Anda di halaman 1dari 17

Referat

GANGGUAN TIDUR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
EKA FARIDA
1907101030009

Dokter Pembimbing:
dr. Ibrahim Puteh, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal, tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap
stimulus eksternal. Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke fasilitas kesehatan. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal,
gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus
tidur biologiknya, menurunkan daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain.(1)
Diperkirakan 50 hingga 70 juta orang di Amerika menderita gangguan tidur kronis
sehingga mempengaruhi kesehatan serta aktivitas keseharian. Akumulasi dari gangguan tidur
yang berkepanjangan sangat erat dengan timbulnya gangguan somatis seperti hipertensi,
diabetes, obesitas, depresi, serangan jantung, serta stroke. Dari sejumlah individu yang
mengalami gangguan tidur, 3-4 juta diantaranya mengalami obstructive sleep apnea, yakni
gangguan yang ditandai dengan kesulitan bernapas yang disebabkan oleh karena adanya
obstruksi jalan napas dengan konsekuensi yang fatal, hingga dapat mengakibatkan kematian.
Insomnia kronik menyerang lebih dari 10% penduduk Amerika Serikat.(1)
Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali
lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup.
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin
meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari,
kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu
penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru
akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur
merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.(2)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tidur


Tidur adalah keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau ketidaksadaran parsial
dimana seorang individu dapat dibangunkan. Tidur juga dapat diartikan sebagai periode
istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini kemauan dan kesadaran
ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Selain
itu, tidur juga telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi
tidak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap
rangsangan dari luar.(3)
Tidur merupakan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dan suatu
keadaan fisiologis yang dialami oleh setiap makhluk hidup. Meskipun setiap spesies berbeda
dalam jumlah tidur, Namun secara umum perbedaan ini merupakan fungsi dari umur. Rata-
rata, orang dewasa tidur 8 jam sehari.(3)
2.2 Tahap dan Siklus Tidur
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya
waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai
irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior
hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak
pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur.
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada
bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.(4)
Pada saat kita tidur, ada beberapa gelombang yang di hasilkan oleh otak. Gelombang-
gelombang ini dapat di ukur dengan EEG. Gelombang ini adalah:
a. Gelombang Beta: terjadi saat melakukan aktivitas mental yang terjaga penuh.
Diperlukan ketika otak berpikir, problem solving, kegiatan sehari – hari. Frekuensi
gelombang ini berkisar dari 12 – 19 Hz.
b. Gelombang Alfa: timbul dalam kondisi relaksasi, mengantuk, hipnosis dan sugesti.
Pada gelombang ini dapat dilakukan pemrograman alam bawah sadar. Frekuensi
gelombang ini berkisar dari 8 – 12 Hz.
c. Gelombang Teta: timbul saat tidur ringan, sangat mengantuk, melakukan meditasi dan
ritual – ritual agama. Frekuensi gelombang ini berkisar dari 4 – 8 Hz.

2
3

d. Gelombang Delta: gelombang otak dengan amplitudo yang besar dan frekuensi
rendah. Timbul saat seseorang dalam kondisi tidur lelap tanpa mimpi. Fase istirahat
tubuh (self repair, sintesis sel – sel baru, selfcure). Frekuensi gelombang ini berkisar
dari 0.5 – 4 Hz.
Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan electrooculography
(EOG), tidur dapat klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh
fase REM. Kedaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara
4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari,
kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari
pada orang dewasa .
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

1. Stadium 1 disebut onset tidur. Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke
tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan
aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo
rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7
siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung
sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun
merasa seperti setengah tidur.
2. Stadium 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan benar-benar
tertidur. Tahap ini ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh
aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan
tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik.
Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang
lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500
mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1
dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
3. Stadium 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Tahap ini ditandai dengan 20%-
50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga
tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
4

4. Stadium 4 adalah level terdalam dari tidur. Tahap ini terjadi jika gelombang delta
lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium
3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat
atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur
ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini
meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.(5)

Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium 1.
Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemah
atau hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat. Pada pria terjadi ereksi penis. Pada tidur
REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu tidur. Latensi
REM sekitar 70-100 menit pada subyek normal tetapi pada penderita depresi, gangguan
makan, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan alkohol
durasinya lebih pendek. Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal malam dan
tidur REM pada separuh malam menjelang pagi. Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal
dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi sedangkan
tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM tetapi lambat
atau menetap pada tidur NREM.(5)
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
1. Sistem serotonergik
Hasil serotogenik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino trypthopan.
Dengan bertambahnya jumlah trypthopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari trypthopan
terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa
peniliti lokasi yang terbanyak sistem serotogonik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di
batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonin di nukleus raphe dorsalis
dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
5

penurunan atau hilangnya tidur REM. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas
neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan jaga.
3. Sistem Kolinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat
mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kolinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.
4. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
5. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh
kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus pathway. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas
mengatur mekanisme tidur dan bangun.(1)
2.3 Etiologi Gangguan Tidur
2.3.1 Kondisi Medis
a. Penyakit Paru
Pasien penyakit paru obstruktif kronik sering terbangun dan mengalami penurunan
efisiensi tidur, juga lebih berisiko untuk apnea tidur. Selain itu, penyakit asma dan
hipoventilasi juga dapat menyebabkan sindrom apnea tidur obstruktif. Insomnia juga sering
pada penderita asma; sekitar 60%-70% lansia terbangun tengah malam karena serangan
asmanya. Obat seperti xanthine, beta adrenergik, dan steroid sistemik yang digunakan untuk
asma atau penyakit paru obstruktif kronik dapat pula menyebabkan insomnia. Bila pasien
mengeluh gangguan tidur pertimbangkan kemungkinan apnea tidur. Dengkuran dapat
menunjukkan adanya apnea tidur.(6)
b. Gangguan Neurodegeneratif
Sekitar 30% pasien Alzheimer mengalami gangguan tidur seperti kurang tidur, sering
terbangun, bingung atau berjalan saat tidur, dan mengantuk di siang hari. Insomnia yang
terjadi dikaitkan dengan perubahan pola tidur siang-malam yang biasanya terjadi pada awal
6

penyakit. Agitasi nokturnal juga bisa menyebabkan insomnia. Agitasi nokturnal dan insomnia
sering menjadi alasan penderita dibawa ke rumah sakit. Penderita Alzheimer yang gangguan
tidurnya lebih berat dapat mengalami penurunan kognitif lebih cepat. Mereka lebih sensitif
terhadap efek samping obat yang diresepkan untuk tidur.(6)
Gangguan tidur dapat pula terjadi pada penyakit Parkinson. Gangguan tidur pada
pasien ini dikaitkan dengan nokturia, nyeri, kekakuan, sulit membalikkan tubuh di tempat
tidur, dan dapat pula akibat terapi levodopa dan bromocriptine. Gangguan degeneratif lain
seperti Huntington atau penyakit lain yang menimbulkan mioklonus dan khorea dapat
menimbulkan insomnia(6)
c. Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme sering menimbulkan insomnia. Walaupun demikian, insomnia kadang-
kadang dapat pula ditemukan pada penderita hipotiroidisme. Gangguan tidur kronik dapat
mengganggu regulasi glukosa. Sebaliknya, diabetes melitus dapat pula menimbulkan
insomnia. Hipoglikemia nokturnal dan nokturia atau penurunan glukosa dapat meningkatkan
rasa kantuk. Kurang tidur merupakan sinyal untuk meningkatkan makan. Kualitas tidur lansia
penderita diabetes lebih buruk daripada yang tidak menderita diabetes.(6)
d. Penyakit Saluran Pencernaan
Ulkus peptikum, hernia hiatus, refleks gastroesofagus, atau kolitis dapat menimbulkan
insomnia. Hal ini dikaitkan dengan adanya nyeri nokturnal. Pasien gagal hepar juga dapat
mengalami insomnia. Insomnia memburuk bila penyakit heparnya progresif. Ensefalopati
hepatik ringan juga dapat menimbulkan insomnia. Pembatasan protein bermanfaat secara
klinik.(6)
e. Penyakit Kardiovaskuler
Pasien angina dapat menderita insomnia akibat serangan angina di malam hari. Begitu
pula pasien pasca infark jantung dan pasca bedah jantung sering mengeluh insomnia.
Beberapa pasien pasca infark jantung yang diobati dengan benzodiazepin dapat mengalami
apnea tidur berulang dengan durasi pendek. Selain itu, pasien gagal jantung kronik dapat pula
mengalami apnea pernafasan yang sangat berat saat berbaring.(6)
Tekanan darah secara normal menurun ketika tidur dan meningkat ketika bangun.
Kejadian-kejadian kardiovaskuler atau jantung mengikuti pola sirkadian yaitu gangguannya
sering terjadi antara pukul 6-11 pagi. Aritmia juga berkaitan dengan tidur-bangun. Takikardia
ventrikel sering terjadi antara pukul 4 dan 9 pagi.(6)
Pasien stroke akut dapat mengalami gangguan tidur baik insomnia atau hipersomnia.
Sering terbangun setelah onset tidur dikaitkan dengan buruknya keluaran stroke. Pasien
7

