Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS DERMATOLOGI-VENEREOLOGI

“Laki-laki Usia 70 Dengan Dermatitis Atopik”

Oleh :

Fitratunnisah

(H1A015027)

Pembimbing :

dr. H. Yudha Permana, Sp.DV

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN / SMF DERMATOLOGI - VENEREOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA – LOMBOK TENGAH

NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini tepat pada
waktunya. Laporan kasus yang berjudul “Laki-laki Lansia dengan Dermatitis
Atopik” ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Praya.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


pembimbing laporan kasus dr. H. Yudha Permana, Sp.DV karena telah
memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktik sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih.

Mataram, Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit inflamasi yang umum ditemukan,
yang sering menjadi beban bagi individu yang terkena. Prevalensi dermatitis atopik minimal
2-3% dari populasi dewasa dan 10-30% pada bayi pada negara-negara bagian barat. Pasien
akan menderita dermatitis akut yang sering persisten atau relaps yang ditandai dengan
eritema, papul, dan plak berskuama diikuti dengan gatal. Biasanya terjadi pada tempat-tempat
tertentu pada tubuh sesuai dengan usia pasien. 1 Di Amerika, insiden dermatitis atopik sebesar
0,7%-2,4% dari populasi yang mayoritas bayi dan anak. Di Eropa, insiden pada anak ≤ 7
tahun sekitar 15%. Pada tahun 2000, ditemukan sekitar 23% kasus baru terjadi pada anak-
anak di Indonesia.
Penyebab utama adalah kulit kering yang menyebabkan barrier kulit rusak,selain itu
berbagai faktor internal dan eksternal sangat mempengaruhi perkembangannya. Walaupun
etiopatogenesis belum semuanya jelas, namun sebagian mekanisme imunopatogenesis DA
telah dapat dijelaskan, yaitu hasil interaksi faktor genetik (IgE) yang bereaksi spesifik
terhadap alergen lingkungan. Faktor risiko dari dermatitis atopik bervariasi dari faktor
instrinsik (genetik) dan ekstrinsik (lingkungan). Faktor lingkungan yang menjadi pencetus
berupa faktor sosioekonomi, makanan, aeroalergen, dan psikologis. Patogenesis terjadinya
dermatitis atopik merupakan hal yang kompleks yang melibatkan faktor genetik, lingkungan,
dan sistem imun yang menyebabkan gangguan barrier kulit dan sel Th2 yang mendominasi
yang menjadi hallmark dari dermatitis atopik. 2,3
Diagnosis dari dermatitis atopik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis biasa didapatkan dari minimal 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor berdasarkan kriteria Haniffin-Rajka. Tatalaksana dermatitis atopik yaitu
menghindari agen pencetus, berikan antihistamin oral dan kortikosteroid topikal dan bila
perlu berikan kortikosteroid sistemik. 2,3,4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi

Dermatitis atopik merupakan adanya peradangan kulit dan rasa gatal yang
kronis berulang dan timbul pada tempat predileksi tertentu. Dapat terjadi pada semua
usia, seringnya pada masa bayi dan anak-anak akibat peningkatan kadar IgE dalam
serum. Atopi sendiri merupakan sekumpulan penyakit pada individu yang memiliki
riwayat pada keluarganya, yaitu asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik, dan
konjungtivitis alergik.3,4
2.2. Epidemiologi
Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan publik utama di dunia.
Menurut ISAAC Phase Three Study, dermatitis atopik merupakan penyakit dengan
prevalensi di dunia yang tinggi baik pada negara maju maupun negara berkembang.
Sebanyak 50% kasus dermatitis atopik terjadi pada satu tahun pertama kehidupan.
Prevalensi di Amerika Serikat, Eropa Barat, Eropa Timur, Jepang, Australia, dan
negara maju lainnya sekitar 10% sampai 20% pada anak-anak. Prevalensi dermatitis
atopik pada dewasa kurang jelas namun studi terbaru mengestimasikan prevalensi
sekitar 3% sampai 7% di AS, Jerman, dan Jepang. Beberapa studi menyebutkan
bahwa prevalensi dermatitis atopik lebih rendah pada wilayah kumuh dibandingkan
pusat kota, selain itu faktor risiko lainnya yaitu polusi udara, peningkatan pendapatan,
peningkatan edukasi, obesitas, dan penggunaan antibiotik yang meningkat.2,
1.3 Faktor risiko
Dermatitis atopik merupakan sindroma multifaktorial yang sampai saat ini
penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi seperti faktor genetik dan lingkungan., namun pada beberapa
penelitian 15-30% kasus tidak memiliki riwayat genetik. Faktor lingkungan bisa
berupa sosioekonomi, jumlah anggota keluarga, laktasi, makanan yang mengandung
alergen fase dini, polusi, dan pajanan udara dingin.5
a. Faktor genetik
Faktor genetik diyakini sebagai penyebab atopik pada bayi dan anak-anak.
Atopik adalah kecenderungan individu untuk tersensitisasi dan memproduksi
antibodi IgE sebagai respon alergen. Kromosom yang terkait adlaah kromosom
5q31 -33 yang mengandung kumpulan gen sitokin IL-4 yang memainkan peran

