Anda di halaman 1dari 24

Kepada Yth.

SAJIAN KASUS KEMATIAN Senin, 29 Februari 2016

Seorang neonatus lelaki, berat lahir sangat rendah, kurang bulan,


dengan penyakit membran hyalin grade IV, sepsis awitan dini

Oleh :
Andhika Trisna Putra
S591308001

Narasumber :
dr. Yulidar Hafidh, Sp.A(K)
dr. Dwi Hidayah, Sp.A (K), M.Kes

PPDS ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

1
SAJIAN KASUS KEMATIAN

Nama PPDS : Andhika Trisna Putra


Hari/Tanggal : Senin, 29 Februari 2016

I. PENDAHULUAN
Persalinan prematur merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan
memberikan kontribusi lebih dari 70% penyebab kematian perinatal pada bayi
tanpa kelainan bawaan. Pada bayi kurang bulan (prematur) sering timbul
penyulit yang berhubungan dengan kekurangmatangan organ.1
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan penyebab terbanyak angka
kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Di Amerika Serikat, PMH
didapatkan pada sekitar 10% dari seluruh bayi prematur. Angka kematian PMH
di Amerika Serikat adalah 21,3 per 100.000 kelahiran. Selain berhubungan
dengan usia kehamilan, angka kejadian PMH juga berhubungan dengan berat
badan lahir. Lima puluh sampai enam puluh persen bayi yang lahir kurang dari
usia kehamilan 29 minggu menderita PMH, dan 44% kasus didapatkan pada
bayi dengan berat lahir antara 501–1500 gram.2
Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan
pada bayi baru lahir di negara berkembang. Angka kematian bayi karena sepsis
pada periode neonatal di negara berkembang sekitar 34 per 1000 kelahiran
hidup, yang terjadi terutama di minggu pertama kehidupan. Berbagai faktor
dari ibu, janin, dan lingkungan berkontribusi terhadap sepsis pada neonatus.
Diagnosis dini sepsis neonatal sangat penting artinya dalam penatalaksanaan
pasien serta diperlukan berbagai informasi berupa faktor risiko, gambaran
klinis, dan pemeriksaan penunjang.3
Tujuan sajian kasus kematian ini adalah untuk mendiskusikan diagnosis,
pengelolaan, serta kemungkinan penyebab kematian kasus dengan penyakit
membran hyalin grade IV, sepsis awitan dini pada seorang bayi, lelaki, berat
badan lahir sangat rendah, kurang bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan.

2
II. Kasus
Seorang neonatus lelaki usia 0 hari lahir di ruang bersalin RSDM pada tanggal 21
Juli 2015 pukul 04.25 WIB. Pasien lahir secara normal, ditolong oleh dokter dan
bidan. Pasien lahir dari seorang ibu G2P1A0 dengan usia kehamilan 30 minggu,
usia ibu saat melahirkan 27 tahun. Nilai APGAR pasien pada menit pertama 4,
pada menit kelima 6 dan pada menit kesepuluh 7 (Skor APGAR 4-6-7). Pasien
lahir saat usia kehamilan ibu 30 minggu dengan berat badan lahir 1400 gram,
panjang badan 41 cm, lingkar kepala 29 cm, lingkar dada 24 cm, lingkar lengan
atas 7 cm, anus (+), kelainan kongenital mayor (-). Didapatkan riwayat ketuban
pecah dini 24 jam, air ketuban berwarna hijau keruh, ibu demam intrapartum,
leukositosis (Jumlah leukosit 16.000/ul).
Setelah lahir, pasien tidak langsung menangis, didapatkan tonus otot
lemah, didapatkan laju jantung 100 kali/menit, tampak kebiruan di sekitar mulut.
Pasien kemudian dilakukan langkah awal resusitasi, pasien dimasukkan ke dalam
plastik, dihangatkan di bawah infant warmer, diposisikan dan dilakukan
pembersihan jalan napas, dikeringkan kemudian dilakukan rangsang taktil. Pasien
dilakukan observasi usaha napas, laju denyut jantung dan tonus otot. Pasien
didapatkan laju jantung 100x/menit, tidak didapatkan napas spontan. Pasien
dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif selama 30 detik kemudian
dievaluasi. Setelah dilakukan ventilasi tekanan positif denyut jantung pasien 120
kali/menit, didapatkan napas spontan. Pasien kemudian diberikan suplementasi
oksigen nasal 1 lpm dan diberikan injeksi vit K1 1 mg intramuskular.
Pada penilaian sistem saraf pusat (SSP): tidak menangis, membuka mata
spontan, gerak kurang aktif (S3). Pemeriksaan sistem kardiovaskuler laju nadi 140
kali/menit, tidak didapatkan bising dan sianosis, arteri dorsalis pedis (ADP) kuat,
capillary refill time (CRT) < 2 detik. Kesimpulan tidak ada gangguan sistem
kardiovaskuler. Sistem respirasi pasien merintih, laju napas 50 kali/menit,
didapatkan napas cuping hidung, retraksi subcostal, air entry menurun dengan
Downes score 4, saturasi 92% kesimpulan gangguan napas sedang. Sistem
gastrointestinal (GIT): belum dapat dievaluasi. Sistem genitourinaria (GU): belum
dapat dievaluasi. Status infeksi: status termoregulasi 36,2oC, SSP (S3), status

