BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Laporan kasus ini dibuat agar klinisi dapat menegakan diagnosis, menterapi
secara paripurna kasus HIE dengan mengetahu definisi HIE, etiologi HIE, gejala yang
ditimbulkan dari HIE, mengetahui alur penegakan diagnosa dari HIE dan mengetahui
tatalaksana HIE.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama pasien : By. Ny MN
Umur : 3 Hari / 27 Maret 2018
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Dsn Binoh Tengah, Burneh
No RM : 172672
Tgl Pemeriksaa : 30 Maret 2018
Nama Ibu : Ny MN
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Diagnosa ibu : G2P1A0 Usia kehamilan 39-40 minggu tunggal, hidup dengan
ketuban pecah dini (27 maret 2018, 03.00 WIB)
Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang (-), Demam (-), Batuk (-), Pilek (-), Diare (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat Pengobatan: (-)
Riwayat Persalinan :
Anak laki-laki lahir dari ibu usia 24 tahun G2P1A0 hamil 39-40 minggu. Lahir
secara spontan pervaginam dan persalinan ditolong oleh dokter. Saat lahir anak tidak
langsung menangis, kulit pucat, berat badan lahir 3530 gram, Panjang badan lahir 50
cm, Lingkar kepala 35 cm.
Riwayat Kehamilan :
Selama Kehamilan ibu mengaku tidak pernah sakit. Ibu 3 kali kontrol ke bidan
selama kehamilan 9 bulan. Ibu tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Tetanus
Toxoid). Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat minum obat dan jamu
disangkal.
Riwayat Gizi :
Pasien mendapatkan ASI.
Berat badan saat ini 3430 gram, Panjang badan saat ini 50 cm, Lingkar
kepala saat ini 35 cm.
Telinga
Bentuk telinga normal, serumen (-/-)
Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), Trismus (-)
Tenggorokan
Dalam batas normal
Leher
Simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
6
Superior Inferior
Pemeriksaan Neurologis
o Kaku Kaduk : (-)
o Meningeal Sign : Brudzinsky I & II (-), Kernique (-).
o Reflek Fisiologis N N
N N
o Reflek Patologi Babinsky (-), Chaddock (-), Gordon (-), Hoffman-
Tromner (-).
2.3 Diagnosa Banding
Hipoksik Iskemik Ensefalopati
Tetanus Neonatorum
Perdarahan intracranial
Gangguan elektrolit
Tanggal 01/04/2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 21.3 gr/dl 15.0-24.6
Eritrosit 6.27 Juta/uL 4-6.8
Leukosit 17.0 Ribu/uL 5-21
Trombosit 363 Ribu/mm3 217-497
Hematokrit 61.2 % 45-74
Index Eritrosit
MCV 97.6 fL 94-150
MCH 34.0 Pg 29-45
MCHC 34.8 % 24-36
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 2.00 % 0-1
Neutrofil 84.60 % 25-60
Limfosit 6.62 % 25-70
Eosinofil 0.10 % 1-5
Monosit 6.68 % 4-8
2.6 SOAP
Tanggal S O A P
27 Maret Sesak (+), Usia 0 hari, NA + Rawat NICU
Perawatan hari
2018 Sianosis (+),
ke 1 Asfiksia + Jaga kehangatan
Akral dingin S. EOS (inkubator)
(+), Kejang (- BB : 3530
gram Infus Ka-en 4B
), Demam (-), KU: kurang
aktif 15 TPM,
Muntah (-),
Kesadaran : Pasang O2 Nasal
Menangis (-) letargi
0.5 LPM
TTV :
Nadi : 120 Inj. Amoxicilin
x/menit 25-50
nafas : 62
x/menit mg/kg/hari (136
T : 36,0 0C
mg),
Abdomen :
Dbn
Ekstrimitas :
Akral dingin,
CRT < 2 detik
28 Maret Sesak (+), Usia 1 hari, NA + Pasang CPAP
perawatan hari
2018 Sianosis (-),
ke 2 Kejang e.c Inj. Fenobarbital
10
Abdomen :
Dbn Planing Lab :
12
Ekstrimitas : DL
Akral hangat,
CRT < 2 detik
Planing Monitoring :
Tanda Vital, SPO2,
Gejala
31 Maret Sesak (-), Usia 4 hari, NA + Infus Ka-en 4B
perawatan hari
2018 Sianosis (-), Kejang e.c 15 TPM,
ke 5
Ikterik (-), BBS: 3875 HIE Inj. Amoxicilin
gram
Akral dingin
Ku: Kurang 25-50
(-), Kejang (-), aktif
mg/kg/hari (136
Demam (-),
TTV : mg),
Muntah (-), Nadi : 140
Kembung (-),
x/menit Dexametason 0.5
nafas : 50
BAB (+), x/menit mg/kg (1.5
T : 37,6 0C cc=0.4 cc),
BAK (+)
Pasang OGT
Kepala :
Konjungtiva CPAP aff
anemis (-),
sklera ikterik (-
) Planing Monitoring :
Abdomen :
Dbn
Ekstrimitas :