stroke sering terbangun di malam hari. Nyeri kepala yang sering terjadi saat tidur - biasanya
tidur REM, dapat menginterupsi tidur.(6)
2.3.2 Kondisi Psikiatri
Kondisi psikiatri seperti depresi dapat menyebabkan gangguan tidur tipe REM. Gangguan
stres post trauma sering menyebabkan gangguan tidur teror pada malam hari. Selain itu,
gangguan anxietas, panic disorder paling sering menyebabkan insomnia atau sulittidur pada
banyak pasien. Selain itu juga perlu diketahui bahwa penggunaan obat-obatan pada kondisi
psikiatri seperti anti depresan dapat mengganggu pola tidur REM. Obat-obat benzodiazepin
yang terlalu sering digunakan dan dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan rebound
insomnia.(6)
2.3.2 Kondisi Lingkungan
Gangguan tidur sering disebabkan lingkungan yang bising atau oleh karena suhu
lingkungan yang tidak nyaman. Pertukaran jam kerja yang tidak teratur sering menyebabkan
gangguan siklus tidur, seperti hal nya yyang juga terjadi pada jetlag akibat bepergian ke tepat
yang mempunyai waktu yang tidak cocok dengan dengan daerah asal. Pergantian ketinggian
yang signifikan juga dapat menyebabkan gangguan tidur.(6)
2.4 Klasifikasi Gangguan Tidur
Menurut Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSM-
IV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostik klinik dan perkiraan
etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah :
2.4.1 Dissomnia
Dissomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran tidur,
mengalami gangguan selama tidur, bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya.
a. Insomnia Non organik
Ditandai dengan:
- Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun
sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
- Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.
- Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya.
- Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
Pedoman diagnostik insomnia menurut PPDGJ III:
- Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
8

- Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan
- Adanya preokupasi dengan ti dak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
- Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan(7)
b. Hipersomnia Non Organik
Hipersomnia (hypersomnia) primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang
hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan (terkadang
disebut “mabuk tidur”) dapat berbentuk kesulitan untuk bangun setelah periode tidur yang
panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur).
Pedoman diagnostik hipersomnia menurut PPDGJ III:
- Rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari atau adanya serangan tidur dan atau
transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkness)
- Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari satu bulan atau berulang dengan
kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
- Tidak ada gejala tambahan narkolepsi (cataplexy, sleep paralysis, hipnagogic
hallucination) atau bukti klinis untuk sleep apnoe
- Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada
siang hari.(7)
c. Gangguan Jadwal Tidur-Jaga Non Organik
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana
penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah
tidurnya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur tubuh,
plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian
mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua
pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila
irama tersebut mengalami pergeseran. Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami
gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat
dikategorikan dua bagian, yaitu yang bersifat sementara (acut work shift, Jet lag) dan
menetap (shift worker). Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi
9

perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM. Berbagai macam
gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
- Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur
dan terjaga lebih lambat yang diinginkan.
- Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam
setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu.
- Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang yang
secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal
tidur.
- Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang,
lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8
malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk
waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur
sirkadian yang tdk sesuai.
- Tipe bangun-tidur beraturan
- Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam
Pedoman diagnostik jadwal tidur-jaga menurut PPDGJ III:
- Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola tidur-jaga yang normal dari
masyarakat setempat
- Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hipersomnia pada waktu kebanyakan
orang jaga, yang di alami hampir setiap hari dengan sedikitnya satu bulan atau
berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek
- Ketidakpuasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.(7)
2.4.2 Parasomnia
Parasomnia merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun
dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku dan aksi
motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian,
Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami
perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
- Peminum alcohol
- Kurang tidur (sleep deprivation)
10