3
respirasi gangguan napas sedang, status kardiovaskuler hipoperfusi, sistem GU
dan GIT belum dapat dievaluasi. Kesimpulan sepsis awitan dini. Diagnosis kerja
saat itu 1) Sepsis neonatorum awitan dini 2) Gangguan napas sedang ec DD/
penyakit membran hyalin, pneumonia kongenital, sepsis 3) Neonatus lelaki, berat
badan lahir sangat rendah, kurang bulan, sesuai masa kehamilan, lahir secara
spontan, ketuban pecah dini 24 jam, ibu leukositosis. Penatalaksanaan pasien saat
itu adalah 1) Rawat di ruang NICU, 2) O2 NIV mode CPAP → FiO2 40%, RR 50
kali/menit, PEEP 5 cmH20, PC Above 7 cmH2O, Ti:Te 1:1,5 3) IVFD D10% 7
ml/jam, 4) Pasang OGT kemudian dialirkan sementara, evaluasi residu, 5) Inj.
Ampicilin 50mg/kg/12jam ~ 75mg/12 jam, 6) Inj. Gentamycin 5mg/kg/36 jam ~ 7
mg/36 jam, 7) Inj. Aminophylin loading 8mg/kg ~11 mg, selanjutnya 1.5
mg/kg/12 jam ~ 2 mg/12 jam. Pasien direncanakan untuk pemeriksaan darah rutin,
golongan darah, gula darah sewaktu, albumin, gambaran darah tepi, IT rasio,
kultur darah, rontgen thoraks dan analisis gas darah. Monitoring keadaan umum
dan tanda vital/saturasi oksigen/jam, balans cairan dan diuresis/ 8 jam.
Menurut aloanamnesis riwayat kehamilan ibu kepada ayah pasien, ibu
pasien seorang G2P1A0, usia saat melahirkan pasien 27 tahun. Selama hamil ibu
pasien rutin kontrol di bidan, minum vitamin yang diberikan dari bidan, selama
hamil ibu pasien masih rutin menjalankan pekerjaannya sebagai buruh pabrik.
Sakit selama hamil disangkal, namun ayah pasien menjelaskan bahwa pekerjaan
istrinya cukup berat sebagai buruh pabrik, seringkali pulang hingga larut malam.
Riwayat penyakit jantung, asma, diabetes melitus disangkal, riwayat infeksi
TORCH tidak diketahui dan belum pernah dilakukan pemeriksaan serologi.
Pasien merupakan anak kedua, merupakan anak yang diharapkan. Ayah
pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien bekerja sebagai buruh garmen.
Pendapatan keluarga sekitar Rp 3.000.000 per bulan. Memiliki jaminan kesehatan
Jamkesmas (BPJS). Kesan kualitas sosial dan ekonomi cukup.

4
Pohon Keluarga

I.

II.

30 th 26 th

III.

5 th

By. Ny. A, 0 hari, 1400 g

Hasil pemeriksaan shake test tidak didapatkan adanya gelembung udara.


Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 21 Juli 2015 di
RSDM didapatkan hasil Hemoglobin 17.5 g/dl, hematokrit 53%, leukosit 12.5
ribu/ul, trombosit 114 ribu/ul, eritrosit 4.62 juta/ul. MCV 114.4/um, MCH 37.9
pg, MCHC 33.1 g/dl, RDW 15.2%, MPV 8.5 fl, PDW 17%, Eosinofil 0.70%,
Basofil 0.20%, Netrofil 41.00%, Limfosit 50.90%, Monosit 7.20%, Golongan
darah O, GDS 82 mg/dl, Albumin 3.0 g/dl, Natrium 130 mmol/L, Kalium 4.1
mmol/L, Kalsium ion 1.01 mmol/L. Kesan laboratorium dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan analisis gas darah setelah pemasangan ventilator didapatkan
hasil pH 7.177, BE-11.9 mmol/L, pCO2 44.9 mmHg, pO2 66.9 mmHg,
hematokrit 46%, HCO3 15.2 mmol/L, total CO2 14.8 mmol/L, O2 saturasi 89.5%.
Kesan mixed asidosis.

5
Gambar 1. Foto Thoraks AP

Dari hasil gambaran foto thoraks didapatkan hasil cor : batas kanan kiri
jantung tertutup perselubungan, CTR tidak valid dinilai. Pulmo : Tampak
perselubungan inhomogen di kedua lapang paru. Sinus costophrenicus kanan kiri
tajam. Hemidiaphragma kanan kiri tertutup perselubungan. Trakea di tengah.
Sisterna tulang baik. Tampak terpasang ETT dengan tip distal yang terproyeksi
setinggi Vth II dan NGT terproyeksi setinggi VL II sisi kiri. Kesimpulan : Hyalin
membran disease grade IV.
Daftar masalah pasien adalah : 1) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR),
2) Kurang Bulan (KB), 3) Asfiksia sedang (Skor APGAR 4-6-7), 4) Gangguan
napas sedang (Skor Downes 4), 5) Gangguan saraf pusat (menangis lemah, gerak
kurang aktif, membuka mata), 6) Riwayat demam intrapartum pada ibu, 7) Hasil
laboratorium ibu dengan leukositosis, 8) Ketuban pecah dini 24 jam, berwarna
hijau keruh, 9) Shake test (-), 10) Foto thoraks menyokong gambaran penyakit
membran hyalin grade IV, 11) Hasil analisis gas darah mixed asidosis.

6
Diagnosis banding pada pasien adalah : 1) Sepsis neonatorum awitan dini,
2) Gangguan napas sedang et causa dd Penyakit Membran Hyalin (PMH),
pneumonia, sepsis, prematuritas, 3) Neonatus lelaki, berat badan lahir sangat
rendah, kurang bulan, sesuai masa kehamilan, lahir secara spontan, ketuban pecah
dini 24 jam, ibu demam intrapartum, leukositosis, ketuban hijau keruh.
Diagnosis kerja saat itu : 1) Sepsis neonatorum awitan dini, 2) Penyakit
Membran Hyalin Grade IV, 3) Neonatus, lelaki, berat lahir sangat rendah, kurang
bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, ketuban pecah dini 24 jam.
Penatalaksanaan saat itu : 1) Oksigen ventilator mode NIV PC dengan
FiO2 40%, RR 50x/m, PEEP 5 cmH2O, PC Above 7 cmH2O, Ti : Te 1 : 1.5, 2)
Puasa sementara, OGT dialirkan, evaluasi residu, 3) IVFD D10% 4.6 ml/jam, 4)
Inf. Aminosteril 6% (1g/kg/hari) ~ 1 ml/jam, 5) Inf. Lipofundin 20% (1g/kg/hari)
~ 0.3 ml/jam, 6) Inj. Ampicilin 50mg/kg/12jam ~ 75mg/12 jam, 7) Inj.
Gentamycin 5mg/kg/36 jam ~ 7mg/36 jam, 8) Inj. Aminophylin 1.5 mg/kg/12 jam
~ 2 mg/12 jam, 9) Surfaktan I 4ml/kg/6 jam ~ 4 ml/6 jam via endotracheal tube.
Monitoring keadaan umum, tanda vital, saturasi oksigen tiap jam, balans cairan,
diuresis tiap 8 jam.

