Anda di halaman 1dari 79

REFERAT

SMF Saraf RSUD dr.Soebandi Jember


GANGGUAN TIDUR

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Lab/SMF


SMF Saraf RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:
1

Stefen Andrean

112011101071

Alfa Rika Rizkyana

102011101039

Dokter Pembimbing:
dr. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF SARAF RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum
begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan.
Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena
tidak tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam
jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan
fatal atau apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya
kecelakaan akibat gangguan tidur. Di amerika serikat, biaya kecelakaan
yang berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta
dolar. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan
adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius. 1
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang
signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur misalnya
mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood
depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya dan
penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker
lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau
kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama
tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun
semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah
kesehatan.

Di

dalam

praktek

sehari-hari,

kecendrungan

untuk

mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab


yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang
baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas
bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan
dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

POLA TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
memiliki

fungsi

perbaikan

dan

homeostatik

(mengembalikan

keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam


pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat
dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan normal,
hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal
terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan
lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu
yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung
berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll.,
kemampuan merespon tadi berkurang sehingga menyebabkan seseorang
mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang disebut GABA
(Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi
sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga
mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak
terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat,
memvisualkan, serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan
sesuatu.
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur
dengan tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit
sudah tertidur, bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit
langsung tertidur.

Salah satu kriteria yang digunakan adalah Siklus

Kleitman, yang terdiri dari aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus
tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari
Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM).

Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan


pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur. Secara obyektif,
EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama
tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang
EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur
yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang
berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah.
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap
pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang
disebut SWS (Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang.
Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang
dilalui dari fase pertama sampai fase empat dari NREM. Sedangkan fase
ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan
makin berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak
sehingga jumlah SWS makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa
mereka mengalami masa tidur yang tidak terlalu nyenyak.
2.2

Tidur fisiologis
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau
berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk
menyelesaikan

persoalan

yang

dihadapi.

Semua

makhluk

hidup

mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam


siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai
irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral
anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan
kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo
oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4
stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase
NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam.
Bayi baru lahir total tidur 16-20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari,
kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira
7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata
menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12
siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan
meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa
campuran.
- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM.
Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki
sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas
gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo
rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah,
frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot
menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi
oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks
K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 1214 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase
tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit,
aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan

tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur


dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus
per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot
meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4
sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG
berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau
tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total.
Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam.
Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai
100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam
pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan
panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya
gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila
dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya,
denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam.
Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir
kira-kira 90 menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal
sebagai periode REM laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal
siklus adalah sebagai berikut : NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian
terjadi periode REM. Jumlah siklus REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap
malamnya, tergantung pada lamanya tidur.
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap
pertama, yang terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan
penurunan level muscle tone.

Periode REM akan disertai dengan

frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung yang berfluktuasi. Periode ini


dikenal sebagai desynchronized sleep.

Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang


dewasa.

Periode REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada

awalnya, yang lama-kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa


berlangsung 70-100 menit selama masa remaja.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti
periode neonatal bahwa tidur rem mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui
stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi
total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan
sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului
oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi
fase tidur sebagai berikut:
a. NREM 75% yaitu :

stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13%


b. REM 25 %.

Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.


Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa
neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur
sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 %
adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa
muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM
25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi
oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang
saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini
meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun,
orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat

dipengaruhi

oleh

aktifitas

neurotransmiter

seperti

sistem

serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.


Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam
amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah
serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk

tidur.

Bila

serotonin

dari

trypthopan

terhambat

pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur / jaga. Menurut


beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak
pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak
di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada
lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan

yang

mempengaruhi

peningkatan

aktifitas

neuron

noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM


dan peningkatan keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin
intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan
dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka
tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
8

Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa
hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masingmasing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui
hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang
memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi
secara adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan
jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yang dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode
24 jam, orang dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor
eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap, rutinitas harian, periode
makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang
membentuk siklus 24 jam.

2.3

Insidensi
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama
masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini
juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan
dan sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut
menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan
oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol.
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebabpenyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: penyakit asma (61-74%),
gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),

psychophysiological

(15%),

sindroma

kaki

gelisah

(5-15%),

ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi


(65%), demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%),
gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus
(<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%).
2.4

GANGGUAN POLA TIDUR


Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur masih terus
berkembang seiring dengan penelitian yang ada. Berikut ini merupakan
klasifikasi menurut International Classification of Sleep Disorders.

International Classification of Sleep Disorders (ICSD)


Dyssomnias

Intrinsic
sleep
disorder
s

Parasomnias

Sleep Disorders Associated with


Medical / Psychiatric Disorders

Extrinsic Circadian Arousal


Parasomnias Other
sleep
Rhythm
Disorders usually
parasomnias
disorders Sleep
associated
Disorders
with REM
sleep

10

Associated
with
Mental
Disorders

Associated
with
Neurological
Disorders

Associate
with othe
medical
disorders

Dyssomnias
Intrinsic sleep disorders

Psychophysiological
insomnia
Sleep State
Misperception
Idiopathic Insomnia
Narcolepsy
Recurrent Hypersomnia
Idiopathic Hypersomnia
Posttraumatic
Hypersomnia
Obstructive sleep apnoea
syndrome
Central sleep apnoea
syndrome
Central alveolar
hypoventilation
syndrome

Extrinsic sleep disorders

Inadequate sleep hygiene


Environmental sleep
disorder
Altitude insomnia
Adjustment sleep
disorder
Insufficient sleep
syndrome
Limit-setting sleep
disorder
Sleep-onset association
disorder
Food allergy insomnia
Nocturnal eating
(drinking) syndrome
Hypnotic-dependent
sleep disorder

Periodic limb movement


disorder

Stimulant-dependent
sleep disorder

Restless legs syndrome

Alcohol-dependent sleep
disorder
Toxin-induced sleep
disorder

Parasomnias

11

Circadian Rhythm Sleep


Disorders
Time zone (jet lag)
syndrome
Shift work sleep disorder
Irregular sleep-wake
pattern
Delayed sleep phase
syndrome
Advanced sleep phase
syndrome
Non 24-hour sleep-wake
disorder

Arousal Disorders

Parasomnias usually
associated with REM sleep

Other parasomnias

Confusional arousals

Nightmares

Sleep bruxism

Sleepwalking

Sleep paralysis

Sleep enuresis

Sleep terrors

Impaired sleep-related
penile erections

Sleep-related abnormal
swallowing syndrome

Sleep-related painful
erections

Nocturnal paroxysmal
dystonia

REM sleep-related sinus


arrest

Sudden unexplained
nocturnal death syndrome

REM sleep behaviour


disorder

Primary snoring
Infant sleep apnoea
Congenital central
hypoventilation syndrome
Sudden infant death
syndrome
Benign neonatal sleep
myoclonus

Sleep Disorders Associated with Medical/Psychiatric Disorders

12

Associated with Mental


Disorders

Associated with
Neurological Disorders

Psychoses
Mood Disorders
Anxiety Disorders
Panic Disorder
Alcoholism

Cerebral degenerative
disorders
Dementia
Parkinsonism
Fatal Familial Insomnia
Sleep-related epilepsy
Electrical status
epilepticus of sleep
Sleep-related headaches

Associated with other


medical disorders
Sleeping Sickness
Nocturnal cardiac
ischaemia
Chronic obstructive
pulmonary disease
Sleep-related asthma
Sleep-related
gastroesophageal reflux
Peptic ulcer disease
Fibrositis syndrome

Proposed sleep disorders

Short sleeper
Long sleeper
Subwakefulness syndrome
Fragmentary myoclonus
Sleep hyperhidrosis
Menstrual-associated sleep disorder
Pregnancy-associated sleep disorder
Terrifying Hypnogogic Hallucinations
Sleep-related neurogenic tachypnea
Sleep-related larnyngospasm
Sleep choking syndrome

Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.


I. GANGGUAN TIDUR PRIMER
13

I.1 Dissomnia
I.1.a Insomnia primer
I.1.b Hipersomnia primer
I.1.c Narkolepsi
I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan
I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)
I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan
I.2 Parasomnia
II.2.a Gangguan mimpi buruk
II.2.b Gangguan teror tidur
II.2.c Gangguan tidur berjalan
II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan
II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN
MENTAL LAIN
II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
III. GANGGUAN TIDUR LAIN
III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum
III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur
III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan
dengan tidur
III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur
14

III.1.d Asma berhubungan dengan tidur


III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur
III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal
Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat
III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
III.2.b Obat antimetabolit
III.2.c Obat kemoterapi kanker
III.2.d Preparat tiroid
III.2.e Anti konvulsan
III.2.f Anti depresan
III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (AC TH); kontrasepsi oral;
alfa metil dopa; obat penghambat beta.

2.4.1
a.

Gejala Utama
Insomnia
Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur,

yang merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat
bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat insomnia paling
sering disebabkan ansietas, baik sebagai gejala sisa suatu pengalaman yang
mencemaskan atau antisipasi pengalaman yang mencetuskan ansietas.
Pada beberapa orang, insomnia sementara jenis ini dapat disebabkan
berkabung, kehilangan, atau nyaris semua perubahan kehidupan maupun
stres. Keadaan ini cenderung tidak berat, meskipun episode psikotik atau

15

depresi berat kadang-kadang dimulai dengan insomnia akut. Terapi


spesifik untuk keadaan ini biasanya tidak diperlukan. Jika diindikasikan
terapi dengan obat hipnotik, dokter dan pasien harus sama-sama
memahami bahwa terapi ini berdurasi singkat dan beberapa gejala seperti
kekambuhan singkat insomnia dapat terjadi jika obat dihentikan.
Insomnia menetap adalah kelompok keadaan yang cukup lazim
ditemukan dengan masalah yang paling sering adalah kesulitan untuk jatuh
tertidur bukannya untuk tetap mempertahankan tidur. Insomnia ini
melibatkan dua masalah yang kadang-kadang dapat dipisahkan, tetapi
sering saling berkaitan, yaitu: tegangan somatisasi serta ansietas dan
respons asosiatif yang dipelajari. Pasien sering tidak memiliki keluhan
yang jelas selain insomnia. Mereka mungkin tidak mengalami ansietas itu
sendiri tetapi melepaskan ansietasnya melalui saluran fisiologis; mereka
terutama dapat mengeluhkan perasaan gelisah atau pikiran yang mendalam
dan tampaknya membuat mereka tetap terjaga. Kadang-kadang (tetapi
tidak selalu), seorang pasien menjelaskan perburukan gejala terjadi saat
stres di tempat kerja atau di rumah dan perbaikan terjadi saat sedang
berlibur.
b.
Hipersomnia
Hipersomnia

tampak

sebagai

tidur

yang

berlebihan,

rasa

mengantuk di siang hari yang berlebihan, atau kadang-kadang keduanya.


Istilah somnolen harus diberikan kepada pasien yang mengeluhkan
keadaan mengantuk dan memiliki kecenderungan yang tampak jelas untuk
jatuh tertidur tiba-tiba pada keadaan terjaga, yang mengalami serangan
tidur, dan yang tidak dapat tetap terjaga; istilah ini sebaiknya tidak
digunakan untuk orang yang secara fisik lelah atau letih. Meskipun
demikian, perbedaannya tidak selalu jelas. Keluhan hipersomnia jauh lebih
jarang

dibandingkan

dengan

keluhan

insomnia,

namun

keluhan

hipersomnia akan sebenarnya tidak jarang jika klinisi menyadari keluhan


tersebut. Narkolepsi hanyalah satu keadaan yang dikenal menimbulkan
hipersomnia. Diperkirakan lebih dari 100.000 penderita narkolesi tinggal
di Amerika Serikat. Jika keadaan terkait zat dimasukkan, hipersomnia
menjadi gejala yang lazim ditemukan. Menurut survey terkini, keadaan
16

yang paling lazim menyebabkan hipersomnia yang cukup berat untuk


dapat dievaluasi oleh perekaman sepanjang malam pada sentra gangguan
tidur adalah apnea tidur dan narkolepsi.
Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola
tidur-bangun normal; gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang
berlebihan untuk tetap terjaga serta kecenderungan untuk tetap berada di
tempat tidur dalam periode waktu yang sangat lama atau sering kembali ke
tempat tidur untuk tidur di siang hari. Pola ini dialami tiba-tiba.sebagai
respons terhadap perubahan kehidupan, konflik atau kehilangan saat ini
yang dapat diketahui. Gangguan ini jarang ditandai dengan serangan tidur
yang pasti atau tidur yang tidak dapat dihindari, tetapi lebih ditandai oleh
kelelahan atau jatuh tertidur lebih awal daripada biasanya dan kesulitan
bangun di pagi hari.
c.

