DERMATITIS SEBOROIK
Oleh :
19360086
Pembimbing :
BANDAR LAMPUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
DERMATITIS SEBOROIK
Penyaji Pembimbing
Bayi H usia 6 Bulan diantar ibunya dengan keluhan timbul bercak disertai sisik pada
kepala, dada dan punggung sejak lebih kurang 10 hari yang lalu. Os tidak mengeluh demam,
os pernah diobati dengan Visancort krim namun tidak membaik. Os memiliki riwayah HIV
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis tampak sakit sedang, kesadaran
tampak plak berwarna sama dengan kulit, skin colour hingga eritem sirkomkripta multiple
konkluen berukuran multiple, tampak juga adanya skuama kering kasar selapis hingga
berlapis disertai plak hingga papul kecoklatan berminyak multiple, dislek hingga konkluen
berukuran lentikuler sampai dengan tubuler. Pada regio torako abdominal posterior tampak
plak eritem sirkomkripta multiple konkluen berukuran plakat ditemukan adanya papul
eritem dengan dasar eritematus sirkumkripta. Tampak skuama kering selapis berwarna putih
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Bayi H
Umur : 6 Bulan
Pekerjaan :-
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Aloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada hari kamis, 29 Oktober 2020 pukul
14.00 WIB.
Keluhan utama : Timbul bercak disertai sisik pada kepala, dada dan
Keluhan tambahan :-
Riwayat penyakit : Sejak 10 hari yang lalu, Bayi H usia 6 Bulan diantar
orang tuanya.
Pengobatan yang pernah didapat : Visancort Cream namun tidak ada perubahan
Penyakit lain yang pernah diderita : Os Menderita HIV ( didapat dari orangtuanya )
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
b. Nadi : 84 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36,3 C
Berat badan : 7 Kg
Tinggi badan : 70 cm
KULIT
Warna : Warna kulit sawo matang.
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit kepala,
(-/-)
Sklera : Normal, warna putih
Pupil : Isokor
TELINGA
Aurikula : Nyeri tekan tragus (-) Serumen (-)
Meatus akustikus : Serumen (-), edem (-), eritem (-)
eksternus
Membran tympani : Hiperemis (-), perforasi (-)
HIDUNG
: Polip (-), pernafasan cuping hidung (-/-)
Mukosa : Hiperemis (-), perdarahan (-)
Septum nasal Deviasi (-)
MULUT
Stomatitis :(-)
Labium oris : Sianosis (-), kering (+) pecah pecah (+)
Lingua : Lidah kotor (-)
Gingiva : Gingivitis (-)
TENGGOROKAN
Faringitis : (-)
Tonsilitis : (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Dentis : Karies dentis (-)
LEHER
Bentuk : Tidak ada kelainan,
KGB : Tidak teraba membesar
THORAX
Inspeksi : Warna sawo matang pada permukaan dada,
= Sinistra)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Aukultasi :Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Permukaan cembung, warna sama dengan kulit
sekitar
Auskultasi : Bising usus meningkat
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Turgor kulit dalam batas normal, masa (-), Nyeri
teraba
GENITALIA : Tidak dilakukan pemeriksaan
PERIANAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
Superior : Simetris, kekuatan otot 5/5, gerakan bebas,
Efloresensi : tampak plak berwarna sama dengan kulit, skin colour hingga eritem
skuama kering kasar selapis hingga berlapis disertai plak hingga papul
V. LABORATORIUM
Tidak Dilakukan
VI. RESUME
Bayi H usia 6 Bulan diantar ibunya dengan keluhan timbul bercak disertai sisik
