DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
ANDI SUKMAWATI
102119044
1
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...................................................................................... 4
B.Rumusan Masalah................................................................................. 5
C.Tujuan................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ...............................................................................................6
B. Etiologi................................................................................................6
C. Manifestasi..........................................................................................7
D. Patofisiologi.........................................................................................9
E. Diagnosis............................................................................................11
F. Diagnosis banding..............................................................................14
G. Penatalaksanaan..................................................................................15
H. Prognosis............................................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit
yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit neurologis utama, juga
merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di masyarakat. Epilepsi
sering dihubungkan dengan distabilitas fisik, mental, dan konsekuensi psikososial
bagi pemandangannya. Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-
anak. Pada tahun 2000 diperkirakan penyandang epilepsi diseluruh dunia
berjumlah 50 juta orang.1
C. Tujuan
Untuk mengetahui jenis epilepsi salah satunya adalah tipe absans dan juga
penatalaksanaannya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
A. Definisi
B. Etiologi
6
Bangkitan terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
menurun.4
Kelainan penyebab absans yang pernah dilaporkan adalah malformasi
arteri vena, autisme, gangguan biokimia, tumor otak, abses serebri, mikrosefali
kongenital, kraniostenosis, sindrom down, ketergantungan obat ensefalitis,
gangguan endrokrin, trauma kepala, hidrosefalus, lesi hipotalamus, perdarahan
kranial pada neonates, meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis sclerosis.5
C. Manifestasi Klinis
1. Absans Tipikal
Gejala klinis dan gambaran EEG absans tipikal beragam. Gejala klasik
absans tipikal adalah gangguan kesadaran dengan onset yang mendadak
dan durasi yang singkat, sehingga pasien tidak respons dan terjadi
interupsi aktivitas yang sedang dikerjakan. Serangan berhenti tiba-tiba
dimana fungsi mental mengalami perbaikan segera setelah bangktan
berhenti dan pasien dapat langsung melakukan aktivitas yang terhenti
sebelum serangan.3
Gangguan kesadaran saat serangan dapat sangat ringan atau berat.
Penelitian dengan menggunakan video EEH menunjukkan 94% serangan,
selain gangguan kognitif, juga terjadi perubahan ekspresi wajah dan
pandangan kosong. Bangkitan absans dapat memiliki gejala gangguan
kesadaran saja namun dapat juga memiliki gejala lain, yaitu :
7
a. Gejala klonik ringan dari kelopak mata, ujung bibir, atau otot
lainnya.
b. Gejala atonik yang menyebabkan kepala menunduk.
c. Kontraksi tonik otot yang menyebabkan retropulsi kepala dan
batang tubuh kaku membengkok ke belakang.
d. Automatisme, misalnya gerakan membasahi bibibr, mengecap,
menelan berjalan tidak tentu arah.
e. Gangguan otonom, misalnya kulit pucat, keringat dingin,
kemerahan pada kulit, dan dilatasi pupil.
Absans atipikal memiliki gambaran EEG yang khas yang timbul pada
lebih daro 90% penderita, yaitu gelombang paku ombak 3Hz (>2,5Hz),
simetris dan bilateral sinkron dengan predominan frontal. Pada fase awal
(satu detik pertama) serangan, frekeunsi gelombang paku-ombak lebih
cepat dan tidak stabil. Pada fase inisial (3 detik pertama) serangan,
frekuensi lebih regular dan stabil., dan frekuensi melambat pada saat fase
akhir (3 detik terakhir).6
2. Absans Atipikal
Dibandingkan dengan absan tipikal, absan atipikal memiliki awal dan
akhir yang kurang mendadak, durasi lebih lama, gangguan kesadarn lebih
ringan, dan gangguan tonus yang lebih signifikan. Serangan sering terjadi
saat mengantuk.3
Gambaran interiktal EEG pada absans antipikal menunjukkan latar
belakang yang lambat, gelombang paku ombak yang irregular, asimetris
dan amplitude rendah, denagn frekuensi dibawah 2,5 Hz. Penyebab absans
atipikal masih belum diketaui, namun diketahui bahwa pada bangkitan
absans atipikal aktivitas epileptiform tidak terbatas pada sirkuit
talamokortikal saja, tetapi meliputi seluruh sirkuit hipokampal-
talamortikal.1,3
Absans atipikal timbul terutama pada epilepsy simptomatik atau
kriptogenik berat pada anak dengan gangguan belajar yang juga
8
mengalami bangkitan lain. Sering terjadi pada sindrom Lennox-Gastaut,
esefalopati epileptik dengan gelombang paku-ombak kontinyu saat tidur
(continues spike and wave during sleep), dan epilepsi dengan bangkitan
mioklonik-astatik.