Parasomnia
Parasomnia merupakan fenomena yang tidak diinginkan atau yang

tidak biasa yang terjadi tiba-tiba saat tidur atau terjadi pada ambang antara
bangun dan tidur. Parasomnia biasanya terjadi pada tahap 3 dan 4 sehingga
dikaitkan dengan ingatan buruk mengenai gangguan ini.
d.
Gangguan Jadwal Tidur-Bangun
Gangguan jadwal tidur-bangun melibatkan pergeseran tidur dari
periode sirkadian yang diinginkan. Pasien lazimnya tidak dapat tidur
ketika mereka ingin tidur, meskipun mereka bisa tidur pada waktu lain.
Demikian juga, mereka tidak dapat benar-benar bangun ketika mereka
ingin benar-benar bangun, tetapi mereka dapat bangun di waktu lain.
Gangguan ini tidak persis menimbulkan insomnia atau somnolen,
meskipun

keluhan

awalnya

sering

insomnia

atau

somnolen,

ketidakmampuan tidur dan bangun dapat dicetuskan hanya jika kita


menanyakan dengan teliti. Gangguan jadwal tidur-bangun dapat dianggap
sebagai ketidaksejajaran antara perilaku tidur dan bangun. Kuisioner soal
riwayat tidur membantu dalam mendiagnosis gangguan tidur pasien.
2.4.2

Gangguan tidur primer


2.4.2.1 Disomnia
17

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


kesukaran menjadi jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami
gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun
terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran penting dari
dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu
tidur. Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi
gangguan tidur pada awal dan pemeliharaannya; hipersomnia,
yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau sleep
attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan; dan
gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian
antara

pola

tidur

seseorang

dengan

pola

tidur

normal

lingkungannya.

a.

INSOMNIA PRIMER
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada
seseorang untuk dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada
saat ingin tidur, keadaan tidur yang tenang/sedang tidur ataupun
bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini dikenal sebagai
insomnia

jenis

awal/initial,

jenis

intermediate

dan

jenis

terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan


segar.
Insomnia primer, didiagnosis jika tidur yang tidak bersifat
menyegarkan, atau kesulitan untuk memulai atau mempertahankan
tidur, dan keluhan ini berlangsung sedikitnya selama 1 bulan.
Primer menggambarkan bahwa insomnia ini bebas dari keluhan
fisik dan psikologis. Pasien dengan insomnia primer memiliki
preokupasi mengenai tidur yang cukup.1
Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia
40 tahun tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65
tahun. Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan mental lainnya,

18

penyakit organik atau akibat penggunaan obat tertentu (insomnia


sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :

Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit


atau sama sekali tidak berhubungan dengan berbagai stres
maupun kejadian.

Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan


oleh nyeri, kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan

dalam memulai atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau


tidur tidak nyenyak selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh
gangguan mental, keadaan medikal umum, dan penggunaan zat.
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih
sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan;
meskipun hanya sedikit jumlah orang-orang dengan insomnia yang
berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih sering terjadi pada
orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan status
ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis.
Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya
tidur normal. Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan
adanya stres piskologis akut, seperti saat kehilangan. Keadaan ini
cenderung untuk sembuh sendiri.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir
setiap malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab
kronik insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab
lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep
apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism.
Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor
perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi
lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan
kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronik.
a. Penyebab
19

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan


suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obatobatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda
maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan
dengan

gangguan

emosional,

seperti

kecemasan,

kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang


sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering
ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara
normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit
untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam
keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun
pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda
dari depresi.
Orang

yang

pola

tidurnya

terganggu

dapat

mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan


pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Selain
itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan
insomnia pada beberapa orang :

Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci


muka)

Kekhawatiran tidak dapat tidur

Menkonsumsi kafein secara berlebihan

Minum alkohol sebelum tidur

Merokok sebelum tidur

Tidur siang/sore yang berlebihan

Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur

b. Gejala

20

Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering


terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Insomnia bisa dialami dengan berbagai cara :

Sulit untuk tidur

Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami


kesulitan untuk tetap tidur (sering bangun)

Bangun terlalu awal

Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala


insomnia. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah
mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat,
gampang tersinggung.
c. Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian
terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan,
alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat
medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi
stres psikologi (contohnya :

perceraian, kehilangan

pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan


yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai
eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan
dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin
disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat
pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat
bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia
juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang
sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonusnocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa
riwayat medis dan psikiatrinya.

Riwayat medis harus

dinilai secara seksama, mengenai riwayat penggunaan obat


dan pengobatan.
21

Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor


pasien dengan insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :
- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang
sama setiap hari, walaupun pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat
untuk membaca, nonton TV atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama
belum mengantuk
- Menghindari tidur siang.
- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu
(tetapi bukan pada sore hari, kalau hal ini akan
mengganggu tidur).
- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol,
minuman yang mengandung kafein, rokok dan obatobat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan
menyulitkan pasien. Meskipun demikian, cukup banyak
pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya
dengan cara melakukan pengukuran ini.
d. Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur)
tidak dapat mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan
perbaikan secara bertahap.

Obat-obat tersebut seharusnya kita

gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka


pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai
dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini.
Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan
kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur
meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg
malam hari; quazepam, 7,5 15 mg malam hari; temazepam,
15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 0,25 mg malam
22

hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg


malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini
menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan
cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian.
Obat-obat

lain

yang

sering

digunakan

meliputi

chloralhydrate (500-2000 mg), hipnotik-sedatif golongan non


barbiturat akan

meningkat

potensinya

bila dikonsumsi

bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg)


dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti
trazodone (50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah
sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita insomnia primer.

Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR


A.

Keluhan

yang

menonjol

adalah

kesulitan

untuk

memulai

atau

mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama


sekurangnya satu bulan.
B.

Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan


penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C.

Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,


gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian,
atau parasomnia.

D.

Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental


lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum,
delirium).

E.

Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
b.

HIPERSOMNIA PRIMER
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan

wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama.


23

Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang


berlebihan atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun.
Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit
organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan
kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki
gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu
tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak
1-2 kali per hari, dimana setiap waktu tidurnya melebihi
1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang
hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh
penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.
Hipersomnia primer, didiagnosis jika tidak ada penyebab lain yang
ditemukan untuk somnolen berlebihan yang terjadi sedikitnya 1 bulan.
Pasien tidak mengeluhkan kualitas tidur, rasa mengantuk di siang hari,
kesulitan dengan mood saat bangun, motivasi dan kinerja.2 gangguan ini
dikatakan berulang jika pasien memiliki rasa kantuk berlebihan yang
berlangsung selama 3 hari dan terjadi beberapa kali dalam saru tahun,
paling sedikit selama 2 tahun.1
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta,
peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien
dengan hipersomnia primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara
pengu-kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk
beberapa pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran;
dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa
paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan
kerja lama, dapat juga digunakan.

Modafinil, yang digunakan untuk

mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia


primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan.
Sumber lain menyebutkan pemberian terapi adalah dengan obat stimulant

berupa amfetamin yang diberikan pada pagi dan sore hari. Obat

24

antidepresan non-sedasi berupa bupopiron dan stimulant baru seperti


modafinil.

Karena

obat-obatan

stimulan

dapat

menimbulkan

ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.

Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR


A.

Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari


selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren)
seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau
episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari.

B.

Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang


bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C.

Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh


Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan
tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan
pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan
tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat.

D.

Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan


lain.

E.

Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat


(misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi
medis umum.

c.

NARKOLEPSI
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling

sering terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh


gangguan psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan
pengobatan dokter ahli jiwa.

25

Narkolepsi terdiri dari rasa ngantuk di siang hari yang berlebihan


serta manifestasi tidur yang abnormal rem (rapid eye movement) yang
terjadi setiap hari selama 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi 2
sampai 6 kali dalam sehari yang berlangsung 10 hingga 20 menit. Sering
terjadi pada saat yang tidak tepat, pada saat makan, berbicara, menyetir
atau berhubungan seksual. Tidur rem mencakup halusinasi hipnagogik dan
hipnopompik, katalepsi dan paralisis tidur.1,2
Gangguan ini merupakan kelainan mekanisme tidur, secara spesifik
terjadinya mekanisme penghambatan rem.2 narkolepsi bisa terjadi pada
usia berapapun tapi sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda,
umumnya kurang dari 30 tahun.1
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang
berhubungan dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai
salah satu gejala, atau kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep
paralysis, atau hypnagogic hallucinations.

Kelainan ini menyerang 1

diantara 2000 orang, jumlah penderita pria yang sama dengan wanita.
Narkolepsi mungkin merupakan penyakit herediter karena setengah pasien
narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang
berakhir dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien
narkolepsi juga dapat mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama
percakapan atau pada keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada
pasien yang berusia di bawah 25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi
mengalami episode cataplexy, dimana terjadi kehilangan kontrol otot
secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa
kehilangan kesadaran. Keadaan ini dapat terjadi sebagai respon terhadap
suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau kejutan.
Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy.
Sleep paralysis akan menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat
sementara sehingga menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak.
Hyponagonic hallucination merupakan penerimaan halusinasi yang
menyenangkan, biasanya melihat atau mendengar sesuatu yang terjadi
26

ketika orang-orang jatuh tidur (hypnopompic hallucinations terjadi hanya


setelah bangun). Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa
tahun setelah gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting
dalam menegakkan

narkolepsi.

Polysomnography dengan

MSLT

digunakan untuk menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para


dokter untuk menemukan gangguan tidur lain seperti gangguan pernafasan
yang berhubungan dengan gangguan tidur. Pasien narkolepsi akan
mengalami masalah-masalah psikologis, yang akan mempengaruhi
kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi sosial.
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang
berbeda untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat
yang sering digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula
kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan.
Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi serangan
tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg,
dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari.
Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa. Pemoline
digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang
terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food
and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan
narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya
sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering
digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi
mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan untuk
mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang
digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75
mg malam hari).
Sumber

lain menyebutkan,

terapi

adalah dengan tidak ada

penyembuhan pada narkolepsi, tetapi pengelolaan gejala mungkin


dilakukan, seperti dibiasakan untuk tidur siang pada waktu yang teratur.

27

Jika dibutuhkan, stimulant adalah obat yang lazim digunakan. Penggunaan


obat modafinil atau pengobatan menggunakan ssri (serotonin selective
reuptake inhibitors) juga sering diresepkan oleh pakar gangguan tidur.1
Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan
keluarganya.

Rekan kerja dan lingkungan sosial harus juga diberikan

pengeta-huan mengenai gejala dari narkolepsi.

Kerjasama dan

pertolongan dari lingkungan sosial diperlukan untuk mengurangi kesulitan


kerja dan membantu menurunkan tingkat kebutuhan pasien terhadap obatobatan stimulan.

d. GANGGUAN TIDUR BERHUBUNGAN DENGAN


PERNAPASAN
Gangguan pernapasan yang dapat terjadi pada saat tidur
mencakup, apnea, hipopnea dan desaturasi oksigen. Gangguan
sistem pernapasan yang dapat menyebabkan hipersomnia adalah
apnea tidur dan hipoventilasi alveolar sentral.1
Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Lebih
dari 5 juta penduduk AS mengalaminya. Central apnea timbul
sebagai akibat kerusakan pada pusat pernafasan sehingga tidak
dapat memulai usaha respirasi periperal. Pada orang dewasa
gangguan pernafasan yang berkaitan dengan gangguan tidur
dicirikan dengan episode penghentian nafas selama 10 detik atau
lebih selama tidur, dengan frekuensi 10 kali atau lebih tiap jam, dan
dengan penurunan desaturasi oksigen yang signifikan, tanda
nocturnal lainnya seperti mendengkur, nafas yang terengah-engah,
gastro-esophageal reflux, ngompol, pergerakan tubuh yang hebat,
berkeringat pada malam hari dan pagi hari, sakit kepala. Gejala
pada siang hari meliputi keinginan untuk tidur yang sangat hebat
atau serangan tidur.