Gambar 2. Foto Thoraks AP setelah pemberian surfaktan I

7
Dari hasil gambaran foto thoraks 6 jam setelah pemberian surfaktan I
didapatkan hasil, cor : besar dan bentuk normal. Pulmo : Tampak perselubungan
inhomogen di kedua lapang paru. Sinus costophrenicus kanan kiri tajam.
Hemidiaphragma kanan kiri tertutup perselubungan. Trakea di tengah. Sisterna
tulang baik. Tampak terpasang ETT dengan tip distal yang terproyeksi setinggi
Vth II dan NGT terproyeksi setinggi VL II sisi kiri. Kesimpulan : Masih tampak
gambaran hyalin membran disease (perbaikan dibandingkan foto sebelumnya).
Dari hasil analisis gas darah didapatkan hasil pH 6.900, BE -18.7 mmol/L,
pCO2 103.0 mmHg, pO2 18.9 mmHg, hematokrit 38%, HCO3 10.6 mmol/L, total
CO2 19.8 mmol/L, O2 saturasi 79.5%. Kesan mixed asidosis.
Pasien mendapat terapi 1) Oksigen ventilator mode PC dengan FiO2 60%,
RR 50x/m, PEEP 6 cmH2O, PC Above 10 cmH2O, Ti : Te 1 : 2, 2) Puasa
sementara, OGT dialirkan, evaluasi residu, 3) IVFD D10%  D1/4 126 ml +
D40% 22 ml + KCl 3 meq + Ca gluconas 5 ml kecepatan 4.6 ml/jam, 4) Inf.
Aminosteril 6% (1g/kg/hari) ~ 1 ml/jam, 5) Inf. Lipofundin 20% (1g/kg/hari) ~
0.3 ml/jam, 6) Inj. Ampicilin 50mg/kg/12jam ~ 75mg/12 jam, 7) Inj. Gentamycin
5mg/kg/36 jam ~ 7mg/36 jam, 8) Inj. Aminophylin 1.5 mg/kg/12 jam ~ 2 mg/12
jam, 9) Surfaktan II 4ml/kg/6 jam ~ 4 ml/6 jam via endotracheal tube. Pasien
menunggu hasil kultur darah. Monitoring keadaan umum, tanda vital, saturasi
oksigen tiap jam, balans cairan, diuresis tiap 8 jam.
Pada pemantauan hari kedua tanggal 22 Juli 2015. Usia 1 hari, berat badan
1430 gram. Permasalahan saat itu adalah BBLSR, KB, sepsis, gangguan napas
ringan, penyakit membran hyalin. Sistem saraf pusat (SSP): tidak menangis, tidak
membuka mata, dan gerak kurang aktif (S2). Pemeriksaan sistem kardiovaskuler
laju nadi 148-158 kali/menit, tidak didapatkan bising dan sianosis, ADP kuat,
CRT kurang dari 2 detik, saturasi 98%. Kesimpulan tidak ada gangguan. Sistem
respirasi dengan ventilator modus PC. RR 52-60 x/menit, NCH(-), retraksi
subcostal, intercostal (+), air entry (+), merintih (-) skor Downes 3. Kesimpulan
gangguan napas ringan. Sistem gastrointestinal (GIT): BAB 10 ml, bising usus
(+), tidak muntah, residu (+) 7 ml warna kecoklatan, tidak ikterik. Kesimpulan
feeding intolerance. Sistem genitourinaria (GU): BAK 50ml/24 jam, balans cairan