pada kepala, dada dan punggung sejak lebih kurang 10 hari yang lalu. Os pernah
diobati dengan Visancort krim namun tidak membaik. Os memiliki riwayah HIV
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis tampak sakit sedang, kesadaran
aurikula tampak plak berwarna sama dengan kulit, skin colour hingga eritem
multiple, dislek hingga konkluen berukuran lentikuler sampai dengan tubuler. Pada
regio torako abdominal posterior tampak plak eritem sirkomkripta multiple konkluen
ukuran plakat
A. Dermatitis Atopik
B. Psoriasis
C. Skabies
Dermatitis Seboroik
IX. PENATALAKSANAAN
B. Khusus (Medikamentosa)
Oral
Topikal
Anti jamur golongan azol misalnya mikonazole krim dioleskan 2 kali sehari
sore hari
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
XI. PROGNOSIS
XII. FOLLOW UP
DEFINISI
(2017), Dermatitis seboroik (DS) adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang
umum dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang
memiliki banyak kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas
dan fleksura (inguinal, inframammae, dan aksila). Dan ditandai dengan pruritik kronik
dengan eritema, sisik dan krusta berwarna kuning di beberapa tempat seperti kulit kepala
EPIDEMIOLOGI
kelompok etnik (Sampaio, A.L.S.B., dkk, 2011). Pada populasi umum, diperkirakan angka
Kalimantan Selatan (113‰), diikuti Sulawesi Tengah (105,8‰), DKI Jakarta (99,9‰),
(RISKESDAS, 2007). Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo, divisi Dermatologi Geriatri Poliklinik Kulit dan Kelamin pada tahun
2008-2013 tercatat insidensi dermatitis seboroik sebesar 20,12% dari seluruh kasus
Menurut usia dermatitis seboroik terbagi menjadi dua grup yaitu pada usia bayi
dengan bentuk yang dapat sembuh dengan sendirinya, dan pada usia dewasa dalam
bentuk yang kronis (Collins dan Hivnor, 2017). DS mempunyai 2 masa puncak yaitu
pada 2-10 minggu pertama kehidupan (bayi) dan pada dekade keempat sampai ketujuh
seboroik dengan hormon seks seperti androgen (Sampaio, A.L.S.B., dkk, 2011).
FAKTOR PENCETUS
Produksi sebum terbesar pada kulit kepala, wajah, dada, dan punggung.
Produksinya dikontrol oleh hormon androgen. Pada bayi, kelenjar sebasea teraktivasi
oleh hormon androgen dari ibu. Komponen sebum terdiri dari kompleks trigliserid,
asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester dan squalene. Saat
disekresi, kandungan sebum yang terdiri dari trigliserid dan ester, akan dipecah
menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas, oleh mikroba komensal di
kulit dengan bantuan enzim lipase. Pada penderita DS, trigliserid dan kolesterol
meningkat, namun squalene dan asam lemak bebas kadarnya menurun dibandingkan
orang normal. Asam lemak bebas terbentuk dari trigliserid melalui aktivitas lipase
yang yang diproduksi oleh P. acnes, dan bakteri ini jumlahnya sedikit pada DS. Hal
komposisi lipid pada permukaan kulit. Pada penderita HIV yang tidak menderita DS
Namun aktivitas lipase dapat terhambat baik oleh virus HIV atau secara tidak
langsung dihambat oleh faktor yang berhubungan dengan infeksi HIV (Gayatri dan
Barakbah, 2011).
lemak yang sangat spesifik, yaitu saturated fatty acid untuk pertumbuhannya,
unsaturated fatty acid yang paling banyak dijumpai adalah asam oleat, dan metabolit
inilah yang diduga berperan pada pembentukan skuama pada DS (Gayatri dan
Barakbah, 2011).