Gangguan tersebut mempunyai efek

psiklologis yang serius, meliputi proses berfikir yang lambat,


kerusakan ingatan, dan perhatian. Pasien sering merasa cemas,
dysphoric mood, keluhan fisik yang bervariasi. Pasien dengan sleep
28

apnea biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat pula mengenai


semua kelompok umur), dan wanita. Apnea juga disebut penyakit
to fall asleep at the wheel karena sering terjadi ketika penderita
sedang mengemudi mobil. Apnea terjadi karena fluktuasi atau
irama yang tidak teratur dari denyut jantung dan tekanan darah.
Ketika serangan datang, penderita seketika merasa mengantuk dan
jatuh tertidur. Penderita mengalami kesulitan bernafas, bahkan
terheti pada saat tidur (dalam bahaa Jawa disebut tindihan). Naikturunnya denyut jantung dan tekanan darah yang tinggi dapat
menyebabkan kematian seketika pada penderita.
Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan.
Antidepresan trisiklik (misalnya protriptyline, 10-60 mg malam
hari) dapat digunakan untuk mengatasi gangguan ini, buspirone dan
fluoxetine juga bermanfaat untuk mengatasi gangguan ini.
Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab akan menekan
pernafasan bila digunakan dalam dosis tinggi.
Continuous positive air ways pressure (CPAP) secara luas
digunakan untuk merawat pasien tersebut. Cara lain yaitu dengan
melakukan uvulopalatopharingoplasty, yang dilakukan untuk
pasien-pasien dengan jaringan oropharingeal yang berlebihan.
Tracheostomy biasanya dilakukan pada pasien yang tidak
memberikan

respon

terhadap

CPAP

dan

uvulopalatopharingoplasty.

Tabel 1. Kriteria diagnostic dsm-iv-tr gangguan tidur yang terkait


dengan pernapasan1
A. Perhentian tidur, yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau
insomnia yang dinilai disebabkan oleh keadaan pernapasan terkait tidur
(cth. Sindrom apnea tidur sentral atau obstruktif maupun sindrom
hipoventilasi alveolar sentral)
B. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain dan
tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (cth.

29

Penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum lain (selain
gangguan terkait pernapasan)
Catatan pemberian kode : beri kode juga gangguan pernapasan yang terkait
tidur pada aksis III

e.

GANGGUAN

TIDUR

IRAMA

SIRKADIAN

(GANGGUAN JADWAL BANGUN TIDUR)


Gangguan tidur irama sirkadian tipe fase tidur tertunda
ditandai dengan waktu tidur dan waktu bangun yang lebih lambat
dibandingkan yang diinginkan. Sering keluhan utama pasien adalah
kesulitan jatuh tidur pada waktu yang diinginkan seperti biasa, dan
gangguan tidur pasien tampak seperti gangguan tidur insomnia.
Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola
menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam
biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun.
Hal ini terjadi karena tidak cocoknya jam sirkadian dengan
tuntutan eksogen mengenai saat dan lama tidur misalnya karena
perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda. Penyebab lain
dapat berupa disfungsi ritmik biologik dasar.
Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan
gangguan ini dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu
(misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari
sehingga terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, fungsi lainnya
atau dapat menyebabkan penderitaan secara subyektif. Diagnosis
ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau
penderitaan subyektif secara signifikan. Kemampuan individu
beradaptasi dengan perubahan sirkadian bervariasi sangat luas.
Kebanyakan individu dengan gejala ini tidak mencari pertolongan
karena gejalanya tidak berat.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian
antara lain temperatur badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan
30

psikologi. Dalam keadaan normal fungsi irama sirkadian mengatur


siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk
tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama
sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut
mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi
pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan
waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan
yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat
dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian
sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan
perubahan pada fase REM. Berbagai macam gangguan tidur
gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu
ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang
diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak
sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur
(kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia
sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang
tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah
berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur
menunjukkan sleep laten panjang dengan tidur yang terputusputus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja
terjadi pada orang tidak secara teratur dan cepat mengubah
jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala
ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik
31

seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau


mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase
syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien
usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan
terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa
cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal
tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
Gangguan tidur timbul sebagai akibat siklus tidur-bangun
yang tidak sinkron dengan jadwal tidur harian seseorang. Sebagai
contoh, orang-orang dengan kerja shift malam hari atau dimana
mereka yang shift kerjanya sering berubah (misalnya perawat,
pekerja bangunan) dapat

mengalami gangguan tidur irama

sirkadian. Orang-orang yang sering berpergian ke daerah dengan


waktu yang saling bersilangan akan menyebabkan gangguan tidur,
dan dikenal dengan jet lag. Orang-orang dengan gangguan ini
tidak pernah dapat merasakan istirahat penuh. Ketika mereka ingin
tidur, mereka justru tidak dapat tidur dan ketika mereka bangun,
mereka justru ingin tidur dan mengantuk. Cara yang paling baik
adalah menghindari kerja shift.
Pada jet lag, bergantung berapa lama perjalanan dari timur
ke barat, dan sensitivitas dari individu. Tipe ini biasanya hilang
spontan dalam 2 hingga 7 hari. Tidak ada terapi spesifik yang
diperlukan. Melatonin yang diresepkan dikonsumsi secara oral
sesuai waktu yang ditentukan berguna bagi beberpa orang.1
Penatalaksanaan jet lag yaitu meliputi penyesuaian jam
tidur dengan waktu didaerah yang baru.

Kebanyakan orang

dewasa memerlukan satu hari untuk menyesuaikan waktu ke arah


32

timur dan sedikit lebih singkat jika perjalanan tersebut ke arah


barat. Para wisatawan dapat meminimalkan kekurangan tidurnya
dengan menggunakan obat-obat hipnotik (seperti : zolpidem, 5-10
mg saat akan tidur malam) dan menghindari penggunaan alkohol
dan zat-zat lain yang dapat mempengaruhi jet lag.
Terapi dengan cara menunda waktu tidur beberapa hari
secara bertahap, sampai waktu tidur yang diinginkan tercapai. Jika
hal ini tidak berhasil bisa penggunaan singkat agen hipnotik, seperti
trizolam. Terapi lain yang digunakan adalah terapi pajanan cahaya,
pajanan cahaya pagu secara teratur cenderung memajukan waktu
tidur.1
Tabel 2. Gangguan tidur primer2
Gangguan
Gejala klinis
Kataplexi

Pengurangan

Gejala EEG

Pengobatan

atau Tidur

kehilangan

tonus

yang Imipramin

otot mengikutinya

secara tiba-tiba dan sering langsung


menyeluruh.

masuk

Dapat dalam rem

ditimbulkan oleh tertawa,


amarah atau sesuatu yang
tidak terduga. Otot mata
tidak

terkena.

Jika

penderita sedang berbaring


maka dapat diikuti dengan
tidur.
Hipersomnia Tidur
menahun

yang

berlebihan Eeg

tidur

yang Pengobatan

pada malam atau siang normal

gangguan

hari. Tidak terdapat gejala-

menyertai jika ada

gejala

narkolepsi.

Kebingungan setelah tidur.


Kecepatan
pernapasan

jantung

dan

bertambah.
33

yang

Mungkin dapat depresi.


Dapat terjadi bersamaan
dengan

kerusakan

saraf

pusat.
Insomnia

Tidak mampu tertidur atau Waktu yang lama Obat


sukar

tidur

terus. baru

terbangun pengobatan

Termasuk bangun pagi- tertidur.


pagi

buta.

gangguan
terdapat

tidur

dan
yang

Waktu membantu.

Sebagai tidur yang pendek.

primer,

tidak Tidur

gangguan

rem

fisik bertambah

dan psikologis.
Sindrom

Episode

hipersomnia Tidak menunjukan Akhirnya

kleine-levin

episodic (kira-kira tiap 6 sleep spindles

menghilang dengan

bulan). Timbul pertama

sendirinya

pada adolesensi, biasanya


pada anak laki-laki disertai
bulimia.
Narkolepsi

Episode

episode

tidur Episode

rem Amfetamin

singkat yang tidak dapat bersama-sama


ditahan,

dan

berulang- dengan

atau

metilfenidat

mulainya

ulang, disertai katapleksi, tidur


paralisis

tidur,

halusinasi

dan

hipnagogik,.

Terdapat juga gangguan


tidur di waktu malam.
Mimpi

Kecemasan

buruk

reaksi

ringan

dan Terjadi waktu tidur Penjaminan

otonomik, rem

kembali,

dibedakan dengan pavor

psikoterapi

nocturnus

hebat.

Pavor

Panik

nocturnus

berteriak,

hebat,

jika

bicara, Terjadi waktu tidur Anak-anak dijamin


aktivitas tingkat 4

34

orangtua

otonomik,

kebingungan,

Pada

dwasa,

ingat samar-samar. Pada

diberikan

obat

anak-anak jarang terdapat

penekanan

pada

gangguan

tidur fase 4

mental

lain,

pada orang dewasa sering.


Dibedakan

dari

mimpi

buruk.
Sindrom

Obesitas,

pickwick

pernapasan

iregularitas Eeg
dan menggambarkan

hipersomnia. Tidur disertai tanda-tanda bagun


periode-periode

apnea. tiap apnea. Sedikit

Tidur terputus-putus

atau

tidak

ada

gelombang lambat
waktu tidur rem

f.

Mioklonus nokturnal
Terdiri atas kontraksi mendadak yang sangat stereotipik
pada tungkai saat tidur. Secara subjektif penderita tidak menyadari
kedutan tersebut. Keadaan ini terjadi pada 40% orang yang berusia
diatas 65 tahun. Gerakan tungkai berulang ini terjadi 20-60 detik
dengan ekstensi ibu jari kaki dan fleksi mata kaki, lutut, dan
pinggul. Sering bangun, tidur yang tidak menyegarkan, dan rasa
mengantuk di siang hari adalah gejala utama. Tidak ada terapi
untuk mioklonus nokturnal yang secara universal efektif. Terapi
yang mungkin berguna mencakup benzodiazepine, levodopa,
quinine, dan pada kasus yang jarang, opioid.1

g.

Restless legs syndrome


Penderita merasa adanya yang merayap pada betis baik saat
tidur atau duduk. Disestesia ini jarang menimbulkan rasa nyeri
tetapi merupakan penderitaan yang berat dan menyebabkan
dorongan yang hampir tidak dapat ditahan untuk menggerakan
tungkai. Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan.
35

Gejalanya dapat diredakan dengan gerakan dan pemijatan


tungkai. Jika diperlukan farmakoterapi benzodiazepine, levodopa,
quinine, opioid, propanolol, valproate dan carbamazepin juga
bermanfaat.1
h.

Sindrom kleine-levin
Sindrom yang jarang, terdiri atas episode berulang tidur
yang lama (pasien dapat dibangunkan) dengan menyelingi periode
tidur normal dan bangun. Selama episode hipersomnia, periode
bangun biasanya ditandai dengan penarikan diri dari kontak sosial
dan berusaha kembali ke tempat tidur secepat mungkin; pasien
dapat menunjukan apati, iritabilitas, kebingungan, makan dengan
rakus, kehilangan inhibisi seksual, waham, halusinasi, disorientasi
yang jelas, hendaya daya ingat, pembicaraan inkoheren, eksitasi
atau depresi, dan sikap galak. Pada sebagian kecil pasien dapat
terjadi demam. Sindrom ini sering terjadi pada rentang usia 10-21
tahun, tampak akan sembuh sendiri dan remisi penuh terjadi
spontan sebelum usia 40 tahun pada kasus dengan onset dini.1,2

i.

Sindrom yang terkait menstruasi


Sejumlah

perempuan

mengalami

hipersomnia

yang

intermitten, perubahan pola prilaku, dan makan dengan rakus pada


saat atau segera sebelum onset menstruasi. Gambaran eeg akan
mirip dengan sindrom kleine-levin. Adanya dugaan keterlibatan
dari faktor endokrin, namun pengukuran spesifik

secara

laboratorium perubahan endokrin belum ditemukan.1


j.

Gangguan tidur saat hamil


Adanya peranan hormonal pada gangguan ini, termasuk
kadar estrogen, progesterone, kortisol dan melatonin dari kadar
dasarnya. Disamping itu perubahan fisiologi pernapasan maternal,
perawakan tubuh, dan pada trimester ketiga, gerakan janin
semuanya dapat berperan mengurangi kualitas dan kuantitas tidur.1

k.

Tidur yang tidak cukup

36

Didefinisikan sebagai keluhan yang sungguh-sungguh akan


menngakibatkan rasa ngantuk di siang hari disertai gejala
terbangun pada seseorang yang terus menerus gagal memperoleh
tidur yang cukup untuk setiap harinya.1
l.

Sleep drunkenness
Merupakan keadaan abnormal bangun berupa tidak adanya
kesadaran yang jernih pada transisi tidur menjadi benar-benar
bangun, yang berlebihan dan lama. Keadaan bingung berkembang
dan sering menimbulkan ketidaknyaman individu atau sosial serta
kadang-kadang menyebabkan tindakan kriminal. Yang terpenting
dari diagnosis ini tidak adanya kurang tidur, mempunyai
kecendrungan familial. Sebelum menegakkan diagnosis ini
sebaiknya menyingkirkan diagnosis apnea, mioklonus nokturnal,
narkolepsi, dan penggunaan alkohol serta zat lain secara
berlebihan.1,2

2.4.2.2 Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadiankejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau
pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan
gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga
sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini
sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami
perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium
transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal
37

dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan


kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut.
Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur
berjalan (atau somnambulism). Ketiga gangguan tersebut relatif sering
terjadi pada anak-anak. Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir
masa remaja teapi dapat juga berlanjut ke masa dewasa.
GANGGUAN MIMPI BURUK (MIMPI CEMAS)
Gangguan mimpi buruk adalah suatu kegelisahan atau
ketakutan yang amat sangat pada waktu malam, dan mimpi
semacam ini akan selalu diingat oleh pasien sebagai sesuatu yang
sangat mencekam.

