonik tanpa gerakan Kejang fokal atau parsial, atau kejang umum didahului
fokal kejang parsial
Bangkitan Kejang tidak berulang dalam 24 jam Berulang atau lebih dari 1x dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang
berlangsung > 15 menit atau kejang
berulang > 2x dan diantara bangkitan
kejang anak tidak sadar. Kejang fokal
merupakan kejang parsial 1 sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2x atau
lebih dalam 1 hari, dimana antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Selain 2 tipe
kejang demam ini, ada bentukan lain
seperti status epileptikus febrilis yaitu
kejang demam yang berlangsung > 30 menit (kejang demam sederhana plus berulang daam
24 jam)
Mekanisme dan patofisiologis kejang demam sampai sekarang belum jelas, tampak ada
beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang, harus ada kelompok
neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge ( rabas ) yang berarti dan sistem hambatan
GABAergik perjalanan discharge kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glutamaterik.
Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmitter asam amino ( glutamate,
aspartat ) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada
reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan
bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang
dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh
lambat, hematoma, gliosis, dan malformasi arteiovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila
jaringan abnormal diambil secara bedah, kejang mugkin berhenti. Pada manusia telah diduga
bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporalis abnormal dapat menimbulkan kejang
pada lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus
kollosum. Kejang demam terkait usia dengan meningkatnya usia, maka kerentanan seseorang
terhadap kejang yang diinduksi demam juga meningkat walaupun diperkirakan bahwa rata-rata
kenaikan suhu merupakan faktor kunci, tetapi data terbaru menunjukkan bahwa tingginnya
temperatur yang merupakan faktor utama. Walaupun berdasarkan pengertian, infeksi susunan
saraf pusat tidak termasuk, tetapi perjalanan alamiah penyakit menunjukkan bahwa infeksi SSP
memiliki peran Gastroenteritis memiliki resiko rendah untuk timbulnya kejang demam dan
infeksi herpes virus-6 dilaporkan memiliki keterkaitan yang tinggi untuk timbulnya kejang
demam
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dantaranya:
Pemeriksaan Yang diperiksa
Pemeriksaan lab Jarang dilakukan rutin
Dilakukan untuk evaluasi sumber infeksi penyebab demam
Yang biasa dikerjakan: darah perifer, elektrolit, gula darah
Pungsi lumbal Pemeriksaan CSF dilakukan untuk menegakan / menyingkirkan kemungkinan
meningitis
Pada bayi meningitis sulit disingkitkan karena manifestasi tidak jelas
Diindikasikan rutin pada bayi hingga 18 bulan terutama < 12 bulan
Elektrosefalografi EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang / memperkirakan kemungkinan
pilepsi pada pasien kejang demam
EEG dapat dilakukan pada kejang demam tidak khas, misal pada usia > 6 tahun
Pencitraan Foto x-ray kepala dan CT-scan / MRI jarang dikerjakan
Indikasi dilakukan jika adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis CN VI, dan papiledema

40 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang, kejang telah
berhenti. Apabila pasien datang dalam kondisi kejang, obat terbaik adalah dizepam iv 0.3
0.5mg/kg perlagan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau habis dalam 3 5 menit dengan dosis
maksimal 20mg. Obat yang diresepkan pada orang tua adalah diazepam rektal 0.5 0.75mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 10 mg tergantung berat anak. Bila setelah pemberian diazepam rektal,
kejang belum berhenti, terapi boleh diulang dengan dosis tetap dengan interval 5 menit. Bila
setelah 2x pemberian masih kejang, rujuk ke RS dan diberikan diazepam iv 0.3 0.5mg/kgBB.
Bila kejang belum berhenti juga, berikan fenitoin iv 10 20mg/kgBB/kali lambat dan dosis rumata
4 8mg/kgBB/hari mulai 12 jam setelah dosis pertama. Bila kejang tetap ada, pasien harus masuk
PICU.

Pemberian obat saat demam dilakukan dengan pemberian antipiretik (parasetamol 10 15


mg/kgBB/kali setiap 6 jam atau ibuprofen 5 10mg/kgBB/kali 3 4 x/hari. Pemakaian diazepam
oral 0.3mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam dapat menurunkan risiko.
Obat rumat diberikan atas indikasi
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis nyata sebelum atau setelah kejang (hemiparesis, paresis Todd,
CP, retardasi mental, dll)
3. Kejang fokal
4. Kejang berulang 2x atau lebih dalam 24 jam
5. Kejang terjadi pada bayi < 12 bulan
6. Kejnag berulang 3x/tahun
Obat rumat yang diberikan adalah as valproat15 40mg/kgBB/hari 2-3x dan fenobarbital 3 4
mg/kgBB/hari 1-2x dengan durasi 1 2 bulan setelah pasien tidak kejang selama 1 tahun.
Prognosis pada pasien kejang demam dinilai dari beberapa aspek. Kejadian kecactan
sebagai komplikasi demam sangat jarang. Perkembangan ental dan neurologis biasanya tetap
normal pada pasien yang awalnya normal. Sampai saat ini, belum ada kasus kematian akibat
kejang demam. Kemungkinan kejang demam berulang terjadi karena risiko:
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya onset kejang setelah demam
Setelah kejang demam, terdapat faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari yaitu
1. Kelainan neurologis / perkembangan yang jelas sebelum kejang demam partama
2. Kejang demam komplek
3. Riwayat epilepsi pada orang tua / saudara kandung

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 41


BACTERIAL MENINGITIS
Meningitis adalah peradangan meningen yang FR Utama Lain-lain
disertai adanya bukti terdapatnya bakteri dalam liqour Usia muda o Bakterimia
serebri. Penyebabnya antara lain: Diplococcus o Infeksi sistemik
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Streptococcus o Gangguan imunitas
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus o Kemiskinan
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, o Kolonisasi bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
Sebagian besar kasus didahului oleh infeksi di daerah saluran pernafasan, hanya sebagian
kecil yang disebabkan oleh penyebaran langsung dari tempat yang berdekatan seperti sinusitis
atau mastoiditis. Mekanisme dan tempat masuknya bakteri ke dalam LSS belum diketahui pasti (1).
Manifestasinya bervariasi tergantung dari usia, lama sakit sebelum berobat, dan daya tahan
penderita.Pada neonatus gejala mungkin minimal, menyerupai sepsis dapat berupa malas minum,
letargi, muntah, diare, hipotermi, kejang(40% kasus), ubun-ubun besar menonjol. Pada anak yang
lebih besar dapat berupa demam, kejang, mual muntah, sakit kepala, fotofobia, ubun-ubun besar
menonjol, tanda gangguan status mental seperti gelisah, letargi dan penurunan kesadaran.
Tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk, biasanya tidak ditemukan pada anak < 2 tahun.
Pemeriksaan penunjang
1. Cairan serebrospinalis:
Karena tidak ada manifestasi klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterialis,
maka diagnosa terutama ditegakkan atas dasar analisis CSS.
- Tekanan Meninggi
- Warna keruh karena pleositosis polimorfonuklear. Harga normal jumlah sel
Leukosit pada anak > 3 bulan:6/mm 2 dan tidak mengandung PMN. Pada
meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal dengan
jumlah leukosit >1000/mm 3, dengan predominasi PMN. Bila jumlah leukosit LSS
x %PMN LSS x 10 -2/mm3, hasilnya>1, maka sangat mendukung kemungkinan
meningitis bakterialis (Absolute Neutrophyl Count)
- Kadar protein meningkat >200 mg/mm2, dapat diperiksa dengan menggunakan
Tes Pandy dan None.
- Kadar glukosa LSS, normal 66% dari kadar glukosa darah. Pada meningitis
bakterialis, terjadi hipoglikorazia (kadar gula LSS rendah) pada kebanyakan
kasus. Dengan rasio kadar gula LSS dengan gula darah < 0, 4 memberi nilai
sensitifitas 80% dan spesifitas 98% di dalam menapis kasus meningitis bakterialis.
- Pada pungsi lumbal traumatik, jumlah leukosit dan eritrosit dihitung kemudian
eritrosit dilisiskan dengan asam asetat, selanjutnya jumlah sel leukosit dihitung
kembali. Bila rasio leukosit terhadap eritrosit lebih tinggi dari rasionya dalam
darah diasumsikan terjadi pleiositosis.
- Pemeriksaan gram dapat menunjukkan bakteri penyebab.
2. Pemeriksaan lain
- Darah rutin, CBC, Kadar glukosa darah
- Biakan darah
- Pemeriksaan radiologis
- CT scan atas indikasi
Tatalaksana yang dianjurkan adalah pemberian antibiotik Inisial: harus segera setalah
diagnosa ditegakkan, dan mencakup bakteri yang paling sering sebagai penyebab meningitis
sesuai dengan usia dan faktor resiko.
Usia Penyebab Tersering Terapi inisial
< 1 Bulan E coli, Ampisilin,Sefotaxim, Seftazidim,
grup B Streptococcus Aminoglikosida
L.monocytogenesis

42 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


1-3 Bulan E coli, Ampisilin, Sefotaksim, seftriakson
grup B Streptococcus
L.monocytogenesis
H.influenza tipe b,
S.pneumoniae

3 Bulan-18 N. meningitidis, Sefotaksim, seftriakson, Ampisilin,


Tahun H.influenza tipe b, kloramfenikol
S.pneumoniae

18-50 Tahun N. meningitidis, Penicilin G, Ampisilin, Sefotaksim,


S.pneumoniae Seftriakson

>50 Tahun L.monocytogenesis Ampisilin, sefotaksim, Seftriakson


H.influenza tipe b,
S.pneumoniae
Batang gram negatif enterik

Terapi antibiotik setelah hasil biakan di dapat; antibiotik dapat dipertahankan atau diubah sesuai
dengan respon klinis terhadap terapi inisial dan atau hasil uji kepekaan.
Terapi suportif dilakukan dengan monitoring tanda vital dan antikonvulsan bila di dapat kejang:
fenobarbital 7 mg/kgBB sebagai dosis inisial, dilanjutkan dengan fenitoin 5 mg/kgBB/hr dalam 2
dosis i.v. Pemasukan cairan, kalori dan protein diberikan sesuai kebutuhan penderita. Monitoring
kadar elektrolit dan evaluasi pemeriksaan neurologis dan perhatikan kebersihan miksi dan
defekasi

INFEKSI
DIAGNOSIS ANAK DENGAN DEMAM
Diagnosis demam pada anak dilakukan berdasarkan hasil temuan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, perlu ditentukan lama dan sifat
demam, adanya ruam kemerahan pada kulit, adanya kaku kuduk atau nyeri leher, adanya nyeri
kepala hebat, adanya nyeri saat BAK atau gangguan berkembih, adanya nyeri telinga, serta
daerah tempat tinggal pasien, khusunya 2 minggu terakhir. Pada pemeriksaan fisik, perlu dicari
adanya tanda lokal demam dari tiap-tiap penyakit seperti tipe ruam kulit, adanya kecurigaan
infeksi teling, infeksi saluran kemih, dll. Pemeriksaan penunjang lebih terarak ke pemeriksaan
darah tepi, apus darah tep, analisis urin, foto dada, atau bahkan pungsi lumbal.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, demam pada anak dapat dibedakan menjadi 4 kategori
utama yaitu demam karena infeksi tanpa atau disertai tanda lokal, demam dengan ruam, dan
demam lebih dari 7 hari.
a. Tanpa tanda lokal
Diagnosis demam Didasarkan pada
Infeksi virus dengue: DF, DHF, Demam atau riwayat demam mendadak tingi selama 2 7 hari
DSS Manifestasi perdarahan (sekurang kurangnya uji bendung posiif)
Pembesaran hati
Tanda gangguan sirkulasi
Peningkatan nilai Ht, thrombositopenia, dan leukopenia
Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka
DBD
Malaria Demam tinggi khas bersifat intermiten
Demem terus menerus
Menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyeri otot
Anemia, hepatomegali dan splenomegali
Hasil apus darah positif plasmodium

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 43


Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari
Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab jelas
Nyeri perut, kembung, mual, muntah diare, konstipasi
Delirium
Infeksi saluran kencing Demam terutama di bawah umur 2 tahun
Nyeri saat berkemih
Berkemih lebih sering dari biasanya
Mengompol (usia > 3 tahun)
Tidak mampu menahan kemih
Nyeri ketuk sudut kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik
Hasil urinalisis menunjukan proteinuria, leukosituria, dan hematuria
Sepsis Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab jelas
Hipo atau hipertermi
Takikardia takipneu
Gangguan sirkulasi
Leukositosis atau leukopeni
Demam berhubungan dgn HIV
b. Dengan tanda lokal
Diagnosis demam Didasarkan pada
Infeksi virus pada saluran nafas Gejala batuk/pilek, nyeri telan
atas Tanda peradangan di saluran nafas atas
Tidak terdapat gangguan sistemik
Pneumonia
Otitis media Nyeri telinga
Otoskopi tampak membran timpani hiperemis, cembung keluar dan
perforasi
Riwayat otorea < 2minggu
Sinusitis Pada saat perkusi wajah ada tanda radang pada daerah sinus yang
terserang
Cairan hidung yang berbau
Mastoiditis Benjolan lunak dan nyeri di daerah mastoid
Radang setempat
Abses tenggorokan Nyeri tenggorokan pada anak yang lebih besar
Kesulitan menelan/mendorong masuk air liur
Teraba nodus servikal
Meningitis Kejang, kesadaran menurun, nyeri kepala, muntah
Kaku kuduk
Ubun ubun cembung
Pungsi lumpal positif
Infeksi jar lunak dan kulit Selulitis
Demam rematik akut Panas pada sendi, nyeri dan bengkak
Kardiis, eritema marginatum, nodul subkutan
Peningkatan LED dan kadar ASTO
c. Dengan ruam
Diagnosis demam Didasarkan pada
Campak Ruam yang khas
Batuk, hidung berair, mata merah
Luka di mulut
Kornea keruh
Baru saja terpajan dengan kasus campak
Tidak memiliki catatan sudah imunisasi campak
Rubella (campak jerman) Ruam yang khas
Pembesaran kelenjar getah bening postaurikular, suboksipital dan colli
posterior
Eksantema subitum Terutama ada bayi (6 18 bulan)
Ruam muncul setelah suhu turun
Demam skarlet (GABHS) Demem tinggi, tampak sakit keras
Ruam merah kasar seluruh tuuh, biasanya didahului di daerah lipatan
leher ketiak dan inguinal
Peradangan hebat pada tenggorokan dan kelainan pada lidah (stroberi)
Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik

44 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


DBD/DHF
Infeksi virus lain (cikungunya, Gangguan sistemik ringan
enterovirus) Ruam non spesifik
d. Demam lebih dari 7 hari
Diagnosis demam Didasarkan pada
Demam tifoid
TB milier Demam tinggi
Berat badan turun
Anoreksia
Pembesaran hati dan atau limpa
Batuk
Tes tuberkulin dapat positif atau negatif
Riwayat TB dalam keluarga
Pola milier yang halus pada foto polos dada
Endocarditis infektif Berat bdan turun, pucat jari tabuh
Bising jantung, pembesaran limpa, peteke
Splinter haemorrhages in nail bed
Hematuri mikroskopis
Demam rematik akut Bising jantung yang berubah ubah
Artritis
Gagal jantung
Denyut nadi cepat
Pericarial friction rub
Korea
Diketahui infeksi streptokokal
Abses dalam (deep abscess) Demem tanpa fokis infeksi jelas
Radang setempat atau nyeri
Tanda spesifik yang tergantung tempatnya (paru hari otak ginjal, ect)

DD demam dari ruam Viruses Bacteria Other

Maculo/papular Measles, rubella, HHV-6, Dengue GABHS Rickettsia


EBV, HBV, HIV, enterovirus (scarlet fever)
Salmonella, Lyme,
Mycoplasma pneumoniae

Vesicular, bullous VZV, HSV, Echovirus Impetigo (GAS)


Coxsackievirus A, B
(HFMD)

Petechiae Hemorrhagic fever, CMV, EBV, VZV Sepsis (N.men, S.pneu,Hib) Rickettsia
enterovirus Rat bite fever