Akral hangat,
CRT < 2 detik
01 April Sesak (-), Usia 5 hari, NA + Infus Ka-en 4B
perawatan hari
2018 Sianosis (-), Kejang e.c 15 TPM,
ke 6
Ikterik (-), BBS: 3900 HIE Inj. Amoxicilin
gram
Akral dingin
Ku: Kurang 25-50
(-), Kejang (-), aktif
mg/kg/hari (136
Demam (-),
TTV : mg),
Nadi : 130
13
Ekstrimitas :
Akral hangat,
CRT < 2 detik
02 April Sesak (-), Usia 6 hari, NA + Infus Ka-en 4B
perawatan hari
2018 Sianosis (-), Kejang e.c 15 TPM,
ke 7
Ikterik (-), BBS: 3895 HIE Inj. Amoxicilin
gram
Akral dingin
Ku: Cukup 25-50
(-), Kejang (-), aktif
mg/kg/hari (136
Demam (-),
TTV : mg),
Muntah (-), Nadi : 142
Kembung (-),
x/menit Dexametason 0.5
nafas : 50
BAB (+), x/menit mg/kg (1.5
T : 37,0 0C cc=0.4 cc),
BAK (+)
ASI
Kepala :
Konjungtiva
anemis (-), Planing Monitoring :
sklera ikterik (-
) Tanda Vital, SPO2,
Thorax : Gejala
Retraksi ICS (-
), simetris
Abdomen :
Dbn
14
Ekstrimitas :
Akral hangat,
CRT < 2 detik
03 April Sesak (-), Usia 7 hari, NA + ASI dilanjutkan
perawatan hari
2018 Sianosis (-), Kejang e.c Bayi boleh pulang
ke 8
Ikterik (-), BBS: 3895 HIE
gram
Akral dingin
Ku: Cukup
(-), Kejang (-), aktif
Demam (-),
TTV :
Muntah (-), Nadi : 142
x/menit
Kembung (-),
nafas : 50
BAB (+), x/menit
T : 37,0 0C
BAK (+)
Kepala :
Konjungtiva
anemis (-),
sklera ikterik (-
)
Thorax :
Retraksi ICS (-
), simetris
Abdomen :
Dbn
Ekstrimitas :
Akral hangat,
CRT < 2 detik
2.7 Penatalaksanaan
Pasang CPAP
Inj. Fenobarbital 20 mg/kgBB (66 mg),
Jaga kehangatan (inkubator)
Infus Ka-en 4B 15 TPM,
Inj. Amoxicilin 25-50 mg/kg/hari (136 mg),
Dexametason 0.5 mg/kg (1.5 cc=0.4 cc),
Pasang OGT.
15
2.8 Prognosis
Dubia ad Bonam
2.9 Komplikasi
Kejang berulang, Gangguan tumbuh kembang
2.10 KIE
1. Tidak panik dan tetap tenang jika anak kejang kembali
2. Kendorkan pakian yang ketat
3. Bila kejang dan tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring
serta bersihkan lendir yang berada di mulit serta hidung untuk menghindari
aspirasi
4. Catat lama dan bentuk kejang
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Adapun beberapa faktor resiko terjadinya hipoksia pada bayi baru lahir, yaitu :
Preeklampsia
Ketuban pecah dini
Solusio plasenta
17
Postterm
Persalinan non-fisiologis
Malpresentasi termasuk vasaprevia
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian HIE berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-negara maju, sedangkan
di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di Amerika Serikat terjadi
pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Di Australia (1995), Angka kematian
antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum
berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal berkisar
3,2/1000 kelahiran hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan ensefalopati hipoksik
iskemik meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai
kelainan neurodevelopmental permanent.4
3.4 Patofisiologi
tidak jelas terlihat karena setelah pembersihan jalan nafas bayi akan segera bernafas dan
menangis kuat.6
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada
asfiksia yang berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel saraf pusat
sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan
pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berklangsung selama 15
menit. Manifestasi kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah 24 jam
pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal atau fokal
klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ketujuh.6
Teori lain mengatakan, beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total,
terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti
asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah
peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale,
dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus
secara sementara.