4
penting dalam dermatitis atopik. IL-4 ini yang nantinya akan memicu
perkembangan TH2. Selain itu terdapat 2 kromosom lainnya yang berkaitan
dengan dermatitis atopik yaitu kromosom 1q21 dan kromosom 17q25, namun
kromosom ini juga terkait dengan psoriasis.3,5
Jika memiliki riwayat keluarga dengan alergi maka bayi dan anak lebih mudah
terjadi peningkatan kadar IgE dan menimbulkan manifestasi alergi. Jika salah satu
orang tua memiliki riwayat atopi, maka kemungkinan anaknya menjadi atopi
adalah 19,8%. Jika kedua orangtua memiliki riwayat atopi, maka kemungkinan
anak atopi adalah 42.9%.5
b. Faktor sosioekonomi
Dermatitis atopik banyak ditemukan pada orang dengan sosial ekonomi yang
lebih tinggi karena sesuai dengan teori hipotesis higiene, yaitu semakin jarang
seseorang terpajan infeksi maka semakin cenderung mengalami penyakit alergi.
Infeksi sendiri akan mendorong maturasi limfosit T menjadi TH1 dan menekan
TH2 sehingga sistem imun anak terbentuk.5
c. Faktor alergen makanan
Sejumlah makanan dapat memicu terjadinya dermatitis atopik seperti bahan
makanan yang memiliki kandungan protein tinggi yaitu susu sapi, telur, kacang
tanah, gandum, kedelai, coklat, dan ikan laut. Pada tubuh terjadi proses sensitisasi
dan reaksi hipersensitivitas spesifik terhadap protein makanan sehingga terbentuk
IgE spesifik terhadap makanan. Alergen tersebut cepat diabsorpsi, lalu melewati
sawar mukosa saluran cerna dan dibawa ke seluruh tubuh sehingga menyebar ke
sel mast di kulit dan pada akhirnya menimbulkan lesi dan rasa gatal.5

1.4 Patogenesis
Mayoritas pasien dengan dermatitis atopik memiliki respon IgE berlebihan yang
berhubungan dengan overproduksi dari Thelper type 2 (Th2) yang berkontribusi
dalam eosinofilia pada penyakit ini. Beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan
dermatitis atopik merupakan penyakit multifaktorial yang berhubungan dengan
interaksi antara penurunan fungsi sawar kulit, sistem imun, genetik, serta faktor
pemicu lain seperti faktor lingkungan maupun agen infeksi.2,3
a. Penurunan fungsi sawar kulit

5
Pada dermatitis atopik, terjadi kehilangan fungsi mutasi gen filaggrin (FLG)
sehingga kulit menjadi kering. Gen ini berfungsi untuk mengkode protein
profilagrin menjadi prekursor FLG. FLG diekspresikan di granula keratohialin
lalu mengeluarkan natural moisturizing factor (NMF) untuk melembabkan kulit.3
b. Imunopatogenesis
Dermatitis atopik berkaitan dengan kelainan sel Th yang berfungsi mengenali
antigen dan mengatur respon imun, dimana jumlah sel Th2 lebih banyak
dibandingkan jumlah Th1. 3

Gambar 1. Pathomekanisme Dermatitis Atopik Pada Usia Lanjut8


2.5 Diagnosis dan Manifestasi Klinis
 Klinis4,7

Manifestasi klinis umum pada pasien dermatitis atopik adalah adanya rasa

gatal, dapat sangat berat sehingga mengganggu tidur, lesi kulit yang sangat

bergantung pada awitan dan berat penyakit, serta adanya riwayat perjalanan penyakit

kronis berulang.