Diffuse erythroderma Dengue GABHS C. albicans


(scarlet fever)
TSS

1) Morbilli / Campak / Rubeolla adalah infeksi virus measles (SS,


(-) strand, eRNA) dengan masa inkubasi 10 12 hari. Terdapat
3 tahap manifestasi yaitu fase prodromal, erupsi, dan
convalescens. Fase prodromal ditandai dengan 3C yairu
coryza, conjungtivitis, dan cought. Selain itu, tidak jarang
dapat ditemukan demam dengan bercak koplicks. pada fase
erupsi, demam semakin tinggi (40 40.5oC) dengan lesi
maculopapular eriteatous.
2) Rubella / campak jerman adalah infeksi dari virus rubela
dengan masa inkubasi 15 20ari. Fase prodromal ditandai
dengan demam ringan. Gambaran lesinya macuoapular
3) Exanthema subitum / roseola infantum adalah infeksi Human
Herpes Virus 6 atau 7 dengan masa inkubasi 7 17 hari dan umum terjadi pada anak usia 6

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 45


18 bulan. Gejala klinis yang muncul adanya demam tiba-tiba tinggi 39.4 41.2oC dengan
durasi 1 5 hari. Gambara lesi tidak spesifik, biasanya makula atau disertai papul dengan
eritema berwarna seperti mawar
4) Demam skarlet / skarlatina
adalah infeksi oleh GaBHS yang
mengeluarkan toxin pirogenik
dan erithegenik menyebabkan
deskuamasi. Masa inkubasi 1 7
hari. Gambara klinis yang
muncul biasanya adanya tanda-
tanda faringitis hiperemis
edema exudate disfagia.
Gambara lesi adanya
eritroderma diffuse, makula
kemerahan disertai ptechiae, dan ruam pada dagu dan dahi
(cercumoral palor). Gambaran tidak khas: biasanya adanya strawberry tongue dan adanya
pastias line (ptechiae pin point pada lipat siku).
5) Demam dengue adalah demam akibat infeksi virus DENV tipe 1 4. Masa inkubasi 3 14 hari
dengan gambara klinis demam mendadak tinggi sampai hari ke 3 / 4 kemudian demam turun
dan naik lagi setelah 1 3 hari. Ruam yang muncul berbentuk macullopapular atau
morbiliform; pada fase penyembuhan akan muncul ptechiae dan purpura.
6) Meningococcal adalah infeksi Neisseria meningitidis. Gambaran klinis yang muncul biasanya
demam akut dan tinggi mendadak dengan gambaran perdarahan ptechiae dan purpura.
7) Varicella / chicken pox / cacar air adalah infeksi dari varicella zoster
virus. Awalnya ditendai dengan fase prodromal 1 2 hari dengan
demam ringan. Lesi yang muncul adalah lesi eritematus dengan
vesikel diatasnya (dew drop over the rose petal). Terkadang dapat
terjadi super infeksi

8) Hand foot mounth dsease adalah demam akibat infeksi virus coxackie tipe 16 dan enterovius
71. Demam biasanya disertai dengan faringitis dan hipersalivasi. Infeksi ini sembuh dengan
sendirinya sehingga hanya perlu terapi simptomatis.
9) Kawasaki adalah penyakit autoimun ditandai dengan
adanya demam > 5 hari dengan 4 dari 5 kriteria
a) Polimorphous rash
b) Bilateral conjuctival injection
c) Perubahan warna mukosa (injection membran
mucosa, eritema dan fissuring tongue, atau
strawberry tongue)
d) Acute non purulent cervical limfadenopati
e) Adanya perubahan lain (eriema di telapak, indurasi
edema, deskuamasi ujung jari)

46 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


TUMBUH KEMBANG ANAK
SDIDTK [STIMULASI DETEKSI INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG]
Pertumbuhan ialah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan, jadi
bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan mempergunakan satuan panjang atau satuan
berat. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks, jadi bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit daripada pengukuran
pertumbuhan.
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan dinilai semenjak konsespsi sampai dewasa. Tahap pertumbuhan dan
perkembangan adalah sebagai berikut :
1) Masa prenatal atau intrauterine.
a) Masa prenatal dibagi menjadi 2 periode yaitu :
i) Masa embrio Sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu
ii) Masa fetus Sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.
(1) Masa fetus dini sejak usia 9 minggu sampai dengan trimster ke-dua
(2) Masa fetus lanjut pada trimester akhir kehamilan.
2) Masa postnatal.
a) Masa neonatal Umur 0-28 hari. Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh lainnya.
b) Masa bayi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
i) Masa bayi dini (1-12 bulan) : terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara kontinyu terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
ii) Masa bayi akhir (1-2 tahun) : Kecepatan pertumbuhan mulai menurun, dan terjadi
kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi ekskresi.
c) Masa prasekolah 2-6 tahun : pertumbuhan berlangsung stabil, terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses
berfikir.
3) Masa sekolah atau prapubertas wanita : 6-10 tahun, laki-laki 8-12 tahun.
a) Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan
intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang
sama.
4) Masa adolescent atau remaja Wanita : 10-18 tahun, laki-laki 12-20 tahun.
a) Masa ini merupakan transisi dari periode anak ke dewasa.
b) Terjadi percepatan pertumbuhan dan berat badan yang sangan cepat yang disebut
adolescent growth spurt pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat
dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Faktor-fakor
tersebut dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1) Faktor dalam (internal)
a) Perbedaan ras/etnik atau bangsa Pada umumnya ras orang kulit putih mempunyai
ukran tungkai yang lebih panjang daripada ras orang Mongol.
b) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi dan gemuk-gemuk.
c) Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama
kehidupan dan masa remaja.
d) Jenis kelamin Wanita lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki. Pada masa
pubertas, wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian stelah
melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 47


e) Kelainan genetik Sebagai salah satu contoh Achondroplasia yang menyebabkan
dwarfisme, sedangkan Sindroma marfan terdapat pertumbuhan tinggi badan yang
berlebihan.
f) Kelainan kromosom Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan, seperti pada Sindroma Down dan Sindroma Turner.
2) Faktor eksternal/lingkungan
a) Faktor prenatal
i) Gizi Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
ii) Mekanik Posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan kelainan kongenital,
seperti club foot.
iii) Toksin/zat kimia Aminopterin dan obat kontasepsi dapat menybabkan kelainan
kongenital, seperti palatoschisis.
iv) Endokrin DM dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, hiperplasia adrenal.
v) Radiasi Paparan radiasi dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti
mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan deformitas angota gerak, kelainan
kongenital mata, kelainan jantung.
vi) Infeksi Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH, PMS, atau penyakit
virus lain dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.
vii) Kelainan imunologi Contohnya pada penyakit eritoblastosis fetalis.
viii) Anoksia embrio Anoksia embrio yang disebabkakn oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan terganggunya pertumbuhan
ix) Psikologis ibu Contohnya pada kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah,
atau kekerasan mental pada ibu hamil, dan lain-lain.
b) Faktor persalinan: Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia
dapat menyebabkan kelainan pada jaringan otak.
3) Pasca natal
a) Gizi Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital TBC, anemi, kelainan jantung bawaan
menyebabkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c) Lingkungan fisik dan kimia. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurang sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia (Pb, merkuri, roko, dll) mempunyai dampak
yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
d) Psikologis. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orangtuanya atau anak yan
selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembanganya.
e) Endokrin Misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami
hambatan pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan akan menyebabkan anak
menjadi kerdil.
f) Sosioekonomi Kemiskinan berkaitan dengan kekurangan makanan berizi, kesehatan
lingkungan yang jelek dapat menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan Interaksi ibu-anak serta pengetahuan dan pendidikan ibu
sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
h) Stimulasi Perkembangan memerlukan stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya
penyediaan alat mainan.
i) Obat-obatan Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,
demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang susunan saraf pusat dapat
menyebabkan terhambatny produksi hormon pertumbuhan.

48 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Pertumbuhan dan perkembangan memiliki bberapa perbedaan, antara lain : dalam definisi, ciri
kas, serta cara penilaiannya. Terdapat 4 kategori perubahan sebagai ciri pertumbuhan, yaitu :
1. Perubahan ukuran. Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan
bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi badan, lingkaran
kepala, dll. Organ tubuh seperti jantung, paru-paru atau usus akan bertambah besar sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
2. Perubahan proporsi. Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan
perubahan proporsi. Pada bayi baru lahir, kepala relatif mempunyai proporsi yang lebih
besar dibandingkan umur-umur laiannya. Titik pusat bayi baru lahir kurang lebih setinggi
umbilikus sedangkan pada orang dewasa titik pusat tubuh terdapat setinggi simpfisis pubis.
3. Hilangnya ciri-ciri lama. Selama proses pertumbuhan, terdapat perubahan yang terjadi
perlahan-lahan seperti menghilangnya kelenjar thymus, lepasnya gigi susu, dan
menghilangnya refleks-refleks primitif.
4. Timbulnya ciri-ciri baru. Timbulnya ciri-ciri baru sebagai akibat pematangan fungsi-fungsi
organ. Perubahan fisik yang penting adalah munculnya gigi tetap yang menggantikan gigi
susu yang telah lepas,dan munculnya tanda-tanda sekas sekunder seperti tumbuhnya rambut
pubis dan aksilla, tumbuhnya buah dada pada wanita, dan lain-lain.
Ciri-ciri pertumbuhan memiliki keunikan, yaitu :
1. Kecepatan pertumbuhan yang tidak teratur. Kecepatan pertumbuhan, mulai konsepsi sampai
akhir masa remaja tidak tetap, pertumbuhan sangat cepat pada masa pranatal, bayi, dan
adolescent, sedangkan di luar masa itu pertumbuhan berlangsung lambat.
2. Masing-masing organ memiliki pola pertumbuhan yang berbeda. Secara umum terdapat 4
pola kurva pertumbuhan, yaitu :
- pola pertumbuhan umum. Yang khas pada pertumbuha secara umum adalah
pertumbuhan tinggi badan. Sampai usia 2 tahun, pertambahan tinggi badan
berlangsung cepat, setelah itu pertumbuhan berlangsung stabil di bawah pengaruh
hormon pertumbuhan sampai pubertas. Mulai masa pubertas, hormon kelamin
berpengaruh sehinga pertumbuhan berlansung dengan cepat sampai berhenti pada
masa akil balik. Umumnya pertumbuhan organ tubuh mengikuti pola pertumbuham ini.
- Pola pertumbuhan organ limfoid. Organ limfoid secara cepat mengalami pertumbuhan,
sehingga pada usia sekitar 12 tahun mencapai 200% dan berangsur menurun lagi
sampai usia dewasa menjadi 100%. Dengan keadaan ini, anak-anak pada masa
pubertas relatif lebih kuat
- Pola pertumbuhan otak dan kepala. Petumbuhan otak dan kepala terjadi paling cepat
dibandingkan bagian tubuh lain sjak kehidpan intrautrin, bahkan berlanjut sampai
tahn-tahun pertma kehidupan, sehingga pada usia 6 tahun pertumbuhannya telah
mencapai hampir 90% otak orang dewasa.
- Pola dasar pertumbuhan organ reproduksi. Selama masa anak, pertumbuhan dan
pekembangan organ kelamin sangat lambat. Baru pada masa pubertas terjadi
percpatan yang luar biasa mengejar ketinggalannya di masa anak hingga dalam waktu
singkat menjadi matang. Pertumbuhan organ reproduksi ini sejalan pula dengan
perkembangan kemampuan seksual seseorang.
Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang berkelanjutan, teratur
dan saling terkait. Perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan. Perkembangan
merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
antara lain meliputi sistem neuromuskuler, bicara, emosi, dan sosial. Ciri-ciri perkembangan
adalah :
1. Perkembangan melibatkan perubahan. Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan, maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perubahan-
perubaha ini meliputi perbahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh,

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 49


berubahnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan suatu
organ tertentu.
2. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya. Seseorang tidak akan bisa
melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahap sebelumnya. Sebagai contoh
seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu, perkembangan
awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
3. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi
menurut dua hukum yang tetap, yaitu :
a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala kemudian menuju ke arah kaudal.
Pola ini disebut pola sefalokaudal.
b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu
berkembang ke baian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan dalm
gerakan halus. Pola ini disebut proksimodistal.
4. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap ini dilalui sorang anak mengikuti
pola yang teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik.
5. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda. Seperti halnya pertumbuhan,
perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki dan tangan
berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin
berkembang pesat pada masa lainnya.
6. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat pertumbuhan berlangsung
cepat, perkembangan pun demikian. Terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar,
asosiasi, dan lain-lain.
Penilaian tumbuh kembang anak secara
medis atau statistik diperlukan untuk mengetahui
apakah seorang anak tumbuh dan berkembang
normal atau tidak. Penilaian pertumbuhan
dimulai dengan cara pengukuran dan
menggunakan alat yang baku (standar).
Merupakan dasar utama yang harus dilakukan.
Terdapat parameter ukuran antropometri yang
dipakai pada penilaian pertumbuhan fisik yaitu
tinggi badan, berat badanm lingkaran kepala, lipatan kulit, lingkaran lengan atas, penjang lengan
(arm span), proporsi tubuh atau perawakan (somato typei), panjang tungkai. Terdapat bberapa
indeks pertumbuhan lainnya yang perlu dinilai, antara lain maturasi skelet (bone age),
perkembangan gigi, pertumbuhan fisiologi dan struktur tubuh, termasuk kecepatan pernafasan,
nadi, sinus paranasalis, kelenjar limfoid, reaksi pengobatan, nutrisi. Alat yang sangat penting
dalam penilaian pertumbuhan adalah kurva pertumbuhan, misalnya NCHS, Lubschenko, Harvard,
dan sebagainya untuk menilai hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan. Untuk lingkar
kepala digunakan kurva Nellhaus. Penilaian perkembangan anak pada fase awal dibagi
menjadi 4 aspek kemampuan fungsional yaitu motorik kasar, motorik halis dan penglihatan,
berbicara, bahasa, dan pendengaran, serta sosial emosi dan perilaku. Deteksi dini
perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan perkembangan secara berkala, apakah
sesuai dengan usia, atau telah terjadi penyimpangan perkembangan normal. Pemantauan
perkembangan anak dapat dilakukan dengan melihat pola perkembangan (milestone) atau
dengan beberapa tahap antara lain tahap awal dengan melakukan skrining, bila ditemukan
kecurigaan gangguan perkembangan kemudian dilakukan penilaian selanjutnya untuk
menegakkan diagnosis
Indikator pertumbuhan
Berat badan Saat lahir: 2.7 4.1kg
[Koreksi prematur 24 bln] Menjadi 2x lipat saat usia 5 bln
Menjadi 3x lipat saat usia 1 thn
Menjadi 4x lipat saat 2 1/2 tahun

50 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Tinggi badan Saat lahir: 50cm
[koreksi prematur 40 bln] Meningkat 1.5x saat usia 1 thn
Lingkar kepala Saat lahir: 33 35.6cm
[koreksi prematur 18 bln] Saat usia 1 thn menjadi 44.4 46.9cm
Saat usia 2 thn menjadi 46.9 49.5cm
Saat usia 3 thn menjadi 47.7 50.8cm

Erupsi gigi Gigi susu lengkap 20 saat usia 2.5 thn

1. A child in this range is very tall. Tanness is rarely a


problem, unless it is so excessive that it may indicat e
endocrine such as a growth-hormone-producin g
tumor. Refer a child in this range for assessment i f
you suspect an endocrine disorder
2. A Child whose weight-for-age falls in this range ma y
have a
growth problem, but this is better assessed fro m
weight-length/heoght or BMI-for Age.
3. A plotted point above 1 shows possible risk. A tren t
toward the 2 z-score line show definite risk
4. It is possibke for a stunded or severely stunded chil d
to become overweight

Skrining perkembangan dapat dilakukan satu atau dua tahap. Skrining dua tahap terdiri
dari: preskrining (menggunakan kuesioner yang diisi oleh orang tua), skrining (dilakukan bila
hasil preskrining meragukan atau abnormal).
KPSP (kuesioner praskrining perkembangan) digunakan untuk mengetahui perkembangan
anak normal / menyimpang. Biasanya dilakukan pada usia < 6 thn dengan jadwal 3 bulan sampai
usia 24 bln, setiap 6 bulan hingga usia 72 bulan. KPSP ini terdiri atas 10 pertanyaan yang tinggal
diisi ya atau tidak oleh orang tua pasien kemudian dihitung jumlah ya. Jika 9 10 artinya
sesuai, jika 7 8 meragukan dan jika < 7 artinya menyimpang.
PEDS / parent evaluation of developmental status, merupakan kuesioner yang dapat
diselesaikan dalam 5 menit untuk membantu menggali keluhan perkembangan anak. Dianjurkan
uji ini dilakukan setiap tahun.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 51


Selain itu, masih ada uji preskrining lain seperti kuesiner deteksi dini masalah mental emosi,
ceklis deteksi dini autis, dan kuesioner deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH).
DDST (Denver developmental screening test II digunakan untuk deteksi dini penyimpangan
perkembangan anak usia <6 tahun, berisi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4
sektor untuk menjaring fungsi personal social; fine motor adaptive; language; dan gross motor .
Skor dari tiap uji coba diulis pada kotak segi empat uji coba dekat tanda garis 50%.
Pass/Lewat (P) : anak melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberi
laporan (tepat/dapat dipcaya bahwa anak dapat mlakukannya).
Failed (F) : anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik atau
ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat atau kurang bahwa anak tidak dapat
melakukannya dengan baik).
No Opportunity (NO) : tidak ada kesempatan, anak tidak mempunyai kesempatan untuk
melakukan uji coba karena ada hambatan. Skor ini hanya dapat dipakai pada uji coba
dengan tanda R.
Refusal (R) : anak menolak untuk melakukan uji coba.
Interpretasi penilaian individual :
1) Lebih (advanced): Bilamana seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan
garis usia, dinyatakan perkembangan anak lebih pada ujicoba tersebut.
2) Normal: Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba di sebelah kanan garis
usia.
3) Caution/peringatan: Bila seorang anak gagal atau menolak ujicoba, garis usia terletak
pada atau antara pesentil 75 dan 90 skornya.
4) delayed/keterlamabatan: Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis usia.
5) No oppotunity/tidak ada kesempatan ujicoba yang dilaporkan orang tua.

