CASE REPORT
SEORANG LAKI-LAKI 77 TAHUN DENGAN HIPOKALEMI
PERIODIK PARALISIS
Pembimbing :
dr. Hj. Mutia Sinta, Sp.S
dr. Dwi Kusumaningsih, Sp.S
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2019
BAB 1 - STATUS PASIEN
Identitas
O Nama : Tn. D
O Umur : 77 tahun
O Jenis Kelamin : Laki-laki
O Alamat : Dukuh Gadel 06/01 Sidorejo
Sukorejo
O No Register : 442491
O Tanggal Pemeriksaan : 18 Oktober 2019
ANAMNESIS
Keluhan utama
• Ektremitas :
- -
Edema : - -
Hangat Hangat
Akral :
Hangat Hangat
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
Meningeal Sign
• Kaku kuduk : Tahanan (-)
• Brudzinski I : (-)
• Brudzinski II : (-)
• Brudzinski III : (-)
• Brudzinski IV : (-)
• Kernig : (-)
10
Nervus Cranialis
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N. Olfactorius Daya Pembau Normal Normal
N. Opticus Visus 2/60 2/60
Buta Warna - -
N. Occulomotorius Pupil 2 2
Reflek Cahaya Miosis Miosis
M.rectus lateralis Superior normal normal
M.rectus lateralis Inferior normal normal
Membuka mata + +
N. Trochlearis M.obliquus superior normal Normal
N. Trigeminus Motorik : kontraksi M.temporalis & kontraksi M.temporalis &
-Membuka mulut M.masetter M.masetter
N. Facialis Diam
a.Kerutan dahi a. - a. -
b.Sudut mata b. normal b. normal
c.Lipatan nasolabial c. - c. -
Bergerak
a.Mengangkat alis a. + a. +
b.Mengerutkan dahi b. + b. +
c.Menutup mata c. + c. +
d.Tersenyum d. + d. +
13
Sensorik
Motorik Eksteroseptif
No Pemeriksaan Ekstremitas
Terbatas Terbatas
+ +
O Gerakan 1. Nyeri
+ +
Terbatas Terbatas
Taktil + +
2.
O Kekuatan 225 224 + +
Propioseptif
224 224
No Pemeriksaan Ekstremitas
O Trofi Eutrofi Eutrofi + +
1. Gerakan
Eutrofi Eutrofi + +
Tekanan + +
2.
O Klonus Pattela dan Ankle -/- + +
14
Status Neurologis
O Reflek patologis
Pemeriksaan Dextra Sinstra
O Reflek fisiologis
Hoffman - -
Babinski - -
TPR (+1/+1) APR(+1/+1)
Chaddock - -
Mandel Bechterew - -
Rosolimo - -
Oppenhim - -
Gordon - -
Schaffer - - 15
Status Neurologis
Fungsi Cerebelum
• Finger to nose : (Normal/Normal)
• Heel to shin : (Normal/Normal)
• Romberg test : (Normal/Normal)
• Rebound phenomen : (Normal/Normal)
Provokasi Nyeri
• Laseque sign : (-/-)
• Patrick sign : (-/-)
• Kontrapatrick sign : (-/-)
Fungsi Vegetatif
• Miksi : produksi, kuning jernih, tidak nyeri, dalam batas
normal
• Defekasi: Konstipasi (-), diare(-), dalam batas normal 16
Resume
Anamnesis :
Pasien mengeluhkan lemah kedua tangan dan kaki 3 jam SMRS
Mendadak saat bangun tidur
Keluhan serupa diakui sebelumnya sebanyak 3 kali
Mual (+)
Muntah (+)
Pemeriksaan Fisik :
Dalam batas normal
Status Neurologis :
Dalam batas normal
225 224
Motorik :
224 224
Laboratorium
Darah Lengkap : Dalam batas normal
Elektrolit : Kalium 1,3 mEq/L (L)
Kimia klinik : Ureum 78.40 mg/dL (H), Creatinin 2.52mg/dL, asam urat 9.9mg/dL
Diagnosis Diagnosis klinis:
Tetraparese
Diagnosis topis:
Miogenik
Diagnosis etiologi:
Periodik Paralisis
Hipokalemia
Planning
Diagnostik : Elektrolit dan ENMG
Terapi :
•Non farmakologi :
•Tirah baring
•Diet tinggi kalium
•Farmakologi :
•Inf. PZ + drip KCL 4 fl
•KSR tab 3x1
•Allopurinol 2x100
•Rindobion 2x1
Prognosis
Disease : dubia ad bonam
· Alkohol
· Infeksi
· Stress emosional
· Trauma
· Periode menstruasi
Hipokalemik periodik · Bervariasi, anak – · Beberapa jam Serangan awal pagi setelah hari yang lalu · Severe Myotonik lid lag tiba – tiba
paralisis anak sampai sampai hampir beraktivitas fisik
· Paralisis komplet Myotonia diantara serangan jarang
dekade ketiga semingu
Makanan tinggi karboihdrat
Parsial unilateral, monomelik
· Sebagian kasus · Khas tidak lebih
dingin
sebelum 16 tahun dari 72 jam Kelemahan otot menetap pada akhir penyakit.
Potasium-associated Dekade pertama Tidak ada · Dingin Serangan kekakuan Hipertrofi otot
myotonia kelemahan dan dari ringan dampai
· Istirahat setelah latihan
berat
Paramyotonia Dekade pertama 2 – 24 jam dingin Jarang parah Pseudohipertrofi otot
congenital
Paradoksal myotonia
Diagnosis
Banding Labirintitis
Penyakit
Meniere
Tatalaksana
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam
kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit
sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is prudent.6
Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosis
terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan keefektifan yang sama.
Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan spironolakton (25-
100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai
kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan
penghambat karbonik anhidrase.
• Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.
• Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena
lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan
kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian
135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-
3,5 mEq/L.
• Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
• Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup
per oral.
• Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari
hiperkalemia terutama pada pemberian secara intravena.
• Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl
disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-
20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan
otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100
mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc
NaCl isotonik.6
• Acetazolamide untuk mencegah serangan.6
• Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide
tidak memberikan efek pada orang tertentu.6
• Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa
menurunkan frekuensi serangan.6
Komplikasi
Batu ginjal akibat
efek samping
acetazolamide.
Arhytmia.
Kelemahan otot
progresif.
Prognosis
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus
seperti mengurangi asupan karbohidrat, hindari
alcohol dll. Serta pengobatan yang teratur. Pasien
yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan
proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas.
Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak
dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau
ketidakmampuan membersihkan sekresi.7
Kesimpulan
O Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat
menyebabkan kelemahan yang akut pada anak-anak maupun
dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari
anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya
gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia
pada HypoPP.
O Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ
lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang
bila tidak ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga
mengancam nyawa. Mengenal dan menegakkan suatu keadaan
HypoPP menjadi sangat penting dalam hal ini, dan terapi yang
diberikan sangatlah mudah dan murah.
BAB III
PEMBAHASAN
O Dari keluhan utama pasien menunjukkan adanya kelemahan akut pada daerah ekstremitas,
hal ini dapat merupakan manifestasi klinis dari stroke, tetapi dari anamnesa lebih lanjut
mengenai keluhan utamanya maka diagnosis stroke dapat disingkirkan karena pasien tidak
mengeluhkan adanya gangguan sensoris dan gangguan pada saraf kranial, tetapi hal ini
masih memungkinkan terjadi stroke apabila lesi hanya berada di korteks motorik.
O Berdasarkan keluhan pasien semakin memperkuat diagnosa paralisis periodik, dimana
kelemahan pada paralisis periodik dapat terjadi pada pagi hari sehabis bangun tidur,
setelah aktivitas fisik yang berat maupun setelah memakan makanan dengan kandungan
tinggi karbohidrat. Selain itu pada paralisis periodik juga tidak disertai dengan keluhan
sensorik. Pasien juga sudah beberapa kali merasakan keluhan yang sama, hal ini
menguatkan diagnosa periodik paralise yaitu serangan sudah terjadi berulang
O Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah, hal ini
sesuai pada periodik paralisis yang ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal
episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar
kalium yang rendah di dalam darah. Pada refleks fisiologis tidak didapatkan peningkatan
refleks, hal ini menyingkirkan semua diagnose banding dari lesi UMN.
O Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hipokalemia, hal ini menunjukkan kelemahan
otot pada pasien terjadi karena hipokalemia, menurut kepustakaan periodik paralise
adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya terkait dengan
abnormalitas K+ dan abnormalnya respon akibat perubahan K+ dalam serum. Periodik
paralise dapat dikelompokkan menjadi (1) Periodik paralise hipokalemia yang dapat
disebabkan oleh : genetik, hipertiroid, hiperaldosteronism, gagal ginjal kronik dan
idiopatik, (2) Periodik paralise hiperkalemia. (3). Periodik paralise normokalemia
Penatalaksaan pada pasien ini dilakukan berdasarkan :
O Pada pasien ini diberikan IVFD RL 20 tetes per menit untuk memelihara keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta untuk memasukkan obat melalui vena.
O Penatalaksanan priodik paralise hipokalemi harus didasari dengan prinsip terapi untuk
keadaan hipokalemia, yaitu mengembalikan jumlah kalium dalam tubuh kembali ke nilai
normal. Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral dapat
mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan yang akut
atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1
mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCL dalam 5 % manitol dengan
dosis 20 hingga 40 mEq. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan dosis 50 mEq/L
dalam 250 cc larutan 5 % manitol. Monitoring kadar kalium tiap 2-4 jam perlu dilakukan
untuk menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara intravena.
O Prognosis pada pasien in ad bonam, karena dengan pengobatan konservatif sebagian
besar pasien akan pulih dan kembali menjalankan aktivitasnya dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL, Jameson JR. 2011.
Muscular dystrophies and other muscle diseases. Harrison’s 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds.
USA: McGraw-Hill. pp.2538.
2. Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal tubular acidosis presenting as respiratory paralysis: Report of a case
and review of literature. Neurol India. 58:106–108.
3. Lin SH, Lin YF, Halperin ML.2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med. 94:133–139.
4. Maurya PK, Kalita J, Misra UK. 2010. Spectrum of hypokalaemic periodic paralysis in a tertiary care centre in
India. Postgrad Med J. 86:692–695
5. Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW, Giebsich G, 3 th eds. The KIDNEY Physiology
& patophysiology. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins. pp. 1615 – 1646.
6. Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial hypokalemic periodic paralysis and Wolff
parkinson-white syndrome in pregnancy. Canada Journal Anaesth. 47:160–164.
7. Saban I and Canonica A. 2010. Hypokalaemic periodic paralysis associated with controlled thyrotoxicosis.
Schweiz MedWochenchhr. 130: 1689–1691 Scott MG, Heusel JW, Leig VA, Anderson OS. 2008. Electrolytes
and blood gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5 th eds. Tietz fundamentals of clinical chemistry. Philadelphia:
WB Saunders. pp. 494–517.