abnormalitas dari respon host. Hal tersebut juga dibuktikan dengan peningkatan
jelas mengapa faktor imun dapat berpengaruh. Parry dan Sharpe menemukan bahwa
DS disebabkan oleh respon inflamasi terhadap toksin atau mediator yang dihasilkan
iritasi terhadap jamur Malassezia. Dengan adanya muatan jamur yang tidak jauh
berbeda antara individu normal dengan penderita DS, maka diduga penderita DS
4. Mekanisme imunologis
mengakibatkan DS. Kadar Interferon-α dan Tumor Necrosis Factor meningkat pada
akan menimbulkan peradangan, tidak hanya disebabkan oleh produk metabolit jamur
tersebut pada epidermis atau adanya sel-sel jamur pada permukaan kulit. Tetapi
limfosit T oleh Malassezia atau produknya. Saat Malassezia furfur berikatan dengan
serum, maka ikatan tersebut akan mengaktifkan komplemen melalui direct and
ETIOPATOGENESIS
Dermatitis seboroik tidak terjadi hanya diakibatkan dari satu etiologi saja yang
berhubungan satu sama lain sehingga muncul dermatitis seboroik. Terdapat beberapa
urutan patofisiologi terjadinya dermatitis seboroik berdasarkan etiologi yang ada seperti
ditunjukkan pada gambar 2.1 dan dijelaskan di bawah yaitu : (Schwartz dkk., 2013)
Gambar 2.1. Patofisiologi dermatitis seboroik. Jamur Malassezia menginfiltrasi stratum korneum,
memicu inflamasi, proliferasi/diferensiasi, dan kerusakan barier epidermis (Schwartz
dkk., 2013).
Malassezia sp. adalah yeast komensal pada daerah kaya sebum. Malassezia sp.
dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis. Malassezia sp. akan memecah
komponen sebum, (trigliserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan
asam lemak yang tidak tersaturasi spesifik) hal tersebut akan menimbulkan gejala
Tahap ini akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa terbakar,
teranggunya kualitas dari rambut. Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari
mediator inflamasi karena infiltrasi dari Malassezia sp. Pada stratum korneum, sitokin
necrosis factor –α (TNF- α), dan Interferon γ dan juga pengeluaran histamin.
proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada
kulit kepala. Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang
menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang
kepala atau dengan bentuk bergelung seperti debu disebut dermatitis seboroik
yang dapat menimbulkan rasa kering pada kulit kepala. Peryataan ini amat bertolak
belakang, karena pada keadaan dermatitis seboroik biasanya kulit kepala terasa
lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dermatitis seboroik dapat terjadi pada
kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga terjadi
perubahan dari struktur lamelar yang dibentuk seramides menjadi struktur lemak yang
KLINIS
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada usia bayi dan dewasa (Astindari dkk.,
2014). DS sering terjadi pada bagian tubuh, seperti: wajah (87,7%), kulit kepala (70,3%),
dada (26,8%), tungkai bawah (2,3%), anggota tubuh bagian atas (1,3%) dan tempat lain
penderita (Sampaio, A.L.S.B., dkk, 2011). Dermatitis seboroik pada bayi, lazim disebut
dengan dermatitis seboroik infantil. Kelainan ini terjadi pada bulan pertama, biasanya
pada minggu ketiga dan keempat, tersering pada 3 bulan pertama dan akan menghilang
dengan sendirinya tanpa terapi pada usia 8-12 bulan. Tempat predileksi dermatitis
seboroik infantil terutama mengenai kulit kepala, alis, bulu mata, lipatan nasolabial, bibir,
telinga, dada, leher, lipatan paha, dan lipat bokong, dengan atau tanpa disertai rasa gatal
Lesi kulit pada fase awal akan berupa plak eritema berbatas tegas, disertai skuama
berminyak sehingga memberikan gambaran “oily looking skin” , kadang disertai krusta
pada puncak kepala. Kelainan ini berupa krusta meliputi seluruh kulit kepala, menebal,
basah dan melekat disebut “cradle cup”, “crusta luteal” atau “milk crust”. Lesi yang
proksimal biasanya lebih kecil, lonjong atau bundar dengan skuama lebih putih/kering.
