Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH REFERAT

ARITMIA PADA ANAK

Pembimbing : dr. Mochammading, SpA (K)


Oleh:
M. Hazmi Anzhari 1110103000094

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

Aritmia atau disritmia merupakan keadaan jantung dengan kelainan frekuensi,


irama, maupun hantaran impuls. Etiologi paling sering dari aritmia pada anak
adalah kongenital, infeksi, penggunaan obat-obatan serta komplikasi pembedahan
pada penyakit jantung kongenital.
Terdapat berbagai tipe aritmia yang secara umum dibagi menjadi 3 yaitu
takiaritmia, bradiaritmia, dan gangguan konduksi. Namun yang paling banyak
diderita oleh anak adalah sinus takikardi, atrial flutter, atrial takikardi ektopik,
atrial fibrilasi, supraventrikular takikardi, Incessant junctional reciprocating
tachycardia, long QT syndrome, dan monomorfik VT idiopatik.
Sebuah studi menunjukkan bahwa 1,25 % siswa sekolah dasar mengidap aritmia.
Dan 2,32 % siswa sekolah menengah mengidap aritmia. Dala sebuah studi
retrospektif ditemukan bahwa pasien anak dengan aritmia mencapai angka 55,1
pasien per 100.000 pasien. Sinus takikardi merupakan tipe aritmia yang paling
sering yaitu diidap oleh 50% pasien diikuti oleh supreventikular takikardi (13%),
aritmia non-spesifik (10.6%), bradikardi (6%), dan atrial fibrilasi (4.6%).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Aritmia yang dimaksudkan adalah sebagai keadaan kelainan frekuensi,


irama, maupun hantaran impuls pada jantung.2 Aritmia jantung merupakan
abnormalitas ritme jantung akibat gangguan pada inisiasi impuls atau

propagasi impuls yang menyebabkan frekuensi denyut jantung menihkat


atau menurun sesuai dengan denyut jantung normal sesuai umur.3

Tabel. Rentang normal denyut jantung.3


Aritmia pada anak dapat menimbulkan takikardi atau bradikardi berat yang
dapat menyebabkan penurunan curah jatung, atau berkembang menjadi
bentuk aritmia yang lebih berat yaitu fibrilasi ventrikel. Anak dapat
mengalami perburukan yang menimbulkan sinkop hingga meninggal
mendadak. 1
Aritmia itu sendiri dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Takiaritmia
o Takiaritmia sinus
o Kontraksi prematur atrium
o Kontraksi prematur AV Junctional
o Takikardia supraventrikular
Takikardia atrium ektopik automatik
Takikardia AV junctional automatik
Reentry nodus SA
Reentry nodus AV
Reentry melalui konduksi abnormal
Atrium flutter
Fibrilasi atrium
o Kontraksi prematur ventrikel
o Takikardi ventrikel
o Takikardi bidireksional
o Ventrikel flutter
o Fibrilasi ventrikel
o Sindrom bradiaritmia-takiaritmia
Bradiaritmia
o Aritmia sinus
o Blik SA
o Wandering pacemaker
o Ritme AV Junctional
o Escape beat
Gangguan Konduksi
o Blok intraatrial

o Blok atrioventrikular
Blok AV derajat I
Blok AV derajat II (Mobitz tipe I dan II)
o Blok fasikular
Blok unifaskular (RBBB, Hemiblok anterior kiri,

Hemiblok posterior kanan, LBBB)


Blok bifasikular
Blok trifasikular

Gambar. Algoritma tatalaksana gawat darurat aritmia.4

2.1 Takiaritmia

Gambar. Pendekatan diagnosis takiaritmia.6


Takiaritmia Supraventikular
Definisi
Takiaritmia muncul akibat adanya impuls pada atrium yang bersifat
prematur yang dihantarkan melalui nodus AV. Mekanisme terjadinya
TSV pada bayi dan anak lebih sering akibat adanya reentry. Pertama,
terdapat dua sumber impuls terpisah yang menyatu diujungnya
sehingga membentuk aliran konduksi tertutup. Kedua, terdapat blok
searah pada salah satu konduksi.2 Dan ketiga, impuls menjalar hingga
ke ventrikel sedangkan sebagian akan kembali ke atrium melalui aliran
retrograd nodus AV. Aliran balik impuls tersebut disebut dengan impuls
gema yang berasal dari ventrikel. 1