8
+32,68 ml/24 jam, diuresis 1,42 ml/kg/jam, kesimpulan tidak ada gangguan.
Status infeksi: status termoregulasi 35,2-37,9° C, SSP (S2), Status respirasi
gangguan napas ringan (on ventilator). Status GIT feeding intolerance. Status
hematologi, status kardiovaskular dan hemodinamik tidak ada gangguan.
Kesimpulan sepsis. Capaian nutrisi belum dapat dievaluasi. Kebutuhan cairan
(140x1.43) 200 ml/24 jam. Kebutuhan kalori (120x1,43) 170 kkal/24 jam. Hasil
gambaran darah tepi, eritrosit : normositik normokromik, polikromasi (+), sel
target, eritroblas (+); leukosit : jumlah menurun (terkoreksi eritroblas),
limfositosis, limfosit atipik, hipergranulasi dan vakuolisasi netrofil, sel blast (-).
Rasio IT 0,22 ; trombosit : jumlah menurun, penyebaran tidak merata, trombosit
besar (+), clumping (+) ; kesimpulan : GDT menyokong adanya proses infeksi
(sepsis).
Diagnosis kerja saat itu : 1) Sepsis neonatorum awitan dini, 2) Penyakit
Membran Hyalin Grade IV, 3) Neonatus, lelaki, berat lahir sangat rendah, kurang
bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, ketuban pecah dini 24 jam.
Penatalaksaanaan penderita saat itu adalah : 1) Oksigen ventilator mode
PC dengan FiO2 60%, RR 50x/m, PEEP 6 cmH2O, PC Above 10 cmH2O, Ti : Te
1 : 2, 2) Puasa sementara, OGT dialirkan, cek residu, 3) IVFD D10%  D1/4 130
ml + D40% 24 ml + KCl 3 meq + Ca gluconas 5 ml kecepatan 4.8 ml/jam, 4) Inf.
Aminosteril 6% (1g/kg/hari) ~ 1 ml/jam, 5) Inf. Lipofundin 20% (1g/kg/hari) ~
0.3 ml/jam, 6) Inj. Ampicilin 50mg/kg/12jam ~ 75mg/12 jam, 7) Inj. Gentamycin
5mg/kg/36 jam ~ 7mg/36 jam, 8) Inj. Aminophylin 1.5 mg/kg/12 jam ~ 2 mg/12
jam. Rencana menunggu hasil kultur darah. Monitoring keadaan umum, tanda
vital, saturasi oksigen tiap jam, balans cairan, diuresis tiap 8 jam.
Pada pemantauan hari ketiga tanggal 23 Juli 2015. Usia 2 hari, berat badan
1450 gram. Permasalahan saat itu adalah BBLSR, KB, sepsis, gangguan napas
ringan (on ventilator), penyakit membran hyalin. Sistem saraf pusat (SSP): tidak
menangis, membuka mata, dan gerak kurang aktif (S3). Pemeriksaan sistem
kardiovaskuler laju nadi 140-150 kali/menit, tidak didapatkan bising dan sianosis,
ADP kuat, CRT kurang dari 2 detik, saturasi 96%. Kesimpulan tidak ada
gangguan. Sistem respirasi dengan ventilator modus PC. RR 50-60 x/menit, NCH

9
(-), retraksi subcostal, intercostal (+), air entry (+), merintih (-) skor Downes 3.
Kesimpulan gangguan napas ringan. Sistem gastrointestinal (GIT): BAB 10 ml,
bising usus (+), tidak muntah, residu (+) 10 ml warna kecoklatan, tidak ikterik.
Kesimpulan feeding intolerance. Sistem genitourinaria (GU): BAK 40ml/24 jam,
balans cairan +14,32 ml/24 jam, diuresis 1,12 ml/kg/jam, kesimpulan tidak ada
gangguan. Status infeksi: status termoregulasi 36,2-37,9° C, SSP (S3), Status
respirasi gangguan napas ringan (on ventilator). Status GIT feeding intolerance.
Status hematologi, status kardiovaskular dan hemodinamik tidak ada gangguan.
Kesimpulan sepsis. Capaian nutrisi 68.2% dalam 24 jam, GIR 6.2. Kebutuhan
cairan (140x1.43) 200 ml/24 jam. Kebutuhan kalori (120x1,43) 170 kkal/24 jam.
Diagnosis kerja saat itu : 1) Sepsis neonatorum awitan dini, 2) Penyakit
Membran Hyalin Grade IV, 3) Neonatus, lelaki, berat lahir sangat rendah, kurang
bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, ketuban pecah dini 24 jam.
Penatalaksaanaan penderita saat itu adalah : 1) Oksigen ventilator mode
PC dengan FiO2 60%, RR 50x/m, PEEP 6 cmH2O, PC Above 10 cmH2O, Ti : Te
1 : 2, 2) Puasa sementara, OGT dialirkan, cek residu, 3) IVFD D10%  D1/4 130
ml + D40% 24 ml + KCl 3 meq + Ca gluconas 5 ml kecepatan 4.8 ml/jam, 4) Inf.
Aminosteril 6% (1g/kg/hari) ~ 1 ml/jam, 5) Inf. Lipofundin 20% (1g/kg/hari) ~
0.3 ml/jam, 6) Inj. Ampicilin 50mg/kg/12jam ~ 75mg/12 jam, 7) Inj. Gentamycin
5mg/kg/36 jam ~ 7mg/36 jam, 8) Inj. Aminophylin 1.5 mg/kg/12 jam ~ 2 mg/12
jam. 9) Inj. Dobutamin (5 mcg/kg/menit) ~ 10 mg dilarutkan dalam NaCl0.9%
sampai dengan 24 ml ~ kecepatan 1 ml/jam. Monitoring keadaan umum, tanda
vital, saturasi oksigen tiap jam, balans cairan, diuresis tiap 8 jam.
Pada pukul 02.00 (DPH ke IV) kondisi pasien menurun, dengan keadaan
umum pasien tampak sakit berat, pasien bertambah sesak dan demam, dengan laju
napas 78 kali/menit, laju jantung 170 kali/menit, suhu 37,9o C, SiO2 80%, Akral
dingin, ADP lemah, CRT sama dengan 3 detik. Diagnosis saat itu syok septic.
Dilakukan pemberian infus kristaloid 20 ml/kg dalam waktu setengah jam. Inf.
Dobutamin (10 mcg/kg/menit) ~ 20 mg dilarutkan dalam NaCl 0.9% sampai
dengan 24 ml ~ kecepatan 1 ml/jam. Direncanakan pemeriksaan AGD. Hasil
analisis gas darah PH 6,73, BE -27,7 mmol/L, PCO2 58 mmHg, PO2 76 mmHg,