6
Table 1. Karakteristik Klinis Dermatitis Atopic Pada Usia Lanjut8

 Tiga Fase Dermatitis Atopik2

7
Gambar 2. Tempat Predileksi Dermatitis Atopik Sesuai Usia.

Pada fase bayi, yaitu usia 0-2 tahun didapatkan bentuk lesi akut, eritematosa,

papul, vesikel, erosi, eksudasi/oozing dan krusta. Lokasi lesi pada fase ini adalah di

kedua pipi, kulit kepala, dahi, telinga, leher dan badan dengan bertambah usia, lesi

dapat mengenai bagian ekstensor ekstremitas.

Pada fase anak, yaitu usia 2 tahun-pubertas didapatkan bentuk lesi subakut,

lebih kering, plak eritematosa, skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, krusta

dan ekskoriasi. Lokasi lesi pada fase anak biasanya simetris, di daerah fleksural

pergelangan tangan, pergelangan kaki, daerah antekubital, popliteal, leher dan

infragluteal.

Pada fase dewasa didapatkan bentuk lesi berupa lesi kronik, kering, papul/plak

eritematosa, skuama dan likenifikasi. Lokasi lesi biasanya pada lipatan fleksural,

wajah, leher, lengan atas, punggung serta bagian dorsal tangan, kaki, jari tangan dan

jari kaki.

 Kriteria Hanifin and Rajka2,3,4

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria


minor jika menggunakan kriteria Hanifin dan Rajka. Kriteria Mayor tersebut antara
lain pruritus (gatal), morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas, bersifat

8
kronik eksaserbasi, dan ada riwayat atopi individu atau keluarga. Kriteria minor
terdiri atas hiperpigmentasi daerah periorbita, tanda Dennie-Morgan, keratokonus,
konjungtivitis rekuren, katarak subkapsuler anterior, cheilitis pada bibir, white
dermatographisme, pitiriasis alba, fissura pre-aurikular, dermatitis di lipatan leher
anterior, facial pallor, hiperliniar palmaris, keratosis palmaris, papul perifokular
hiperkeratosis, xerotic, iktiosis pada kaki, eczema of the nipple, gatal bila berkeringat,
awitan dini, peningkatan Ig E serum, reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2), kemudahan
mendapat infeksi Stafilokokus dan Herpes Simpleks, intoleransi makanan tertentu,
intoleransi beberapa jenis bulu binatang, perjalanan penyakit dipengaruhi faktor
lingkungan dan emosi, tanda hertoge

Tabel 2. Kriteria Dermatitis Atopik menurut Hanifin dan Rajka.

2.6 Pemeriksaan Penunjang4


Bila diperlukan dapat melakukan :
 Prick test
 Pemeriksaan atopy patch test
 Pemeriksaan serologi : kadar IgE total dan IgE RAST
 Eliminasi makanan

9
 Open Challenge Test
 Double Blind Placebo Controlled Food Challenge Test (DBPCFC)
Karena dermatitis atopik tidak memiliki ciri khas dalam mendiagnosis, beberapa
penyakit inflamasi pada kulit, imunodefisiensi, malignansi kulit, penyakit genetik,
penyakit infeksi memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan dermatitis atopik.
Diagnosa banding penyakit dermatitis atopik :2
o Dermatitis seboroik (terutama pada bayi)
o Dermatitis kontak
o Dermatitis numularis
o Skabies
o Iktiosis
o Psoriasis (terutama daerah palmoplantar)
o Sindrom Sezary
o Penyakit Letterer-Siwe

2.7 Tatalaksana

 Non Farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi dilakukan dengan cara menghindari semua

faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinis, menjauhi alergen

pencetus, menghindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan

bahan pakaian dari wol, menjaga kebersihan bahan pakaian, menghindari pemakaian

bahan kimia tambahan, menghindari stres psikisi. Memberikan sabun pelembab

segera setelah mandi untuk memperkuat dan mempertahankan fungsi sawar kulit. 3,4

 Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi dapat diberikan secara topikal dan sistemik.