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat
ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel
merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak
pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin
yang memanjang dapat menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru
yang merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas
yang ditandai dengan gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion
(misalnya mekonium, lanugo dan skuama).
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah
lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia
kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut
akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi cukup bulan lebih
sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal
dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan.4
19
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau
respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin
merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi
untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan
SSP. Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung
mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi
depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian,
bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak
normal.
Hypocix ischemic enshefalophaty (HIE) merupakan sindroma dengan
manifestasi klinisnya mulai dari yang ringan sampai yang berat. Sarnat dan Sarnat
membagi HIE pada neonatus yang umur kehamilannya >36 minggu. American Medical
Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi pembagian HIE menurut Sarnat
dan Sarnat pada bayi aterm yang sampai sekarang masih dipergunakan.7
Tabel 1. Pembagian HIE pada bayi aterm.7
Tanda klinis Stadium 1 Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
(Ringan)
Tingkat kesadaran Hyperalert/irrita Letargi Stupor, koma
ble
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
20
3.8 Prognosis
Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh total,
cacat atau meninggal dunia. Di Amerika Serikat angka kematian bayi secara
keseluruhan pada bayi dengan HIE ringan sampai berat adalah 12,5%, di RS
Dr.Soetomo angka kematian 18,85%. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh total,
pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih
dari 5-7 hari.
Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai prognosis.
Prognosisnya jelek apabila :7
Asfiksia berat yang berkepanjangan (Apgar score = 3 pada umur 20 menit)
HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia, sisanya
timbul gejala sisa yang berat
Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan kelainan
multiorgan
Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat dipulangkan,
50% akan timbul epilepsy
Adanya oliguri persisten (produksi urine <1 ml/kgBB/jam selama 36 jam)
Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir.
Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat
Adanya kelainan CT scan yang berupa pendarahan yang berat, periventrikuler
leukomalasi (PVL) atau nekrosis
Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
neonatorum sebelumnya, akan tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera.
(WHO, 2008). Untuk menetapkan derajat HIE pada pasien berdasarkan tabel berikut :
Banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya HIE pada bayi ini.
Diantaranya persalinan dan keadaan hipoksia janin yang memicu timbulnya asfiksia
neonatorum. Dari anamnesis didapatkan diagnosis ibu G2P1A0 gravid aterm + ketuban
pecah 17 jam 27 menit dapat menyebabkan fetal distress. Dari riwayat persalinan
didapatkan bayi lahir secara spontan dan setelah lahir sisa ketuban hijau kental.
2. Jaga airway
3. Oksigenisasi yakni bayi diberikan BCPAP, terapi oksigen pada bayi ini karena
didapatkan tanda-tanda gangguan nafas pada bayi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindroma yang ditandai
dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera
pada otak akut yang disebabkan karena asfiksia. Hypoxic ischaemic encephalopathy
(HIE) merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf
pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa cerebral palsy
atau retardasi mental, sedangkan ensefalopati sendiri adalah istilah klinis tanpa
menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada
waktu dilakukan pemeriksaan.
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) merupakan konsekuensi fisiologis
utama yang terjadi akibat keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya, akan tetapi
kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera. (WHO, 2008)
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. K Alhadar A, Amir I, dkk. Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang Dari
Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir. Sari Pediatri
IDAI. 2010;12(3) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-3-9.pdf
2. Erny, Saharso D, Sudiatmika I. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty. SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo Surabaya. Buletin IKA. 2002; 7
www.pediatrik.com
3. Lestari E. Asfiksia Neonatorum. Sari Pediatri IDAI. 2012;14(1):36-9
4. Budi B. Ensefalopati Hipoksik Iskemik. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya; 2010
5. Rina D. Hubungan antara kala I dan II lama persalinan dengan kejadian asfiksia
neonatorum. [skripsi]. Medan : Universitas Sumatra Utara; 2011.
6. Setiabudiawan B. Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya; 2011
7. Tri Utomo M, Etika R, dkk. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal. Divisi
Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo.
Surabaya; Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. 2006
8. Indriasari N. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Caput
Succedaneum Di RSU Assalam Gemolong. Program Studi Diploma III
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta; 2012
9. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan (Jejas persalinan). Jakarta : P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2002
10. Kattwinkel J, Short. Niemeyer S. Denson S.E, Zaichkin J, Simon W. Neonatal
resuscitation textbook; edisi ke 4. AAP and AHA, 2000; 1-1-2-25.
11. Khosim S, Indarso F, Irawwan G, Hendarto TW. Buku acuan pelatihan obstetri
noeatal emergensi dasar. Jakarta;Depkes RI, 2006; 69-79
12. Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB eds. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. Philadelphia, WB Saunders Co.,
2004; 559-68