10
hematokrit 29, HCO3 5,8 mmol/L, O2 saturasi 82%. Kesan mixed asidosis.
Penatalaksanan saat itu ventilator dengan seting FiO2 100%, PEEP 8 cm H2O,
tekanan PC Above 14 cm H2O, RR 60 kali/menit, motivasi kepada keluarga
mengenai kondisi pasien yang semakin memburuk.
Pada jam 02.30 pasien masih sesak, didapatkan laju nadi 158 kali/menit,
laju napas 64 kali/menit. Diberikan terapi tambahan Inf. Dopamin (10
mcg/kg/menit) ~ 20 mg dilarutkan dalam NaCl0.9% sampai dengan 24 ml ~
kecepatan 1 ml/jam  evaluasi. Didapatkan akral hangat, ADP teraba kuat, CRT
kurang dari 2 detik. Syok teratasi. Didapatkan perdarahan dari ogt (+) 7 ml.
Pada jam 03.00 saturasi semakin turun menjadi 78%, laju jantung 100
kali/menit, suhu 37,6o C, laju napas 64 kali/menit (ventilator), perdarahan dari ogt
(+) 5 ml. Refleks cahaya positif lemah, pupil isokor dengan diameter 4 mm/4
mm, akral hangat, ADP teraba kuat, CRT kurang dari 2 detik. Dilakukan motivasi
kepada keluarga mengenai kondisi pasien yang semakin memburuk.
Pada jam 03.05 saturasi semakin turun menjadi 70 %, laju nadi 60
kali/menit, laju napas 60 kali/menit (ventilator), suhu 37,5oC. Refleks cahaya
positif lemah, pupil isokor dengan diameter 4 mm/4 mm. Akral hangat, ADP
teraba lemah, CRT kurang dari 2 detik. Dilakukan ventilasi tekanan positif dan
kompresi dada. Dilakukan motivasi kepada keluarga.
Pada jam 03.10 saturasi 60 %, laju jantung 50 kali/menit, laju napas 60
kali/menit (ventilator), suhu 37,5oC. Akral hangat, ADP lemah, CRT kurang dari
2 detik. Dilakukan ventilasi tekanan positif, kompresi dada, dan injeksi adrenalin
0,1 ml/kgBB (1:10.000). Dilakukan motivasi kepada keluarga.
Pada jam 03.15 saturasi 50%, laju nadi 30 kali/menit, laju napas 60
kali/menit (ventilator), suhu 37 oC. Akral hangat, ADP lemah, CRT kurang dari 2
detik. Dilakukan ventilasi tekanan positif, kompresi dada, dan injeksi adrenalin
0,1 ml/kgBB (1:10.000). Dilakukan motivasi kepada keluarga.
Pada jam 03.20 saturasi tidak terbaca, laju nadi 20 kali/menit, laju napas
60 kali/menit (ventilator), suhu 37 oC. Refleks cahaya negatif, pupil isokor
midriasis maksimal. Akral hangat, ADP lemah, CRT kurang dari 2 detik.

11
Dilakukan ventilasi tekanan positif, kompresi dada, dan injeksi adrenalin 0,1
ml/kgBB (1:10.000). Dilakukan motivasi kepada keluarga.
Pada jam 03.25 tidak didapatkan denyut jantung, asistol pada EKG, refleks
cahaya negatif, pupil midriasis maksimal. Pasien dinyatakan meninggal di
hadapan keluarga, dokter, dan perawat.
Satu hari setelah pasien meninggal (tanggal 25 Juli 2015) hasil kultur
darah tidak terdapat pertumbuhan kuman.

ANALISIS KASUS KEMATIAN


Seorang bayi lelaki berat badan lahir sangat rendah, kurang bulan dengan penyakit
membran hyalin dan sepsis awitan dini.
Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic
Inflammatory Respons Syndrome/ SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi
bakteri, virus, jamur ataupun parasit. Selama di dalam kandungan janin aman dari
kontaminasi kuman karena terlindung oleh plasenta, selaput amnion, khorion, dan
beberapa faktor anti infeksi di dalam cairan amnion. Meskipun demikian janin
masih bisa mengalami kontaminasi kuman secara transplasenta oleh infeksi ibu,
tindakan yang tidak aseptis selama kehamilan, dan secara asenderen akibat
pecahnya ketuban lebih dari 18 jam.4
Sepsis pada periode neonatal dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis
awitan dini dan awitan lambat. Pada awitan dini kelainan ditemukan pada < 7 hari
pertama kehidupan. Infeksi terjadi vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang
diderita ibu selama persalinan. Pada awitan lambat disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan sekitar bayi pada hari ke-7 sampai kurang dari hari ke- 28
kelahiran. Biasanya disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan juga
adanya infeksi nosokomial. Paparan kuman pada kelompok sepsis awitan dini dan
lambat bila masuk ke dalam aliran darah akan menimbulkan respon imun berupa
SIRS atau dikenal dengan Fetal Inflammatory Response Syndrome (FIRS) bila
terjadi sejak di dalam kandungan untuk mengeluarkan kuman dari dalam tubuh.
Respon imun ini akan menimbulkan berbagai gejala yang melibatkan berbagai
sistem tubuh.5

12
Klasifikasi bayi menurut berat lahir yaitu Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) bila berat lahir kurang dari 2.500 gram, Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)
bila berat lahir antara 2.500 sampai 4.000 gram, dan Bayi Berat Lahir Besar
(BBLB) bila berat lahir lebih dari 4.000 gram. Bayi berat lahir rendah dibagi lagi
menjadi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) bila berat badan lahir antara 1.500
gram sampai <2.500 gram, Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) bila berat
lahir antara 1.000 gram sampai 1.500 gram, dan Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah
(BBLER) bila berat lahir kurang dari 1.000 gram, sedangkan klasifikasi menurut
usia gestasi adalah Bayi Kurang Bulan (BKB) bila usia gestasi kurang dari 37
minggu, Bayi Cukup Bulan (BCB) bila usia gestasi antara 37 minggu sampai 42
minggu, dan Bayi Lebih Bulan (BLB) bila usia gestasi lebih dari 42 minggu.
Klasifikasi menurut hubungan usia gestasi dan berat lahir adalah Kecil Masa
Kehamilan (KMK) bila di bawah persentil ke-10 kurva pertumbuhan intrauterin,
Sesuai Masa Kehamilan (SMK) bila antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90,
dan Besar Masa Kehamilan (BMK) bila lebih dari persentil ke-90.6
Angka kejadian sepsis meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan bayi
berat lahir rendah (BBLR). Pada bayi dengan berat lahir amat rendah (<1000
gram) kejadian sepsis terjadi pada 26/1000 kelahiran dibanding dengan bayi berat
lahir 1000-2000 gram yaitu sekitar 8-9/1000 kelahiran. Di negara berkembang,
kematian bayi karena sepsis neonatus sekitar 34 per 1000 kelahiran hidup, yang
terjadi terutama di minggu pertama kehidupan, sementara di negara maju 5 per
1000 kelahiran hidup.7
Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR
dibandingkan dengan bayi cukup bulan dan BBLC. Masalah pada bayi kurang
bulan dan BBLR adalah:8
1. Ketidakstabilan suhu
BKB dan BBLR mempunyai kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh
akibat peningkatan hilangnya panas, kurangnya lemak subkutan, rasio luas
permukaan terhadap berat badan yang besar, dan produksi panas berkurang
akibat lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk
menggigil.