Keadaan ini terjadi pada 5% manusia dari

seluruh penduduk dan akan berlangsung menjadi kronis.


Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini
dapat terjadi setiap waktu selama malam hari tetapi lebih sering
terjadi pada setengah jam kedua dari satu periode tidur, dimana
siklus REM meningkat dalam frekuensi dan lamanya. Pada anakanak,

mimpi

buruk

sering

dihubungkan

terhadap

fase

perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah


dan awal sekolah.

Pada kelompok usia tersebut, anak-anak

mungkin tidak mampu untuk membedakan kenyataan dari mimpi


yang dialami.
Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit
demam dan delirium, terutama pada usia lanjut dan pada orangorang yang menderita penyakit kronis. Gejala putus obat, seperti
benzodiazepin,

akan

juga

menyebabkan

mimpi

buruk.

Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau


alkohol sering dihubungkan dengan meningkatnya intensitas
bermimpi dan mimpi buruk.
serotonin

(seperti

Saat ini, penggunaan inhibitor

citalopram,

38

fluoxatine,

fluvoxamine,

paroxetine, sertraline) dan gejala putus obat dapat dihubungkan


dengan mimpi buruk.
Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk
adalah penyakit psikiatri mayor yang mempunyai kecenderungan
untuk mimpi buruk (misalnya mayor depression), efek pengobatan,
dan putus obat atau alkohol.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut
DSM-IV-TR
A.

Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur


sejenak dengan ingatan yang terinci tentang mimpi yang
panjang dan sangat menakutkan,
biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup,
keamanan, atau harga diri. Terjaga biasanya terjadi pada
separuh bagian kedua periode tidur.

B.

Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera


berorientasi dan sadar (berbeda dengan konfusi dan
disorientasi yang terlihat pada gangguan teror tidur dan
beberapa bentuk epilepsi.

C.

Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan


terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
khas atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.

D.

Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan


gangguan mental lain (misalnya, delirium, gangguan stres
pascatraumatik) dan bukan karena efek fisiologis langsung
dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.

GANGGUAN TEROR TIDUR

39

Episode dari gangguan ini terjadi selama dua pertiga dari


masa tidur dan sering dimulai dengan teriakan yang keras diikuti
oleh kecemasan yang hebat dengan tanda-tanda autonomic
hyperousal, seperi takikardia dan nafas yang cepat. Orang-orang
dengan teror tidur tidak sepenuhnya kembali sadar setelah suatu
episode, dan biasanya tidak mempunyai ingatan yang mendetil
tentang kejadian yang terjadi.
Penyebab gangguan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi
gangguan ini sering terjadi bersamaan dengan tidur berjalan.
Kedua keadaan dimulai pada masa anak-anak dan akan berakhir
pada masa dewasa. Apabila episode ini terjadi pada masa remaja
dan dewasa, maka biasanya juga disertai gangguan psikiatrik yang
lain.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Teror Tidur menurut
DSM-IV-TR
A.

Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi


selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama dan
dimulai dengan teriakan panik.

B.

Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti


takikardia, nafas cepat, dan berkeringat, selama tiap episode.

C.

Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk


menenangkan penderita tersebut selama episode.

D.

Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk


episode.

E.

Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara


klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.

F.

Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu


zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau
kondisi medis umum.
40

Pada teror tidur yang utama adalah daya ingat pasien


tentang mimpi tadi. Menurut Kandouw, ada perbedaan mimpi
buruk dan teror tidur. Ketika mengalami mimpi buruk, penderita
sadar dan bisa berorientasi dengan sekitarnya. Mimpi buruk terjadi
pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat dan
menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata.
Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi
di sepertiga awal tidur. Episode teror ini berulang-ulang, dimana
penderita bangun dan berteriak ketakutan, mengalami kecemasan
hebat dan hiperaktif. Namun, penderita kurang bisa mengingat
kejadian

yang

telah

dialami.

Penderita

juga

mengalami

disorientasi.

TIDUR BERJALAN (SOMNAMBULISM)


Orang yang tidur berjalan didefinisikan sebagai episode
pengulangan dari tidur dan berjalan. Hal ini biasanya terjadi selama
sepertiga waktu tidur. Selama tidur berjalan, orang biasanya tidak
tahu arah, relatif tidak memberikan respon terhadap komunikasi
seseorang, dan hanya dapat dibangunkan dengan usaha keras.
Pada saat sadar, orang tersebut tidak dapat mengingat kejadiannya.
Episode tidur berjalan dan mimpi buruk terjadi dalam waktu tiga
jam setelah jatuh tidur. Rekaman EEG memperlihatkan gelombang
lambat dengan amplitudo tinggi yang mendahului aktivasi otot
yang akan memacu timbulnya serangan; tidur berjalan terjadi
selama tahap 3 dan 4 NREM tidur.
Tidur berjalan cirinya terjadi dalam waktu kurang dari 10
menit.

Orang-orang

akan

berjalan

tanpa

menghiraukan keadaan lingkungan sekitarnya.


berjalan dapat melakukan kegiatan-kegiatan

tujuan,

tanpa

Pasien tidur
ringan seperti

membuka pintu atau jendela sehingga dapat membahayakan


jiwanya.
41

Hal penting dalam mengatasi pasien tidur berjalan adalah


melindungi pasien dari bahaya.

Usaha untuk mengintervensi

episode serangan akan membingungkan dan menakutkan pasien.


Cara terbaik adalah dengan mengunci pintu dan memasang alarm,
dan menempatkan tempat tidur pasien di lantai satu.
Gangguan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa.

Hampir 15% anak-anak pernah mengalami

sekurang-kurangnya satu episode dari tidur berjalan, dan lebih dari


3% disertai dengan gangguan mimpi buruk. Kurang lebih 5% dari
orang dewasa sehat dilaporkan pernah mengalami tidur berjalan.
Orang tua perlu diberitahukan bahwa kelainan yang dialami
anaknya mungkin akan bertambah berat pada akhir masa remaja.
Pada orang dewasa, tidur berjalan sering berhubungan dengan
gangguan kejiwaan yang berat seperti depresi.
Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti
benzodiazepin (misalnya diazepam 5-10 mg tiap malam), dapat
diberikan untuk orang dewasa yang mengalami tidur berjalan dan
mimpi buruk. Relaps dapat terjadi ketika obat-obatan dihentikan
atau pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya impramine,
50-100 mg malam hari) juga bermanfaat dalam mengurangi
frekuensi dari tidur berjalan dan mimpi buruk. Obat-obat juga
dapat

diberikan

untuk

anak-anak

meskipun

dosis

yang

digunakannya lebih rendah.


Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Tidur Berjalan menurut
DSM-IV-TR
A.

Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan


berjalan berkeliling terjadi selama sepertiga bagian pertama
episode tidur utama.

B.

Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang


kosong dan menatap, relatif tidak responsif terhadap usaha

42

orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan dapat


dibangunkan hanya dengan susah payah.
C.

Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi


harinya), pasien mengalami amnesia untuk episode tersebut.

D.

Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur


berjalan, tidak terdapat gangguan aktivitas mental atau
perilaku (walaupun awalnya mungkin terdapat periode
konfusi atau disorientasi yang singkat).

E.

Tidur

berjalan

menyebabkan

terjaga,

menyebabkan

penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan


dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
F.

Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari


suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi)
atau kondisi medis umum.

Sumber lain menyebutkan bahwa parasomnia adalah suatu


kelompok gangguan tidur dan bangun yang merupakan transisi dari tidur
yang mencakup gangguan motorik abnormal, perilaku atau pengalaman
sensorik.1
Menurut International Classification Of Sleep Disorders II (ICSDII), parasomnia dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:1
1. Tidur NREM
a. Confusional arousals
b. Gangguan tidur berjalan (sleepwalking/somnambulisme)
c. Gangguan teror tidur (sleep terrors)
2. Tidur REM
a. Gangguan perilaku saat tidur
b. Paralisis tidur yang berulang
c. Gangguan mimpi buruk
3. Parasomnia lain
a. Berhubungan dengan gangguan menahan berkemih
43

b. Berhubungan dengan tidur mengerang


c. Berhubungan dengan gangguan makan
d. Sindrom ledakan kepala (exploding head syndrom)
e. Berhubungan dengan gangguan dissosiatif
1. Gangguan tidur NREM
a. Gangguan teror tidur (night terrors)
Gangguan teror tidur merupakan terbangun pada sepertiga awal
malam selama tidur non-rem yang dalam tahap 3 dan 4. Gangguan ini
sering diawali dengan jeritan atau tangisan pilu yang disertai manifestasi
perilaku ansietas hebat yang hampir mendekati panik.2
Adapun kriteria diagnosis gangguan teror tidur menurut DSM-IV
adalah:2

Episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi


pada sepertiga utama episode tidur utama dan dimulai dengan

teriakan panik
Rasa takut yang hebat serta adanya tanda bangkitan otonom,
mseperti takikairdi, pernapasan cepat, dan berkeringat selama

episode ini
Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk

menenangkan pasien selama episode ini


Tidak ingat mempi yang rinci dan terdapat amnesia pada periode

ini
Episode ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna

atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain


Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu
zat (contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis
umum.
Khasnya, pasien bangun diatas tempat tidur dengan ekspresi

ketakutan, berteriak keras dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan


perasaan teror yang intens. Pasien kadang tetap bangun dalam keadaan
disorientasi tetapi lebih sering jatuh tertidur dan seperti berjalan dalam
tertidur, mereka melupakan episode ini. Episode tiror malam setelah
teriakan asli sering berkembang menjadi episode berjalan sambil tidur.
44

Rekaman poligrafik teror malam mirip pada gangguan berjalan sambil


tidur, bahkan keduanya tampak sangat berkaitan. Teror malam sebagai
episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1-6% anak-anak
memiliki gangguan ini, yang lebih lazim pada anak laki-laki dibandingkan
denga anak perempuan dan cenderung menurun didalam keluarga.2
Teror malam dapat mencerminkan kelainan neurologis ringan,
mungkin dilobus temporalis atau struktur yang mendasari, karena jika
teror malam dimulai pada masa remaja dan dewasa muda, teroir ini
menjadi gejala pertama epilepsi lobus temporal. Namun pada kasus teror
malam yang khas, tidak terdapat ktanda-tanda epilepsi lobius temporal
atau bangkitan lain yang terlihat secara klinis maupun EEG.2
Meskipun terkait erat dengan berjalan sambil tidur dan kadangkadang terkait enuresis, teror malam berbeda dengan mimpi buruk. Teror
malam hanya disebabkan bangun dalam keadaan terteror. Pasien pada
umumnya tidak dapat mengingat mimpi dan kadang-kadang dapat
mengingat kembali satu gambaran yang menakutkan.2
Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan,
pemriksaan situasi keluarga yang menimbulkan stresmungkin penting,
terapi individual dan keluarga sering berguna. Pada kasus yang jarang, jika
diperlukan obat diazepam (valium) dengan dosis yang kecil pada waktu
tidur

memperbaiki

keadaan

dan

kadang-kadang

benar-benar

menghilangkan serangan.2
Sedangkan menurut PPDGJ III, diagnosis gangguan teror tidur
adalah sebagai berikut:
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti,
yaitu:3
o Gejala utama adalah salah satu atau lebih episode bangun
dari tidur, mulai dengan berteriak karena panik, disertai
anxietas

yang

hebat,

seluruh

tubuh

bergetar

dan

hiperaktivitas otonomik sperti jantung berdebar-debar,


napas cepat, pupil melebar dan berkeringat
o Episode ini dapat berulang. Setiap episode berkisar 1-10
menit, bisanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam
45

o Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang


lain untuk mempengaruhi keadaan teror tidurnya, dan
kemudian setelah beberapa menit setelah bangun bisanya
terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang
o Ingatan terhadap kejadian, wlaupun ada sangat minimal
(biasanya terbatas pada satu atau dua bayangn-bayangan

yang terpilah-pilah)
o Tidak ada bukti gangguan mental organik
Teror tidur harus dibedakan dengan mimpi buruk (F.51.5),
biasanya terjadi setiap saat dalam tidur, mudah dibangunkan dan

teringat dengan jelas kejadiannya


Teror tidur dengan somnambulisme sangat berhubungan erat,
keduanya mempunyai karakteristik klinis dan patofisiologis yang
sama

b. Gangguan tidur sambil berjalan (sleepwalking)