- Stress psikososial
a. Gangguan Tidur Berjalan (Sleep Walking)/Somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis
dan semi purposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk ditempat
tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit
dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang
tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium
3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk
berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah.
Pedoman diagnostik gangguan tidur berjalan menurut PPDGJ III:
- Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya
pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan
- Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong, relatif tak memberi
respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk
berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat di sadarkan dari tidurnya dengan
susah payah
- Pada waktu sdar/bangun, individu tidak ingat apa yang terjadi
- Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada
gangguan aktivitas, walaupun di mulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam
waktu singkat
-
Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.(7)
b. Gangguan Teror Tidur (Night Teror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur
yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang
berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap
terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan.
Pedoman diagnostik teror tidur menurut PPDGJ III:
- Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dari berteriak
karena panik, di sertai ansietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas
otonomik seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil melebar, dan berkeringat
- Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1-10 menit, dan biasanya
terjad pada sepertiga awal tidur malam
11

- Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk mempengaruhi
teror tidurnya, dan kemudian beberapa menit setelah bangun biasanya terjadi
disorientasi dan gerakan-gerakan berulang
- Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal
-
Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.(7)
c. Gangguan Mimpi Buruk (Nightmare Disorder)
Merupakan proses terjaga dari tidur secara berulang karena mimpi yang menakutkan
(mimpi buruk). Mimpi buruk biasanya melibatkan cerita panjang seperti mimpi di mana
terdapat ancaman akan adanya bahaya fisik yang sudah dekat dengan individu, seperti
dikejar, diserang, atau dilukai. Orang yang mengalami biasanya dapat mengingat mimpi
buruk ini dengan jelas pada saat bangun tidur. Mimpi buruk sering dihubungkan dengan
pengalaman traumatis dan umumnya lebih sering terjadi ketika individu berada dalam kondisi
stress.
Pedoman diagnostik jadwal tidur-jaga menurut PPDGJ III:
-
Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang
menakutkan yang dapat di ingat kembali dengan rinci dan jelas, biasanya perihal
ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri, terbangunnya dapat terjadi
kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah paruh kedua masa tidur
-
Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar penuh dan
mampu mengenali lingkungannya
-
Pengalaman mimpi itu, akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan
yang cukup berat bagi individu.(7)
2.4.3 Gangguan Tidur Spesifik
a. Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,
biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien
akan segar kembali dan terulang kembali 2- 3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya
menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi yaitu narkolepsi kataplesia, hypnagogic halusinasi, dan sleep
paralisis. narkolepsi kataplesia adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian
atau seluruh otot tubuh. Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat
jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.
Sedangkan, sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur
sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.(8)
12

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Sleep Hygiene
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur merupakan syarat
mutlak untuk gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur
perlu dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta
menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan ini efektif untuk
memperbaiki tidur. Edukasi tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak
memerlukan biaya.(5)
2.5.2 Terapi Pengontrolan Stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan
kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan
reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh
penderita insomnia:
- Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
- Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
- Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.
- Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak bisa
tidur.
- Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain,
kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk
datang kembali.
- Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur.
- Menghindari tidur di siang hari.
- Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus
dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya.(5)
2.5.3 Sleep Restriction Therapy
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur . Terapi
ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila
pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu yang
dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari
harus dihindari. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu
13