Kelainam kulit pada lipatan leher, umbilikus, aksila, dan popok berupa eritema berbatas
tegas ditutupi skuama kuning berminyak. Bila terjadi infeksi oportunistik oleh candida,
lesi ini menjadi maserasi, dikelilingi lesi satelit, terdapat rasa gatal ringan, tidak terdapat
umum tetap baik dan perkembangan bayi tetap normal. Bila eritema dan skuama
akut jarang dijumpai, diduga sebagai defisiensi imun berkaitan dengan penyakit disfungsi
komplemen C5, terjadi gangguan fungsi opsonisasineutrofil terhadap sel ragi. Penderita
tampak sakit berat, ditandai dengan dermatitis seboroik infantil generalisata, anemia,
Pada orang dewasa, DS bersifat kronis dan bisa kambuh, biasanya terjadi eritema
ringan sampai sedang hingga menjadi papul, eksudatif dan / atau lesi skuamosa dengan
periode eksaserbasi yang berkaitan dengan stres dan kekurangan tidur. Lesi terdiri dari
makula atau plak tipis dengan batas yang jelas berwarna merah muda, kuning atau
eritematosa, biasanya halus, putih kering, bahkan dapat lembap atau berminyak dan
adanya sisik berwarna kekuning-kuningan. Gejala ini terbatas untuk dapat terjadi di area
tubuh yang kecil. Namun, telah dilaporkan gejala ini dapat menjadi generalisata dan
bahkan eritroderma. Faktor penyulit utama dalam lesi adalah infeksi bakteri sekunder,
yang meningkatkan eritema dan eksudat, ketidaknyamanan pada area tersebut, dan
limfadenomegali pada daerah yang terkena dampak. Lesi berkembang pada bagian tubuh
yang memproduksi sebum secara tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga luar, daerah
retroauricular dan presternal, kelopak mata dan lipatan tubuh (Sampaio, A.L.S.B., dkk,
2011).
Lesi pada kulit kepala mulai dari deskuamasi ringan (pityriasis simplex capillitii)
hingga honey-colored crusts yang benar-benar menempel di kulit kepala dan rambut,
yang mungkin atau tidak mungkin menjadi alopecia areata (pseudo tinea amiantacea).
Jika lesi pada wajah, mulai dari glabella, daerah malar, lipatan nasolabial, dan alis.
Keterlibatan kelopak mata mengarah ke blepharitis. Pada pria, area jenggot mungkin juga
berpengaruh terhadap lesi DS. Di bagian tubuh yang membentuk lipatan (aksila,
umbilikus, inguinal, inframammary dan daerah anogenital), lesi bisa menjadi lembab,
tampak maserasi dengan eritema di dasar dan sekitar lesi. Di area presternal, lesi
perbatasan lesi atau dalam bentuk kelopak bunga (sisik di atas luka) (Sampaio, A.L.S.B.,
dkk, 2011).
KLASIFIKASI
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik ini di bagi menjadi tiga (Harahap,
M., 2015) :
1. Seboroik kepala
skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri, disebut pitiriasis
sika (ketombe). Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok,
sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga
(retro aurikularis), Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut korona
seboroik. Dermatitis seboroik yang dijumpai pada kepala bayi disebut topi buaian
Menurut Hajar (2015), lesi dermatitis seboroik pada kulit kepala dapat
a. Pityriasis sicca
Tipe lesi dermatitis seboroika yang kering, biasanya berawal dari bercak
yang kecil yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi
kering, sering disertai rasa gatal, dan kadang-kadang disertai inflamasi ringan
asimptomatis pada kulit kepala disebut dengan Pityriasis sicca (Hajar, S., 2015).