13
2. Kesulitan pernapasan akibat defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke
penyakit membran hialin, risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya
refleks batuk, refleks menghisap, dan refleks menelan, toraks yang dapat
menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah, serta penapasan yang
periodik dan apnu.
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi akibat refleks isap dan telan yang buruk
terutama sebelum 34 minggu, motilitas usus yang menurun, pengosongan
lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak
kurang, defisiensi enzim laktase pada brush border usus, menurunnya
cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, serta
meningkatnya risiko enterokolitis nekrotikan.
4. Imaturitas hati akibat konjugasi dan ekskresi bilirubin yang terganggu dan
defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K.
5. Imaturitas ginjal akibat ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load
besar, akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
6. Imaturitas imunologis akibat tidak banyak transfer IgG maternal melalui
plasenta selama trimester ketiga, fagositosis yang terganggu, dan penurunan
faktor komplemen.
7. Kelainan neurologis akibat refleks isap dan refleks telan yang imatur,
penurunan motilitas usus, apnu dan bradikardi berulang, perdarahan
intraventrikel dan lekomalasia periventrikel, pengaturan perfusi serebral yang
buruk, ensefalopati hipoksik iskemik, retinopati prematuritas, kejang, dan
hipotonia.
8. Kelainan kardiovaskuler berupa PDA, hipotensi atau hipertensi.
9. Kelainan hematologis berupa anemia, hiperbilirubinemia, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), dan Hemorrhagic Disease Of The Newborn
(HDN).
10. Gangguan metabolisme berupa hipokalsemia, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.

14
Faktor risiko sepsis antara lain faktor risiko pada ibu berupa persalinan
dan kelahiran kurang bulan, ketuban pecah dini lebih dari 18 jam,
korioamnionitis, persalinan dengan tindakan, demam pada ibu, infeksi saluran
kencing pada ibu, serta faktor sosial ekonomi dan gizi ibu. Selain itu juga terdapat
faktor risiko pada bayi berupa asfiksia perinatal, berat lahir rendah, kurang bulan,
prosedur invasif, dan kelainan bawaan. Gangguan berbagai sistem tubuh ini akan
menyebabkan sepsis berat, selanjutnya akan menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa syok septik, yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya
kegagalan multi organ atau Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS).9
Gangguan napas merupakan masalah yang sering dijumpai pada hari-hari
pertama kehidupan bayi baru lahir yang ditandai takipnea, napas cuping hidung,
retraksi intercostal, sianosis dan apnu. Gangguan napas yang paling sering terjadi
adalah TTN (Transient Tachypnea of the Newborn), RDS (Respiratory Distress
Syndrome) atau SGN (Sindrom Gangguan Napas) atau hialin membrane disease
(HMD) dan BDP (Bronchopulmonary Dysplasia). Etiologi lainnya antara lain
pneumonia, sepsis, pneumotoraks, hipertensi pulmonal persisten, dan cacat
bawaan. SGN hampir terjadi sebagian besar pada bayi kurang bulan. Insidens dan
derajat penyakit ini berhubungan erat dengan umur kehamilan. Luaran SGN ini
dalam beberapa tahun terakhir ini membaik dengan penggunaan steroid antenatal
untuk meningkatkan kematangan paru, terapi pasca natal dengan pemberian
surfaktan secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan teknik pemasangan
ventilator mekanik yang baik yang dapat mengurangi kerusakan paru imatur. Bayi
dengan gangguan napas mempunyai risiko atau komplikasi terjadinya hipoksia,
yang bila lama akan menyebabkan gangguan pada organ vital seperti otak, paru,
jantung, dan ginjal, asidosis metabolik, gangguan hematologik seperti anemia dan
polisitemia.10
Secara rinci klasifikasi gangguan nafas dapat ditentukan menggunakan
skor Downes pada tabel 1.11

15
Tabel 1. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes11
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi >80x/mnt
< 60 x/mnt 60-80x/mnt
napas
Tidak ada Retraksi berat
Retraksi Retraksi ringan
retraksi
Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis
sianosis dengan O2 walau diberi O2
Penurunan ringan Tidak ada udara
Air entry Udara masuk
udara masuk masuk
Dapat didengar Dapat didengar
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi : 1-3 adalah sesak napas ringan, 4-5 adalah sesak napas sedang, dan ≥ 6
adalah sesak napas berat.