di tempat tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-
angsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.(5)
2.5.4 Konseling dan Psikoterapi
Psikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi,
obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu
mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan
obat hipnotik.(5)
2.5.5 Pendekatan Farmakologi
Pengobatan medikamentosa perlu mempertimbangkan banyak faktor, antara lain
bahwa pasien mungkin pernah mendapatkan resep obat bervariasi, kemungkinan dapat terjadi
interaksi obat yang membahayakan dan pengobatan itu sendiri dapat menyebabkan gangguan
tidur. Perlu dipertimbangkan bahwa pasien lanjut usia memiliki laju metabolisme dan
ekskresi yang kurang efektif, sering mengalami efek farmakologis yang berkepanjangan
(seperti mual, sedasi, gangguan kognitif, gangguan perilaku, psikomotor, dll). Karena itu
dianjurkan penggunaan medikamentosa dosis rendah, waktu kerja singkat dan secara reguler
diamati efek samping obat sehingga tidak menimbulkan efek kumulatif yang berbahaya.
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan efektivitas tidur malam hari dengan tetap berfungsi
baik di siang hari.(5)
Terapi menggunakan obat dapat diberikan setelah menentukan diagnosis pasien usia
lanjut. Beberapa contoh terapi obat pada pada lansia misalnya, insomnia jangka pendek
(short term) dapat diberikan Triazolam 0,125 – 0,25 mg atau jenis benzodiazepin lainnya
yang bekerja cepat dan hilang cepat dari tubuh. Sedangkan untuk insomnia jangka panjang
(long term) diberikan neuroleptika dengan dosis kecil seperti klorpromazin, levomepromazin
dan tioridazin. Pada pasien usia lanjut dengan insomnia dan depresi, diberikan antidepresan
jenis tetrasiklik, serotonin selective receptor inhibitor (SSRI), dan mono amino oxisidase
inhibitor (MAOI), misalnya Maprotiline 10 – 25 mg, Fluxetine 20 mg pada pagi hari atau
Moclobemide dua kali 150 mg.(5)
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk
mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan
cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan yang saat
ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat
hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau
untuk mengatasi insomnia jangka pendek.(5)
14

Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepin dapat
direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali.
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit
yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien penyakit paru
obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi.(5)
Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa
penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh
karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah
mungkin.(5)
Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat
pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu
paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang
mengalami interupsi tidur. Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat memperbaiki
anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari.(5)
Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di hepar. Oleh karena itu,
pemberian obat-obat yang menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH,
eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi berlebihan di siang hari.(5)
Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD ringan-sedang
yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder terhadap
delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk
memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur.(5)
Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan
dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk
gangguan gerakan terkait tidur (RLS).(5)
Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific
serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang,
dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta
efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita
depresi dengan insomnia tidur.(5)
BAB III
KESIMPULAN

Pada pola tidur manusa tidur dapat klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu Tipe Rapid Eye
Movement (REM) dan Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM).Fase awal tidur didahului
oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur
normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam.
Gangguan siklus dalam fase-fase tersebut akan menyebabkan gangguan tidur seperti
dissomnia ataupun parasomnia.
Komplikasi gangguan tidur mencakup tiga aspek yakni bio-psiko-sosial. Aspek
biologis seperti peningkatan BMI, diabetes dan gangguan toleransi glukosa, heart attack, dll.
Aspek psikologis seperti gangguan cemas dan depresi. Aspek social terutama aspek ekonomi
dan peningkatan kejadian medical error, performa kerja penderita gangguan tidur juga
mengalami penurunan. Penatalaksanaan yang dapat diberikan meliputi terapi non-
medikamentosa dan medikamentosa.

15
16

DAFTAR PUSTAKA
1. Meadows R. The “negotiated night”: An embodied conceptual framework for the
sociological study of sleep. Sociol Rev. 2005;53(2):240–54.
2. Altevogt HRC and BM, editor. Sleep Disorder and Sleep Deprivation. Washington
(DC): National Academies Press (US); 2006.
3. N D. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 2011.
4. Cheng R-K. Neurophysiological Mechanisms of Sleep-Dependent Memory
Consolidation and Its Facilitation by Prenatal Choline Supplementation. Chin J
Physiol. 2009;52(4):223–35.
5. Amir N. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksaan. Cermin
Dunia Kedokt. 2007;157:199.
6. Utara US. Universitas Sumatera Utara 4. 2003;4–16.
7. Dr. dr. Rusdi Maslim SK. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya; 2016.
8. Kaplan HI, Sadock BJ GJ. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC; 2010.

Anda mungkin juga menyukai