Gangguan ini yang juga dikenal sebagai somnambulisme, terdiri
atas rangkaian perilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama
malam selama tidur nrem yang dalam tahap 3 dan 4, meskipun tidak
selalu, dilanjutkan dengan tanpa kesadaran penuh atau ingatan mengenai
episode tersebut untuk meningggalkan tempat tidur dan berjalan
berkeliling.2
Kriteria diagniosis gangguan berjalan dalam tidur menurut DSMIV adalah sebagai berikut:2

Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan
berjalan berkeliling, bisanya terjadi pada sepertiga pertama episode

tidur utama
Selama berjalan didalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang
kosong, dan menetap, relatif tidak responsif terhadap upaya orang
lain untuk berbicara dengan mereka dan sangat sulit untuk

dibangunkan
Saat bangun (baik dari episode berjalan didalam tidur maupun pada
keesokan harinya) orang ini akan mengalami amnesia tentang
episode tersebut

46

Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan


diidalam tidur, tidak ada aktifitas atau perilaku mental yang
terganggu (meskipun pada awalnya bisa terdapat episode singkat

bingung dan disorientasi)


Berjlan didalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi

penting lain
Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis umum.
Pasien duduk dan kadang-kadang melakuikan tindakan motorik

pervasif seperti berjalan, berpakaian, pergi kekamar mandi, berbicara,


berteriak dan bahkan menyetir. Perilaku ini kadang-kadang berakhir
dengan terbangun disertai beberapa menit kebingungan, lebih sering lagi
mereka kembali tertidur tanpa mengingat peristiwa berjalan sambil tidur
ini. Bangun yang diinduksikan dari tidur tahap 4 kadang-kadang dapat
menimbiulkan keadaan ini, contoh: pada anak terutama yang memiliki
riwayat berjalan sambil tidur, suatu serangan kadang-kadang dapat
dicetuskan dengan membuat mereka berdiiri sehingga menghasilkan
pembangunan parsial selama tidur tahap 4.2
Berjalan sambil tidur biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun,
prevalensi puncaknya kira-kira pada usia 12 tahun. Gangguan ini lebih
lazim pada nak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan kira-kira 15%
anak mengalami episode ini. Gangguan ini cenderung menurun didalam
keluarga, keadaan neurologis ringaan mungkin mendasari kelainana ini.
Episode ini sebaiknya tidak murni dianggap psikogenik, meskipun periode
yang menyebabkan stres dikaitkan dengan peningkatan episode berjalan
didalam tidur pada orang yang mengalami. Kelelahan berat atau kurang
tidur sebelumnya memperburuk serangan. Gangguan ini kadang-kadang
berbahaya karena mungkinterjadi cedera kecelakaan. Terapi terdiri atas
upaya mencegah cedera dan obatyang menekan tidur tahap 3 dan 4.
Perilaku berjalan sambil tidur ini dapat dibangunkan selama episode tanpa
ada pengaruh buruk.2

47

Sedangkan menurut PPDGJ III, diagnosis somnambulisme adalah


sebagai berikut:3
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti,
yaitu:
o Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun
dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam
dan terus berjalan-jalan (kesadaran berubah)
o Selama satu episode, individu menampakkan wajah
bengong (blank, staring face), relatiif tidak memberi respon
terhiadap usaha orang lain untuk mempengaruhi keadaan
atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya
dapat disadarkan dan dibangunkan dari tidurnya dengan
susah payah
o Pada wakitu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok
paginya), individu tidak inigat dengan apa yang terjadi
o Dalam kurun beberapa menit setelah bangun dari episode
tersebut, tidak adagangguan aktivitas mental, walaupun
dapat dimulai dengan sedikiit bingung dan disorientasi

dalam waktu singkat


o Tidak adanya bukti gangguan mental organik
Somnambulisme harus dibedakan dari serangan epilepsipsikomotor
dan fugue disosiatif (f.44.1)

c. Confusional arousals
Gangguan tidur yang merupakan sebagian terbangun dengan
gangguan kesadaran dan memori yang dapat terjadi selama tidur dalam
atau berusaha untuk bangun. Episode ini kurang dari 5 menit, namun pada
orang dewasa disertai kejadian seperti suara atau tingkahlaku seksual.
Confusional arousal ini merupakan indikasi depresi dan gangguan mental
lain.
2.

Gangguan tidur REM


a. Gangguan mimpi buruk (nightmares)

Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan membuat


orang terbangun dengan rasa ketakutan. Ada pun kriteria diagnosis
adalah:2
48

Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang dengan
ingatan yang rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat
menakutkan, biasanya melibatkan ancaman terhadap kelangsungan
hidup, keamanan atau harga diri. Bangun biasanya terjadi pada

paruh kedua periode tidur


Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, orang tersebut dengan
cepat memiliki orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan
kebingungan dan disorientasi yang ditemukan paida gangguan

teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi)


Pengalaman mimpi atau gangguan tidur terjadi akibat bangun,
menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau

henidaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain


Mimpi buruk tidak hanya selama perjalanan gangguan jiwa lain
(contoh: delirium, gangguan stres pasca trauma) dan tidak
disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (contoh: penyalahgunaan
zat, atau obat) atau keadaan medis umum.
Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir selalu terjadi selama tidur

rem dan biasanya setelah periode rem yang panjang di akhir malam.
Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan yang
berlangsung seumur hidup, yang lainnya mengalami miimpi buruk
terutama saat stres dan sakit. Kira-kira 50% dari populasi dewasa
melaporkan tentang mimpi buruk sewaktu-waktu. Biasanya tidak ada
terapi spesifik untuk gangguan mimpi buruk. Agen yang menekan tidur
rem, seperti obat trisiklik dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk dan
benzodiazepin juga telah digunakan. Berlawanan dengan keyakinan
populer, tidak ada akibat yang membahayakan dari membangunkan orang
yang sedang mengalami mimpi buruk.2
Sedangkan menurut PPDGJ III, diagnosis mimpi buruk adalah
sebagai berikut:3
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
o Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan
dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat
kembali dengan rinci atau jelas. Perihal kelansungan

49

harapan hidup, keamanan atau harga diri, terbangunnya


dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang
khas pada paruh kedua masa tidur
o Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu
segera sadar penuh dan mampu mengenali lingkungan nya
o Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang
terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat bagi

individu
Sangat penting untuk membedakan, mimpi buruk mimpi buruk
dengan teror tidur, denigan memperhatikan gambaran klinis yang
khas untuk masing-masing gangguan.

b. Gangguan perilaku saat tidur


Suatu keadaan kronis dan progresif yang terutama ditemukan pada
laki-laki, gangguan ini ditandai hilangnya atonia saat tidur REM
dilanjutkan dengan perilaku kekerasan dan kompleks. Dengan kata lain,
pasien dengan gangguan ini akan melakukan apa yang ada dalam
mimpinya. Cedera berat pada pasien atau teman tidur adalah resiko utama.
Timbulnya perburukan gangguan dilaporkan pada psasien denigan
narkolepsi yang telah diterapi dengan psikostimulan dan obat trisiklik dan
obat pada pasein yang gagngguan depresi dan gangguan obsesif kompulsif
yang telah diterapi dengan fluoxentin (prozac). Gangguan perilaku tidur
rem diterapi dengan klonazepam (klonopin), 0,5-2 mg/hari, carbamazepin
100 mg 3 kali sehari juga efektif untuk mengendalikan gangguan ini.2
c. Paralisis tidur
Ditandai dengan ketidak mampuan mendadak melakukan gerakan
volunter, baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun dimalam atau pagi
hari.2
3.

Parasomnia yang tidak tergolongkan


Kriteria diagnosis parasomnia yang tidak tergolongkan menurut

dsm-iv adalah sebagai berikut:2


Kategori parasomnia yang tidak tergolongkan digunakan untuk gangguan
yang ditandai dengan perilaku atau peristiwa psikologis abnormal selama
50

tidur atau transisi dari tidur kebangun, tetapi tidak memenuhi kriteria
parasomnia spesifik, contoh-contohnya meliputi:

Gangguan perilaku tidur REM: aktivitas motorik sering dengan ciri


kekerasan, yang timbul saat tidur rem, tiidak seperti berjalan
sambil tidur episode ini sering terjadi diakhir malam dengan daya

ingat yang jelas terhadap mimpi


Paralisis tidur: ketidak mampuan melakukan gerakan volunter
selama transisi antara keadaan terjaga dan tidur, episode ini dapat
terjadi saat onset tidur (hipnogagik) atau saat onset bangun
(hipnopompik). Episode ini biasanya disertai oleh ansietas berat,
pada beberapa kasus rasa takut akan kematian yang mengancam.
Paralisis tidur terjadi lebih lazim dari narkolepsi dan pada kasus-

kasus tersebutsebaiknya tidak diberi kode terpisah


Situasi pada saat klinisi telah menyimpulkan adanya parasomnia
tetapi tidak dapat menetukan apakah hal ini merupakan kelainan
primer akibat kelainan klinis atau dicetuskan oleh zat.

a. Bruksisme terkait tidur


Burksisme atau menggeretakkan gigi, terjadi sepanjang malam,
paling menonjol pada tidur tahap 2. Menurut dokter gigi 5-10% populasi
mengalami burksisme yang cukup berat untuk menimbulkan kerusakan
pada gigi. Keadaan ini sering tidak diperhatikan oleh yang mengalami,
kecuali rasa sakit dirahang pada pagi hari, tetapi teman tidur atau teman
sekamar terus terbangun akibat bunyi tersebut. Terapi mencakup
pemasangan dental bite plate dan ortodentik korektif.2
b. Berbicara sambil tidur (somniloquy)
Berbicara sambil tidur lazim pada anak dewasa, gangguan ini telah
dipelajari secara luas dilaboatorium tidur dan ternyata terjadi pada semua
tahap tidur. Isi pembicaraan biasanya meliputi beberapa pembicaraan yang
sulit deibedakan. Episode berbicara yang lam berisikan mengenai
kehidupan dan kehawatiran orang yang mengalaminya, tetapi orang ini
tidak mengaitkan mimpi mereka selama tidur dan juga tidak sering rahasia

51

tersembunyi. Episode berbicara sambil tidur kadang-kadang menyertai


teror malam dan berjalan sambil tidur. Berbicara sambil tidur saja tidak
memerlukan terapi.2
c. Membenturkan kepala terkait tidur (jactatio capitis nocturna)
Merupakan istilah untuk perilaku tidur terutama terdiri dari
membenturkan kepala kedepan dan kebelakang dengan ritmik, biasanya
jarang membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat atau selama tidur.
Biasanya perilaku ini diamati didekat periode pratidur dan bertahan sampai
tidur ringan, perilaku ini jarang bertahan sampai atau terjadi pada tidur
rem dalam. Terpai terdiri atas upaya untuk mencegah cedera.2
d. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain
DSM-IV TR mendefinisikan gangguan tidur yang berkaitan dengan
gangguan jiwa lainnya sebagai keluhan yang disebabkan oleh gangguan
jiwa yang dapat didiagnosis tetapi cukup berat unituk memperoleh
perhatian klinis.2
e. Insomnia akibat gangguan jiwa lain (Aksis I Atau Aksis II)
Insomnia yang terjadi selama sedikitnya 1 bulan dan jelas
disebabkan oleh gejala perilaku dan psikologis gangguan jiwa yang
dikenal baik secara klinis, menurut kriteria diagnostik dsm-iv-tr insomnia
akibat gangguan jiwa lain digolongkan sebagai berikut:2

Keluhan yang dominan adalah sulit untuk memulai atau


mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, untuk
sedikitnya 1 bulan yang disertai kelelahan disiang hari atau
gangguan fungsi di siang hari

Gangguan tidur (gejala sisa di siang hari)menyebabkan penderitaan


yang secara klinis bermakna atau henidaya fungsi penting lain

Insomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis i atau ii lain


(contoh gangguan depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh,
gangguan penyesuaian dengan ansietas) tetapi cukup berat
sehingga memerlukan perhatian klinis khusus

52

Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain


(contoh

narkolepsi,

gangguan

itidur

terkait

pernapasan,

parasomnia)

Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis secara langsung


suatu zat (contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan
medis umum.

f. Hipersomnia akibat gangguan jiwa lain (aksis I atau aksis II)


Adapun

kriteria

diagnostik

menurut

DSM-IV-TR

tentang

hipersomnia akibat gangguanjiwa lain adalah:2

Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan


setidaknya 1 bulan seperti adanya episode tidur lama atau episode
tidur siang yang terjadi hampir setiap hari

Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang


secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau
area fungsi penting lain

Hipersomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis i atau ii lain


(contoh gangguan depresi berat, gangguan distimik) tetapi cukup
berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri

Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain


(contoh narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia)
atau kurang tidur

Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis secara langsung


suatu zat (contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan
medis umum.