52 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Interpretasi DDST II :
1) Normal: Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution. Lakukan ulangan
pada kontrol berikutnya.
2) Suspek: Bila didapatkan 2 caution dan/atau 1 keterlambatan. Lakukan uji ulang dalam 1-2
minggu. Untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit, atau kelelahan.
3) Tidak dapat diuji: Bila ada skor menolak pada 1 ujicoba terletak di sebelah kiri garis usia
atau menolak pada > 1 ujicoba yang ditembus garis usia pada daerah 75-90%. Kemudian uji
ulang dalam 1-2 minggu.

BINS (Beyley infant neurodevelopmental screening) dilakukan untuk mengidentifikasi bayi


berusia 3-24 bulan yang mengalami keterlembatan tumbuh kembang atau mengalami gangguan
neurologis. Aspek perkembangan yang diuji oleh BINS meliputi :
1. Fungsi neurologis dasar : Mengukur kelengkapan perkembangan sistim saraf pusat.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 53


2. Fungsi penerimaan atau reseptif
3. Fungsi ekspresif
4. Fungsi pengertian (kognitif)
Dalam format pencatatan hasil skor total bayi disesuaikan dengan distribusi skor yang
disesuaikan usia kronologis bayi. Setiap usia memiliki t itik potong yang terbagi dalam 3
klasifikasi yang mengindikasikan besarnya resiko untuk terjadinya keterlambatab dalam
perkembangan atau gangguan neurologis, : resiko rendah, resiko sedang, dan resiko tinggi.
Tindak lanjut dari hasil penilaian BINS adalah sebagi berikut :
1) Resiko rendah: Dianggap memiliki resiko minimal atau tidak memiliki resiko terjadinya
hambatan perkembangan. Walaupun demikian, tetap harus diingat adanya variabel
yang tidak dapat diukur oleh BINS namun dapat mempengaruhi perkembangan,
misalnya faktor lingkungan.
2) Resiko Sedang: Direkomendasikan uji BINS sekitar 3 bulan yang akan datang. Selama itu
orang tua diberi petunjuk untuk memberi stimulasi sebagai latihan perkembangan
anak.Bila dari pemeriksaan selanjutnya didapatkan adanya keterlambatan maka kita
jarus melakukan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis penyebab keterlambatn
perkembangan.
3) Resiko tinggi: Dibutuhkan uji diagnostik lebih lanjut.
Muenchener diagnostik perkembangan fungsi 0 12 bln 2 3 thn
dilakukan untuk mendeteksi keterlambatan dalam
perkembangan dengan cara mengukur tahap Merangkak Pengertian bahasa
perkembangan bidang fungs tertentu. Digunakan Duduk Berbicara aktif (berbahasa)
Berjalan Persepsi
untuk usia 0-3 tahun. Penafsiran hasil pemeriksaan Memegang Keterampilan tangan
dilakukan dengan melihat, apakah grafik tadi Persepsi Berjalan
menunjukkan penyimpangan yang negatif (usia Bicara
perkembangan dalam bidang tertentu berada di Pengertian bahasa
Sosialisasi
bawah usia kronologis)

54 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


USIA MOTORIK KASAR MOTORIK HALUS PENGAMATAN BICARA SOSIALISASI
Mengoceh spontan
Mengikuti objek dengan matanya Mengenali ibunya (lewat
Menahan barang yang Bereaksi dengan mengoceh
0-3 Belajar mengangkat kepala Melihat ke muka orang dengan penglihatan, penciuman,
dipegangnya Bereaksi terhadap suara atau
bulan tersenyum pendengaran, kontak)
bunyi
Mulai meraih benda
Mengangkat kepala tegak Berusaha memperluas lapang
(termasuk yang di luar
lurus pandangan Tertawa dan menjerit gembira jika
3-6 jangkauannya) Bereaksi jika dipanggil namanya
Mengangkat dada (dengan Mulai mencari barang yang diajak main-main
bulan Menaruh benda-benda di
bertopang pada tangan) hilang
mulut
Duduk sendiri (tanpa Mengeluarkan kata-kata tanpa Bergembira dengan melempar
Memindahkan benda dari
dibantu) Mengenal muka anggota arti benda-benda
6-9 satu tangan ke tangan yang
Tengkurap dan berbalik keluarga, takut pada orang asing Merangkai suku kata ulangan Mulai bermain cilukba dan tepuk
bulan lain
Merangkak (ma-ma, pa-pa) tangan
Melihatkan minat besar dalam Menirukan suara yang didengar
Memegang benda kecil
Berdiri sendiri (tanpa mengeksplorasi sekelilingnya Belajar menyatakan satu-dua
dengan ibu jari dan telunjuk
9 - 12 dibantu) Ingin menyentuh apa saja dan kata Berpartisipasi dalam permainan
Dapat memasukkan objek
bulan Berjalan (masih dituntun) memasukkan benda ke dalam Mengerti perintah sederhana
ke dalam kotak
mulut atau larangan
Berjalan sendiri
12 - 18 Menyusun 2-3 kotak Berjalan mengeksplorasi rumah Memperlihatkan rasa cemburu
Membungkuk mengambil Dapat mengatakan 5-10 kata
bulan Mencoret-coret kertas dan sekelilingnya dan bersaing
barang yang jatuh
Belajar mengontrol BAB atau BAK
Bisa naik turun tangga Menyusun 6 kotak Berminat terhadap aktivitas orang
Bisa berjongkok Belajar makan sendiri Menunjuk mata dan hidungnya Menyusun 2 kata yang lbeih besar
18 - 24
Bisa berlari Bisa menggambar garis Mulai bermain dengan anak
bulan
lainnya
Mampu menyusun kalimat
Membuat jembatan dengan
2-3 Belajar meloncat, memanjat, Menyadari adanya lingkungan Menggunakan kata saya,
3 kotak Bermain bersama anak lainnya
tahun melompat dengan 1 kaki lain di luar keluarga bertanya dan mengerti yang
Menggambar lingkaran
dikatakan padanya
Mendengarkan cerita-cerita
Belajar memakau baju dan Mengenal 2 atau 3 warna
Bisa berjalan pada ujung Bicara dengan baik Menunjukkan rasa sayang pada
membuka kancing Banyak bertanya
3-4 jari, main bola, naik sepeda Menyebut nama, jenis kelamin saudara
Bisa menggambar garis Mengenal sisi atas, bawah, muka,
tahun roda 3 dan umur Bisa mengerjakan tugas
silang belakang
sederhana
Dapat menghitung jari-jarinya Pandai bicara
Bisa memasang kancing Memprotes jika dilarang apa yang
Mengenal 4 warna Dapat menyebut hari-hari dalam
Bisa melompat, menari, Mengikat tali sepatu diinginkannya
4-6 Memperkirakan dan seminggu
memanjat pohon Menggambar kotak, Menaruh minat pada aktivitas
tahun membedatakan bentuk dan besar Mendengar dan mengulang hal-
segitiga, orang orang dewasa
kecilnya benda hal penting atau cerita

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 55


56 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak
IMUNISASI ANAK
Imunisasi adalah proses pemberian kekebalan tubuh baik secara aktif (vaksinasi), maupun
pemberian antibodi (pasif). Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam
bentuk, yaitu imunoglobulin yang non-spesifik (gamaglobulin) dan imunoglobulin yang spesifik
yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapatkan vaksinasi
penyakit tertentu. Imunoglobulin non-spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi
imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat. Perlindungan
tersebut hanya berlangsung beberapa minggu saja. Resiko terjadi jika secara kebetulan serum
yang diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang aktif. Sedangkan imunoglobulin
yang spesifik diberikan pada anak yang belum terlindung karena belum pernah mendapatkan
vaksinasi dan kemudian terserang misalnya penyakit difteria, tetanus, hepatitis A dan B.
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga
patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas.
Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti
cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin
polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio
parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mcmpengaruhi respons imun yang
terjadi. Dosis terialu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan, sedang
dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat
diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang
direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Sebagaimana
telah kita ketahui, respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat,
lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Di samping frekuensi, jarak
pemberian pun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang
masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga
tidak sempat merangsang sel imunokompeten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan
reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan
kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu
pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil
uji klinis.
Adjuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap
antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada
atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi set APC (antigen presenting cells)
untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan
mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
Jenis vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksin
mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated) atau bagian (komponen) dari
mikroorganisme.
Pada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
o Berasal dari virus hidup : vaksin campak, rubela, polio, rotavirus
o Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Inactivated (bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif)
o Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A
o Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
o Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertussis, a-
seluler, tifoid Vi, lyme disease,

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 57


Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum,
o
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, clan Haemophilus
o
influenzae tipe b.
o Gabungan polisakarida ( Haemophillus influenzae tipe b dan pneumokokus).
Daerah penyuntikan direkomendasikan di paha anterolateral adalah bagian tubuh yang
diajurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. Regio deltoid adalah
alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan
orang dewasa. Risiko kerusakan saraf iskhiadika akibat suntikan di daerah gluteus lebih banyak
dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa otot lebih tebal, sehingga pada
vaksinasi dengan suntikan intramuskular di daerah gluteal dengan tidak disengaja menghasilkan
suntikan subkutan dengan reaksi lokal yang lebih berat. Vaksin hepatitis B dan rabies bila
disuntikkan di daerah gluteal kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk semua umur.
Vaksin Dosis KIPI Kontraindikasi
BCG Dibuat dari M. bovis yang di Intradermal 0.1ml pada Ulkus lokal Reaksi
(Bacille proses hingga tidak virulen namun anak superfisial 3 minggu tuberkulin >
Calmette tetap imunogenitas. pasce penyuntikan 5mm
Guerin) Adalah vaksin bakteri hidup yang Intradermal 0.05ml pada Sedang
dilemahkan bayi Biasanya menderita HIV
Jika diberikan pada usia < 2bln, meninggalkan parut Anak dengan gizi
baiknya dilakukan uji Mantoux Disuntikan di regio lengan 4 8mm buruk
Efek proteksi muncul 8 12 mgg kanan atas daerah insersio Sedang demam
pasca penyuntikan m. deltoideus kanan tinggi
(mudah deteksi Hamil
limfadenitis)
Hep B Efektif mencegah infeksi 90 95% Reaksi lokal ringan
Memori menetap minimal 12 thn Kadang demam
pasca imunisasi ringan 1 2 hari
DTP Toksoid difteri dan tetanus serta Syok anafilaktik
bakteri pertusis yang dilemahkan Neuritis brakialis
Komplikasi akut
termasuk kecacatan
dan kematian
Polio Dibuat dalam biakan jaringan Diberikan 2 tetes oral = Pusing, diare Demam > 38.5oC
(OPV) Tiap dosis (2 tetes = 1 ml) 0.1ml. ringan.. dan nyeri
mengandung virus tipe otot Keganasan
1:1060CCID50,, tipe 2: 101CCID50 Bila dimuntahkan dallam
dan tipe 3: 101.1CCID50 dan waktu 10 ment, dosis perlu Lumpuh layu akut Infeksi HIV
eritromisin < 2mcg. diulang (VAPP)

Campak Virus campak yang dilemahkan 0.5ml diberikan SC Biasanya muncul Demam tinggi
(tipe Edmonston B). saat imunisasi ulang Terapi
Demam > 39.5oC imunosupresan
muncul hari ke 5 6 alergi
pasca imunisasi
Ruam ada hari 7 10
HiB Dibuat dari membran protein luar
N. Meningitidis
Vaksin KIPI Waktu
BCG BCG-itis 4 6 minggu
DTP, DT, TT Syok anafilaktik 4 jam
Neuritis brakalis 2 28 hari
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
DPwT Syok anafilaktik 4 - 72 jam
Ensefalopati
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
Campak Syok anafilaktik 4 jam
Ensefalopati 5 15 hari
Trombositopenia 6 bulan
Klinis campakk pada resipien imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
OPV Polio paralisis 30 hari
Polio paralisis pada pasien imunokompromais 6 bulan
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian
Hepatitis B Syok anafilaktik 4 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian Tidak tercatat

58 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Bayi sering sakit saat jadwal imunisasi dan tidak bisa mendapatkan imunisasi selama tahun
pertama kehidupannya. Penting untuk kita ketahui bahwa dasar pemberian imunisasi dasar
sampai usia 1 tahun bertujuan untuk mendapatkan kekebalan pertama kalinya. Pada saat sang
anak berusia 1-4 tahun, imunisasi yang diberikan merupakan imunisasi ulangan yang bertujuan
untuk memperpanjang masa kekebalan imunisasi dasarnya. Masa ini juga ditujukan bagi mereka
yang mengalami keterlambatan imunisasi, untuk melengkapi imunisasinya (catch-up).
Selanjutnya, pemberian imunisasi yang terlambat masih bisa dilanjutkan hingga anak usia
sekolah (5-12 tahun) dan remaja (13-18 tahun) , sebagai persiapan menuju masa dewasa.
Beberapa imunisasi diberikan setelah anak menginjak masa remaja, seperti imunisasi HPV.
Beberapa imunisasi harus diulang saat seseorang menjadi dewasa, seperti varicella dan hepatitis
B, bahkan pada usia dewasa tua atau usia lanjut, seperti pneumokokus dan influenza.
Beberapa rekomendasi untuk imunisasi lanjutan yang terlambat:
1) BCG
Imunisasi BCG sebaiknya pertamakali diberikan pada saat bayi berusia 2-3 bulan. Pemberian
BCG pada bayi berusia < 2 bulan akan meningkatkan risiko terkena penyakit tuberkulosis
karena daya tahan tubuh bayi yang belum matang. Apabila bayi telah berusia > 3 bulan dan
belum mendapatkan imunisasi BCG, maka harus dilakukan uji tuberkulin (tes mantoux
dengan PPD2TU/PPDRT23) terlebih dulu. Bila hasilnya negatif, imunisasi BCG dapat diberikan.
Imunisasi BCG tidak membutuhkan booster.
2) Hepatitis B
Idealnya dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir (jika
memungkinkan < 12 jam), kemudian dilanjutkan dengan interval 4 minggu dari dosis pertama
dan interval imunisasi kedua dan ketiga yang dianjurkan adalah minimal 2 bulan dan terbaik
setelah 5 bulan. Apabila sang anak belum mendapatkan imunisasi hepatitis B semasa bayi,
maka imunisasi hepatitis B tersebut dapat diberikan kapan saja, sesegera mungkin, tanpa
harus memeriksakan kadar AntiHBs-nya. Kecuali jika sang ibu memiliki hepatitis B ataupun
sang anak pernah menderita penyakit kuning, maka ia dianjurkan untuk memeriksakan kadar
HBsAg dan antiHBs terlebih dahulu.
3) Diptheria, Pertusis, dan Tetanus (DPT)
a) Imunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar dan dilanjutkan dengan booster 1
kali dengan jarak 1 tahun setelah DPT3. Pada usia 5 tahun (sebelum masuk SD) diberikan
imunisasi DPT (DPaT/Tdap) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi Td. Pada wanita,
imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan 1 kali pada ibu hamil, yang
bertujuan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir.
b) Apabila Imunisasi DPT terlambat diberikan, maka berapa pun interval keterlambatannya
jangan mengulang dari awal, namun langsung lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak
Anda belum pernah diimunisasi dasar pada usia < 12 bulan, maka imunisasi dasar DPT
dapat diberikan pada usia anak sesuai jumlah dan interval yang seharusnya.
c) Bagaimana dengan pemberian imunisasi DPT keempatnya? Imunisasi DPT
keempatnya tetap diberikan dengan jarak 1 tahun dari yang ketiga, dengan catatan
sebagai berikut:
i) Bila imunisasi DPT keempat diberikan sebelum ulang tahun keempatnya, maka
pemberian imunisasi DPT kelima dapat diberikan sesuai jadwal, paling cepat 6 bulan
sesudahnya.
ii) Bila imunisasi DPT keempat diberikan setelah ulang tahun keempatnya, maka
pemberian imunisasi DPT kelima tidak diperlukan lagi.
4) Polio
a) Imunisasi polio oral (OPV) dengan jadwal pemberian: saat lahir, usia 2, 4, 6, dan 18 bulan
b) Imunisasi polio suntik (IPV) dengan jadwal pemberian: usia 2, 4, 6, 18-24 bulan dan 6 8
tahun
c) Bila imunisasi polio terlambat diberikan, Anda tidak perlu mengulang pemberian.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 59