Terapi topikal yang diberikan adalah kortikosteroid topikal (KST). Pada pasien bayi

diberikan KST potensi lemah, sedangkan pada anak diberikan KST potensi lemah

sampai sedang, serta KST potensi sedang sampai kuat pada pasien dewasa. Pada

wajah dan fleksura dapat dikontrol dengan pemberian KST potensi sedang selama 5-7

hari, kemudian diganti menjadi KST potensi lebih ringan atau inhibitor kalsineurin

10
inhibitor (IKT). Penggunaan KST diberikan 2 kali sehari sampai lesi terkontrol atau

selama 14 hari. Apabila lesi telah terkontrol, KST dapat diberikan sebanyak 1 kali

sehari pada pagi hari dan IKT sore hari atau IKT dapat diganti dengan pelembap. Pada

fase pemeliharaan, KST potensi lemah secara intermiten diberikan (2 kali seminggu)

dilanjutkan 1 kali seminggu pada daerah yang sering timbul lesi atau hot spot. IKT

digunakan apabila dermatitis atopik yang sering kambuh, tidak dapat memakai KST,

atau untuk mengurangi pemakaian KST.3,4

KST kombinasi dapat diberikan pada dermatitis atopik selama 7 hari, antara lain:

 Kombinasi KST dengan asam fusidat, mupirosin untuk dermatitis atopik

dengan infeksi bakteri.

 Kombinasi KST dengan derivat azol, yaitu mikonazol, flukonazol, kotrimazol

untuk dermatitis atopik dengan infeksi jamur

 Kombinasi KST dengan asam fusidat atau mupirosin untuk dermatitis atopik

inflamasi berat dan rekalsitran.

Terapi sistemik yang diberikan pada pasien dermatitis atopik adalah

antihistamin. Antihistamin terdiri atas antihistamin sedatif dan non sedatif.

Antihistamin non sedatif biasanya diberikan pada pagi hari, dan antihistamin sedatif

diberikan pada malam hari bila menyebabkan gangguan tidur. Selain itu, diberikan

juga kortikosteroid (prednison, metilprednidsolon, triamsinolon) pemberian singkat

(sampai dengan 1 minggu) untuk dermatitis atopik eksaserbasi akut/kronik/berat/luas,

rekalsitran.3,4

Sedangkan dermatitis atopik dengan infeksi sekunder yg luas atau tidak

berespons dengan terapi topikal diberi antibiotik selama 7 hari (Lini 1: amoksilin-

klavulanat, sefaleksin. Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin; Lini 2:

eritromisin, sefalosporin generasi 2, methycillin-resistant Staphylooccus aureus). Pada

11
pasien dermatitis berat, refrakter terhadap terapi konvensional, dan pasien anak, serta

dewasa diberikan siklosporin-A. Dosis yang diberikan 3-5 mg/kgBB/hari atau dewasa

150 mg/300 mg setiap hari. Terapi antimetabolite yang dapatdigunakan, antara lain

mofetil mikofenolat (DA refrakter), metotreksat (DA rekalsitran), azatioprin (DA

berat).3,4

Selain diberikan terapi topikal dan sistemik, dapat juga dilakukan fototerapi

UVA/PUVA/UVB/NB-UVB. Indikasi rawat inap pada pasien DA adalah jika

terdapatnya eritroderma, infeksi sistemik berat.3,4

12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kwang Rundun, Gonjak, Praya - Lombok Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Rekam Medik : 430281
Tanggal pemeriksaan: 11 Desember 2019

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : gatal-gatal di lengan, paha, kaki, leher, dan dada.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Praya dengan keluhan gatal-
gatal sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan keluhan tersebut muncul secara
tiba-tiba saat pasien tengah beraktifitas (pulang solat dari masjid). Gatal dirasakan
secara tiba-tiba dihampir seluruh bagian tubuh pasien, awalnya muncul dilengan
bagian atas kiri dan kanan. Gatal yang dirasakan juga disertai kemerahan dan muncul
seperti bentol lalu semakin lama semakin membesar, sebesar kepala jarum pentul.
Kemudian lama-kelamaan menjadi seperti bersisik karena digaruk terus oleh pasien.
Keluhan gatal tersebut menurut pasien sudah mengganggu kualitas tidur
pasien selama seminggu ini. Gatal yang dialami pasien kualitas nya sama baik pada
saat malam dan siang hari, dan akan lebih terasa saat istirahat. Selain itu, gatal juga
dirasakan semakin memberat saat berkeringat. Pasien mengatakan belum
mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi gejala pasien. Pasien tidak
mengeluhkan adanya demam, mual, muntah maupun gejala penyakit sistemik lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya, ini adalah
pertama kalinya pasien mengalami keluhan ini, dan pertama kali dating berobat ke
dokter. Pasien tidak memiliki penyakit Diabetes Mellitus (-), penyakit jantung (-),
asma (-). Pasien mengaku tidak pernah bersin-bersin di pagi hari.

Riwayat Alergi
Riwayat gatal-gatal akibat makanan seperti udang, ikan laut, ayam potong, telur (-),
alergi obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan.