Penatalaksanaan parasomnia
Pengobatan parasomnia NREM pada orang dewasa dapat
meminimalkan faktor pencetus seperti film menakutkan, kafein, alkohol
atau makan larut malam dan adanya bukti jadwal tidur-bangun yang stabil.
Selain itu dapat juga menjaga pasien terhadap bahaya, seperti mengunci
jendela atau pintu sehingga tidak lari lewat pintu atau tidur di lantai, dan
53

keamanan teman yang tidur disebelahnya atau anak-anak yang berada di


dekatnya juga perlu diperhatian. Clonazepam dengan dosis 3 mg per
malam telah dilaporkan memiliki efektiftifitas yang memadai. Selain
clonazepam, dapat juga digunakan paroxetine dan imipramine. Pemberian
hydroxytryptamine selama 3 minggu pada anak-anak dapat memberikan
bukti keberhasilan setelah 6 bulan.4
Pada beberapa kasus, alpha-1 adrenergik bloker seperti prazosin
menunjukkan efek menguntungkan dalam mengurangi mimpi buruk yang
berhubungan dengan gangguan stres pasca-trauma. Gangguan mimpi
buruk telah dilaporkan dapat dipicu atau diperburuk oleh banyak terapi
obat, termasuk cholinesterase inhibitor, beta-blocker.4
Pengobatan

gangguan

tidur

REM,

clonazepam

1-4

mg

menunjukkan efek yang baik dalam mengurangi jumlah episode tidur


REM, namun harus hati-hati pada pasien dengan demensia, gangguan gaya
berjalan atau keseimbangan. Obat yang dapat memperburuk RBD (REM
Sleep Behavior Disorder) atau memprovokasi gejala termasuk SSRI,
venlafaxine, mirtazapine, bisoprolol, dan tramadol.4
2.4.2.3

GANGGUAN

TIDUR

YANG

BERHUBUNGAN

DENGAN

GANGGUAN MENTAL LAIN


Kategori gangguan tidur yang dihubungkan dengan gangguan mental lain
dihubungkan dengan gangguan mental spesifik, termasuk psikotik, mood, dan
gangguan kecemasan. Gangguan tidur juga dapat dihubungkan dengan keadaan
medis umum atau efek fisik langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan
obat, pengobatan).

Gambaran Electroencephalogram Gangguan Tidur yang berhubungan


dengan Gangguan Mental Lain

Diagnosis

Penemuan Umum dalam Tidur

54

Psikosis
Schizophrenia

Tanda yang bervariasi dalam kontinuitas tidur.


Pengurangan REM tidur setelah REM tidur
dihilangkan.
Pengurangan gelombang tidur lambat.

Gangguan afektif

Gangguan kontinuitas tidur.


Pengurangan gelombang tidur lambat.
Pergantian REM tidur yang lebih awal pada
malam hari.

Gangguan cemas

Kesulitan untuk memulai tidur.


Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.

Gangguan panik

Kesulitan untuk memulai tidur.


Kesulitan mempertahankan tidur.
Pengurangan waktu total tidur.
Serangan panik diwaktu tidur terjadi pada
tahap 2 atau tahap 3 dari tidur.

Penggunaan Alkohol
Penggunaan akut

Pengurangan waktu bangun dan REM tidur,


dengan peningkatan gelombang delta tidur
pada setengah jam pertama dimalam hari,
pantulan dari REM tidur dan peningkatan
terbangun pada setengah jam kedua dimalam
hari.
55

Penggunaan kronis

Fragmentasi tidur dengan seringnya waktu


terbangun.

Abstinensi

Fragmentasi yang berkelanjutan dan pengurangan gelombang tidur lambat.

Gangguan Kepribadian
Borderline

REM

tidur

mengalami

perubahan

yang

berhubungan dengan gangguan keadaan hati.

Demensia

Kontinuitas tidur terganggu.


Jadwal tidur-bangun yang polifasik

2.4.2.3.1 GANGGUAN PSIKOTIK


Gangguan tidur utama pada pasien psikotik adalah
insomnia dan hipersomnia. Pasien schizophrenia, misalnya dapat
mengalami gangguan berat pada tidur mereka selama terjadinya
peristiwa psikotik.

Perubahannya meliputi pengurangan waktu

tidur, variabilitas dalam waktu REM dan peningkatan densitas


REM. Berkurangnya tahap 4 NREM tidur merupakan bentuk yang
paling sering ditemukan.

2.4.2.3.2 GANGGUAN AFEKTIF

56

Insomnia pada depresi digambarkan sebagai bangun sangat


pagi sebelum waktunya (misalnya bangun lebih awal dibanding
biasanya dan kemudian tidak dapat tidur kembali). Hipersomnia
kadang-kadang perlu diobservasi, terutama pada pasien dengan
bipolar depresi atau dysthymia.

Pasien dengan manic dan

hypomanic dapat tidak tidur dan tidur lebih singkat dibanding


orang normal, karena mereka hanya membutuhkan waktu tidur
yang singkat.
Perubahan polysmonographic pada pasien depresi meliputi
lamanya masa tidur, meningkatnya kesadaran di malam hari, dan
kesadaran di awal pagi, gelom-bang tidur (tahap 3 dan 4);
perubahan pada REM tidur, meliputi terjadinya REM tidur lebih
awal pada malam hari (Misalnya masa laten REM lebih pendek)
dan peningkatan frekuensi dari pergerakan bola mata selama REM
tidur.

2.4.2.3.3 GANGGUAN KECEMASAN


Gangguan cemas sering dihubungkan dengan masalah tidur
yang ada.

Gambaran polysomnographic meliputi perubahan

nonspesifik pada masa laten tidur, penurunan efisiensi tidur,


peningkatan sejumlah tahap 1 dan 2 tidur, penurunan gelombang
tidur.
Stress pasca trauma berperan penting dalam terjadinya
insomnia dan gangguan tidur, tetapi perubahan polysomnographic
nya tidak spesifik. Gangguan panik dapat dihubungkan dengan
terbangun tiba-tiba dari tidur, yang sering dikeluhkan pasien.
Gambaran polysomnographic meliputi peningkatan masa laten
tidur dan penurunan efisiensi tidur.

57

2.4.2.3.4

PEMAKAIAN

ATAU

KETERGANTUNGAN

ALKOHOL
Ketergantungan

alkohol

dapat

berkembang

menjadi

insomnia atau hipersomnia. Efek alkohol ini berbeda-beda, pada


penggunaan akut akan menimbulkan rasa ingin tidur dan
mengurangi kesadaran selama 3-4 jam pertama dari tidur, yang
kemudian akan meningkatkan kesadaran dan mimpi yang
berhubungan dengan kecemasan pada pertengahan malam. Pada
penggunaan alkohol kronis, tidur menjadi terputus-putus dengan
periode singkat dari tidur dalam yang diselingi oleh periode
terbangun singkat. Dengan abstinensi, tidur pada awalnya akan
terganggu; insomnia dan mimpi buruk dapat terjadi,

tetapi

kemudian akan mengalami perbaikan bertahap.

2.4.2.3.5 GANGGUAN PSIKIATRIK LAINNYA


Delirium berperan terhadap terjadinya agitasi selama awal
sore atau malam hari.

Secara klinis, tidur akan terputus-putus

dengan frekuensi terbangun yang sering, awal insomnia, atau


terbangun

di

awal

pagi

hari.

Polysomnographic

akan

memperlihatkan tidur yang terputus-putus, rendahnya efisiensi


tidur, penurunan tahap 3 dan 4 tidur, penurunan presentasi REM
tidur.

2.4.2.4 Gangguan tidur lain


Berbagai keadaan medis dan neurologis memegang peranan terhadap
gangguan tidur. Contohnya meliputi hipertensi atau cardiovascular insuffisiensy,
hipertiroid, rematik, penyakit parkinson, esophageal reflux, asma, trauma kepala,
penyakit pernafasan, penyakit arteri koroner, angina pectoris, dan artritis. Wanita
hamil dapat mengalami kesulitan tidur sebab seringnya kencing, pergerakan janin,
dan masalah yang berkaitan dengan kenyamanan posisi.
58

Berbagai zat legal dan ilegal, mempunyai kemampuan untuk menimbulkan


gangguan tidur. Sebagai contoh, stimulus yang berlebihan (misalnya kokain)
dapat menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pengobatan juga dapat menimbulkan
gangguan tidur; sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin
dilaporkan akan tidur berlebihan.

Keadaan Medis dan Neurologis dan Penggunaan Zat yang berhubungan


dengan Gangguan Tidur

Gangguan Medis dan Neurologis

Substansi

Penyakit Alzheimer

Alkohol

Angina

Anti Kejang

Asma

Anti Depresan

Penyakit Artei Koroner

Anti Psikotik

Diabetes Melitus

Lithium

Eczema

Opioid

Gastrointestinal Reflux

Psychostimulants

Hipertensi

Hipnotik-sedatif

Hipertiroid
Distrofi Otot
Distrofi Miotonik
Penyakit Paru Obstruktif
Pain Syndromes
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Ulkus Peptikum

59

Kehamilan
Progressive Supranuclear Palsy
Shy-Drager Syndrome
Uremia

DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang disebabkan oleh


keadaan medis sebagai keluhan gangguan tidur akibat efek fisiologis
keadaan medis pada sistem tidur-bangun. Gangguan tidur terkait zat
muncul akibat penggunaan atau penghentian penggunaan suatu zat.
a.

Gangguan tidur akibat keadaan medis umum


Setiap gangguan tidur (cth: insomnia, hipersomnia, parasomnia,

atau kombinasi) dapat disebabkan oleh keadaan medis umum. Hampir


setiap keadaan medis yang disertai rasa nyeri atau tidak nyaman
(cth:arthritis atau angina) dapat menimbulkan insomnia. Beberapa keadaan
disertai insomnia bahkan ketika rasa nyeri dan tidak nyaman tidak khas
muncul. Keadaan-keadaan ini mencakup neoplasma, lesi vaskuler, dan
keadaan degeneratif serta traumatic. Keadaan lain, terutama penyakit
endokrin dan metabolic, sering meliputi beberapa gangguan tidur.
Mewaspadai kemungkinan adanya keadaan tersebut serta melakukan
anamnesis medis yang baik biasanya dapat membawa diagnosis yang
tepat. Terapinya, kapanpun memungkinkan, adalah penatalaksanaan
keadaan medis yang mendasari.
1.

Bangkitan epileptik terkait tidur


Hubungan antara tidur dan epilepsy cukup rumit. Gangguan tidur,

apnea tidur khususnya, dapat memperburuk bangkitan. Bangkitan, pada


gilirannya, dapat mengganggu struktur tidur terutama rem. Ketika
bangkitan hampir selalu terjadi saat tidur, keadaan ini disebut epilepsy
tidur.
2.
Sakit kepala cluster terkait tidur dan hemikrania paroksismal
kronik
60

Sakit kepala cluster terkait tidur adalah sakit kepala unilateral berat
yang sering timbul saat tidur dan ditandai dengan pola serangan on-off.
Hemikrania paroksismal kronik adalah sakit kepala unilateral sejenis yang
terjadi setiap hari dengan onset yang lebih sering tetapi hanya berlangsung
singkat dan tanpa distribusi tidur yang lebih besar. Kedua tipe sakit kepala
vaskuler tersebut merupakan contoh keadaan yang diperberat oleh tidur
dan muncul sehubungan dengan periode tidur rem; hemikrania
paroksismal sebenarnya adalah tidur rem yang terkunci.
3.
Sindrom menelan abnormal terkait tidur
Sindrom menelan abnormal merupakan suatu keadaan saat tidur
dengan penelanan yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan aspirasi
saliva, batuk, dan tersedak. Sindrom ini disertai dengan terbangun yang
singkat dan silih berganti.
4.
Asma terkait tidur
Asma yang diperberat oleh tidur pada beberapa orang dapat
menimbulkan gangguan tidur yang signifikan.
5.
Gejala kardiovaskuler terkait tidur
Gejala kardiovaskuler terkait tidur berasal dari gangguan irama
jantung, inkompetensi miokardial, insufisiensi arteri koronaria, dan
variabilitas tekanan darah, yang dapat dicetuskan atau diperberat oleh
fisiologi kardiovaskuler yang diubah oleh tidur atau yang dimodifikasi
oleh keadaan tidur.
6.
Refluks gastroesofagus terkait tidur
Refluks gastroesofagus terkait tidur merupakan suatu gangguan
berupa pasien terbangun dari tidur dengan rasa nyeri terbakar di substernal
atau rasa nyeri menyeluruh atau rasa sempit di dada atau rasa pahit di
mulut. Batuk, tersedak, dan rasa tidak nyaman pernapasan yang samar
juga dapat terjadi berulang.
7.
Hemolisis terkait tidur (hemoglobinuria nokturnal paroksismal)
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal adalah anemia hemolitik
kronis didapat yang jarang, berupa adanya hemolisis intravaskuler yang
menimbulkan hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Hemolisis dan
hemoglobinuria yang ditimbulkan dipercepat saat tidur, dan urine pagi hari
berwarna merah kecoklatan. Hemolisis berkaitan dengan periode tidur,
bahkan jika periode digeser.