Gambar. Mekanisme takiaritmia akibat reentry.3


Epidemiologi
1 dari 25.000 anak mengalami TSV yang merupakan bentuk takiaritmia
yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Pada usia sebelum 4
bulan muncul serangan pertama. TSV lebih sering diderita oleh laki-laki
dibandingkan oleh perempuan.2
Manifestasi Klinis.
Terdapat serangan yang dimulai dan berhenti secara mendadak. Saat
terjadi serangan frekuensi jantung dapat mencapai lebih dari 180 kali /
menit. Serangan dapat berlangsung selama beberapa detik hingga
beberapa jam.1 Pasien biasa mengeluhkan perasaan tidak nyaman di
dada, sesak, kelelahan, merasa seperti melayang, berdebar-debar, nyeri
dada, mual, dan pingsan. Dalam kejadian yang sangat jarang pasien
dapat langsung meninggal mendadak.7 Apabila serangan terjadi dalam
jangka waktu pendek hal ini tidak menimbulkan bahaya terhadap hidup
pasien. Namun apabila frekuensi menjadi sangat cepat dan atau serang
terjadi dalam durasi yang lama, pasien dapat mengalami rasa nyeri
didaerah jantung hingga gagal jantung kongestif. 1
Pada pasien dengan usia lebih muda atau bayi dapat datang dengan
gagal jantung kongestif. Bayi atau anak yang belum bisa berkomunikasi
tidak dapat menyampaikan keluhan berupa denyut jantung yang
meningkat. Dan juga pada bayi frekuensi denyut jantung normalnya
cepat walaupun tidak ada takiaritmia. 1
Apabila selama serangan mencapai hingga 200-100 kali / menit dan
berlangsung selama 6 24 jam maka bayi dapat menderita sakit berat,
gelisah serta irritabel. Pada pasien yang sudah mengalami gagal jantung

biasa ditemui takipnea, hepatomegali, dan mungkin demam akibat


leukositosis. 1
Pada pasien

neonatus

dapat

ditemukan

pada

pemeriksaan

elektrokardiogram dengan kompleks QRS menyempit (< 0,08 detik)


dan gelombang P yang hanya terlihat pada 50-60% pasien. TSV dapat
ditemukan pada pasien dengan jantung yang secara anatomis normal
maupun jantung dengan pirau pada penyakit Wolff-Parkinson-White
atau Lown-Ganong-Levine. 1
Pasien perlu dirujuk apabila mengalami tidak mempan dengan terapi
medika mentosa, gejala memburuk atau hemodinamik pasien tidak
stabil, pasien dengan pekerjaan yang berisiko tinggi, pingsan, atau pada
pemeriksaan EKG ditemukan interval QRS yang memanjang.7

Gambar. Tatalaksana jangka pendek SVT.7

Gambar. Tatalaksana jangka panjang SVT.7


Tatalaksana
Penangangan selain dengan penatalaksanaan medika mentosa, serangan
paroksismal pada TSV dapat dikurangi dengan melakukan manuver
vagotonik, manuver valsava, menahan napas, minum air es, atau
mengambil sikap tubuh tertentu. Namun apabila cara tersebut tidak
memberikan perbaikan maka diperlukan penatalaksanaan secara
mendika mentosa. 1
Penatalaksanaan akut pada pasien dengan SVT adalah pasien diajarkan
melakukan manuver yang bertujuan untuk meningkatkan tonus
parasimpatis, memperlambat konduksi nodus AV dan memutus sirkuit
reentry. Hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan sekantung es pada
hidung dan mulut. Pasien juga dapat melakukan manuver valsava.