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane


Disease (HMD) atau Penyakit Membran Hyalin (PMH), merupakan sindrom
gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir
dengan masa gestasi kurang. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi premature adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan
kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Pada penelitian yang dilakukan di rumah
sakit Omdurman Sudan yang dilakukan pada seluruh pasien NICU bulan Februari
sampai Maret 2013 didapatkan penyebab paling umum dari gangguan napas pada
neonatus adalah transient tachipneu of newborn (TTN) 28%, sepsis 24% dan
HMD pada 15% dengan angka morbiditas 8% dan mortalitas 36%.12

16
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan
kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan adalah suatu senyawa
bahan kimia yang mempunyai sifat permukaan aktif. Surfaktan dapat diberikan
sebagai profilaksis dan terapi. Sebagai profilaksis diberikan pada bayi prematur
kurang dari 30 minggu dengan berat badan kurang dari 1250 gram yang diberikan
segera setelah lahir. Sebagai terapi diberikan untuk bayi dengan defisiensi
surfaktan, salah satunya pada bayi dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959
sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS
termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat
mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen
yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan dari
cairan amnion manusia dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine dapat
dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai
pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang
disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.13
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru
sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang14.
Masalah yang didapatkan pada keadaan sepsis adalah sering menimbulkan
kematian, penegakan diagnosis kadang sulit karena sering sepsis asimtomatik,
gejala sisa bila bayi dapat bertahan hidup, dan biaya yang dikeluarkan cukup

17
mahal. Gangguan respon imun pada sepsis menimbulkan gangguan pada berbagai
sistem organ tubuh. Berbagai gangguan sistem organ tubuh digambarkan dalam
tabel 2.15

Tabel 2. Gambaran klinis disfungsi multiorgan pada bayi15


Gangguan organ Gambaran klinis
Kardiovaskular Tekanan darah sistolik <40 mmHg
Denyut jantung <50 atau > 220 kali/menit
Henti jantung
pH darah < 7,2; Pa CO2 normal
kebutuhan inotropik
Saluran napas Frekuensi napas>90 kali/menit
PaCO2>65 mmHg
PaO2 <40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanis
FiO2 <200 tanpa kelainan jantung sianotik
Sistem hematologik Hb < 5 g/dl
Leukosit <3000/ul
Trombosit <20.000/ul
D dimer > 0,5; Aptt > 20 detik
SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil
Ginjal Ureum >100 mg/dl
Kreatinin >20 mg/dl
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3 mg%

Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pada sepsis berupa pemeriksaan


darah dan kultur darah yang disebut dengan septic work up. Pemeriksaan
laboratorium berupa darah rutin, CRP, gambaran darah tepi, perbandingan netrofil
imatur dan matur serta pemeriksaan lain sesuai indikasi untuk mengetahui fungsi
organ seperti fungsi ginjal, fungsi hati, faktor pembekuan, maupun analisis gas

18
darah. Kultur darah adalah baku emas dalam diagnosis sepsis, tetapi banyak
kelemahan seperti waktu minimal 3 hari untuk mengetahui hasilnya, pengaruh
kontaminasi, hasil negatif palsu yang diakibatkan faktor pengambilan darah
maupun pengaruh pemberian antibiotik sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang
bisa memberikan hasil lebih dini adalah pemeriksaan biomolekular dan sitokin,
tetapi biayanya mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan.16
Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
sepsis neonatorum antara lain pemilihan antibiotik empirik untuk sepsis neonatal
harus memperhatikan pola kuman penyebab yang paling sering ditemukan di
masing-masing rumah sakit, jenis kuman penyebab perlu dievaluasi secara
berkala, dan upaya diagnosis dini kuman penyebab akan berpengaruh terhadap
tatalaksana dan prognosis pasien.17
Sampai saat ini biakan darah masih merupakan baku emas dalam diagnosis
sepsis bayi baru lahir. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan tersendiri. Hasil
biakan kuman baru akan diketahui setelah 3-5 hari. Selain itu hasil biakan
dipengaruhi pula oleh pemberian antibiotik sebelumnya atau kemungkinan
kontaminasi kuman nosokomial. Biakan sangat tergantung dari jumlah bahan
pemeriksaan. Bila sampel darah yang diperiksa 1 ml sensitivitas akan berkurang
sekitar 30-4-%. Sebaliknya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan akan
meningkat sampai 70-80% bila menggunakan 3 ml darah. berbagai pemeriksaan
penunjang lain seperti C reaktif protein, rasio I/T tidak spesifik dan tidak dapat
dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasien sepsis. Akhir-akhir ini
pemeriksaan biomolekular dan respon imun/sitokin dianggap lebih bermanfaat
dalam menunjang diagnostik sepsis neonatal. Pemeriksaan biomolekular dan
kadar sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari
sebelum gejala klinis sepsis muncul sehingga memungkinkan pengobatan
dilakukan lebih dini, lebih efisien dan efektif sehingga komplikasi jangka panjang
dapat dihindarkan.18
Berdasarkan berat badan dan usia kehamilan, pasien termasuk dalam
klasifikasi bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), kurang bulan (KB), dan sesuai
dengan masa kehamilan (SMK). Pasien lahir secara spontan dari seorang ibu

19
dengan riwayat demam intrapartum, leukositosis, ketuban pecah dini 24 jam,
ketuban hijau keruh. Pasien mengalami asfiksia sedang pada saat dilahirkan
dengan skor APGAR 4-6-7. Keadaan ini menyebabkan pasien mempunyai faktor
risiko untuk terjadinya berbagai kelainan antara lain sepsis, kelainan paru, adanya
gangguan napas sedang dengan skor Downes 4, kelainan gastrointestinal berupa
gangguan pengosongan lambung dengan adanya residu kecoklatan.
Diagnosis sepsis pada pasien ini pada awalnya secara klinis berupa
terdapatnya faktor risiko, gangguan termoregulasi berupa hipotermi dan demam,
gangguan sistem saraf pusat berupa keadaan letargis yaitu menangis yang tidak
kuat, gerak yang kurang aktif, dan tidak membuka mata. Kelainan lain adalah
terdapatnya gangguan napas sedang, gangguan gastrointestinal berupa terdapatnya
residu lambung lebih dari 30%, pemeriksaan GDT menyokong infeksi
(hipergranulasi netrofil dan vakuolisasi). Sepsis yang terjadi pada pasien ini
merupakan sepsis awitan dini dimana kelainan ditemukan pada < 7 hari pertama
kehidupan. Infeksi terjadi vertikal karena penyakit ibu, dengan didapatkan
leukositosis pada ibu, demam intrapartum dan ketuban hijau keruh.
Gangguan napas yang terjadi pada pasien disebabkan karena karena sepsis,
prematuritas, penyakit membran hyalin, maupun pneumonia. Pasien diberikan
terapi oksigen dengan NIV PC dengan tekanan yang disesuaikan untuk mencapai
menit ventilasi. Hasil foto thoraks menunjukan kesan Penyakit Membran Hyalin
Grade IV. Faktor risiko PMH pada pasien ini adalah prematuritas yang
disebabkan oleh karena alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna dikarenakan dinding thorax masih lemah dan
produksi surfaktan yang kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi juga yang
menyebabkan asidosis.
Pada perawatan hari keempat kondisi pasien semakin memburuk, pasien
mengalami syok septik dan sudah diberikan cairan dan obat-obatan inotropik