b. Pityriasis steatoides
Tipe lesi dermatitis seboroik yang basah, ditandai oleh skuama yang
berminyak berwarna kuning disertai eritema ringan sampai berat dan akumulasi
krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan erupsi
psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk, dengan rasa gatal
pada kulit kepala dan lubang telinga. Keadaan ini dikenal sebagai lesi rekuren
kronis, dan disebut juga sebagai dermatitis seboroik klasik pachy dermatitis
2. Seboroik muka
bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering
mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis
1. Anamnesis
a. Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan. Sering disebut cradle
cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak dan
b. Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah kemerahan
dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post aurikula, dahi dan
dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus, interskapula, perineum dan
anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya gatal. Pasien juga dapat
c. Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi kronis pada
dewasa.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak dan
tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan dapat
pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata. Lesi lebih jarang
DIAGNOSIS BANDING
2. Pada anak dan dewasa : psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, impetigo,
tinea
PENATALAKSANAAN
sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala timbul. Tatalaksana yang dilakukan antara
lain :
1. Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya : selenium sulfida, zinc
pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang megandung ter dan solusio terbinafine
1%.
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurang jumlah sebum pada kulit dapat
dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur
dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah
3. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau fulfur.
6. Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat digunakan terapi
sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian itrakonazole 100mg/hari per oral selama 21
hari.
7. Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis seboroik yang
luas dapat diberikan prednisolon 30mg/hari untuk respons cepat (Jacoeb, T.N.A.,
2015).
PROGNOSIS
diantaranya termasuk peningkatan gaya hidup, asupan nutrisi dan paparan sinar matahari
Dermatitis seboroik pada bayi bersifat swasirna. Sementara pada dewasa bersifat
kronis dan dapat kambuh (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia,
2017).
1. Jawaban pertanyaan Bima Apakah diperlukan obat anti fugal sistemik ? ( Hesti Riksawati
)
Tidak perlu, Penanganan Dermatitis Seboroik kulit kepala pada bayi lebih
sederhana, seperti keramas rutin dengan sampo bayi dan menyikat dengan lembut untuk
melepaskan sisik. Penggunaan petrolatum putih setiap hari dapat membantu melunakkan
skuama. Jika hal tersebut masih kurang membantu, maka dapat digunakan sampo
ketokonazol 2% sampai terjadi perbaikan gejala. Manfaat klinis krim anti inflamasi non
steroid yang memiliki sifat anti jamur terbukti dapat mengurangi sisik secara signifikan
dibandingkan plasebo.
DAFTAR PUSTAKA
Astindari, A., Sawitri, S. and Sandhika, W., 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis
Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 26(1), pp.1-7.
Collins, C.D. dan Hivnor, C., 2017. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine (Edisi 8).
United States: The McGrawHill Companies.
Gayatri, L., & Barakbah, J. 2011. Dermatitis seboroik pada HIV/AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin, 23(3), 229-33.
Hajar, S., 2015. Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik Pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 15(3), pp.175-178.
Harahap, M., 2015. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
Jacoeb, T.N.A., 2017. Dermatitis seboroik. In: Menaldi SLS, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin (7th ed). Badan Penerbit FKUI, pp.232-233.
James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M., Neuhaus, I.M., 2016. Andrews’ Diseases of the Skin
Clinical Dermatology (Edisi 12). Philadelphia: wB Saunders.
Legiawati, L., Yusharyahya, S.N., Sularsito, S.A. and Setyorini, N.D., 2017. Insidens Penyakit
Kulit di Divisi Dermatologi Geriatri Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo Tahun 2008-2013. PERDOSKI, pp.20-26.
Picardo, M., Cameli, N., (2014). Evidence-based dermatology. London: BMJ Publishing Group.
Sampaio, A.L.S.B., Mameri, Â.C.A., de Sousa Vargas, T.J., Ramos-e-Silva, M., Nunes, A.P. and
da Silva Carneiro, S.C., 2011. Continued Medical Education. An Bras Dermatol, 86(6),
pp.1061-74.
Schwartz, J.R., DeAngelis, Y.M. and Dawson Jr, T.L., 2012. Dandruff and seborrheic dermatitis:
A head scratcher. Practical Modern Hair Science, 1, pp.389-413.
Widaty, S., Soebono, H., Nilasari, H., Listiawan, M. Y., Siswati, A. S., & Triwahyudi Danang,
D. 2017. Panduan praktek klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia.
Jakarta: Perdoski.