DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah, Jakarta Pusat
Tanggal dan jam masuk RS : 10 juni 2021, jam 10.00 WIB
Tanggal pemeriksaan : 10 juni 2021
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesa
Keluhan Utama : Nyeri sendi sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Bengkak pada lutut dan siku, bercak merah pada
area pipi dan batang hidung, sariawan, mudah lelah
X. PEMERIKSAAN FISIK
1. KULIT
• Warna : Kuning langsat
• Pucat : Tidak pucat
• Jaringan parut : Tidak ada
• Turgor : Baik, < 2 detik
• Lain – lain : Bercak kemeraahan pada pipi dan batang hidung
2. KEPALA
• Bentuk : Normocephal
• Rambut : Warna, terdistribusi merata dan tidak mudah dicabut
• Kulit kepala : Tidak ada tumor, tidak ada sikatriks, ketombe (-)
3. MATA
• Palpebra : udem (-/-), hiperemis (-/-)
• Konjuntiva : pucat (-/-)
• Sklera : Ikterik (-/-)
• Pupil : Bulat, isokor (3mm/3mm), RCL (+/+), RCTL (+/+)
4. TELINGA
• Bentuk daun telinga : Normal
• Nyeri tekan tragus : (-/-)
• Serumen : (-/-)
5. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
• Napas cuping hidung : Tidak ada
• Septum : Tidak deviasi
• Nyeri tekan : (-/-)
• Sekret : -/-
6. MULUT
• Bau pernapasan : Tidak ada
• Faring : Hiperemis (-)
• Tonsil : T1/T1, hiperemis (-/-)
• Lidah : Ukuran normal, tidak deviasi, Atrofi (-), tidak kotor
• Uvula : Tidak deviasi, Hiperemis (-)
7. LEHER
• JVP : 5 + 2 cmH2O
• Trakea : Letak di tengah, tidak deviasi
• Kelenjar tiroid : Tidak teraba pembesaran
• Kelenjar lymphonodi : Tidak teraba pembesaran
8. PARU-PARU
• Inspeksi : bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis dan
dinamis kanan kiri, jaringan parut (-), retraksi otot intercostal (-)
• Palpasi : fremitus vocal & taktil simetris pada kedua lapang
paru
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
9. JANTUNG
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Perkusi : batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra,
batas kiri jantung ICS V linea midclavicula sinistra
• Auskultasi : bunyi jantung I-II, katup pulomonal P2>P1, katup
Aorta A2>A1, katup mitral M1>M2, katup Trikuspid T1>T2dan pulmonal, murmur (-
), gallop (-)
10. ABDOMEN
• Inspeksi
- Tampak membuncit simetris,
- Hiperpigmentasi linea alba menjadi linea nigra
- sikatrik (-), striae gravidarum (+)
• Palpasi
- Leopold I : Tinggi fundus uteri 31 cm diatas simfisi pubis
- Leopold II : Teraba bagian lengkungan kontinus di sebelah kanan, dugaan
punggung janin di sebelah kanan ibu.
- Leopold III : Bagian terbawah presentase kepala, sulit digerakkan
- Leopold IV : Janin sudah masuk 4/5 PAP
• Perkusi : Tidak dilakukan
• Auskultasi : DJJ 140x/menit
11. EKSTREMITAS
Pemeriksaan Keterangan Atas Bawah
Motorik 5555/5555 5555/5555
Sensorik Raba +/+ +/+
Nyeri +/+ +/+
Reflek fisiologis Bicep +/+
Tricep +/+
Patella +/+
Achilles +/+
Tromner -/-
Babinski -/-
Parameter Hasil
Pemeriksaan Feses Rutin
Konsistensi Lunak
Warna Cokelat kekuningan
Lain-lain Darah (-), jamur (-),
bakteri (-), cacing (-)
FOTO THORAX
• COR
− CTR 45%
• Aorta
− Tidak melebar, tidak elongasi
• Sinus dan Diafragma
− Sinus costrophrenicus dextra dan sinistra lancip
− Diafragrma tidak dapat dinilai
• Pulmo
− Hilus pada paru kanan dan kiri tidak dapat dinilai
− Corakan vaskular paru <2/3 lapang paru
− Infiltrat (-), kavitas (-) , kalsifikasi (-)
• Trakea
− Ditengah
• Tulang dan soft tissue
− Tulang costae, clavicula, vertebra intak, dalam batas normal
− Tidak nampak adanya massa dan udara pada jaringan lunak
EKG
XII. PERMASALAHAN
1) Lupus Eritematosus Sistemik
• Assessment: nyeri sendi dan bengkak, malar rash, fotosensitivitas (+), ulkus pada mulut
• Plan diagnosis : Pemeriksaan Autoantibodi (Ana test, anti ds-DNA test)
• Plan terapi : kortikosteroid, hidroksiklorokuin
• Plan monitoring : Darah lengkap, urinalisis, foto thorax, pemeriksaan SGOT dan SGPT
• Plan edukasi : Menjelaskan tentang penyakit dan perjalanan penyakit, perencanaan
pengobatan, dan menghindari paparan sinar matahari