20
namun tidak ada perbaikan klinis. Pasien dinyatakan meninggal dunia dalam
perawatan hari keempat.

ALUR KEMATIAN

Faktor risiko Ibu Faktor risiko Janin Faktor risiko Antepartum


 Demam intrapartum  Prematuritas  KPD 24 jam
 Leukositosis  Ketuban hijau keruh

Penyakit membran Sepsis awitan dini


hyalin

Hipoksemia Syok

Hipoksia

MOF

Meninggal

21
SEBAB-SEBAB KEMATIAN
a. Penyebab kematian langsung (penyakit yang secara langsung
menyebabkan kematian) Multi Organ Failure
b. Penyebab perantara (penyakit yang menyebabkan terjadinya penyakit yang
disebutkan pada (a) Sepsis, penyakit membran hyalin
c. Penyebab utama (penyakit atau cedera yang merupakan awal dimulainya
perjalanan penyakit menuju kematian) Prematuritas
d. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyebab utama:
- Ibu demam intrapartum, leukositosis
- Ibu dengan KPD 24 jam

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Waldemar A. Carlo. Prematurity and Intrauterine Growth Restriction.


Dalam: Kliegman R.M., Stanton B., St. Geme J., Schor N., Behrman R.E.,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 20. Philadelphia.
Elsevier. 2016; 97.2. h.821-30
2. Hermansen C.L., Lorah K.H. Respiratory distress in the newborn. Am
Fam Physician. 2007; h.987-94.
3. Mhada T., Fredrick F., Matee, Massawe A. Neonatal sepsis at muhimbili
national hospital, dar es salaam, Tanzania: aetiology, antimicrobial
sensitivity pattern and clinical outcome. BMC Public Health. 2012; h.1-6.
4. Bentlin M.R., Rugolo L., Ferrari L. Practices related to late onset sepsis in
very low birth weight preterm infants. J Pediatr. 2015; h.1-7.
5. Makhoul I.R., Sujor P., Smolkin T., Lusky A., Reichman B. Pathogen
specific early mortality in very low birth weight infants with late onset
sepsis: a national survey. Pediatric. 2005; h.218-24.
6. Damanik S.M. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi.
Dalam: Kosim M.S., Yunanto A., Dewi R., Sarosa G.I., Usman A.,
penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi pertama. Jakarta. IDAI. 2012;
h.11-30.
7. Carolis M.P., Polimeni V., Papacci P., Lacerenza S., Romagnoli C. Severe
sepsis in premature neonate: protein C replacement therapy. The Turkish
Journal of Pediatrics. 2008; h.405-8.
8. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim M.S., Yunanto
A., Dewi R., Sarosa G.I., Usman A., penyunting. Buku ajar neonatologi.
Edisi pertama. Jakarta. IDAI. 2012; h.170-87.
9. Gomella T.L., Cunningham M.D., Eyal F.G. Neonatology, management,
procedures, on call problems, diseases, and drugs. Edisi ketujuh. Lange;
2013; h.501-6.

23
10. Kosim M.S. Gangguan napas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim M.S.,
Yunanto A., Dewi R., Sarosa G.I., Usman A., penyunting. Buku ajar
neonatologi. Edisi pertama. Jakarta. IDAI. 2012; h.126-46.
11. Anita R., Ekawati L. Haksari, Roni N. Downes score as a clinical
assessment for hypoxemia in neonates with respiratory distress.
Paediatrica Indonesiana. 2008: h.342-5.
12. Abdelrahman S., Hamed S., Nasr A. Neonatal respiratory distress in
Omdurman Maternity Hospital, Sudan. Sudanese Journal of Paediatrics.
2014; h.65-71.
13. Nouraeyan N., Lambrinakos-Raymond A., Leone M., Sant’Anna G.
Surfactant administration in neonates: A review of delivery methods. Can
J Respir Ther. 2014; h.91-5.
14. Reuter S., Moser C., Baack M. Respiratory distress in the newborn.
Pediatr Rev. 2014; h.417-28.
15. Lawrence K. Pediatric sepsis and multiorgan dysfunction syndrome:
progress and continued challenges. Crit Care Nurs Clin North Am. 2011;
h.323-37.
16. Kayange N., Kamugisha E., Mwizamholya D., Jeremiah S., Mshana S.
Predictors of positive blood culture and deaths among neonates with
suspected neonatal sepsis in a tertiary hospital, mwanza tanzania. BioMed
Central. 2010; h.1-9.
17. Seale A.C., Obiero C.W., Berkley J.A. Rational development of guidelines
for management of neonatal sepsis in developing countries. Curr Opin
Infect Dis. 2015; h.225-30.
18. Santos R.P., Tristram D. A practical guide to the diagnosis, treatment, and
prevention of neonatal infections. Pediatr Clin North Am. 2015; h.491-
508.

24

Anda mungkin juga menyukai