D. Patofisiologi
9
Bangkitan absans diprovokasi oleh sirkuit thalamokortikal yang abnormal
dapat mengaktivasi irama osilatori yang abnormal, sehingga mencetuskan
gelombang paku ombak 3 Hz khas bangkitan absans. Mekanisme selular yang
mendasari aktivitas ini melibatkan channel kalsium T voltase rendah.
GABAb merupakan neurotransmitter yang berperan penting, dengan
aktivitas mencetuskan hiperpolarisasi yang diperlukan untuk mengaktifkan
channel kalsium voltase rendah untuk dalam menginisiasi cetusan. Serangan
terutama ditimbulkan oleh aktivitas inhibisi(terutama GABAb), berbeda
dengan bangkitan umum lain atau bangkitan fokal di mana terjadi aktifitas
eksitasi yang berlebihan. GABAb agonis (misalnya baclofen) mencetuskan
serangan absans, sedangkan GABAb antagonis mencegah kejang. Vigabatrin
dan tiagabin adalah obat dengan aktivitas GABA-ergik yang mempengaruhi
degradasi atau re-uptake GABA sehingga mencetuskan serangan absans.
10
absans disebabkan oleh hubungan respirokal neuron di thalamus dan korteks.
Penelitian pada pasien bangkitan absans dengan menggunakan EEG-fMRI
menunjukkan gambaran aktivitas pada korteks frontal dan parietal, serta
thalamus, dimana peningkatan dan penurunan signal bervariasi di setiap
tempat.3
E. Diagnosis
Diagnosis bangkitan absans ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
gambaran EEG Iktal dan interiktal. Untuk menegakkan diagnosis bangkitan
absans dengan tepat, harus didapatkan deskripsi bangkitan secara tepat.
Deskripsi meliputi ada atau tidaknya aura, peristiwa yang terjadi saat serangan,
ada tidaknya gejala postiktal, dan durasi serta frekuensi serangan. Hal lain yang
penting didapatkan adalah riwayat keluarga dengan epilepsi dan riwayat
tumbuh kembang pasien.3
1. Anamnesis
Anamnesis harus ilakukan secar cermat, rinci dan menyeluruh.
Penjelasan mengenai segala sesuatu yang terjadi sebelum, saat, dan setelah
serangan merupakan informasi yang penting dan merupakan kunci
diagnosis. Anamnesis dapat meliputi1 :
a. Pola / bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama, dan sesudah serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat terjadinya serangan pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab, dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
11
2. Pemeriksaa fisik umum dan neurologis
Pada pemeriksaan fisik umum dan neurologis, dapat dilihat adanya
tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti
trauma kepala, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau
difus, infeksi telinga atau sinus. Sebab-sebab terjadinya serangan epilepsi
harus dapat ditepis melalui pemeriksaan fisik dengan menggunakan umur
dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Untuk penderita anak-anak,
pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukan
awal ganguan pertumbuhan otak unilateral
3. Pemeriksaan penujang
a. Elekroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi
untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan
pada EEG, kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak. Sedangkan adanya kelainan umum pada
EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau
metabolik.