XVII. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
• Tirah baring
• Diet
Berat Badan Ideal (BBI):
− (Tinggi badan – 100) - 10% (Tinggi badan - Berat badan)
(160-100) - 10% (160- 65) = 50,5 kg
Kebutuhan Kalori Basal (KKB)
− 30 kkal x BBI
25 kkal x 50,5= 1262,5 kkal
Kebutuhan Kalori Total (KKT)
− KKB + (% aktivitas harian x KKB) - (% faktor koreksi x KKB)
1262,5 + (20% x 1262,5) - (0% x 1142,5) = 1515 kkal + 300 kalori =1815 kkal
• Makanan biasa
b. Terapi medikamentosa
- Prednison 1x5 mg P.O dan/atau (jika tidak responsif, dapat diberikan
Hidroksiklorokuin 1x200 mg P.O)
XVIII. PROGNOSIS
− Quo Ad vitam: Dubia Ad Bonam
− Quo Ad functionam: Dubia Ad Bonam
− Quo Ad sanactionam: Dubia Ad bonam
XIX. EDUKASI
− Nutrisi optimal, diet gizi seimbang
− Hindari pajanan rokok dan pajanan sinar matahari berlebih. Disarankan memakai
pelindung seperti topi atau payung dan tabir surya spf minimal 30.
− Kurangi konsumsi makanan yang mengandung gula dan natrium berlebih
− Patuh konsumsi obat
REFERAT
1. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) atau Lupus Eritematosus
Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas
penyebabnya, memiliki sebaran gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit
yang beragam. LES mempunyai keterlibatan berbagai sistem organ ditubuh, sehingga
manifestasi kliniknya sangat luas dan bervariasi.
2. KLASIFIKASI SLE
Klasifikasi berdasarkan derajat berat ringannya penyakit yaitu:
Kriteria LES positif bila memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria tersebut diatas.
4. PATOGENESIS
Manifestasi umum
Manifestasi klinik LES sangat bervariasi tergantung sistem organ mana yang terlibat
misalnya dari kulit, membrana mukosa, sendi, ginjal, otak, paru, jantung, gastrointestinal,
hematologik dan lain-lainnya. Pada kelainan otoimun yang bersifat sistemik biasanya
dijumpai kelainan konstitusional seperti: cepat lelah, nafsu makan menurun, demam dan,
menurunnya berat badan hal ini merupakan gejala awal atau bahkan merupakan komplikasi
dari penyakitnya. Keluhan fatique dan malaise (tidak enak badan) sering timbul bila keadaan
penyakitnya yang masih aktif, penderita merasa cepat lelah dan tidak enak badan dan
dihubungkan karena proses inflamasinya, stres psiko sosial dan efek dari penyakitnya.
Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus: Komplikasi pada ginjal merupakan salah satu komplikasi yang serius
pada penderita LES sebab akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita LES.
Insidensi terjadinya progresifitas gagal ginjal masih cukup tinggi, hal ini karena seringkali
kita mengalami kesulitan mengidentifikasi penderita LES yang mengenai ginjal secara klinik,
karena seringkali komplikasi nefritis lupus terjadi secara diam- diam dan gejala dini sering
tidak terdeteksi. Yang paling mencolok keterlibatan ginjal pada penderita LES yakni berupa
adanya protein uria atau silinder eritrosit atau granular pada pemeriksaan sedimen urin,
bahkan pada keadaan yang lebih ringan dijumpai hematuri-piuria tanpa gejala, sedangkan
pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kenaikan serum ureum-kreatinin dan hipertensi.
- Cemas
- Sakit kepala
- Cerebra-vascular accident
- Mielopati
- Gangguan gerak
- Sindrom demielinisasi
Manifestasi Hepar
Manifestasi pada hati relatif lebih sering terjadi dibandingkan pada gastro-intestinal,
manifestasi pada hati berupa: hepatitis kronik aktif, hepatitis granulomatosa, hepatitis kronik
persisten dan steatosis. Biasanya diperlihatkan dengan meningkatnya enzim hati seperti
SGOT, SGPT dan alkali-fosfatase. Keterlibatan hati ini dihubungkan dengan anti fosfolipid
antibodi yang menyebabkan trombosis arteri atau vena hepatika yang akhirnya menyebabkan
infark, untuk membedakan kelainan hati karena lupus atau kelainan autoimun yang lain
tidaklah mudah ataupun kedua-keduanya sangatlah sulit, biopsi hati dan adanya antbodi anti
P ribosom mungkin akan terlihat pada hepatitis karena otoimun dibandingkan dengan
hepatitis karena lupus.