5) Campak
i) Imunisasi Campak sebaiknya diberikan pada usia 9 bulan dan dosis penguatan
(second opportunity pada crash program campak) pada usia 24 bulan serta saat SD
kelas 1-6. Terkadang terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang
bertujuan sebagai penguatan (strengthening). Program ini bertujuan untuk mencakup
sekitar 5% individu yang diperkirakan tidak memberikan respons imunitas yang baik
saat diimunisasi dulu.
ii) Untuk anak yang terlambat/belum mendapat imunisasi campak, bila saat itu anak
berusia 9-12 bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila anak berusia > 1 tahun,
berikan MMR. Jika sudah diberi MMR usia 15 bulan, tidak perlu campak di usia 24
bulan.
6) Measles, Mumps, dan Rubella (MMR)
i) Imunisasi MMR diberikan pada saat anak berusia 15-18 bulan dengan jarak minimal
dengan imunisasi campak 6 bulan. Imunisasi MMR merupakan imunisasi dengan virus
hidup yang dilemahkan, sehingga harus diberikan dalam kondisi anak yang sehat dan
dengan jarak minimal 1 bulan sebelum atau sesudah penyuntikan imunisasi lain.
ii) Booster perlu diberikan saat anak berusia 6 tahun. Bila lewat 6 tahun dan belum juga
mendapatkannya, berikan imunisasi campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada
prinsipnya, pemberian imunisasi campak 2 kali atau MMR 2 kali.
7) Haemophillus influenzae B (HiB)
Mirip dengan DPT , Imunisasi HiB diberikan diberikan pada usia 2,4, dan 6 bulan, dan diulang
pada usia 18 bulan. Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi. Apabila
anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya diberikan 1 kali. Untuk anak di atas usia 5 tahun,
tidak perlu diberikan, karena penyakit ini hanya menyerang anak di bawah usia 5 tahun
8) PCV
a) Tidak seperti imunisasi yang lain, jadwal kejar imunisasi terhadap pneumokokus ini
diberikan tergantung usia bayi/anak Anda. Bila bayi/anak Anda terlambat
mendapatkannya, maka jadwal imunisasi pneumokokusnya adalah sebagai berikut:
b) Imunisasi pneumokokus diberikan tergantung usia pasien:
i) 2-6 bulan > 3 dosis, interval 6-8 minggu (Ulangan 1 dosis, usia 12-15 bulan)
ii) 7-11 bulan > 2 dosis, interval 6-8 minggu (Ulangan 1 dosis, usia 12-15 bulan)
iii) 12-23 bulan > 2 dosis, interval 6-8 minggu
iv) >24 bulan > 1 dosis
9) Rotavirus
a) Ada dua imunisasi Rotavirus yang terdapat di Indonesia:
i) Rotateq diberikan 3 dosis. Pertama pada usia 6-14 minggu, pemberian ke dua 4-8
minggu kemudian, dan dosis ke-3 maksimal pada usia 8 bulan.
ii) Rotarix diberikan 2 dosis: dosis pertama pada usia 10 minggu, dan dosis kedua pada
usia 14 minggu (maksimal pada usia 6 bulan).
b) Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih dari 6-8 bulan, maka tidak perlu
diberikan karena belum ada studi keamanannya.
10) Influenza
Vaksin influenza diberikan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35 bulan ( atau 3 tahun
diberikan 0,5 ml. Pada anak berusia < 8 tahun, untuk pemberian pertama diperlukan 2 dosis
dengan interval minimal 4-6 minggu, sedangkan bila anak berusia > 8 tahun, maka dosis
pertama cukup 1 dosis saja satu kali setahun dan diulang setiap tahun.
11) Varisela
Vaksin varisela diberikan pada anak > 1 tahun sebanyak 1 kali. Untuk anak berusia > 13 tahun
atau pada dewasa, diberikan 2 kali dengan interval 4-8 minggu. Apabila terlambat, berikan
kapan pun saat pasien datang, karena imunisasi ini bisa diberikan sampai dewasa.
12) Hepatitis A dan Tifoid

60 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Imunisasi hepatitis A dan tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi hepatitis A
diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6-12 bulan. Imunisasi tifoid diberikan pada usia
lebih dari 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Vaksin tifoid merupakan polisakarida
sehingga hanya diberikan di atas 2 tahun. Kalau anak Anda terlambat mendapatkannya, maka
keduanya dapat diberikan kapan saja hingga usia dewasa.
13) Human Papilloma Virus (HPV)
Vaksin HPV diberikan sejak anak berusia 10 tahun sebelum menikah/berhubungan seksual,
dan dapat diberikan hingga anak berusia 26 tahun. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah
kanker cervix, mengingat prevalensinya lebih tinggi daripada kanker payudara. Suntikan
vaksin HPV dilakukan sebanyak 3 kali, dengan interval pemberian 0-1-6 bulan atau 0-2-6
bulan.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 61


KASUS GAWAT DARURAT
PERAWATAN BAYI BARU LAHIR
Kurang lebih sekitar 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas
setelah lahir. Untuk membedakan antara yang membutuhkan dan yang tidak, cukup dengan 3
penilaian yaitu: cukup usia gestasi, bayi langsung menangis / bernapas, dan tonus otot bayi baik.
Jika ketiganya terpenuhi, bayi tidak membutuhkan resusitasi dan dapat langsung diletakan di
dada ibu. Namun bila salah satu adalah tidak, bayi akan membutuhkan
1. Stabilisasi inisial (berikan kehangatan, bersihkan jalan napas, keringkan, dan stimulasi)
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Pemberian epinefrin dan atau ekspansi volume
Golden period 60 detik diharapkan dapat menyelesaikan tahap inisial, reevaluasi, dan mula
ventilasi. Keputusan untuk melanjutkan didasarkan pada 2 tanda vital yaitu pernapasan (apnea,
gasping, atau adanya usaha bernapas) dan denyut jantung dari prekordial (lebih atau kurang dari
100bpm).
Tahap inisial terdiri atas pemberian kehangatan dengan meletakan bayi dibawah
penghangat (36.5 37.5oC), dalam posisi sniffing untuk membuka jalan napas, pembersihan jalan
napas dengan bulb syringe atau suction, pengeringan bayi, dan stimulasi. Pembersihan jalan
napas dilakukan setelah bayi lahir mulai dari mulut kemudian hidung, kecuali jika terdapat
mekonium, pembersihan dilakukan segera sebelum bahu bayi lahir karena ada kemungkinan
terjadinya sindroma aspirasi mekonium. Pemberian oksigen sebenarnya tidak diwajibkan
kecuali jika saturasi bayi buruk. Pada bayi prematur < 35minggu, pemberian oksigen wajib 21
30%. Pada bayi bradikardi (HR < 60bpm) setelah pemberian oksigen selama 90 detik,
konsentrasi oksigen harus ditingkatkan hingga 100% sampai HR bayi kembali normal.
Pengukuran denyut jantung jika dimungkingkan baiknya menggunakan EKG 3 lead.
Jika bayi tetap saja apnea atau gasping atau HR < 100bpm setelah fase inisial, mulai lakukan
ventilasi tekanan positif (PPV). Ventilasi ini baiknya diberikan dengan kecepatan 40 60 napas /
menit untuk mencapai HR > 100 bpm. Pemasangan CPAP (continuous positive airway pressure)
dianjurkan pada bayi bernapas spontan namun terlihat sulit.
Kompresi jantung diindikasikan jika HR < 60 bpm walaupun sudah dilakukan ventilasi
selama 30 detik. Kompresi dilakukan dengan 2 jari jempol atau 2 jari (telunjuk dan tengah)
dengan rasio 3:1 90 kompresi dan 30 napas dalam 1 menit.
Pemberian obat resusitasi sangat jarang dilakukan. Obat resusitasi hanya diberikan jika HR
bayi tetap < 60bpm walaupun ventilasi ETT dengan oksigen 100% dan saturasi telah dilakukan,
bayi boleh diberikan epinefrin atau ekspansi volume. Epinefrin diberikan IV dengan dosis 0.01 -
0.03mg/kgBB / dosis. Ekspnasi volume dilakukan jika bayi diperkirakan kekurangan darah (pucat,
perfusi buruk, nadi lemah) dan HR bayi tidak berespon baik pada resusitasi. Pemberian larutan
kristaloid isotonik atau darah direkomendasikan 10ml/kgBB.
Setelah resusitasi dilakukan, bayi harus dimasukan dalam proses post resusitasi /
penstabilan pasca resusitasi. Periode transpor pada neonatus dapat dikelompokkan menjadi 2:
1. Periode I : proses setelah dilakukan resusitasi dan sebelum pemindahan bayi
2. Periode II : proses pemindahan ke unit atau RS lain
Proses persalinan, proses resusitasi, periode pasca resusitasi, dan periode rujukan/pemindahan
pada neonatus disebut sebagai Golden Period. Mengingat keterbatasan sumber daya manusia
dan peralatan maka proses transportasi neonatus merupakan tantangan. Tulisan ini akan
membahas secara singkat mengenai stabilisasi neonatus pasca resusitasi.
Penanganan pasca resusitasi pada neonatus yang mengalami asfiksia perinatal, sangat
kompleks, membutuhkan monitoring ketat dan tindakan antisipasi yang cepat, karena bayi
berisiko mengalami disfungsi multiorgan dan perubahan dalam kemampuan mempertahankan

62 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


homeostasis fisiologis. Prinsip umum dari penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya
melanjutkan dukungan kardiorespiratorik, stabilitas suhu, koreksi hipoglikemia, asidosis
metabolik, abnormalitas elektrolit, serta penanganan hipotensi. Salah satu acuan yang telah
mempunyai bukti ilmiah yang kuat dalam melaksanakan stabilisasi pasca resusitasi neonatus
dikenal sebagai S.T.A.B.L.E., yaitu tindakan stabilisasi yang terfokus pada 6 dasar penanganan
yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP), bertujuan untuk
meningkatkan keamanan pasien, baik dalam manajemen, mencegah kemungkinan adanya
kesalahan, serta mengurangi efek samping.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 63


S (SUGAR AND SAFE CARE): Merupakan langkah untuk menstabilkan kadar gula darah
neonatus. Pada awal kehidupan, kelangsungan pasokan nutrisi terhenti setelah pemotongan tali
pusat. Bayi baru lahir memerlukan kelangsungan nutrisi untuk mempertahankan asupan glukosa.
Kecukupan glukosa diperlukan agar metabolisme sel tertap berlangsung terutama sel otak. Ada 3
faktor risiko yang mempengaruhi kadar gula darah:
1. Cadangan glikogen terbatas
2. Hiperinsulinemia
3. Peningkatan penggunaan glukosa
Dengan demikian pada bayi prematur, BBLR, bayi yang ibunya menderita diabetes melitus, dan
bayi yang sakit berat memiliki risiko tinggi hipoglikemia..
Skrining hipoglikemia Frekuensi Stabilisasi bayi
Menggunakan darah kapiler Sebelum transpor Bila terjadi hipoglikemia, mulai terapi
Dekstrostix Diulang lagi saat akan ditranspor Infus mengandung Dekstrosa (Dex 10%), 80
Simple, cukup akurat Proses transpor ml/kg/hari
Target gula darah : 50- Bila hasil pemeriksaan I normal : tidak Target setidaknya : GIR = 4-6 mg/kg/menit
110 mg/dl perlu diulang
15% lebih rendah dari gula
serum
T (TEMPERATURE): Merupakan usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan
mencegah hipotermia. Pada bayi dengan hipotermi akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi di jaringan tubuh. Selain itu kondisi
hipotermia dapat meningkatkan metabolism dalam rangka untuk meningkatkan kalori tubuh,
kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Dengan demikian suhu-gula
darah-oksigen mempunyai keterkaitan erat. Neonatus lebih mudah mengalami hipotermia
daripada hipertermia. Lingkungan ekstrauterin berbeda dengan lingkungan intrauterin.
Lingkungan ekstrauterin meningkatkan risiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan
hangat, selain itu juga pengaruh konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Suhu normal adalah
36,50C 37,2/37,50C. Pada hipotermia yang berat, yaitu < 320C, bayi dalam batas yang
uncompensated. Pada kondisi tersebut sel otak berisiko tinggi mengalami kematian sel dan
ireversibel.
A (AIRWAY): Masalah pernapasan menjadi morbiditas yang sering dialami bayi yang
mendapat perawatan di NICU. Saat resusitasi dilakukan upaya membuka alveoli paru, pasca
resusitasi alveoli paru belum sepenuhnya terbuka. Beberapa faktor predisposisi :
Prematuritas Kelainan bawaan : CDH, kista paru,
Persalinan seksio cesaria Masalah lain di luar paru (hipotermia,
Sindroma aspirasi mekoneum (MAS) hipoglikemia, kelainan jantung, dll)
Proses inflamasi Problema sumbatan jalan napas
Pneumotoraks: komplikasi, spontan
Deteksi dini kegawatan napas dan evaluasi terapi, termasuk menilai progresifitas gangguan
pernapasan sangat penting. Salah satu penilaian dini gangguan pernapasan yang mudah adalah
menggunakan Skor Down.
Skor Down
0 1 2
Kecepatan napas < 60x/menit 60-80x/menit > 80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Tidak tampak sianosis dg O2 Sianosis (+) dg. O2
Udara masuk (+) Udara masuk berkurang Tidak ada udara masuk
Megap-megap Tidak megap- Terdengar melalui stetoskop Terdengar tanpa menggunakan
megap peralatan
Skor Analisis
Skor < 4 Gangguan pernapasan ringan
Skor 4-5 Gangguan pernapasan sedang
Skor 6 Gangguan pernapasan berat (diperlukan analisis gas darah)