Apabila pasien dalam keadaan tidak stabil maka pasien membutuhkan


terapi kardioversi. Injeksi intravena adenosine dengan dosis 50
200mg/kgBB dapat menyebabkan bradikardi.8
Dalam keadaan terdesak dapat dilakukan kardioversi DC sinkron (0,5-2
watt-det/kg). Apabila pasien dalam keadaan yang stabil dapat diberikan
beberapa obat. Adenosin dapat memberikan dorongan intravena yang
cepat dan merupakan pengobatan pilihan karena mulai bekerjanya cepat
dan memiliki efek minimal pada kontraktilitas jantung. Pemberian
fenilefrin intravena atau edrofonium mampu meningkatkan tonus vagus
melalui barorefleks. Obat antiaritmia seperti quinidin, prokainamid, dan
propanolol. Pemberian golongan penyekat kanal kalsium seperti
verapamil juga mulai digunakan pada pengobatan awal TSV. 1
Penatalaksanaan kronik pada pasien dengan SVT tergantung pada umur,
gejala dan tingkat kualitas hidup pasien. Pada pasien dengan umur
dibawah 1 tahun dapat diberikan obat profilaktik antiaritmia seperti,
golongan beta blocker dan digoksin.8
Digoksin dapat diberikan sebagai terapi rumatan karena memiliki waktu
kerja yang lama. Digoksin dapat memperlambat hantaran impuls
menuju nodus AV. Digoksin juga dapat meningkatkan frekuensi
hantaran impuls anterograd melalui saluran pintas. Target penanganan
awal pada pasien adalah untuk mengembalikan irama sinus jantung.
Penderita TSV memerlukan pengobatan minimal selama 1 tahun setelah
didiagnosis. Penggunaan obat antiaritmia dapat dikurangi secara
perlahan. 1
Rekaman EKG dengan metode Holter selama 24 jam berguna untuk
memantau terapi dan mendeteksi adanya takikardi singkat yang
asimtomatis. Pemeriksaan elektrofisiologi (EP) dapat dilakukan di
laboratorium kateterisasi jantung. Pemeriksaan EP dianggap lebih rinci
karena kateter elektrode ditempatkan diberbagai tempat jantung yang
berbeda-beda. Lokasi fokus ektopik dapat diketahui dengan cara
membandingkan waktu denyut prematur pada berbagai hantaran
impuls. Ablasi rediofrekuensi jalur tambahan merupakan pilihan lain
pengangan untuk penderita yang membutuhkan banyak obat atau yang

tidak berespon. Pemotongan saluran pintas secara bedah juga dapat


dilakukan dengan berhasil pada penderita tertentu. 1
Penatalaksanaan TSV dibagu menjadi 2 kelompok yaitu, tindakan noninvasif dan tindakan invasif. Tindakan invasif dilakukan apabila pasien
tidak berespon pada penatalaksanaan non-invasif.2
Apabila DC shock tidak berhasil mengatasi TSV pada bayi maka
tindakan berikutnya yaitu pemberian propanolol intravena (0,01-0,1
mg/kg) dengan kateter pacu jantung terpasang di ventrikel kanan dalam
keadaan siap. 2
Alat pacu jantung akan segera berfungsi apabila terjadi bradikardia
hebat. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah
pemotongan bundel His pada pasien dengan TSV automatik yang tak
tertangani. 2
Takiaritmia Atrium Lain
Takikardia atrium ektopik
Takikardia atrium ektopik ditandai dengan frekuensi denyut jantung
bervariasi, gelombang P yang dapat dikenali dengan sumbu abnormal
dan kronisitas pada takikardia menetap maupun hilang timbul. Terapi
bertujuan untuk memperlambat hantaran impus atrioventrikuler
dengan obat digitalis atau propanolol. 1

Gambar. Takikardia atrium ektopik.9


Takikardia atrium multifokal
Takikardia atrium multifokal merupakan takikardi dengan muculnya
dua atau lebih gelombang P ektopik dengan dua atau lebih siklus P-P
ektopik yang berbeda, sering terjadi blokade gelombang P, dan
berbagai interval denyut P-R yang terhantarkan. Pengobatan dilakukan
apabila penderita mengeluhkan adanya gejala. Aritmia ini dapat

berakhir secara spontan setelah beberapa minggu atau bulan. Untuk


mengendalikan frekuensi ventrikel dapat diberikan obat digitalis.1

Gambar. Takikardia atrium multifokal.9


Takikardia ektopik sambungan
Takikardia ektopik sambungan merupakan aritmia dengan frekuensi
takikardia sambungan melebihi takikardia nodus sinus sehingga
menimbulkan disosiasi atrioventrikuler. TES paling sering disebabkan
sebagai komplikasi pada pembedahan jantung.1 Dalam waktu kritis 48
jam setelah operasi jantung dapat timbul komplikasi dini yaitu TES. 11
Dapat

juga

disebabkan

Penatalaksanaan

TES

akibat

meliputi

intoksikasi
pengurangan

obat

digitalis.