13
3.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tekanan Darah : 140/80 mmHg
 Nadi : 76 kali/ menit, regular dan kuat angkat
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu aksila : 36,9 o C

Status Generalis

Kepala dan Leher


1. Kepala
Bentuk : normochepali
2. Mata
a. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemis
b. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterus
c. Pupil kanan dan kiri isokor
d. Refleks pupil kanan dan kiri normal
e. Kornea tampak jernih
3. Telinga
a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
4. Hidung
a. Bentuk : hidung tampak simetris
b. Pernafasan cuping hidung: tidak ada
c. Tidak tampak sekret pada lubang hidung kanan dan kiri
5. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir berwarna pucat kemerahan
6. Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah pada leher pasien
Thorak
1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri
2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertinggalan gerak
3. Perkusi: sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi :
i. Pulmo: tidak terdapat rhonki maupun wheezing di kedua lapang paru

14
ii. Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya masa
2. Auskultasi: bising usus normal
3. Perkusi: timpani di semua kuadran
4. Palpasi: tidak teraba masa, turgor normal
Ekstremitas

Tungkai Atas Tungkai Bawah


Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
CRT < 2 dtk < 2 dtk < 2 dtk < 2 dtk

3.4 Status Dermatologis


 Lokasi : Leher, dada, punggung, lengan atas kiri dan kanan, paha kiri dan kanan,
dan kedua kaki
 Distribusi : regional
 Lesi :
o ekskoriasi, hiperpigmentasi, likenfikasi, eritema, berbatas tidak tegas, soliter,

berukuran plakat, terdapat papul eritema, ukuran miliar, multipel.

Dokumentasi Pasien

Punggung

15
Dada & Paha

16
Lengan kiri

Lengan kanan

17
3.5 Pemeriksaan Penunjang : (-)

3.6 Diagnosis Kerja


Dermatitis Atopik

3.7 Diagnosis Banding


 Neurodermatitis
 Scabies
 Dermatitis seboroik
 Psoriasis

3.8 Planning Terapi


 Moisderm cream oles 2 x 1
 Metilprednisolon 8mg 2x1
 Cetirizin 10 mg 2x1
 Desoksimetason cr 0,25% 2x1

3.9 Edukasi
1. Mengedukasi pasien bahwa penyakitnya ini disebut dengan dermatitis atopik.

Penyakit ini terutama muncul apabila terpapar oleh alergen. Kulit penderita dermatitis
atopik cenderung rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting untuk
mengidentifikasi kemudian menyingkirkan factor penyebab dan pencetus siklus gatal-
garuk, misalnya sabun dan deterjen.
2. Pasien juga sebaiknya tetap menjaga kebersihan kulit agar dapat terhindar dari

penyakit kulit lainnya.


3. Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab, hindari pembersih
antibacterial karena beresiko menginduksi resistensi.
4. Angka kesembuhan penyakit ini cukup baik, apabila pasien rutin minum obat.
Biasanya penyakit ini bisa sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Namun
penyakit ini memiliki kemungkinan kambuh.

3.10 Prognosis
 Qua ad Vitam : dubia ad bonam
 Qua ad Sanationam : dubia ad bonam
 Qua ad cosmetikam : dubia ad bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki usia 70 tahun datang ke poli kulit RSUD Praya dengan keluhan rasa
gatal di seluruh tubuh, seluruh bagian tubuh, yaitu di kedua tangan dan kaki, punggung,
perut, paha, dada, daerah kelamin, dan bokong. Keluhan gatal dirasakan sudah sejak 3 bulan
yang lalu dan memberat 2 minggu terakhir. Keluhan pertama kali muncul di daerah lengan