61

Tabel kriteria diagnostik DSM-IV-TR gangguan tidur akibat keadaan medis


umum
A. Gangguan tidur menonjol yang cukup berat sehingga memerlukan
perhatian klinis tersendiri.
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan tidur merupakan akibat fisiologis langsung
suatu keadaan medis umum.
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (cth:
gangguan penyesuaian yang stresornya adalah penyakit medis serius).
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama onset delirium.
E. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan tidur terkait pernapasan
atau narkolepsi.
F. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada
yang dominan.
Catatan kode: masukkan nama keadaan medis umum pada aksis i. Cth:
gangguan medis akibat penyakit paru obstruktif tipe insomnia; juga beri kode
keadaan medis umum pada aksis iii.

b.

Gangguan tidur yang dicetuskan zat


Setiap gangguan tidur (cth: insomnia, hipersomnia, parasomnia atau

kombinasi) dapat disebabkan oleh suatu zat. Menurut dms-iv-tr, klinisi juga harus
merinci apakah onset gangguan terjadi saat intoksikasi atau putus zat. Somnolen
yan berkaitan dengan toleransi atau putus zat akibat stimulant system saraf pusat
lazim terjadi pada orang-orang dengan putus zat amfetamin, kokain, kafein, dan
zat terkait. Somnolen dapat dikaitkan dengan depresi berat, yang kadang-kadang
mencapai proporsi bunuh diri. Penggunaan depresan ssp yang berlangsung lama,
seperti alcohol, dapat menyebabkan somnolen. Penggunaan alkohol berat di sore
62

hari menimbulkan rasa mengantuk dan kesulitan bangun keesokan harinya. Reaksi
ini dapat memberikan masalah diagnostik ketika pasien tidak mengakui
penyalahgunaan alkohol.
Insomnia dikaitkan dengan toleransi atau putus obat sedative-hipnotik,
seperti benzodiazepine, barbiturat, dan kloral hidrat. Dengan penggunaan agen
tersebut dalam waktu lama biasanya dilakukan untuk menerapi insomnia akibat
sumber-sumber yang berbeda toleransi meningkat, dan obat kehilangan efek
mencetuskan tidur; pasien kemudian sering menaikkan dosis. Pada penghentian
obat secara tiba-tiba, keadaan tidak dapat tidur yang parah mencuat, sering disertai
ciri umum putus zat. Secara khas, pasien mengalami peningkatan sementara
keparahan insomnia.
Penggunaan agen hipnotik jangka panjang (lebih dari 30 hari) ditoleransi
dengan baik oleh sejumlah pasien, tetapi yang lainnya mulai mengeluhkan
gangguan tidur, paling sering bangun singkat multiple di malam hari. Perekaman
menunjukkan gangguan arsitektur tidur, berkurangnya tidur tahap 3 dan 4,
meningkatnya tidur tahap 1 dan 2, serta fragmentasi tidur sepanjang malam.
Klinisi harus waspada akan stimulant ssp sebagai penyebab yang mungkin untuk
insomnia dan harus ingat berbagai obat untuk menurunkan berat badan, minuman
yang mengandung kafein, dan obat adrenergic yang digunakan sekali-sekali oleh
asmatik semuanya dapat menimbulkan insomnia ini. Alkohol dapat membantu
mencetuskan tidur, tetapi sering menyebabkan bangun di malam hari. Penggunaan
alkohol di sore hari dapat menimbulkan kesulitan untuk jatuh tertidur di malam
hari.
Untuk alasan yang tidak selalu jelas, beragam obat kadang-kadang
menimbulkan masalah tidur sebagai efek samping. Obat ini mencakup
antimetabolit dan agen kemoteraupetik kanker lain, sediaan tiroid, agen
antikonvulsan, obat antidepressant obat mirip hormone adrenokortikotropik
(acth), kontrasepsi oral, -metil-dopa, dan antagonis reseptor -adrenergik. Agen
lain tidak menimbulkan gangguan tidur saat digunakan tetapi memiliki efek ini
setelah putus zat. Hampir setiap obat dengan agen sedasi atau tranquilizer,
termasuk saat ini benzodiazepine, phenothiazine, obat trisiklik sedasi, dan
berbagai narkotika, termasuk marijuana dan opioid, dapat memiliki efek ini.

63

Alkohol adalah depresan ssp dan menimbulkan maslah serius depresan ssp
lain, saat pemberianmungkin terkait dengan timbulnya toleransidan setelah
putus zat. Insomnia setelah mengkonsumsi alkohol jangka panjang kadangkadang berat dan berlangsung selama beberapa minggu atau lebih lama. Klinisi
sebaiknya tidak memberikan obat yang berpotensi menimbulkan ketergantungan
pada pasien yang baru saja pulih dari ketergantungan; jika mungkin, obat tidur
harus dihindari.
Di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan
dosis rendah nikotin untuk menyebabkan sedasi sebenarnya dapat membantu
tidur, tetapi dosis tinggi nikotin dapat mengganggu tidur, terutama onset tidur.
Perokok secara khas tidur lebih sedikit daripada orang yang tidak merokok. Putus
zat nikotin dapat menyebabkan pusing atau terbangun dari tidur.
Tabel kriteria diagnostik dsm-iv-tr gangguan tidur yang dicetuskan zat
A. Gangguan tidur yang menonjol dan cukup berat sehingga memerlukan
perhatian klinis tersendiri.
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium baik (1) atau (2):
1) Gejala pada kriteria a terjadi selama, atau dalam sebulan sejak,
intoksikasi atau putus zat.
2) Penggunaan obat secara etiologis terkait dengan gangguan tidur.
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur yang bukan
dicetuskan zat. Bukti bahwa gejala sebaiknya disebabkan oleh gangguan
tidur yang bukan dicetuskan zat dapat mencakup hal berikut: gejala
mendahului onset penggunaan zat (atau penggunaan obat), gejala
berlangsung untuk suatu periode waktu tertentu (cth: sekitar satu bulan)
setelah penghentian dari putus zat akut atau intoksikasi berat atau sangat
berlebihan jika mengingat jenis atau jumlah zat yang digunakan. Atau
durasi penggunaannya; atau terdapat bukti lain yang mengesankan adanya
gangguan tidur yang dicetuskan oleh bukan zat tersendiri (cth: riwayat
episode yang terkait dengan bukan zat)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan delirium.
E. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.

64

Catatan: diagnosis harus ditegakkan selain diagnosis intoksikasi atau putus zat
hanya jika gejala tidur berlebihan dengan gejala yang biasanya dikaitkan
dengan sindrom intoksikasi atau putus zat dan jika gejala cukup berat
sehingga membutuhkan perhatian klinis tersendiri.
Kode gangguan tidur yang dicetuskan oleh zat-(sebutkan zatnya)
Alkohol, amfetamin, kafein, kokain, opioid, sedatif, hipnotik, atau
ansiolitik, zat lainnya (atau tidak diketahui)
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada
yang dominan.
Tentukan jika:
Dengan onset saat intoksikasi: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi dengan
zat dan gejala timbul selama sindrom intoksikasi.
Dengan onset saat putus zat: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi untuk
putus zat dan gejala timbul selama, atau segera setelah sindrom putus zat.

GANGGUAN TIDUR PADA LANJUT USIA


Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat tidur, mudah jatuh
tidur, tetapi juga mudah terbangun dari tidurnya. Perubahan yang sangat menonjol
yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4,
gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari
atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun. Gangguan juga
terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan.
Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun sekitar
2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering terbangun. Walaupun
demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir sama dengan dewasa muda.
65

Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik lansia
lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada malam hari
menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari.
Dengan perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan kecenderungan
untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau jadual tidurbangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam kerja.
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar
hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid,
dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam.
Sekresi melatonin juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian
tidur. Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya
terang, sekresi melatonin akan berkurang.

a. HIGIENE TIDUR PADA LANSIA


Gangguan tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur dan gangguan
tidur spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia hendaklah selalu dilakukan. Keluhan
tidur hendaknya jangan diabaikan meskipun mereka sudah tua. Buruknya higiene
tidur dapat disebabkan oleh harapan yang berlebihan terhadap tidur atau jadual
tidur. Akibatnya, lansia sering menghabiskan waktunya di tempat tidur atau
sebentar-sebantar tertidur di siang hari.

b. CHECKLIST HIGIENE TIDUR


Tidur bangun
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya gangguan ritmik
sirkadian tidur. Pemanjangan latensi tidur menunjukkan adanya ketegangan atau
kecemasan sehingga terjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan durasi terbangun
di malam hari dikaitkan dengan nokturia, kejang otot kaki, pernafasan pendek,
dan kecemasan. Terbangun dini hari atau memanjangnya durasi tidur dapat
menunjukkan depresi. Peningkatan frekuensi dan durasi mengantuk di siang hari
menunjukkan tidak adekuatnya tidur di malam hari. Pasien mesti didorong untuk

66

mengatur dan mengurangi waktunya di tempat tidur. Selain itu, pasien mesti
didorong untuk lebih aktif di siang hari (fisik dan sosial).
Lingkungan
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan
tutup mata dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas
tidur yang tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari misalnya makan, menonton TV, dan
memecahkan masalah-masalah serius. Faktor-faktor ini mesti dievaluasi ketika
berhadapan dengan lansia yang mengalami gangguan tidur. Lansia mesti
dianjurkan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk tidur.
Diet dan Penggunaan obat
Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur dapat
mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat onset tidur tetapi beberapa jam
kemudian pasien kembali tidak bisa tidur. Obat-obat tidur atau obat-obat yang
diresepkan untuk gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang dapat
mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi secara berangsur-angsur setelah
beberapa lama menggunakan obat tersebut. Pasien dianjurkan untuk mengurangi
atau mengubah jam-jam penggunaan obat atau diet yang dapat mempengaruhi
tidur.

Hal-hal Umum
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien
dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang
hari. Pasien harus pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca
sampai mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan
yang mengganggu tidur .

Gangguan tidur pada lansia

67

Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik karena faktor usia
dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada lansia. Ada
beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia.
INSOMNIA PRIMER
Ditandai dengan:
Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar
meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan.
Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.
Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental
lainnya.
Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau
zat.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan
terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu.
Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat
mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang
seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis
gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairmentnya bermakna.
Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan tidur. Makin
berokupasi dengan tidur, makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan
makin tidak bisa tidur. Akibatnya terjadi lingkaran setan.
Insomnia kronik disebut juga insomnia psikofisiologik persisten.
Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi
akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur.
Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran
negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan
yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras
untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur. Ketidakmampuan menghilangkan
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha tidur dapat pula menyebabkan
68

insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi


peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga
menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk
tidur. Insomnia ini disebut juga insomnia yang terkondisi.
Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis ditegakkan bila
seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada
bukti objektif adanya gangguan tidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk
tidur (lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi
tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari hasil polisomnografi terlihat bahwa onset
tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih
lama. Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakan mengalami mispersepsi
terhadap tidur.
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan
dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut
selama hidup. Penyebabnya

tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh

ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio retikularis batang otak atau


disfungsi forebrain.
Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi
pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat
menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan
motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas
hidup berkurang dan menyebabkan lansia tersebut lebih sering menggunakan
fasilitas kesehatan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan
tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat
sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi
ketegangan dan kecemasan. Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa
letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat.
Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk
(latensi tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat,

69

dan stadium 3 dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas
alfa dan beta juga meningkat.
1. GANGGUAN TIDUR TERKAIT PERNAFASAN (APNEA TIDUR)
Gangguan tidur terkait pernafasan atau Breathing-Related Sleep Disorders
atau apnea tidur ditandai dengan episode berulang henti nafas yang menyebabkan
terjadinya hipoksia dan terbangun berkali-kali. Keadaan ini dapat terjadi akibat
gangguan ventilasi ketika tidur (hipoventilasi alveolar sentral). Gangguan tidur ini
tidak disebabkan oleh gangguan mental lain dan tidak pula akibat langsung
pengaruh fisiologik atau zat (termasuk medikasi).
Penderita sering mengeluh mengantuk berlebihan di siang hari sehingga
mengganggu fungsinya. Rasa kantuk yang berlebihan ini terjadi akibat seringnya
terbangun di malam hari karena penderita berusaha untuk bernafas normal. Rasa
kantuk sering muncul pada situasi santai misalnya ketika membaca dan menonton
TV atau dalam pertemuan. Bila rasa kantuk sangat berlebihan, penderita bisa jatuh
tidur meskipun ia sedang dalam keadaan aktif misalnya sedang bercakap-cakap,
makan, berjalan, atau berkendara. Tertidur sejenak tidak menyegarkan bahkan
dapat menimbulkan nyeri kepala. Apnea tidur lebih sering terjadi pada laki-laki
terutama bila ia tidur telentang.
Peristiwa-peristiwa respirasi abnormal yang terjadi pada apnea tidur yaitu
apnea (episode berhenti nafas), hipopnea (respirasi lambat dan dangkal), dan
hipoventilasi ( abnormal kadar oksigen dan karbon dioksida darah). Episode
apnea dapat dieksaserbasi oleh penggunaan obat-obat yang mendepresi susunan
saraf pusat dan alkohol. Mendengkur, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler
berkaitan dengan apnea tidur. Bila sindrom apnea tidur derajatnya berat dan tidak
diobati, gangguan fungsi jantung dapat terjadi dan mortalitas meningkat.
Ada tiga bentuk apnea tidur yaitu:

Sindrom apnea tidur obstruktif

Sindrom apnea tidur sentral

Sindrom hipoventilasi alveolar sentral.