6. DIAGNOSIS SLE
Diagnosis
Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit SLE, maka diagnosis dini tidaklah
mudah ditegakkan. SLE pada tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai penyakit lain
misalnya artritis reumatoid, gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. Ketepatan
diagnosis dan pengenalan dini penyakit SLE menjadi penting.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria dibawah ini, diagnosis SLE memiliki sensitivitas
85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif,
maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes
ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan
manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang
diperlukan.
Kriteria diagnosis: Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4
dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan
cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada
SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari,
baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai
oleh nyeri tekan, bengkak atau efusi
Serositis
-Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang didengar oleh
dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura, atau
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi SLE. Waktu pemeriksaan untuk
monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.
Pemeriksaan Serologi
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes
ANA generik. (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada
pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA
yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasii tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit
lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya infeksi kronis
(tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD),
artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan, tetapi
perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan berubah,
mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang terutama jika
didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan menggunakan sel
Hep-2 sebagai substrat, negatif dengan gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis
SLE dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi
terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La (SSB),
Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA
merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya
hampir 100%. Titer anti-dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE
dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi
pada pasien yang bukan SLE.
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti- dsDNA positif menunjang diagnosis
SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya SLE. Meskipun anti-
Sm didapatkan pada 15%-30% pasien SLE, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau
orang normal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis
SLE. Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang
negatif tidak menyingkirkan diagnosis.
KRITERIA ENTRI (ENTRY CRITERIA)
Titer ANA ≥ 1:80 pada sel HEp-2 atau tes ekuivalen lain minimal diperiksa positif 1 kali.
Sangat direkomendasikan pemeriksaan menggunakan metode immunoflouresens pada sel
Hep-2 atau fase padat ANA screening immunoassay dengan performa tes yang ekuivalen.
POLA ANA
I. EDUKASI / KONSELING
1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.
2. Tipe dari penyakit SLE dan perangai dari masing-masing tipe tersebut.
3. Masalah yang terkait dengan fisik: kegunaan latihan terutama yang terkait dengan
pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat bantu maupun diet,
mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.
4. Pengenalan masalah aspek psikologis: bagaimana pemahaman diri pasien SLE,
mengatasi rasa lelah, stres emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan keluarga
atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.
5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya. Perlu
tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai jangka panjang
contohnya obat anti tuberkulosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotikum.
6. Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang SLE ini, adakah kelompok
pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan sebagainya.
2. SLE sedang
Pilar pengobatan pada SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta
mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20
mg/hari prednison atau setara. (Lihat algoritme terapi SLE).
B. Terapi lain
Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan khusus SLE mencakup:
• Intra vena imunoglobulin terutama lgG, dosis 400 mg/ kgBB/hari selama 5 hari,
terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia, anemia hemilitik, nefritis,
manifestasi mukokutaneus, dan demam yang refrakter dengan terapi konvensional.
• Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan lupus
serberitis.
• Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid.
• Danazol pada trombositopenia refrakter.
• Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparring effect pada
SLE ringan.
• Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang refrakter dengan
obat lainnya.
• Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada SLE yang berat.
• Terapi eksperimental diantaranya antibodi mono- klonal terhadap ligan CD40
(CD40LmAb).
• Dialisis, transplantasi autologus stem-ceU.
PEMANTAUAN
Batasan operasional pemantauan adalah dilakukannya observasi secara aktif
menyangkut gejala dan tanda baru terkait dengan perjalanan penyakit dan efek pengobatan/
efek sampingnya, baik yang dapat diperkirakan memerlukan pemantauan yang tepat. Proses
ini dilakukan seumur hidup pasien dengan SLE. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Chen, S., Sun, X., Wu, B. and Lian, X. (2015). Pregnancy in Women with Systemic Lupus
Erythematosus: A Retrospective Study of 83 Pregnancies at a Single
Centre. International Journal of Environmental Research and Public Health, [online]
12(8), pp.9876–9888. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4555317/pdf/ijerph-12-09876.pdf
[Accessed 24 Oct. 2020].
Infodatin .(2017). Departemen Kesehatan
Kajsmir, Y.I. (2012). Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Rekomendasi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
Knight, C. and Nelson-Piercy, C. (2017). Management of systemic lupus erythematosus
during pregnancy: challenges and solutions. Open Access Rheumatology: Research
and Reviews, Volume 9, pp.37–53.
Lateef, A. and Petri, M. (2013). Managing lupus patients during pregnancy. Best Practice &
Research Clinical Rheumatology, 27(3), pp.435–447.
Setiatis, Alwi, L., Sudoyo, A.W., Stiyohadi, B. and Syam, A.F. (2014). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing.
Tanzilia, M.F., Tambunan, B.A. and Dewi, D.N.S.S. (2021). TINJAUAN PUSTAKA:
PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS. Syifa’
MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 11(2), p.139.
Wang, P.H., Teng, S.W. and Lee, F.K. (2015). Disease activity of Pregnant women with
Systemic Lupus Erythematosus. J. Chin. Med. Association.