19
bagian atas. Gatal dirasakan semakin memberat saat berkeringat sehingga sering menggangu
tidur pasien. Pasien menyangkal riwayat atopic pada keluarga, pasien mengaku kerap terpapat
debu dan karena bekerja sebagai petani. Pasien menyangkal keadaan stress yang dialami.
Pada pemeriksaan status dermatologi ditemukan lesi berupa papul eritema dan warna putih
keabuan, multiple, batas tidak tegas, bentuk miliar dan seperti terowongan, disertai ekskoriasi
akibat garukan, dan likenifikasi yang terdistribusi regional.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang dialami
pasien mendukung ke arah dermatitis atopic, hal berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan
Rajka. Pada pasien didapatkan 3 kriteria mayor antara lain ; keluhan gatal atau pruritus,
gejala yang berlangsung lama atau kronis karena keluhan sudah 3 bulan lamanya, serta
morfologi dan distribusi lesi yang khas yaitu pada pasien didapatkan likenifikasi fleksural
yang banyak dialami pada usia dewasa. Selain itu juga didapatkan lebih dari 3 gejala minor
pada pasien yaitu kulit kering, kecendrungan mendapatkan dermatitis yang tidak spesifik
pada tangan dan kaki, gatal bila berkeringat, perjalanan penyakit yang dipengaruhi
lingkungan, yaitu pasien memiliki pekerjaan sebagai petani dimana sering terpapar matahari
dan akan sering mengalami keringat, dan itu menjadi factor predisposisi yang memperberat
keluhan pasien. Diagnosis banding lain seperti neuro dermatitis dapat disingkirkan karena
yang paling menonjol pada pasien dengand ermatitis adalah factor stress atau psikologis,
sedangkan pasien tidak mengeluhkan stress saat dianamnesis. Selain itu predileksi lesi juga
menjadi pertimbangan dalam mengekslusi diagnosis bading lain seperti scabies dan psoriasis.

Terapi yang dapat diberikan pada pasien dermatitis atopic adalah dengan pelembab.
Pada pasien diberikan moisderm yaitu pelembab golongan humectants, suatu molekul
substansi ringan dengan kandungan air yang akan meresap kedalam stratum corneum, yang
biasanya digunakan bersamaan dengan komponen lain. Dioleskan 2 x sehari. Selain terapi
pelembab, juga diberikan kortikosteroid dosis rendah (pertimbangkan tekanan darah pasien.
Selain itu juga dapat diberikan antihistamin untuk membantu mengurangi gejala gatal pada
pasien.

20
BAB V

KESIMPULAN

Laki-laki usia 70 tahun dengan keluhan utama gatal dirasakan seluruh tubuh. Keluhan
gatal dirasakan sudah sejak 1 bulan yang lalu. Gatal dirasakah dibagian leher, lengan atas,
dada, punggung, paha, dan kaki. Ini merupakan pertama kalinya pasien mengalami hal ini.
Gejala memberat saat berkeringat, dan makin dirasakan saat beristirahat. Pada pemeriksaan

21
dermatologi didapatkan gambaran lesi berupa ekskoriasi, hiperpigmentasi, likenfikasi,
eritema, berbatas tidak tegas, soliter, berukuran plakat, terdapat papul eritema, ukuran miliar,
multipel. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapoatkan gejala klinis yang daoat
dimasukkan dalam kriteria Hanifin dan Rajka sebagai tolak ukur penegakan diagnosis
Dermatitis Atopik.

Penatalaksanaan pasien dengan dermatitis atopic ada dua, farmakoterapi dan


nonfarmakologi. Farmakoterapi yang dapat diberikan yaitu obat topical kortikosteroid, dan
obat oral antihistamin. Non farmakologi yaitu dengan edukasi kepada apsien untuk
menghindari kemungkinan factor pencetusnya, dan rutin menggunakan pelembab terutama
untuk mengatasi kulit kering pasien. Prognosis dermatitis atopic pada pasien ini dubia ad
bonam. Pada usia >30 tahun keluhan biasanya cenderung menetap yaitu bersifat kronis
residif.

Daftar Pustaka

1. Eyerich, K., Eyerich, S., and Biedermann, T. The Multi-Modal Immune Pathogenesis of

Atopic Eczema. Elsevier. 2015


2. Simpson, E.L., Leung, D.Y.M., Eichenfield, L.F., and Boguniewicz, M. Fitzpatrick’s

Dermatology, Chapter 22 : Atopic Dermatitis. 9th edition. McGraw Hill. Volume I. 2019.

Pp. 363-381

22
3. Sularsito, S.A., and Djuanda, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Chapter 16 :

Dermatitis. Edisi VI. 2011 : pp. 129-153


4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan Praktik Klinis

Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. 2017. PERDOSKI.


5. Pandaleke, T.A., and Pandaleke, H.E.J. Etiopatogenesisi Dermatitis Atopik. Jurnal

Biomedik, 6(2), 2014 : Pp.76-84


6. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2005. Edisi Kedua. Jakarta. EGC.
7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer. 2014. Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia.
8. Tanei, R, and Hasegawa, Y. Atopic Dermatitis in Older Adults : A viewpoint from

geriatric dermatology. Geriatri Gerontology International Journal 16 (1); 2016, pp 75-86

23

Anda mungkin juga menyukai