frekuensi

infus

katekolamin dan pengendalian demam. 1

Gambar. Takikardia ektopik sambungan.9


Atrial flutter
Atrial flutter adalah jenis takikardi teratur. Kadang kala terjadi
ketidakteraturan yang berulang sama. Hal ini terjadi karena akitivitas
atrium meningkat hingga frekuensi 250-400 kali / menit. Kontraksi ini
dapat karena irama putar dalam atrium serrupa dengan yang
menyebabkan takikardia atrium paroksismal dan ekstrasistole atrium.
Karena nodus atrioventrikular tidak dapat menjalarkan impuls yang

sangat cepat, sebenarnya tejadi suatu blokade AV dan ventrikel


berespon pada setiap denyut atrium ke-2 dan ke-4. 1
Atrial flutter dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung
kongenital maupun dengan jantung normal. Dapat ditemukan selama
penyakit infeksi akut. Atrial flutter paling sering ditemukan pada
pasien dengan insufisiensi mitral atau trikuspid, atresia trikuspid,
anomali Ebstein, atau stenosis mitral reumatik. Pada pemeriksaan
EKG ditemukan gelombang berbentuk gigi gerigi gergaji cepat dan
teratur. 1

Gambar. Atrial flutter.9


Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium dihasilkan akibat frekuensi denyut jantung mencapai
300-500 kali/menit dan menghasilkan respons ventrikel dan nadi tidak
teratur. Fibrilasi atrium paling sering diakibatkan miokardium atrium
teregang secara kronis. Tiroksikosis, emboli paru, dan perikarditis
harus dicurigai pada anak atau remaja dengan fibrilasi atrium.1
Penatalaksanaan terbaik adalah dengan digitalisasi

untuk

mengembalikan frekuensi ventrikel ke normal dilanjutkan dengan


pemberian quinidin sulfat, prokainamid, atau dengan kardioversi
untuk mengembalikan irama sinus menjadi normal. 1
Takiaritmia Ventrikuler
Pada pasien anak kelainan ini sangat jarang terjadi. Takiaritmia
ventrikuler merupakan terjadinya minimal 3 KPV pada denyut yang lebih
besar dari 120 kali/menit. Takikardia ini mungkin disertai dengan
miokarditis, anomali permulaan arteria koronaria, aritmogenik displasia

ventrikel

kanan,

prolaps

katup

mitral,

tumor

jantung

primer,

kardiomiopati, pemanjangan interval QT, sindrom WPW, komplikasi


pembedahan intraventrikules, atau terjadi tanpa penyakit jantung organik
yang tidak jelas. Seperti dijelaskan pada Pada takiaritmia ventrikuler
ditemukan hantaran cepat melalui jalur tambahan dan adanya denyut fusi.
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi akibat hipotensi dan degenerasi. Hal ini
memerlukan penanganan segera. 1

Gambar. Takiaritmia ventrikuler.9


Fibrilasi ventrikel
Fibrilasi ventrikel merupakan aritmia kaotik yang dapat menyebabkan
kematian. Masase jantung eksternal dengan ventilasi artifisial dan
defibrilasi DC dapat meringankan gejala. Pada penderita yang tidak
berespon dengan terapi farmakologis dapat diberikan AICD (Autimatic
Implantable Cardioverter-Defibrilator). 1

Gambar. Alur tatalaksana takiaritmia.10

2.2 Bradiaritmia
Blokade sinoatriale merupakan kegagalan pembentukan impuls dalam
nodus sinus dan adanya blokade antara impuls sinus dan atrium. Kelainan
ini dapat menyebabkan henti jantung mendadak. 1
Blokade atrioventrikuler terbagi menjadi tiga bentuk. Pada blokade derajat
1, interval P-R memanjang tetapi semua impuls atrium dihantarkan ke
ventrikel. Pada blokade derajat 2 beberapa impuls tidak dihantarkan ke
ventrikel. pada blokade derajat 2 tipe Wenckebach atau Mobitz tipe I
ditemukan interval P-P tetap konstan dan interval RR bertambah secara
progresif hingga gelombang P tidak dihantarkan. Pada Mobitz tipe II,
terjadi defek hantaran atrium yang dapat menyebabkan sinkop dan bersifat
progresif. Pada blokade derajat 3, tidak terdapat impuls yang mencapai
ventrikel. 1
Blok AV derajat pertama
Blok AV derajat I adalah gangguan konduksi AV yang paling ringan
ditandati dengan pemanjangan interval PR pada EKG dinilai pada semua
aturan standar dan diambil nilai yang paling panjang. Blok AV derajat
pertama dapat ditemukan pada pasien dengan demam reumatik akut,
miokarditis, atau intoksikasi digitalis yang menimbulkan proses inflamasi
atau iskemia yang dicurigai menyebabkan pemanjangan interval PR.
Namun pemanjangan interval PR juga dapat ditemukan pada anak yang
normal, atlet, dan pada setiap peninggian tonus vagus. 2