64 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


B (BLOOD PRESSURE): Syok terjadi akibat adanya gangguan perfusi dan oksigenasi organ.
Neonatus seyogyanya dicegah agar jangan sampai jatuh pada kondisi syok. Gejala dini gangguan
sirkulasi pada neonatus lebih sering berupa gangguan pernapasan.
1. Takipnu
2. Kerja nafas meningkat
3. Takikardi
Pada fase lanjut akan terjadi:
1. Megap-megap/apnu
2. Bradikardi
3. Nadi perifer lemah
4. Hipotensi
5. Mottle sign (perfisi perifer buruk)
Hal penting dalam menentukan bayi mulai mengalami hipotensi adalah menilai tekanan darah.
Tekanan darah normal bayi berbeda, tergantung pada usia gestasi. Penghitungan cara
mudah adalah:
1. Melihat grafik tabel tekanan darah berdasarkan BB
2. Cara cepat, berdasarkan usia gestasi bayi (= diastolik)
3. Menggunakan ukuran manset sesuai untuk neonatus
Prinsip penanganan
1. Identifikasi syok
2. Beri bantuan ventilasi
3. Beri cairan fisiologis 10 cc/kg BB
4. Sambil cari penyebab
5. Hindari terapi Biknat secara agresif
6. Bila perlu berikan Dopamine 5-10 mcg/kg/menit

L (LABORATORY): Pada bayi yang akan dirujuk, wajib dilakukan pemeriksaan


laboratorium untuk kemungkinan infeksi (bila fasilitas memadai). Perlu dilakukan juga pada bayi
berisiko infeksi. Faktor risiko tersering:
KPD > 18 jam
Ibu dengan riwayat korioamnionitis
Ibu sakit (infeksi) menjelang persalinan, misalnya keputihan, diare, suhu ibu > 38 0C,
persalinan prematur, bayi dengan riwayat gawat janin.
E (EMOTIONAL SUPPORT): Kelahiran anak merupakan saat yang dinantikan dan
membahagiakan. Bila kondisi tidak seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua
biasanya akan memiliki perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa gagal,
takut, saling menyalahkan, depresi. Dukungan emosi terhadap orangtua atau keluarga bayi
sangat penting. Petugas kesehatan perlu juga mendapat dukungan emosi, perawat adalah ujung
tombak dalam perawatan bayi. Sebaiknya sebelum bayi dirujuk, bila kondisi ibu
memungkinkan, beri ibu kesempatan untuk melihat bayinya, beri dorongan ibu untuk kontak
dengan bayinya. Beri kesempatan bagi ayah untuk sesering mungkin kontak dengan bayinya,
biarkan ayah mengambil gambar atau video. Beri dorongan dan keyakinan pada ibu untuk tetap
memberikan ASI kepada bayinya, dengan melakukan pompa dan mengirim ASI ke rumah sakit
dimana bayi dirujuk.
Hal lain yang perlu dipersiapkan untuk disampaikan kepada tim transpor adalah:
Informed consent
Catatan medis ibu
Catatan medis bayi
Hasil laboratorium atau radiologi

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 65


RESUSITASI KARDIOPULMONAL OTAK
Resusitasi adalah usaha yang dilakukan terhadap orang uang berada dalam kondisi gawat /
kritis untuk mecegah kematian. Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatu penyakit
atau kondisi sakit yang lain terhadap bahaya kematian. Darurat adalah kejadian tiba-tiba dan
tidak diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan, kebutuhan yang segera, atau mendesak.
Beberapa tipe kondisi gawat darurat:
Disfungsi pernafasan: sianosis, pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada,
grunting, suara napas tdk terdengar, mengi, takipnea, atau apnea
Disfungsi cerebral: agitasi, gelisah, bingung, sakit kepala hebat, penurunan kesadaran,
kejang, koma
Disfungsi kardiovaskuler: takikardi, hipertensi, bradikardi, hipotensi, kolaps perifer,
henti jantung
Hipoksemia: PaO2 neonataus < 40-50mmHg atau anak < 50-60mHg
Hiperkapnia: PaCO2 neonatus > 60-65mmHg atau anak > 55 60mmHg; asidosis
metabolik / respiratori pH < 7.35

66 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


GAWAT DARURAT PADA ANAK
Perbedaan ukuran dan fisiologi menyababkan diperlukannya pedekatan dan tata laksana
yang berbeda. Mengevaluasi, melakukan tindakan awal, melakukan triage dan transport pasien
anak seringkali menimbulkan stress tersendiri bagi dokter dan paramedik. Dalam melakukan
penilaian anak dalam keadaan gawat-darurat, dibutuhkan pendekatan khusus agar diperoleh data
sebanyak-banyaknya dan mendekati ketepatan. Beberapa kekhususan yang diperhatikan antara
lain:
Teknik pendekatan sesuai tumbuh kembang anak.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 67


Observasi awal. Salah satu metoda yang khusus dikembangkan untuk ini dikenal dengan
metoda segitiga penilaian pediatrik (PAT= Paediatric Assessment Triangle). Teknik ini
dikembangkan karena anak dapat memperlihatkan sikap yang berbeda-beda sesuai taraf
perkembangannya. Dengan teknik ini pemeriksa dapat menilai berat ringannya kondisi anak
dengan cepat.
Penilaian tanda vital yang dikenal dengan metoda ABCDE. Karena perbedaan anatomi dan
fisiologi, teknik pemeriksaan dan nilai normal pada anak dapat berbeda untuk setiap
kelompok usia.
Memutuskan untuk tindakan selanjutnya dengan cepat, sesuai tingkat kegawatan
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setelah kondisi vital stabil

Seperti diterangkan pada pendahuluan PAT dilakukan tanpa memegang anak (observasi).
Dengan melihat dan mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan akan kegawatan anak.
Tentu saja karakteristik tumbuh kembang anak seperti dibahas di atas harus dikuasi. Tiga
komponen PAT adalah:

68 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


1) Penampilan anak
Penampilan anak seringkali merupakan
cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi
otak. Namun demikian beberapa keadaan lain
dapat pula mempengaruhi penampilan anak
seperti hipoglikemi, keracunan, infeksi otak,
perdarahan atau edema otak atau juga
penyakit kronik pada susunan saraf pusat.
Penampilan anak dapat dinilai dengan
berbagai skala. Metoda ticles meliputi
penilaian tonus (T= tone), interaktisi (I=
interactiveness), konsolabilitas (C= consolability), cara melihat (L= look/gaze) dan
berbicara atau menangis (S= speech/cry)
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau
lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara mempengaruhinya? Apakah ia mau bermain dengan mainan
atau alat pemeriksaan? Apakah anak tidak bersemangat saat berinteraksi dengan orang tua/ pengasuh?
Consolabillity Apakah ia dapat ditenangkan orang tua atau pengasuh atau pemeriksa? Apakah anak menangis terus
atau tampak agitasi sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/Gaze Apakah ia dapat memfokuskan penglihatan? Apakah pandangannya kosong?
Speech/Cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat? Apakah suaranya lemah?
2) Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigenasi dan
ventilasi. Karakteristik hal yang dinilai adalah:
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih, menangis
Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring, head bobbing
Retraksi Supraklavikula, interkosta, subternal
Cuping hidung Napas cuping hidung
3) Sirkulasi kulit
Sirkulasi kulit mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital.
Hal yang dinilai:
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena kurangnya aliran darah ke darah tersebut
Mottling Kulit berbecak kebiruan akbiat vasokontriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru
Penilaian ke 3 hal ini, tanpa menyentuh anak, telah dapat memberikan gambaran kasar tentang
kegawatan anak dengan cepat

Tahap selanjutnya (segilima ABCDE) dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada anak.
Komponen pemeriksaan:

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 69


1) Airway (jalan napas)
Sekalipun dengan teknik PAT telah diketahui adanya obstruksi jalan napas, namun derajat
obstruksi perlu lebih terinci, antara lain untuk tindakan resusitasi. Menilai jalan napas (airway)
pada anak dengan kesadaran menurun dilakukan dengan teknik look, listen, feel yaitu membuka
jalan napas dengan posisi sniffing, lalu melihat pengembangan dada sambil mendengar suara
napas dan merasakan udara yang keluar dari hidung/mulut. Penilaian jalan napas diekspresikan
sebagai:
Jalan napas bebas
Jalan napas masih dapat dipertahankan
Jalan napas harus dipertahankan dengan intubasi
Obstruksi total jalan napas

2) Breathing (kinerja napas)


Kinerja napas dinilai dengan menghitung frekuensi napas, menilai upaya napas dan
penampilan anak. Sesuai tingkat tumbuh kembang anak, frekuensi normal berbeda-beda dengan
perubahan usia. Frekuensi napas juga dipengaruhi oleh berbagai keadaan. Pernapasan yang
cepat dapat terjadi pada demam, nyeri, ketakutan/kecemasan, atau emosi yang meningkat.
Pernapasan yang lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat gawat napas yang tidak
segera ditolong. Karena itu dalam menilai upaya napas perlu diperhatikan nilai ekstrim.
Frekuensi napas di atas 60 kali/menit untuk semua usia, apalagi disertai retraksi dan kesadaran
menurun sangat mungkin menandakan gagal napas. Freksuensi napas kurang dari 20 kali/menit
untuk anak di bawah 6 tahun dan 15 kali/menit untuk anak kurang dari 15 tahun juga harus
mendapat perhatian khusus. Penilaian upaya napas dilakukan dengan melihat, mendengar, juga
menggunakan stetoskop dan alat pulse-oxymetry bila ada.
Suara Penyebab Contoh diagnosis
Stridor Obstruksi jalan napas atas Croup, benda asing, abses retrofarings
Meningitis Obstruksi jalan napas bawah Asthma, benda asing, bronkiolitis
Merintih (grunting) Oksigenasi tidak adekuat Kontusi paru, pneumonia, tenggelam,
pada ekspirasi IRDS
Ronkhi basah pada Cairan lendir atau darah dalam jalan napas Pneumonia, kontusi paru
inspirasi
Suara napas tidak ada Obstruksi jalan napas total Benda asing asthma berat,
dengan upaya napas pneumotoraks, hemotoraks
yang meningkat Gangguan transmisi suara Efusi pleura, pneumonia,
pneumotoraks

Pulseoxymetry merupakan alat sederhana untuk menilai kinerja napas. Pembacaan di atas saturasi
94% secara kasar dapat menunjukkan kecukupan oksigenasi. Pembacaan di bawah 90% pada
anak dengan oksigen 100% dapat menunjukkan bahwa anak memerlukan ventilator. Interpretasi
pulseoxymetry harus dilakukan bersama dengan penilaian upaya napas, frekuensi napas dan
penampilan anak. Anak dengan gangguan napas kadang-kadang masih dapat mempertahankan
kadar oksigen darah dengan work of breathing yang meningkat. Sementara anak dengan kelainan
jantung bawaan biru dapat menunjukkan saaturasi yang rendah tanpa distress napas.

70 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Kesulitan Lokasi retraksi Deskripsi
Ringan sampai Subcostal Retraksi di abdomen dibawah tulang iga
Sedang Substernal Retraksi di abdomen dibawah tulang dada
Intercostal Retraksi diantara tulang iga
Berat Supraclavicular Retraksi di leher diatas tulang selangka
Suprasternal Retraksi di dada, diatas tulang dada
Sternal Retraksi tulang dada anterior tulang belakang

3) Circulation (sirkulasi)
Penilaian sirkulasi dilakukan dengan Umur Sebaran normal ( denyut/menit)
menghitung denyut jantung, perfusi organ dan < 3 bulan 85 200
tekanan darah. Takikardi dapat merupakan tanda 3 bulan 2 tahun 100 190
2 10 tahun 60 140
awal hipoksia atau perfusi yang buruk. Namun
dapat juga terjadi pada demam, nyeri, ketakutan, dn emosi yang meningkat. Bradikardi dapat
memerikan indikasi hipoksia atau iskemia. Perfusi organ dapat dinilai dengan menilai denyut
nadi perifer, capillary refill time dan tingkat kesadaran. Produksi urine juga merupakan indikator
yang baik, namun biasanya kurang diperhatikan orang tua. Perhatikan kualitas nadi. Bila nadi
brakial kuat, biasanya anak tidak mengalami hipotensi. Bila denyut nadi perifer tidak teraba,
cobalah meraba di femoral atau karotis. Tidak adanya denyut nadi sentral merupakan indikasi
untuk segera dilakukan tindakan pijat jantung. Capillary refill time normal kurang dari 2-3 detik.
Namun demikian capillary refill time dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, misalnya suhu
udara yang dingin. Tekanan darah dipengaruhi ukuran manset. Lebar manset yang benar adalah
duapertiga panjang lengan atas. Pemeriksaan tekanan darah membutuhkan kooperasi anak.
Tekanan darah tinggi pada anak yang tidak berkooperasi baik mungkin dapat menyesatkan.
Namun tekanan darah rendah menandakan syok. Formula tekanan darah sistolik terendah:
Tekanan Sistolik minimal= 70 + 2 x umur (dalam tahun)

4) Disability (status neurologik)


Evaluasi neurologik meliputi fungsi korteks dan batang otak. Fungsi korteks dinilai dengan
skala AVPU. Anak dengan penurunan skala AVPU pasti disertai kelainan penampilan pada skla
PAT. Anak dengan sakit atau cedera sedang dapat mengalami gangguan penampilan pada skala
PAT, namun mempunyai skala AVPU pada tingkat A (A= Alert).
Katagori Rangsang Tipe respon Reaksi
Alert Lingkungan normal Sesuai Interaksi normal untuk tingkat usia
Verbal Perintah sederhana Sesuai Bereaksi terhadap nama
atau rangsang suara Tidak sesuai Tidak spesifik/ bingung
Pain Nyeri Sesuai Menghindar rangsang
Tidak sesuai Mengeluarkan suara tanpa tujuan atau
dapat melokali-sasi nyeri
Patologis Posture
Unresponsive Tak ada respon yang dapat dilihat terhadap semua rangsang

Skala lain yang banyak digunakan untuk menilai fungsi korteks adalah skala koma Glasgow.
Penggunaan skala koma Glasgow (GCS) untuk pasien gawat di lapangan seringkali di anggap
tidak praktis dan kontroversial. Untuk mengevaluasi fungsi batang otak dilakukan pemeriksaan
pola napas sentral, postur tubuh (dekortikasi/deserebrasi/flacid), pupil dan reaksinya terhadap
cahaya serta evaluasi syaraf kranial lain. Refleks pupil dapat menjadi tidak normal akibat hipoksia,
obat-obatan, kejang atau herniasi batang otak. Penilaian lebih lanjut dilakukan atas gerakan
motorik. Perhatikan gerakan-gerakan asimetrik, kejang, posture atau flasiditas. Pemeriksaan
neurologis lebih lengkap dilakukan pada tahap pemeriksaan tambahan.
Respon Anak Bayi Nilai
Respon membuka mata Spontan Spontan 4
Terhadap bicara Terhadap bicara/panggilan 3
Terhadap nyeri Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon Tidak ada respon 1

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 71


Respon Verbal Terorientasi dengan baik Berceloteh 5
Bingung Menangis iritable 4
Kata-kata tidak sesuai Menangis terhadap nyeri 3
Kata-kata tidak runtut Mengerang terhadap nyeri 2
Tidak ada respon Tidak ada respon 1
Respon Motorik Menurut perintah Gerakan spontan 6
Melokalisasi nyeri Menghindar terhadap sentuhan 5
Menghindari terhadap nyeri (fleksi) Menghindar terhadap nyeri (fleksi) 4
Fleksi abnormal terhadap nyeri Fleksi terhadap nyeri (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal terhadap nyeri Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon Tidak ada respon 1
Skor total 15

5) Exposure (paparan)
Pada pemeriksaan, selalu lepaskan pakaian anak unuk memastikan lesi, dan tanda tanda
yang ada pada tubuh pasien. Tahap ini dilakukan untuk melengkapi penilaian hal lain yang dapat
langsung terlihat, contoh: ruam akibat morbili, hematoma akibat trauma dsb. Ketika melakukan
pemeriksaan jagalah agar anak (terutama bayi) tidak kedinginan. Yang wajib dilihat adalah ruam
kulit, luka bakar, memar kebiruan, perdarahan, ekskoriasi, dan temperatur tubuh

Assessment sekunder
Signs and Kesulitan bernafas (batuk, nafas cepat, meningkatknya upaya nafas, gagal nafas, pola nafas
Symptoms abnormal, nyeri dada saat inspirasi dalam)
Penurunan kesadaran
Agitasi, ansietas
Demam
Tidak mampu minum
Diare, muntah
Perdarahan
Kelemahan
Lama timbul gejala
Allergies Obat-obatan, makanan dll
Medications Obat-obatan
Dosis obat dan pengobatan yang terakhir
Past medical Riwayat kesehatan
history Masalah medis yang signifikan (asma, penyakit paru kronis, penyakit jantung bawaan,
aritmia, kejang, abnormalitas saluran nafas kongenital, cedera otak, tumor otak, diabetes,
hidrosefalus, penyakit neuromuskular)
Riwayat diperasi
Status imunisasi
Last meal Waktu dan makanan atau minuman terakhir
termasuk ASI atau PASI pada bayi
Events Peristiwa yang menyebabkan sakit atau trauma (onset tiba-tiba atau berangsur-angsur)
Tempat yang berbahaya
Pengobatan sebelumnya
Perkiraan waktu kedatangan (bila kejadian diluar rumah sakit)

GAGAL NAPAS
Gagal napas didefinisikan sebagai ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mengalirkan
oksigen yangadekuat dan atau membuang CO2, menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada
anak dengan penyakit kritis. Gagal napas akut adalah suatu keadaan klinis kegagagaln ventilasi
di paru-paru yang ditandai dengan gagalnya pengeluaran CO 2 dan oksigenasi darah. Gagal
napas ini dapat disebabkan oleh oksigenasi yang tidak adekuat (hipoxemia) atau ventilasi yang
tidak adekuan (hiperkapnia) atau bahkan keduanya. Gagal napas hipoxemia disebabkan oleh 3
situasi yaitu V/Q mismatch, diffusion defects, dan intrapulmonary shunt. Gagal napas
hiperkapnia disebabkan oleh gangguan ventilasi alveolus, disfungsi CNS, atau kelainan
neuromuskular.