Frekuensi gelombang paku ombak. Pada bangkitan absans tipikal
frekuensi gelombang 3Hz, sedangkan pada absans atipikal
frekuensinya 1-2Hz dan latar belakang lambat dibandingkan dengan
usia penderita. Onset serangan. Pada absans tipikal perubahan perilaku
memiliki onset yang mendadak, dan terjadinya bersamaan dengan
adanya gelombang paku ombak. Pada absans atipikal gerakan volunter
dan kesadaran dapat tetap terjaga saat serangan, yang kemudian akan
terjadi gangguan secara gradual, dan tidak selalu bersamaan dengan
timbulnya gelombang paku ombak.3
12
Klinis Gambaran EEG Absans Atipikal Absans Tipikal
Awal dan akhir serangan Perlahan Mendadak
Kesadaran/respons Berkurang namun tidak Bervariasi dari ringan
menghilang hingga sedang
Perubahn tonus Biasanya jelas Biasanya ringan
Durasi Biasanya lebih panjang Biasanya singkat,
(kadang hitungan menit) sangatjarang >30-40
detik
Post Iktal Gangguan kognitif tetap Langsung respons
ada
EEG Interiktal Latar belakang abnormal Latar belakang normal,
disertai cetusan kadang disertai cetusan
epileptiform yang epileptiform tipikal IGE
beragam
EEG Iktal Gelombang paku ombak Gelombang paku ombak
lambat (<2,5Hz) cepat (>2,5Hz)
b. Radiologis
Pemeriksaan MRI kepala merupakan pencitraan pilihan terbaik
pada epilepsi. Pada keadaan fasilitas MRI tidak tersedia, pemeriksaan
CT scan kepala tanpa atau dengan kontras dapat dilakukan, meskipun
memberikan hasil tidak sebaik MRI kepala. Magnetic resonance
imaging kepala dengan atau tanpa kontras dapat menemukan etiologi
epilepsi seperti neoplasma otak, ensefalitis autoimun, dan
leukomalasia serebral.5
F. Diagnosis Banding
13
Istilah absans sendiri hanya merupakan deskripsi singkat dari gejala klinis
yang dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme fisiologi. Gejala bangkitan
absans cukup khas, sehingga sebenarnya cukup mudah didiagnosis, karena itu
riwayat lengkap dari kejadian sangatlah penting. Bangkitan absans harus
dibedakan dengan kondisi nonepilepsi (gangguan atensi dan gangguan
perilaku), seperti pada ADHD, dan autisme atau dengan epilepsi fokal.5
Kondisi nonepilepsi yang menyerupai gejala absans biasanya berupa
pandangan kosong. Hal tersebut dapat dibedakan dengan mengamati waktu
terjadinya serangan dan kesadaran saat serangan. Kondisi nonepilepsi biasanya
timbul pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat menonton televisi atau sedang
makan, sedangkan serangan epilepsi dapat terjadi kapan saja. Pada kondisi
nonepileptik bila penderita disentuh, ia akan langsung bereaksi, sedangkan
pada serangan epilepsi tidak.
Gambaran EEG dapat membantu membedakan bangkitan absans dengan
bangkitan lainnya bila hasilnya tidak normal. Bila hasil EEG normal sedangkan
kecurigaan diagnosis epilepsi tinggi perlu dilakukan EEG monitoring disertai
perekaman video sebagai baku emas untuk diagnosis epilepsi untuk
menentukan tipe bangkitan.
Gambaran EEG pada bangkitan absans menunjukkan gelombang paku
ombak bilateral sinkron 3Hz. Bangkitan parsial kompleks menunjukkan
gambaran EEG gelombang paku fokal, sedangkan pada bangkitan dari lobus
frontal dapat menunjukkan gambaran perlambatan bilateral di lobus frontal,
cetusan iktal asimetrik, fokus interiktal di frontal pada gambaran EEG. Pada
epilepsi fokal dapat didapatkan abnormalitas pada pemeriksaan MRI. Pada
pada bangkitan absans mioklonik dapat ditemukan kontraksi tonik pada lengan.
Bila gejala motorik asimetris,perlu dipikirkan bangkitan fokal.5
14
G. Penatalaksanaan
15
bangkitan berulang, politerapi dapat diberikan dengan pertimbangan profil obat
yang dikombinasi. Apabila masih tidak dapat diatasi, maka peru
dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk menghilangkan focus
epileptikus.1
H. Prognosis
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesipulan
Gejala klasik absans tipikal adalah gangguan kesadaran dengan onset yang
mendadak dan durasi yang singkat, sehingga pasien tidak respons dan terjadi
interupsi aktivitas yang sedang dikerjakan. Dibandingkan dengan absan tipikal,
absan atipikal memiliki awal dan akhir yang kurang mendadak, durasi lebih
lama, gangguan kesadarn lebih ringan, dan gangguan tonus yang lebih
signifikan.
Anak dengan absans tipikal memiliki prognosis yang baik dan tidak
mengalami gangguan kognitif. Hal ini berhubungan dengan terbatasnya
cetusan di sirkuit thalamokortikal. Pada absans atipikal berhubungan dengan
gangguan kognitif berat dan gangguan perkembangan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mayza, A., Yanuar, A., & dkk. (2017). Buku Ajar Neurologi Buku 1. Jakarta:
Departmen Neurologi UI
3. Larasati, A., & Hamid, D. (2014). Pendekatan Diagnosis Bangkitan Absans Dan
Berbagai Sindrom Epilepsi Dengan Gejala Bangkitan. Neurona Vol.31.
4. Guyton, H. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jaharta: Elsevier.
18