Gambar. Blok AV derajat pertama.9


Blok AV derajat I bersifat asimtomatis namun pasien datang dengan
keluhan utama akibat penyakit primernya misal demam reumatik,
miokarditis, atau keracunan digitalis. Suara jantung pertama melemah
akibat interval PR yang memanjang. 2
Penatalaksanaan pada pasien blok AV derajat I ditujukan pada penyakit
primernya. Dengan hilangnya faktor penyebab, interval PR akan kembali
normal. Pemanjangan interval PR yang menetap tidak memerlukan

pengobatan khusus. Dengan penanganan yang tepat maka prognosis blok


AV derajat pertama adalah baik. 2
Blok AV derajat kedua
Mobitz tipe I
Terdapat hambatan rangsangan dari atrium ke modus AV sehingga
terjadi pemanjangan interval PR. Penyebab Mobitz tipe I adalah adanya
proses inflamasi atau iskemia yang biasanya muncul pada kondisi
intoksikasi digitalis, demam reumatik akut, atau miokarditis. Pada
pasien dengan usia yang lebih tua dapat mengeluhkan gejala berupa
dada berdebar-debar. Pemeriksa dapat menemukan denyut jantung yang
tidak beraturan serta suara jantung I yang keras. 2

Gambar. Mobitz tipe I.9


Pasien dengan blok AV Mobitz tipe I tidak memerlukan pengobatan
spesifik melainkan penatalaksanaan pada penyakit penyebabnya.
Dengan penatalaksanaan penyakit primer yang tepat pasien dengan blok
AV Mobitz tipe I memiliki prognosis yang baik. 2
Mobitz tipe II
Pada Mobitz tipe II, nodus AV secara teratur tidak mampu memberi
respons terhadap hantaran impuls sinus pertama, kedua atau ketiga, dan
baru berhasil pada rangsangan berikutnya. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan komplek QRS baru muncul setelah gelombang P kedua atau
ketiga. Adanya suatu proses iskemia, inflamasi atau infiltrasi pada
infranodus menyebabkan gangguan fungsi hantaran impuls. Gangguan
elektrolit, obat-obatan serta operasi jantung dapat pula menimbulkan
blok AV Mobitz tipe II. 2

Gambar. Mobitz tipe II.9


Pada anak yang lebih tua dapat mengeluhkan keluhan pusing seperti
melayang serta denyut jantung yang lambat. Kadang disertai dengan
tanda gagal jantung bila terdapat gangguan miokard. Pada auskultasi
jantung didapatkan suara jantung yang lambat dan kadang terdengar
bunyi tambahan pada fase diastol akibat kontraksi atrium. 2
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mencegah perburukan menuju
blok AV derajat ketiga. Obat-obatan yang sering dipakai addalah sulfas
atropin

0,01,g/kgBB

IM,

efedrin

0,3mg/kgBB

peroral,

atau

isoproterenol 0,1-0,5 mikrogram/kgBB. 2


Prognosis pada pasien ini lebih buruk dibandingkan dengan Mobitz tipe
I namun dengan pencegahan yang tepat maka prognosis akan lebih baik
karena pasien dicegah mengalami perburukan blok AV derajat ketiga. 2
Blok AV derajat ketiga
Blok AV derajat ketiga merupakan kondisi blok AV yang paling berat
dimana terjadi kegagalan total penghantaran impuls konduksi dari
atrium ke ventrikel. Pada blok AV derajat ketiga terjadi fokus
perangsangan lain pada bagian distal nodus AV yaitu bundel His
maupun serat Purkinje. Maka frekuensi ventrikel tidak bergantungan
pada frekuensi atrium. Blok AV komplet dapat disebabkan oleh
kelainan bawaan dan oleh kelainan yang didapat misal, blok AV akibat
operasi jantung dan blok AV didapat non-bedah. 2 Operasi jantung yang
mengenai struktur serabut His-Purkinje dapat timbul komplikasi dini
berupa blok total pada nodus atrioventrikular.12
Muncul keluhan denyut jantung yang lamban dan kuat. Denyut yang
sangsat lambat atua menjadi tidak teratur dapat menimbulkan serangan
Adams-Stokes, yaitu terjadinya pingsan atau rasa pusing akibat iskemia
serebral sementara karena diastol yang sangat panjang atau terjadinya
asistol. Nadi radialis teratur dan lambat. Tekanan darah sistolik dapat
meningkat karena isi sekuncup meningkat, sedang tekanan darah