72 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2
arteri yang rendah yang disebabkan oleh
entilasi paru dan perfusi yang tidak sepadan
(gagal oksigenasi)
i. Ventilasi / perfusi yang tidak sepadan
(V/Q mismatch) terjadi bila darah
mengalir ke bagian paru dengan ventilasi
tidak adekuar atau bila ventilasi paru
yang adekuat tidak mendapatkan perfusi
yg baik
ii. Gangguan difusi disebabkan
penebalan membran alveolar atau cairan
interstisial pada pertemuan alveolus
kapiral
iii. Shut interapulmonal yang terjadi bila
kelainan struktur menyebabkan aliran
darah melewati paru tanpa pertukaran gas.
Gagal napas hiperkapnia ditandai dengan PaO2 endah
dan PaCO2 tinggi, pada umumnya akibat hipoventilasi
alveolar, peningkatan dead space paru, atau
peningkatan produksi CO2.
Gagal napas biasanya diawali dengan stadiun
kompensasi berupa peningkatan usaha napas
(retraksi dan takipnea). Peningkatan usaha napas
dalam waktu lama dilanjutkan dengan stadium
dekompensasi berupa penurunan usaha napas.
Yang khas dari gagal napas adalah adanya perubahan
pH darah sebagai akibat hipoksemia dan hiperkapnia.
Manifestasi yang dimunculkan tidak selalu terkait
dengan pernapasan namun juga dapat terjadi di
organ lain terutama sistem saraf pusat dan jantung.

Penilaian Distress napas Gagal napas Henti napas


Status Sadar, gelisah, agitasi Kurang responsif atau memberi Tidak responsif terhadap
mental respon terhadap rangsang sakit suaran dan rangsang nyeri
Tonus otot Dapat duduk Normal atau hipotoni Lemas
Posisi Prosisi tripod Posisi tripod, perlu bantuan Tidak dapat mempertahankan
tubuh mempertahankan posisi duduk posisi tubuh
Laju napas Takipnea Takipnea dengan periode Tidak ada napas
bradipnea, melambat menjadi
agonal
Upaya Retraksi interkosta, NCP, Upaya napas tidak adekuat, Tidak ada upaya napas
napas pemakaian otot leher dinding dada naik turun
Suara Pernapasan paradoksik, stridor, Stridor, mengi, berdeguk, megap Tidak terdengar suara napas
napas mengi megap
Warna Kemerahan / pucat, sianosis Sianosis sentral, menjadi bercak Bercak kebiruan, sianosis
kulit sentral ang membaik dengan kebiruan setelah pemberian O2 perifer dan sentral
pemberian O2
Pemeriksaan laboratorium penting seperti pemeriksaan gas darah untuk menilai PaO 2 dan
PaCO2. Gagal napas ditandi dengan hipoksemia yaitu kadar PaO 2 < 60mmHg dan hiperkapnia
yaitu PaCO2 > 50mmHg. Referensi lain apabila PaO2 < 50mmHg, SaO2 < 90%, PaO2 < 60mmHg
pada FiO2 40% atau PaO2/FiO2 < 300. Hiperkapnia yaitu pCO2 > 50mmHg dengan asidosis (pH<
7,25), pCO2 > 40mmHg dengan distres berat atauu pCO2 > 55mmHg. Terapi gawat darurat
dengan pemberian oksigen hingga saturasi pasien > 95%. [Terapi oksigen baca di anestersi]

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 73


TATALAKSANA SYOK SEPSIS PADA ANAK
Sepsis adalah respon sistemis pasien terhadap infeksi yang bersifat destruktf. Sepsis berat
adalah keadaan sepsis ang diserta disfungsi organ akut akibat sepsis atau terdapat hippperfusi
jaringan. Renjatan sepsis adalah kondisi sepsis berat dengan hipotensi persisten walaupun telah
mendapatkan resusitasi cairan adekuat.
Pada kondisi sepsis, kebutuhan oksigen jaringan sangat meningkat (distributif). Fungsi
organ yang bergentung pada pasoen oksigen akan mengalami defisit menyebabkan hipoksia
jaringan dan merupakan faktor prediktif terjadinya kegagalan multiorgan dan kematian pada
populasi dewasa maupun anak.
Implementasi EGDT prarumah sakit dan emegernsi menetapkan 10 langkah implementasi
pada sepsis berat dan syok sepsis di emergensi.
I. Pengenalan syok di ruang triase
II. Transpor pasien segera ke ruang trauma dan aktifkan tim resusistasi
III. Mulai pemberian oksigen kanul nasal dan pasang jalur iv perifer dalam 90 detik
IV. Bila tidak berhasil setelah 2x tusukan, pertimbangkan akses intra ossseus
V. Palpasi hepatomegali dan auskultasi ronki paru
VI. Bila hepar tidak membesar & tidak terdapat ronki, berikan bolus 20mL/KgBB dalam 15
menit dengan salin isotonis atau albumin 5% sampai 60ml/kgBB hingga terjadi perbaikan
perfusi atau pembesaran hari atau timbul ronki. Berikan 20ml/kgBB jika syok hemoragis
yang tidak berespon.
Bila hepar membesar, waspadai syok kardiogenik, bolus kristaloid isotonis hanya
10ml/kgBB. Mulai berikan PGE1 pada semua neonatus untuk mempertahankan duktus
arteriosus
VII. Jika pengisian kapiler > 2 detik dan atau hipotensi enetap selama resusitasi, mulai berikan
epinefrin iv perifer / io dosis 0.05 g/kgBB/menit
VIII. Jika terdapat risiko insufisiensi adrenal (riwayat terapi steroid, atau sindrome waterhpuse
friederischsen, atau anomali hipofise), berikan bolus hidrokortison 50mg/kgBB lanjut
titrasi 2 50mg/kgBB/hari
IX. Jika syok berlanjut, berikan atropin 0.2mg/kgBB dan ketamin 2mg/kgBB sebagai sedasi
untuk pemasangan akses vena sentral. Bila diperlukan ventilasi mekanis, gunakan atropin
dan ketamin serta penghambat neuromuskular untuk intubasi
X. Tujuan direct therapy adalah waktu pengisian kapiler 2 detik, tekanan darah normal
sesuai umur, indeks renjatan membaik.
Saat ini ada sistem baru yang lebih mudah dilakukan dalam menangani syok sepsis yaitu
dengan pedoman sepsis six. SIRS (systemic inflamation response syndrome). SIRS sebagai salah
satu sepsis dikriteriakan yaitu
HR > 2 SD diatas normal
berdasarkan umur tanpa
pemberian stimuli atau obat dan
peningkatan persisten > 30 menit
hingga 3 jam. Pada bayi termasuk
HR < 10th persentil berdasarkan
umur atau penurunan persisten
selama 30 menit.
Suhu tubuh oral, rektal, atau dari
kateter vena < 36oC atau > 38.5oC
RR > 2SSD diatas normal
berdasarkan umur atau adanya
indikasi ventilasi mekanis (tidak berhubungan dengan anestesi)
WBC meningkat atau menurun tanpa kemoterapi atau > 10% band dan bentuk imatur lain.

74 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 75
76 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak
NUTRISI DAN METABOLIK
PERHITUNGAN ENERGI DAN PROTEIN

Estimated Energy Requirements (EER) kebutuhan kalori anak sehat bergizi baik
Usia EER (Kkal/hari) PA
0 3 bln (89 x BB) + 75
4 6 bln (89 x BB) 44
7 12 bln (89 x BB) 78
13 36 bln (89 x BB) 80 Laki - Perempuan
Laki
3 8 thn L 108.5 61.9 x usia + PA x {26.7 x BB + 903 x TB} Ringan 1.00 1.00
(sedentary)
P 155.3 30.8 x usia + PA x {10.0 x BB + 934 x TB} Rendah 1.13 1.16
9 18 thn L 113.5 61.9 x usia + PA x {26.7 x BB + 903 x TB} Aktif 1.26 1.31
P 160.3 30.8 x usia + PA x {10.0 x BB + 934 x TB} Sangat aktif 1.42 1.56
Kebutuhan protein pada anak gizi baik:
Usia Kebutuhan
Bayi 1.5 g/kgBB/hari
1 3 thn 1.1 g/kgBB/hari
4 13 thn 0.95 g/kgBB/hari
14 18 thn 0.85 g/kgBB/hari
Dewasa 0.8 g/kgBB/hari

Pada anak dengan gangguan pertumbuhan, EER dihitung menggunakan EER berdasarkan
TB ideal sesuai umur (height age). Kemudian dihitung berdasarkan rumus:
( )
( )=

( )
( )=

Yang dimaksud dengan height age ini adalah tinggi badan yang berada di dalam median kurva
tinggi berdasarkan umur pasie.
Pada anak dengan penyakit akut, otomatik akan membutuhkan energi lebih karena adanya
proses peradangan. Selain itu, perhitungan kebutuhan energi akan berubah karena penurunan
aktivitas anak. Kebutuhan kalori anak akan meningkat 10% setiap kenaikan suhu 1 oC. Selain itu

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 77


anak sakit berat atau pasca operasi harus menambah kalori 20 30%. Untuk anak sakit akut,
rumus prediksi kebutuhan kalori dihitung saat istihata sehingga menggunakan REE (resting
energy expenditure).
Usia REE (kkal / hari)
03 L [60.9 x BB] 54
P [61.0 x BB] 51
3 10 L [22.7 x BB] + 495
P [22.5 x BB] + 499
10 18 L [17.5 x BB] + 651
P [12.2 x BB] + 746

KURANG ENERGI PROTEIN


Kurang energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi, disebabkan oleh
rendahnya konsumsi kalori dan protein dalam makanan sehari hari atau akibat gangguan
penyakit tertentu. Seseorang dikatakan KEP apabila berat badannya < 80% indek BB/U sesuai
baku standar WHO NCHS.
Tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok
atau energi. Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat terbatas. Akibatnya, katabolisme protein terjadi dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah menjadi karbohidrat. Selama puasa, jaringan lemak dipecah menjadi
asam lemak, gliserol, dan keton bodies. Otot dapat menggunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau terjadi kekurangan makanan yang kronis. Tubuh akan
mempertahankan diri untuk tidak memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari
tubuh
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat
diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan
KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan
menurut umur
Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)

Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U

Normal Gizi Baik 80 % 120 % Median BB/U

KEP I Gizi Sedang 70 % 79,9 % Median BB/U

KEP II Gizi Kurang 60 % 69,9 % Median BB/U

KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U


Sedangkan klasifikasi kurang Energi Protein menurut standar WHO:
Klasifikasi
Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat
Edema Tanpa edema Dengan edema
BB/TB -3SD s/d -2 SD < -3 SD
TB/U -3SD s/d -2 SD < -3 SD
Manifestasi klinis KEP berbeda-beda tergantung derajat dan lama deplesi protein, energi,
dan umur penderita juga tergantung oleh hal lain seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral
yang menyertainya. Pada KEP ringan dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. KEP ringan dan
sedang sering ditemukan pada anakanak dari 9 bulan sampai usia 2 tahun, tetapi dapat dijumpai
pula pada anak yang lebih besar. Berikut tandatanda KEP ringan dan sedang dilihat dari
pertumbuhan yang terganggu dapat diketahui melalui :

78 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


1. Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti,
2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang menurun,
3. Ukuran lingkar lengan atas menurun,
4. Maturasi tulang terlambat,
5. Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun,
6. Tebal lipat kulit normal atau mengurang,
7. Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat besi
dan vitaminvitamin lainnya,
8. Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat,
9. Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang,akan tetapi
adakalanya dapat ditemukan
Pada KEP Berat gejala klinisnya khas sesuai dengan defisiensi zat tersebut. KEP berat ini
terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya marasmic kwasiokor. Secara klinis
terdapat dalam 3 tipe KEP berat yaitu :
1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema,
yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah
sembab dan membulat, mata sayu, rambut
tipis, kemerahan seperti rambut jagung,
mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel
dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil
(hipotrofi), bercak merah ke coklatan di
kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement
dermatosis), sering disertai penyakit infeksi
terutama akut, diare dan anemia.
2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus,
tampak tulang terbungkus kulit, wajah
seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Anamnesis ditanyakan asupan makanan, aktivitas fisik anak, dan penyakit yang mendasari. Pada
pemeriksaan fisik, cari gejala klinis defisiensi makro dan mikro nutrien dan lakukan pengukuran
antropometrik. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa, darah (Hb, Ht, Leuko, Tr,
ADT), albumin, protein total, ureum, kreatinin, koleterol; urin (rutin dan kultur); apus rektal untuk
pemeriksaan cacing; dan foto thorax.
Tatalaksanan dilakukan berdasarkan derajat keparahan penyakit.
I. Grade I Penyuluhan gizi, ASI eklusif, dan penyesuaian makanan
II. Grade II Rawat jalan (penyuluhan gizi dan ASI sampai 2 tahun) dan rawat inap (makan
tinggi protein)
III. Grade III 10 General principle of WHO
A. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia ==> berikan dekstrose 10% baik intravena
maupun oral.
B. Mencegah dan mengatasi hipotermia ==> pertahankan suhu tubuh.
C. Mencegah dan mengatasi dehidrasi ==> berikan resomal
D. Memperbaiki gangguan elektrolit ==> berikan mineral mix
E. Mengobati infeksi ==> dengan atau tanpa demam berikan antibiotik.
a. Tanpa komplikasi : kotrimoksasol.
b. Dengan komplikasi : gentamisin +ampisilin diikuti amoksisilin oral.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 79


F. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
AGB : berikan tablet besi setelah 2 minggu (setelah fase stabilisasi)
KVA : Tidak ada gejala (hari ke-1 : 1 kapsul); ada gejala : hari ke 1,2 dan 15 @ 1
kapsul sesuai dosis usia.
G. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi.
stabilisasi: F 75 : mencegah hipoglikemia
resomal : mencegah dehidrasi
transisi : Bertahap dari F 75 F 100.
H. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar.
a. Energi : 150-220 kkal/kg BB
b. Protein : 3-4 gr/kg BB/hr
c. BB < 7 kg : makanan bayi
d. BB > 7 kg : makanan anak.
I. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.
J. Tindak lanjut dirumah

80 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 81
DEFISIENSI VITAMIN A
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata,
termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat
kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa Latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada
selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi makanan
sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :
1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk
jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-
penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan
lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting
untuk penyerapan vitamin A.
Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan kelainan di mata sebagai berikut:
Stadium I Kalau mata terkena cahaya yang redup, rodopsin di sel batang retina
diubah menjadi retinin. Dan retinin ini harus diubah lagi menjadi rodopsin, supaya sel
batang dapat berdaya kembali terhadap cahaya redup. Perubahan ini dapat terjadi
dengan bantuan vitamin A dan dilakukan di dalam sel epitel pigmen. Kalau vitamin A
tidak ada, rodopsin tidak terbentuk kembali dan sel batang tidak dapat bereaksi lagi
terhadap cahaya redup (rabun senja)
Stadium II Hemeralopia, ditambah dengan xerosis (kekeringan) konjungtiva dan
kornea, berdasar hiperkeratinisasi. Kornea tidak mengkilat, tampak kering, untuk
kemudian menjadi keruh, lebih kering terbentuk infiltrat, vaskularisasi, erosi epitel,
ulserari untuk menuju ke keratomalasi.
Stadium III Stadium I + II + keratomalasi (melemahnya kornea), sehingga dapat
perforasi. Kornea menjadi keruh disertai dengan kerusakan epitel. Kalau disertai infeksi
sekunder dapat berakhir dengan panoftalmi.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari
1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena
dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi

82 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan)
pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
Diagnosis biasanya ditegakan brdasarkan keluhan pasien dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis biasanya pasien mengeluhkan kurangnya penglihatan di waktu senja, mata silau,
bersisik, keluar cairan atau sakit. Pada pemeriksaan ditemukan hiperkeratosis folikurali di daerah
lateral tangan, tungkai bawah, dan bokong. Pemeriksaan penunjang dapat melihat kadar vitam A
20 60 g/dL. Bila kurang dari itu, maka disebut defisiensi.
Terapi yang dilakukan untuk usia > 1 thn, berikan vitamin A 200.000 SI per oral selama 2
hari dan resepkan saat pulang. Bila usia < 1 thn, berikan dosis.

Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A


XN: Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul vitamin A
XIA & XIB: Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam
waktu 2 minggu
X2: Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala menghilang dalam waktu 2-3
minggu
X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada tahap ini penderita
harus berkonsultasi ke dokter spesialis mata Rumah Sakit/BKMM agar tidak terjadi
kebutaan

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 83


NEONATOLOGI
BAYI NORMAL
Dalam menghadapi bayi baru lahir (neonatus), pemeriksaan fisis secara cermat
menyeluruh merupakan suatu keharusan. Penelusuran secara cermat atas dismorfik pada
neonatus merupakan suatu keilmuan yang dinamakan dysmorphology. Sebagian besar bayi lahir
dalam keadaan normal dan hanya 20% yang mengalami berbagai kelainan ringan serta 1%
dengan kelainan bawaan berat,
Pemeriksaan fisi bayi dilakukan dengan melakukan penelusuran, pengamatan, dan
pengukuran yang mengacu kepada nilai-nilai standar. Penilaian dilakukan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis rutin pada neonatus. Anamnesis harus menanyakan: riwayat
keluarga, maternal, kehamilan, dan perinatal
Topik Yang dicari
Riwayat keluarga Penyakit bawaan
Riwayat maternal Usia saat hamil
Golongan darah
Riwayat tranfusi
Penyakit kronis pada ibu (diabetes, hipertensi, kelainan ginjal,
kelainan jantung)
Gangguan perdarahan
STD, termasuk herpes dan HIV
Infertilitas
Infeksi baru atau terpapar
Riwayat kehamilan sekarang Dugaan usia kehamilan
Riwayat preeklamsia, perdarahan, trauma, infeksi
Riwayat operasi
Penggunaan obat glukokortikoid, supresan persalinan, antibiotik
Riwayat persalinan sekarang Letak
Onset persalinan
Pecahnya ketuban
Lama persalinan
Cairan amnion
Cara persalinan
Penilaian awal di ruang persalinan *syok, asfiksia, trauma,
anomali, infeksi)
Penilaian plasenta
Riwayat kematian yang lalu, masalah, Abortus
dan luaran Fetal demise
Kematian neonatal
Prematurutas
Postmaturitas
Malformasi
RDS
Kuning
Apnea
Riwayat obat-obatan Medikasi
Kecanduan obat
Alkohol
Merokok
Riwayat perinatal Nutrisi anak (IMD)
Imunisasi
Pemberian vitamin dan obat
Pemeriksaan fisis rutin pada neonatus harus meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan
keadaan umum, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan kadar darah neonatus. Pada
pemeriksaan awal, perhatian utama ditujukan pada:
Ada tidaknya kelainan bawaan
Keberhasilan bayi melaksanakan proses transisi dari kehidupan janin ke bernapas
dengan paru-paru

84 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Hal-hal yang memengaruhi neonatus dalam hal kehamilan, persalinan, analgesik, atau
terpapar anestetik
Adanya tanda infeksi atau gangguna metabolik.
Yang harus diperhatikan adalah, pemeriksaan bayi wajib melepaskan semua pakaian bayi
(telanjang) sehingga dapatt menilai secara cepat anomali mayor, kuning, pewarnaan mekonela,
serta melihat kesulitan bernapas.
Selanjutnya periksa keadaan umum bayi. Pemeriksaan keadaan umum neonatus biasanya
dengan menilai kesadaran, berupa penilaian gerakan badan secara umum, aktivitas mata, dan
pernapasan (skor Prechtl):
1) State 1 : Mata tertutup, napas reguler, tidak ada gerakan
2) State 2 : Mata tertutup, napas ireguler, tidak ada gerakan kasar
3) State 3 : Mata terbuka, tidak ada gerakan kasar
4) State 4 : Mata terbuka, gerakan kasar, tidak menangis
5) State 5 : Mata terbuka atau tertutup, bayi menangis
Selain itu, perlu untuk menilai tanda vital bayi lahir dengan Skor AGAR 1 menit, 5 menit, dan 10
menit pertama kehidupan.

Jika anak tampak keslitan bernapas (distres napas), lakukan penilaian dengan skor Downe

dan skor Silverman Anderson

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 85


Kemudain lakukan penilaian ukuran-ukuran badan seperti berat badan, panjang badan, lingkar
kepala, lingkar dada, jarak kepala simfisis, dan jarak simfisis kaki. Berat badan diukur tanpa
pakaian. Apabila seorang anak preterm sebelum 37 minggu, berat lahir hrs dibandingkan
dengan berat seharusnya sesuai usia kehamilan preterm yang terdapat pada kurve. Ukuran berat
ditentukan berdasarkan conception age. Contoh, seorang anak lahir 32 minggu, berat badan
dalam 8 miggu setelah lahir ditentukan di kolom pada grafik; berat usia 12 minggu dicantumkan
pada kolom 4 minggu setelah itu dan seterusnya. Penilaian lain biasanya berupa pengukuran
jarak inter dan outer chanthal distances, panjang fisura palpebra, fontanel, telinga, dan genital.
Selanjutnya lakukan penilaian gestasi bayi dilakukan dengan skor Ballard (New Ballard Score).

86 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Terakhir lakukan penilaian status pertumbuhan janin dengan kurve pertumbuhan intrauterin
menurut Lubbchenko. Pertumbuhan intrauterin diklasifikasikan dengan menilai usia gestasi dan
menyesuaikan dengan berat lahir, kemudian dipetakan dalam kurva pertumbuhan intrauterin,
hasilnya adalah bayi small for gestational age (SGA), appropriate for gestational age (AGA) dan
large for gestational age (LGA).

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 87


I. Kepala
A. Lingkar kepala: rata rata, kepala bayi cukp bulan adalah sekitar 33 35 cm.
B. Lihat adanya erosi, laserasi, bruise, dan jejas lain pada kulit kepala akibat penggunaan
forcep. Lihat juga apakah adanya kebotakan.
C. Caput succedaneum (edema akibat tekanan saat lahir) arus diperiksa. Sefalhematom
biasanya baru terlihat hari 3 4 pasca lahir.
D. Derajat molding pada tulang kepala harus diperiksa dan dicatat. Biasanya molding
menghilang pada hari ke 5.
E. Cek mobilitas garis sutura unutk mecnari craniosynostosis. Mobilitas diperiksa dengan
menekan sutura dengan jempol lalu merasakan adanya gerakan. Ukura fontanel yang
besar menggambarkan keterlambatan osifikasi tulang dan dihubungkan dengan
hipotiroid, sindroma trisomi, malnutrisi dan osteogenesis imperfekta.

Terkadang bayi mengalami craniotabes (efek bola pingpong lunak pada tulang perietal).
Hal ini terjadi pada bayi serotinus atau dismatur.
II. Muka: Penampilan muka secara umum harus dilihat dalam kaitanya dengan gambaran
dismorfik sepeti: lipatan epikantus, mata yang berjauhan, dan telinga letak rendah.
A. Mata:
a. Reflek labirin / reflek leher: mata tiba-tiba terbuka saat bayi ditegakkan atau
dimiringkan perlahan ke depan dan belakang
b. Perhatikan adanya perdarahan sklera, ikterus, eksudat konjungtiva, warna iris, dan
ukuran pupil
c. Ukuran normal kornea nenonatus < 10.5 mm pada diameter horizontal
B. Telinga
a. Skin tag preaurikuler unilateral atau bilateral sering terjadi
b. Cek adanya daun telinga atau tidak
c. Membran timpani dapat dlihat dengan otoskop
C. Hidung: cek adanya septum atau tidak.
D. Mulut:
a. Periksa apakah adanya makroglosis
b. Lihat erupsi gigi. Jika ada pertumbuhan gigi prekok pada tempat gigi seri bawah,
biasanya akan tanggal sendiri (sindroma Elisvan Creveld/sindroma Hallermann-Strief
c. Inspeksi palatum mole dan palatum durum
d. Jika memungkinkan periksa tenggorokan anak untuk melihat kemungkinan belahan
palatum posterior

88 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


III. Leher: pemeriksaan leher melihat gerakan, goiter, tiroglosal atau traktus cabang bronchial.
Jika terdapat agenesis otot, bayi tampak miring (asyntilism).
IV. Dada
A. Nilai pernapasan anak dan jenis pernapasannya (biasanya abdomino thorakal)
B. Suara pernapasan anak biasanya bronkovesikuler
C. Respirasi
a. Frekuensi napas neonatus biasanya 40 60x/menit
b. Pada bayi prematur sering terlihat retraksi ringan, dikatakan normal jika tidak ada
grunting
c. Apnea didefinisikan sebagai tidak napas selama 20 detik dengan atau tanpa
bradikardi dan disertai atau tanpa sianosis.
D. Jantung
a. Pemeriksaan jantung meliputi frekuensi, ritme, kualitas, dan bunyi tambahan
b. Posisi jantung ditentukan dengan palpasi dan auskultasi
c. Frekuensi jantung normal 12 0 160x/menit
d. Jika ada keraguan pada pemeriksaan, bisa dibantu dengan foto x-ray
e. Pulsus femoral, sebaiknya diraba walaupun sering lemah pada hari 1 2
V. Abdomen
A. Organ abdomen anterior (hati, limpa, usus) sering terlihat pada dinding abdomen
terutama bayi prematur.
B. Basanya hepar teraba 2 2.5 cm dibawah garis kosta. Limpa tidak teraba
VI. Genital
A. Laki-laki
a. Dilihat fimosis dengan berbagai gradasi
b. Skrotum biasanya besar
c. Adanya hidrokel testis
d. Testis diraba apakah sudah turun
e. Cek hipospadia atau epispadia
f. Panjang dan lebar penis, normalnya > 2.5 cm
B. Perempuan
a. Pada bayi cukup bulan terlihat labia majora besar
b. Kadang ada mucosal tag pada dinding vagina
VII. Anus dan rektum
A. Pengeluaran mekonium berlangsung dalam 12 jam pertama kecuali prematur, bisa
hingga 48 jam.
B. Anus imperforata tidak selalu terlihat sehingga diperiksa dengan memasukan kelingking
ke rektum
C. Cek ada tidaknya lubang abus, posisi, dan ukurannya
VIII. Kulit: Kelainan kulit yang sering ditemukan
A. Millia pada hidung
B. Mongolian spot, warna nevi pigmen kecoklatan melingkar pada bagian tubuh (punggung,
bokong, paha) dan pudar pada usia 1 thn
C. Erythema toxicum, adalah lesi populo eritematous sering pada ektremitas dan hilang dlm
1 mgg tanpa obat
IX. Ekstremitas:
A. Cari kelainan kongenitas pada jari, club foot, dislokasi panggul
B. Untuk periksa panggul, letakan bayi pada posisi froging, dengan jari tengah pada
trochanter dan telunjuk pada lutut, digerakan untuk relokasi kaput femoral ke asetabulum.
Bila ada dislokasi akan terasa gerakan ke atas dari femur.
C. Punggung terutama lumbal bawah dan sakral harus periksa adanya pilonidal sinus track
dan meningocele kecil

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 89


Pemeriksaan neurologi dilakukan untuk mendeteksi kelainan sedini mungkin, terutama jika
ada dugaan kerusakan SSP. Yang diperiksa meliputi onus, gerakan, reflek, dan perilaku bayi.
Pemeriksaan lengkap dilakukan 34 kriteria Dubowitz:

Pola tonus 0 1 2 3 4
Tonus fleksor I Fleksi lengan Fleksi lengan Felski tangan > Felksi lengan >
Perbandingan kurang = fleksi tungkai, berbeda 1 tungkai berbeda > 1
tarikan tangan dan dibandingkan tungkai kolom kolom
tungkai tungkai
Tonus flekto II Lengan & Lengan fleksi kuat, Lengan fleksi kuat,
Postur tubuh dalam tungkai fleksi tungkai ekstensi kuat tungkai ekstensi kuat
posisi terlentang (intermiten) (kontinu)
Tonus ekstensor Nilai tarikan Tarikan Tarikan tungkai > sudut Tarikan tungkai >
tungkai tungkai < sudut tungkai = popliteal beda 1 kolom sudut popliteal beda >
Bandingkan nilai popliteal sudut 1 kolom
sudut poplitea popliteal
dengan tarikan
tungkai

90 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Rasio pengendalian Ekstensi kepala < Ekstensi Ekstensi kepala > fleksi Ekstensi kepala >
kepala fleksi kepala = beda 1 kolom fleksi beda > 1 kolom
Perbandingan fleksi
antara
pengendalian
kepala I dan II
Peningkatan tonus Venral suspension Ventral Ventral Ventral
ekstensor < dibandingkan suspension = suspension >head lag suspension >head lag
Perbandingan head lag head lag beda 1 kolom beda > 1 kolom
antara head lah dan
ventral suspension
Reflek tendon Tidak Dapat dirasakan, Tampak Meningkat Klonus
Biceps, patella, ada tidak tampak
klonus

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 91


Gerakan 0 1 2 3 4
Kuantitas gerakan Tak ada Gerakan Gerakan Gerakan umum Gerakan berlebihan
spontan pergerakan sporadik yang aneh sering sering muncul terus menerus
Bayi diamati pada diselingi gerakan muncul
posisi terlentang aneh
Kualitas Hanya erakan Sering Gerakan Gerakan tungkai Kejang sinkron,
pergerakan merentang merentang, lancar, dan lengan lancar gerakan mulut, gerakan
spontan gerakan tetapi dan bervariasi menyentak dan gerak
Bayo diamatai pada mendadak dan monoton abnormal lain
posisi terlentang halus (+)
Repon mengangkat Tak ada Kepala diputar ke Bayi Bayi mengangkat Bayi mengangkat
kepala saat respo atas, tetapi dagu memutar kepala dan dagu kepala dan
telungkup tidak kepala dan dipertahankan terus
Bayi dagu
ditelungkupkan

Kesimpulan: [term infant / pre term infant] [SGA / AGA / LGA] [letak lahir] [cara persalinan]

KANGAROO MOTHER CARE


American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan agar
setiap bayi diberikan air susu ibu (ASI), terutama ASI ibunya atau ibu
donor, termasuk bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR). Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Metode Kanguru
(PMK) merupakan perawatan untuk bayi berat lahir rendah atau lahiran
prematur dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan

92 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


kulit ibu atau skin-to-skin contact, dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya untuk menghangatkan
bayi. Metode perawatan ini juga terbukti mempermudah pemberian ASI sehingga meningkatkan
lama dan pemberian ASI.
Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan alternatif pengganti incubator dalam
perawatan BBLR, dengan beberapa kelebihan antara lain: merupakan cara yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu adanya kontak kulit bayi ke kulit ibu,
dimana tubuh ibu akan menjadi thermoregulator bagi bayinya, sehingga bayi mendapatkan
kehangatan (menghindari bayi dari hipotermia), PMK memudahkan pemberian ASI, perlindungan
dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang. PMK dapat menurunkan kejadian infeksi,
penyakit berat, masalah menyusui dan ketidakpuasan ibu serta meningkatnya hubungan antara
ibu dan bayi serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pada awalnya, PMK terdiri dari 3 komponen, yaitu : kontak kulit ke kulit (skin-to-skin
contact), pemberian ASI ataubreastfeeding, dan dukungan terhadap ibu (support). Literatur
terbaru menambahkan satu komponen lagi sehingga menjadi terdiri dari 4 komponen,
yaitu: kangaroo position, kangaroo nutrition, kangaroo support and kangaroo discharge.
Posisi kanguru adalah menempatkan bayi pada posisi tegakdi dada ibunya, di antara
kedua payudara ibu, tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya mengenakan popok,
kaus kaki dan topi sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu seluas mungkin. Posisi
bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke
sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat
berada di bawah kuping bayi. Posisi kepala seperti ini bertujuan untuk menjaga agar
saluran napas tetap terbuka dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu
dan bayi.
Kanguru nutrisi merupakan salah satu manfaat PMK, yaitu meningkatkan pemberian ASI
secara langsung maupun dengan pemberian ASI perah.
Kangaroo support merupakan bentuk bantuan secara fisik maupun emosi, baik dari
tenaga kesehatan maupun keluarganya, agar ibu dapat melakukan PMK untuk bayinya.
Kangaroo discharge adalah membiasakan ibu melakukan PMK sehingga pada saat ibu
pulang dengan bayi, ibu tetap dapat melakukan PMK bahkan melanjutkannya di rumah.
Metode ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan dapat
digunakan apabila fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas.
Perawatan Metode Kanguru dapat dilakukan dengan dua cara:
1. PMK intermiten : Bayi dengan penyakit atau kondisi yang berat membutuhkan perawatan
intensif dan khusus di ruang rawat neonatologi, bahkan mungkin memerlukan bantuan
alat. Bayi dengan kondisi ini, PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya
dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di
inkubator. PMK dilakukan dengan durasi minimal satu jam, secara terus-menerus per hari.
Setelah bayi lebih stabil, bayi dengan PMK intermiten dapat dipindahkan ke ruang rawat
untuk menjalani PMK kontinu.
2. PMK kontinu : Pada PMK kontinu, kondisi bayi harus dalam keadaan stabil, dan bayi harus
dapat bernapas secara alami tanpa bantuan oksigen. Kemampuan untuk minum (seperti
menghisap dan menelan) bukan merupakan persyaratan utama, karena PMK sudah dapat
dimulai meskipun pemberian minumnya dengan menggunakan pipa lambung. Dengan
melakukancPMK, pemberian ASI dapat lebih mudah prosesnya sehingga meningkatkan
asupan ASI.
Beberapa manfaat Perawatan Metode Kanguru: Penelitian memperlihatkan PMK
bermanfaat dalam menurunkan secara bermakna jumlah neonatus atau bayi baru lahir yang
meninggal, menghindari bayi berat lahir rendah dari kedinginan (hipotermia), menstabilkan bayi,
mengurangi terjadinya infeksi, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi,
meningkatkan pemberian ASI, dan meningkatkan ikatan (bonding) antara ibu dan bayi.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 93


Persiapan pemberian ASI pada PMK
Bayi dengan usia kehamilan antara 30 - 32 minggu, pemberian minum biasanya masih
memerlukan penggunaan pipa orogastrik (Gambar 2). Ibu dapat memberikan ASI perah secara
teratur melalui pipa orogastrik. Ibu dapat melatih bayi menghisap dengan membiarkan jari
tangan ibu yang bersih berada dalam mulut bayi, saat bayi diberi ASI melalui pipa orogastrik.
Selain itu, dapat dicoba pemberian melalui gelas kecil (cup feeding) satu atau dua kali sehari
terlebih dulu.
Pemberian ASI perah melalui pipa orogastrik dapat dilakukan dalam posisi kanguru.
Pemberian ASI perah dengan menggunakan gelas kecil dilakukan dengan mengeluarkan bayi
dari posisi kanguru, membungkus bayi agar terjaga kehangatannya. Setelah pemberian ASI
perah selesai dilakukan, bayi dapat diletakkan kembali dalam posisi kanguru. Bila
memungkinkan, dapat dicoba pemberian ASI yang diperah dari payudara ibu secara langsung ke
dalam mulut bayi, cara ini juga dapat dilakukan pada bayi dalam posisi kanguru. Posisikan bayi
dalam posisi kanguru, dekatkan mulut bayi keputing susu ibu, tunggu sampai bayi siap dan
membuka mulut dan matanya. Keluarkan beberapa tetes ASI, biarkan bayi mencium dan menjilat
puting susu dan membuka mulutnya, tunggu sampai ia menelan ASI. Kegiatan ini dapat diulangi
kembali.
Bila bayi kecil sudah mulai menghisap dengan efektif, mungkin sesekali ia akan berhenti
saat menyusu dengan jeda yang agak lama. Hal ini dapat terjadi karena bayi kecil mudah lelah,
menghisap agak lemah pada awalnya, dan memerlukan waktu istirahat yang agak lama setelah
menghisap. Ibu dianjurkan untuk tidak menarik bayi dari puting susunya terlalu cepat. Biarkan
bayi menempel di dada ibu, dan biarkan ia menghisap kembali bila sudah siap. Umumnya bayi
kecil perlu menyusu lebih sering, setiap 2 hingga 3 jam. Pada awalnya, mungkin bayi tidak
bangun untuk minum sehingga harus dibangunkan terlebih dahulu agar ia mau minum.
Bayi prematur dengan usia kehamilan 34 hingga 36 minggu atau lebih, umumnya sudah
dapat menyusu langsung ke ibu. Namun sebaiknya, periksa terlebih dahulu refleks hisap bayi,
bila perlu, sesekali selingi pemberian ASI perah menggunakan gelas kecil. Pastikan bayi
menghisap dalam posisi dan pelekatan yang benar sehingga proses menyusu dapat berlangsung
dengan lancar.
1) Cara memegang atau memposisikan bayi:
a) Peluk kepala dan tubuh bayi dalam posisi lurus
b) Arahkan muka bayi ke puting payudara ibu
c) Ibu memeluk tubuh bayi, bayi merapat ke tubuh ibunya
d) Peluklah seluruh tubuh bayi, tidak hanya bagian leher dan bahu
2) Cara melekatkan bayi:
a) Sentuhkan puting payudara ibu ke mulut bayi
b) Tunggulah sampai bayi membuka lebar mulutnya
c) Segerah arahkan puting dan payudara ibu ke dalam mulut bayi
3) Tanda-tanda posisi dan pelekatan yang benar:
a) Dagu bayi menempel ke dada ibu
b) Mulut bayi terbuka lebar
c) Bibir bawah bayi terposisi melipat ke luar
d) Daerah areola payudara bagian atas lebih terlihat daripadaareola payudara bagian
bawah
e) Bayi menghisap dengan lambat dan dalam, terkadangberhenti.
Untuk memantau kecukupan asupan ASI, timbang bayi sekali sehari hingga berat badan
bayi mulai meningkat, kemudian lanjutkan menimbang 2 kali seminggu, dan selanjutnya timbang
bayi sekali seminggu sampai usia bayi mencapai cukup bulan.

94 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


HIPERBILIRUBIN [IKTERUS NEONATORUM]
Ikterus neonatorum adalah dikolorasi kulit, mukosa, dan skelra oleh karena peningkatan
adar bilirubin dalam serum > 2mg/dL. Secara klinis, ikterus akan tampak pada bayi baru lahir
bila kadarnya 5 7 mg/dl. Beberapa faktor risiko terjadinya ikterus neonatorum:
Umur kehamilan < 37 minggu
Berat badan lahir < 2500
Hemolisis
Sepsis
Berdasarkan waktu kejadiannya, ikterus neonatorum dikelompokan menjadi ikterus fisiologis dan
patologis.
Fisiologis Patologis
Muncul pada hari ke 3 5, menghilang hari ke 7 Timbul dalam 24 jam pertama
Peningkatan bilirubin < 5mg/dL/24 jam Peningkatan bilirubin > 5mg/dL/24 jam
Kadar bilirbun indirek < 10mg% pada NCB dan < Kadar bilirubin > 10mg% pada NCB dan > 12.5mg%
12.5mg% pada NKB pada NKB
Ikterus menghilang dlm 10 hari Ikterus menetap hingga 2 minggu dan berpotensi
menjadi kern ikterus
Faktor faktor yang memungkinkan terjadi ikterus fisiologis diantaranya:
Faktor Korelasi klinis
Peningkatan beban bilirubin ke sel hati. Bayi yang mengalami Peningkatan sel darah merah
peningkatan volume darah, eritropoesis yang tidak efektif dan Penurunan umur sel darah merah
reabsorbsi bilitubin oleh usus Early bilirubin meningkat
Defek pengambilan bilirubin dari plasma Defisiensi protein karier
Defek konjugasi bilirubin akan menurunkan aktivitas enzim Aktivitas UDPGT menurun
glukoronil tranferase
Defek ekstresi bilirubin
Perfusi hepar yang tidak adekuat
Sirkulasi enterohepatik meningkat Aktivitas B-glukoronidase meningkat
Pengeluaran mekonium yang lambat
Secara patofisiologi, ikterus patologis dapat disebabkan 3 kondisi yaitu produksinya
berlebihan (pre hepatik), sekresinya menuruan, atau ekstresinya menurun (post hepatik).
Diagnosis dlakukan dean penilaian bayi baru lahir terhadap risiko, terutama bayi yang pulang
lebih awal. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayo dalam ruangan dengan
pencahayaan baik serta menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat wanr kulit dan
jaringan subkutan. Pemeriksaan fisis harid mengidentifikasi penyebab ikterus patologis. Untuk
mengantisipasi penyulit yang mungkin timbul, perlu diketahui daehran letak kadar bilirubin
serum total beserta faktor risiko.

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 95


Pada anamnesis perlu dicari riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat, DM, gawat jann,
malnutrisi intrauterin, dan infeksi intranatal), riwayat persalinan dan tindakan, riwayat ikterus
pada bayi sebelumnya, riwayat inkompatibilitas darah, dan riwayat keluarga anemia,
pembesaran hepar dan limpa. Pada pemeriksaan fisis, ikterus dinilai derajatnya dengan penilaian
Kramer. Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada
tempat yang tulangnya
menonjol seperti hidung, dada,
lutut dll. Tempat yang ditekan
akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada
masing temat disesuaikan
dengan tabel. Selain itu, waktu
munculnya ikterus juga memiliki kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus.
1. Kramer I : Daerah kepala (Bilirubin total 5 7 mg)
2. Kramer II : Daerah dada pusat (Bilirubin total 7 10 mg%)
3. Kramer III : Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total 10 13 mg)
4. Kramer IV : Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai
pergelangan kaki (Bilirubin total 13 17 mg%)
5. Kramer V : hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg%)
Daerah Ikterus Range Kadar Bilirubin
Bayi cukup bulan 1 4.3 - 7.8 mg%
2 5.4 12.2 mg%
3 8.1 16.5 mg%
4 11.1 18.3 mg%
5 > 15 mg%
Bayi kurang bulan 1 4.1 7.5 mg%
2 5.6 12.1 mg%
3 7.1 14.8 mg%
4 9.3 18.4 mg%
5 > 10.5 mg%

Breast Feeding Jaundice Breast Milk Jaundice


BFJ adalah icterus akibat kekurangan asupan ASI BMJ adalah ikterus disebabkan oleh ASI
Tmbul hari ke 2 atau 3 pada waku produksi ASI Insidensinya 2 4% pada bayi cukup bulan.
blom banyak Kondisi ditandai naiknya bilirubin setelah
Untuk neonatus cukup bulan, bayi dibekali hari ke 4 (harusnya sudah turun) mencapai 20
cadangan lemak coklat, glikogen, dan cairan 30mg/dL pada usia 14 hari.
untuk mempertahankan metabolism 72 jam Bilirubin turun drastis jika ASI dihentikan
walaupun ada beberapa yang icterus karena Kemungkinan mekanismenya akibat
kurangnya ASI menyebabkan sirkulasi terhambatnya uridine dphosphoglucoronic
intrahepatic meningkat acid glucuronyl tranferase (UDGPA) oleh
hasil metabolisme progesteron yaitu
pregnane-32-diol yang ada di dalam ASI

96 Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak


Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan serum bilirubin direk dan
indirek. Pemeriksaan tambahan yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan golongan darah,
Coombs test, darah lengkap, dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD, dan bilrubin
direk.
Komplikasi utama bayi kuning adalah kem ikterus yaitu sindroma neurologis yang
disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dala otak. Ada stadium:
1. Stadium 1 : reflek moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched
cry, kejang
2. Stadium 2 : Opistotonus, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung deviasi
ke atas
3. Stadium 3 : spastisitas menurun, pada usia 1 minggu
4. Stadium 4 : gejala sisa lanjut, spasitisias, atetosis (gerakan tak terkendali), tilu parisal,
retardasi mentak, paralisis bola mata ke atas, displasia dental
Terapi yang dinajurkan adalah dengan foto terapi dan tranfusi ganti. Prinsip pengelolaan
bayi ikterus yaitu segera menurunakn kadar bilirubin indirek untuk mencegah komplikasi. AAP
menganjurkan penggunaan foto terapi berdasarkan kadar bilirbubin darah.
Umur (jam) Kadar bilirubin total darah (mg/dl)
Dipertimbangkan Foto terapi Tranfusi ganti jika Tranfusi ganti dan
fototerapi foto terapi gagal fototerapi intensif
24 Bayi cukup bulan menunjukan keadaan kuning < 24 jam dianggap tidak sehat dan
perlu pemantauan
25 48 12 15 20 25
49 72 15 18 25 30
>72 17 20 25 30
Indikasi fototerapi dan tranfusi ganti berdasarkan berat badan
Berat badan Terapi
< 1000 Fototerapi dimulai dalam umur 24 jam pertama
Tranfusi ganti pada kadar bilirubin 10 12 mg/dl
1000 1500 Fototerapi pada kadar 7 9mg/dl
Tranfusi ganti pada kadar bilirubin 12 - 15 mg/dl
1500 2000 Fototerapi pada kadar 10 -12 mg/dl
Tranfusi ganti pada kadar bilirubin 15 18 mg/dl
2000 2500 Fototerapi pada kadar 13 15mg/dl
Tranfusi ganti pada kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl
> 2500 dan bayi dalam keadaan sakit Fototerapi pada kadar 12 - 15 mg/dl
Tranfusi ganti pada kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl
Bayi dengan penyakit hemolitik:
1. Ketidak sesuaian rhesus
Fototerapi dilakukan sesegera mungkin. Tranfusi ganti jika kadar bilirubin mencapai
20mg/dl
2. Inkompatibilitas ABO
Foto terapi jika bilirubin 10mg/dl pada usia 12 jam, 12 mg/dl pada usia 18 jam, 14mg
pada usia 24 jam dan 15mg setip waktu. Tranfusi ganti jika kadar bilirubin 20mg/dl.
Komplikasi fototerap dan tranfusi ganti
Fototerapi Tranfusi ganti
Bronze baby Pada keadaan bilirubin terkonjugasi yang Vaskular Emboli udara, trombus,
syndrome tinggi, fototerapi menyebabkan foto reduksi trombosis
dari cooper porphyrins sehingga urin dan kulit
berwarna bronze Infeksi Bakteremia, hepatitis,
enterokolitis nekrotikan
Diare Bilirubin direk mengmbat laktase Kelainan Aritmia, overload, henti
jantung jantung
Dehidrasi Bertambahnya insensible water loss karena Gengguan Hipo/hiperklasemia,
menyerap energi foton elektrolit hipernatremia, asidosis
Ruam kulit Gangguan fotosensitisasi terhadap mast cell Koagulasi Thrombositopenia,
kulit dengan pelepasan histamin heparinisasi berlebih

Steven Soerijadji | Ilmu Kesehatan Anak 97

Anda mungkin juga menyukai