70

Sindrom apnea tidur obstruktif adalah bentuk apnea tidur yang paling
sering ditemukan. Sindrom ini ditandai dengan episode berulang obstruksi jalan
nafas atas (apnea-hipopnea) selama tidur. Biasanya terjadi pada penderita yang
sangat gemuk. Penderita biasanya tidur mendengkur (sangat keras) dan nafas
pendek bergantian dengan episode diam yang berlangsung sekitar 20-30 detik.
Dengkuran yang keras terjadi karena ia bernafas melalui aliran udara yang
tersumbat sebagian. Adanya periode diam atau berhenti nafas disebabkan
terjadinya obstruksi sempurna jalan nafas. Berhenti nafas kadang-kadang terjadi
60-90 detik sehingga bisa terjadi sianosis. Sebagian besar penderita tidak
menyadari gangguannya ini.
Sindrom apnea tidur sentral ditandai dengan penghentian episodik
ventilasi ketika tidur (apnea dan hipopnea) tanpa obstruksi jalan udara. Gangguan
ini sering terjadi pada lansia akibat gangguan jantung atau neurologik yang
mengganggu regulasi ventilasi. Mendengkur ringan sering ditemukan pada
penderita dengan gangguan tidur ini.
Sindrom hipoventilasi alveolar sentral ditandai dengan gangguan
pengontrolan ventilasi yang mengakibatkan rendahnya kadar oksigen arteri.
Bentuk ini paling sering terjadi pada orang yang sangat gemuk dan adanya
keluhan tidur berlebihan di siang hari. Seseorang dengan apnea tidur sering
mengeluh adanya rasa tidak enak di dada pada malam hari, rasa tercekik, dan
kecemasan. Pasien mengalami gangguan memori, konsentrasi buruk, dan iritabel.
Gangguan mood (gangguan depresi mayor, distimia), gangguan cemas (gangguan
panik) dan demensia sering dikaitkan dengan apnea tidur. Mengantuk di siang hari
dapat menyebabkan kecelakaan misalnya tertidur saat berkendara. Selain itu,
dapat pula terjadi impairmen okupasional dan sosial.
Nokturia dan inkontinensia nokturnal merupakan salah satu gejala apnea
tidur obstruktif. Hal ini terjadi karena ekskresi urin meningkat dan juga karena
faktor mekanik (tekanan diafragma). Nokturia juga meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan (jatuh) terutama pada lansia yang menggunakan sedatifhipnotik. Prevalensi penyakit renal kronik meningkat dengan bertambahnya umur;
gangguan ini sering menyebabkan nokturia.

71

Tanda-Tanda dan Gejala Apnea Tidur Obstruktif


Susunan saraf pusat
Somnolen berlebihan di siang hari
Gelisah nokturnal
Depresi
Deteriorasi kognitif
Nyeri kepala di pagi hari
Berkurangnya dorongan seksual

Respirasi
Mendengkur
Mulut dan tenggorok kering
Kardiovaskuler
Hipertensi
Gagal jantung
Atritmia
Renal
Enuresis, nokturia
Hematologi
Polisitemia.

2.

RESTLESS

LEG

SYNDROME

(RLS)

dan

PERIODIC

LEG

MOVEMENT (PLM)
Lansia dapat mengalami disfungsi neuromuskular yang berkaitan dengan
tidur. Restless Leg Syndrome disebut juga sindrom Ekbom. Sindrom ini ditandai
dengan adanya dorongan yang kuat untuk memindah-mindahkan kaki dengan
72

cepat ketika mau jatuh tidur. Gerakan-gerakan kaki sering bersamaan dengan
apnea tidur. Pasien sering mengeluh adanya rasa sakit atau parestesia yang
menjalar. Kadang-kadang ada sensasi seperti semut atau cacing menjalar di
tungkai. Gagal ginjal, diabetes, anemia kronik, dan gangguan saraf perifer sering
dihubungkan dengan RLS. Restless leg syndrome dapat pula diinduksi oleh
neuroleptik, antidepresan, lithium, diuretik, dan narkotik. Agonis dopamin dapat
mengurangi RLS. Narkotik juga efektif tetapi harus hati-hati karena dapat
menimbulkan resistensi.
Untuk gangguan ini belum ada terapi yang ideal. Benzodiazepin
(clonazepam) dan temazepam dapat mengurangi frekuensi terbangun tetapi
kurang bermanfaat terhadap gerakan-gerakan kaki. Selain itu, obat ini dapat
menyebabkan sedasi di siang hari. Obat-obat seperti opioid, dan levodopa, serta
carbamazepine, juga cukup bermanfaat.
Periodic Leg Movement disebut juga mioklonus nokturnal yaitu gerakan
kaki berulang, stereotipi, dan durasinya pendek. Gerakan berupa fleksi cepat dan
periodik tungkai dan telapak kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan terbangun
berulang kali sepanjang malam. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Gangguan ini dihubungkan dengan sebab-sebab metabolik, vaskuler,
anemia, defisiensi asam folat, dan gangguan neurologik.
Apnea tidur dan gerakan kaki periodik juga sering pada lansia.
Prevalensinya berkisar antara 25%-60%. Individu dengan gerakan kaki periodik
memiliki waktu tidur satu jam lebih kurang bila dibandingkan dengan kontrol
normal.

3. GANGGUAN RITMIK SIRKADIAN TIDUR


Ritme sirkadian dapat berkurang amplitudonya dengan bertambahnya
umur. Lansia cenderung tidur lebih awal dan bangun juga lebih awal. Dewasa
normal membutuhkan dua jam cahaya siang hari untuk mendapatkan ritme tidur
yang stabil, tetapi lansia hanya membutuhkan sekitar 45 menit. Oleh karena itu,
lansia disarankan menggunakan kacamata hitam bila keluar rumah di pagi hari.
Pajanan cahaya terang buatan antara pukul 7-9 malam dapat meningkatkan
73

keterjagaan. Suara gaduh juga bisa mempengaruhi tidur. Ritme sirkadian yang
dangkal dikaitkan dengan gangguan tidur.

PENATALAKSANAAN
Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan
medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang
mendasarinya. Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk terapi
gangguan tidur baik primer maupun sekunder

Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:


o Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
o Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
o Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan
obat hipnotik,alkohol, gangguan mental
o Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
Konseling dan psikoterapi
Psikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti
(depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini
kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang

dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.


Sleep hygiene terdiri dari:
o Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
o Hindari tidur pada siang hari/sambilan
o Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
o Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
o Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
o Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
o Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
o Hindari rasa cemas atau frustasi
o Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan
secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada
dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan
penekanan aktifitas dari reticular activating system (aras) diotak. Hal tersebut
didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari
obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain
penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses
74

fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari
berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu
pula bila pemakain obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan
ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih
dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase
latensi panjang (nrem) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas
sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal
kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya.
Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan
gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara,
sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang
rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan
tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati
pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan
menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut
tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah
sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan
jenis

obat

yang

bereaksi

cepat

(short

action)

dengan

membatasi

penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur


yang normal.
Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia,
dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term
insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang
penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang
sebaiknya

obat

tersebut

dihentikan

secara

perlahan-lahan

untuk

menghindarkan terapi withdrawal.


Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi
cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin
yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya pengobatan
harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu
untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan
evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang
75

sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut


dihentikan secara berlahan-lahan untuk menghindarkan withdraw terapi.
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan
utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat
dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin,
prekursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk
suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik
tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas
atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi
pemberian harus singkat.
Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan
dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari.
Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien penyakit paru
obstruktif

kronik,

obesitas,

gangguan

jantung

dengan

hipoventilasi.

Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping


berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik
sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia
harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin.
Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan
bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadangkadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (rls). Mirtazapine
merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific serotonin
antidepressant (nassa). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1
berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi rem, total waktu tidur,
kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine.
Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur.
Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin,

dan

monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia.


Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria.
Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena cenderung menekan
pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien
tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium.

76

Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal.


Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien
gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita depresi
mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada
lansia dengan insomnia. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam makanan.

BAB III
3.1 PENUTUP
Tidur adalah proses yang amat diperlukan manusia untuk terjadinya
pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak,
memberi waktu bagi organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga
keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh.

Rata-rata orang dewasa

membutuhkan 7,5 jam tidur setiap malamnya, walaupun ada beberapa orang yang
memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya. Hal ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya usia, aktivitas fisik, penggunaan obat, dan
sebagainya.
Apabila keadaan tersebut mengalami kelainan maka akan timbul gangguan
tidur. Sebagai dokter, kita harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang
teliti dan seksama agar diagnosis tipe gangguan tidur dapat ditegakkan. Kriteria
diagnosis untuk masing-masing gangguan tidur berbeda-beda menurut jenisnya.
Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit
paru, neurodegenerasi, penyakit endokrin, kanker, dan penyakit saluran
pencernaan, serta penyakit muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur.
Gangguan mental seperti depresi, anksietas, demensia serta delirium dapat pula
menimbulkan gangguan tidur. Pola gangguan tidur pada penderita depresi berbeda
dengan yang tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada setiap

77

stadium gangguan tidur. Langkah pertama mengobati gangguan tidur adalah


mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya.
Edukasi penting diberikan kepada pasien tentang sleep hygiene yang baik
dalam mengatasi berbagai gangguan tidur.

Penggunaan obat hipnotik-sedatif

harus dibatasi dan diawasi dengan cermat, mengingat efek samping yang dapat
ditimbulkannya, oleh karenanya penggunaan obat tersebut harus benar-benar
disesuaikan dengan kebutuhan individual dari pasien.

3.2 KESIMPULAN
Kesimpulan dari refrat ini adalah sebagai berikut:
1. Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental
2. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Rapid Eye Movement (REM) dan
tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
3. Gangguan tidur dapat dibagi menjadi insomnia, hipersomnia, parasomnia
dan gagguan jadwal tidur-bangun
4. Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, yang
merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui dan dapat bersifat
sementara atau menetap
5. Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa mengantuk di
siang hari yang berlebihan, atau kadang-kadang keduanya
6. Parasomnia merupakan fenomena yang tidak diinginkan atau yang tidak
biasa yang terjadi tiba-tiba saat tidur atau terjadi pada ambang antara
bangun dan tidur. Parasomnia biasanya terjadi pada tahap 3 dan 4 sehingga
dikaitkan dengan ingatan buruk mengenai gangguan ini
7. Gangguan jadwal tidur-bangun melibatkan pergeseran tidur dari periode
sirkadian yang diinginkan

78

DAFTAR PUSTAKA

1. Frost R. Sleep Disorder. Dalam: Introductory Textbook of Psychiatry, Andreasen NC,


Black DW. eds, 3rd ed. Am Psychiatric Publ. Inc, Washington DC, London. 2001.

2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4 th ed, Text Revision, American
Psychiatric Association, 2000.

3. Setiabudhi, Tony. Gangguan Tidur. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri), cetakan
ke sembilan. Lektor Kepala Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 2010/2011.

4. Printz PN, Vittelo MV. Sleep disorders. Dalam: Comprehensive Textbook of


Psychiatry. Sadock BJ, Sadock VA, eds, 7th ed, Lippincott Williams & Wilkins. A
Wolters Kluwer Co.; 2000.

5. Sadock BJ. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of Psychiatry,


Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.; 2007.

6. www.cerminduniakedokteran.com

79

10th ed,

Anda mungkin juga menyukai