diastolik turun oleh karena masa diastolik yang panjang. Kadang


tampak gelombang kanon di vena jugulatis akibat atrium dan ventrikel
berkontraksi secara bersamaan. 2
Pada pasien dengan blok AV komplet bawaan, tatalaksana yang dapat
dilakukan adalah pemasangan pacu jantung sementara dengan indikasi
pasien dengan sinkope atau gagal jantung, pasien dengan blok jantung
di bawah bundel His, pasien dengan kompleks QRS yang lebar, pasien
dengan frekuesni ventrikel tetap di bawah 55 kali/menit, pasien dengan
kelainan jantung bawaan penyerta sedang atau berat dengan frekuensi
ventrikel 65-70 kali/menit atau disertai gagal jantung, terdapat aritmia
ventrikel / denyut ektopik ventrikel terutama apabila disertai
kardiomegali, dan gangguan toleransi latihan yang sedang berat atau
berat.2

Gambar. Blok AV derajat ketiga.9


Pada pasien dengan blok AV komplet akibat tindakan bedah diperlukan
pemasangan alat pacu jantung permanen apabila blok pada atau
dibawah bundel His. Pada pasien dengan blok AV komplet didapat nonbedah harus ditangani penyakit penyebabnya lalu dievaluasi keperluan
pemasangan alat pacu jantung. Alat pacu jantung pada pasien ini
dilakukan apabila pasien dengan infeksi, adanya penyakit penyerta yang
bermakna, dan lesi konduksi yang menetap memerlukan pacu jantung
permanen.2

Tabel. Indikasi pemasangan pacu jantung.3

Gambar. Variasi pemasangan pacu jantung.3

BAB 3
KESIMPULAN
Aritmia merupakan suatu keadaan terdapat kelainan frekuensi,
irama, maupun hantaran impuls pada jantung. Pada pasien anak dengan
aritmia diperlukan pemeriksaan yang mendetail. Dimulai dari anamnesis
harus dilakukan dengan lebih teliti karena pasien aritmia yang masih kecil
cenderung tidak mengeluhkan apapun. Sehingga selain anamnesis dalam
menegakkan diagnosis harus dilengkapi oleh pemeriksaan fisik yang teliti
dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang yang mumpuni. sebagian
besar prognosis pada pasien aritmia anak adalah baik apabila dilakukan
pencegahan dan penanganan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Edisi 15.
Jakarta: EGC; 2000.
2. Madiyono B. Disritmia dalam Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta:
IDAI; 1994.
3. Kammeraad JAE, Rosenthal E, Bostock J, Rogers J, and Sreeram N.
Endocardial pacemaker implantation in infants < 10 Kg wight dalam
Pediatric Cardiac Dysrhythmias: Diagnostic and Theraeupetic Aspects.
Netherlands: Febo druk BV; 2004.
4. Kloeck W dan Henderson L. Pediatric Emergency Dysrhytmia
Management Algorithm. Resuscitation Council of Southern Africa.
2012. http://www.resuscitationcouncil.co.za/ . Diakses pada 15 April
2015.
5. Ladusans EJ. Diagnosis, evaluation and treatment of cardiac
arrhythmias. Paediatrics and Child Health 2008; 19 (1): 30-3.
6. Hanash CR dan Crosson JE. Emergency diagnosis and management of
pediatric arrhythmias. J Emerg Trauma Shock. 2010 Jul-Sep; 3(3):
251-60.
7. Colucci RA, Silver MJ, dan Shubrook J. Common types of
supraventricular tachycardia: diagnosis and management. 2010.
http://www.aafp.org/afp . Diakses pada 15 April 2015.
8. Kantoch MJ. Supraventricular tachycardia in children. Indian J Pediatr.
2005 Jul; Vol 72(7) : 609-19.

9. Singh HR. Arrhythmias in children and young adults. Department of


Pediatrics,

Childrens

Hospital

of

Michigan,

USA.

2008.

www.intechopen.com . Diakses pada 15 April 2015.


10. Management of specific dysrhytmias in paediatric advanced life
support. Australian Resuscitation Council. 2010. http://resus.org.au/?
wpfb_dl=65 . Diakses pada 15 April 2015.
11. Kamel YH dan Sewielam M. Arrhytmias as early post-operative
complications of cardiac surgery in children at cairo university. J Med
Sci. 2009 Apr; 9(3): 126-32.
12. Yildirim SV, Tokel K, Saygili B, dan Varan B. The incidence and risk
factor of arrhythmias in the early period after cardiac surgery in
pediatric patients. The Turk J Pediatr. 2008; 50: 549-53.

Anda mungkin juga menyukai