(Menaldi,2017)
(Muhammad abror,2017)
2
pemfigus vulgaris
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
4
2.
ETIOLOGI
.(Siregar,2014))
5
3.
EPIDEMIOLOGI
.(Andriana,2019)
6
4.
FAKTOR RESIKO
.(Siregar,2014))
7
5.
CARA PENEGAkKAN
DIAGNOSIS
.(Siregar,2014))
8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
2. Pemeriksaan Histopatologi
(akantolisis).
Kemudian
akan terjadi
keratinosit
berdiferensiasi.
(Menaldi, 2017)
10
7 PATOfisiologi
(Menaldi, 2017)
11
8 DIAGNOSIS BANDING
(Menaldi, 2017)
12
9
PENATALAKSANAAN
II. Farmakologi
I. Non Farmakologi
A. Sistemik
Tidak ada • Obat utama kortikosteroid, prednison 60-150
mg/hari atau deksametason dosis tinggi .
Setelah ada perbaikan dosis diturunkan secara
logaritmik.
• Antibiotik spektrum luas untuk melindungi
terhadap infeksi ,cefotaxim 1 gr/12 jam
gentamycin inj 80mg/12 jam
GUNAWAN,,2016)
(Menaldi,2017)
13
10 Komunikasi dan edukasi
(Menaldi,2017)
14
11 Komplikasi
Suniti,2018
(Menaldi,2017)
15
12 prognosis
Menaldi,2017
(Menaldi,2017)
16
13 profesionalisme
(Menaldi,2017)
17
14 KESIMPULAN
1. DEFINISI salah satu penyakit berlepuh dengan pembentukan bula di atas kulit normal dan selaput lendir
2. Anamnesa:Keadaan umum penderita biasanya buruk. Enam puluh persen lesi biasanya pada
PENEGAKKAN
DIAGNOSA kepala berambut dan mukosa mulut.
Pemeriksaan Fisik:
Lokalisasi : Generalisata.
Efloresensi/sifat-sifutnya : Bula berdinding kendur, eritema, krusta, erosi, dan
hipo/hiperpigmentasi
Pemeriksaan Penunjang:Imunoefloresensi dan histopatologi
3. TERAPI
A. Sistemik
• Obat utama kortikosteroid, prednison 60-150 mg/hari atau deksametason dosis tinggi .
• Antibiotik spektrum luas untuk melindungi terhadap infeksi
18
3. EDUKASI & 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang perjalanan penyakit yang
KOMUNIKASI dialaminya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bagaimana cara merawat luka untuk
mencegah infeksi sekunder.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pengobatan yang harus dijalaninya
beserta komplikasi dan pemakaian obat tersebut.
5. PROGNOSIS Dengan ditemukannya kortikosteroid dan imunostatik, maka prognosis pemfigus vulgaris
sekarang ini lebih baik
19
pemfigus Eritomatosus
1 Definisi
(Siregar,2014))
21
2 Etiologi
(Rhakes,2018)
22
3 epidemiologi
(Windi, 2016)
5
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS
Lokalisasi :
Pada anamnesa pasien Kedua sisi batang dan pipi, mirip gambar
didapatkan gambaran keadaan kupu-kupu; juga dada, punggung, kulit
umum baik. Lesi biasanya kepala dan ekstremitas.
memiliki keluhan rasa panas dan
nyeri, gatal. lesi mula-mula Efloresensi:
sedikit, dapat berlangsung Eritema berbatas tegas dengan skuama
berbulan-bulan dan mengalami tebal disertai eksudasi dan krusta yang
remisi. berwarna kuning kecoklatan.
(Siregar, 2014)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
2. Pemeriksaan Histopatologi
26 (Hendri Tanojo,2016)
6 PATOGENESIS
menargetkan
domain ekstraseluler
desmoglein yang diperkirakan
membentuk antarmuka
transadesif antar sel (Menaldi, 2017)
27
7 PATOFISIOLOGI
dapat
berkontribusi pada patologi internalisasi permukaan sel
penyakit desmoglein
(Menaldi, 2017)
28
8 DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Herpetiformis
(DH) atau dikenal juga sebagai morbus Duhring adalah penyakit
kulit autoimun yang bersifat kronik dan sangat gatal, disertai
timbulnya lesi papulovesikular yang berulang. Penyakit ini
ditandai dengan papul, vesikel, plak, urtika, eritema dan
kelompok ekskoriasi di daerah ekstensor, siku, lutut, bokong dan
punggung yang terdistribusi secara simetris
(Menaldi, 2017)
29
9 Penatalaksanaan
FARMAKOLOGI
NON-FARMAKOLOGI
• Terapi Topikal
Kompres bagian tubuh Kortikosteroid topical: fluosinolon asetonida
yang terjadi lesi erosif 0,25 %, klobetason 0,01 % boleh diulang.
• Terapi Sistemik
dengan larutan asam
Sulfonamide ¨
salisilat 0,1% dan NaCl Dosis dewasa: 4–8 gram per hari, dibagi
0,9% menjadi 4–6 dosis.
Dosis anak-anak >2 bulan: 75 mg/kgBB per
hari, dibagi menjadi 4–6 dosis
Minosiklin dosis yang dapat diberikan yaitu
50-100 mg per oral terbagi dalam 2 dosis
perhari
Prednisone 60-120 mg perhari sampai lesi-
lesi berkurang. Setelah penyembuhan klinis,
(Didona dkk, 2019) dosis diturunkan
10 Komunikasi dan edukasi
(Menaldi,2017)
31
11 Komplikasi
Dubia ad bonam Secara umum prognosis pasien baik, dan memiliki respon
yang baik terhadap obat
(Menaldi,2017)
33
13 profesionalisme
(Menaldi,2017)
34
14 KESIMPULAN
1. DEFINISI salah satu bentuk pemfigus dengan gejala klinis yang lebih jinak, serta tidak memengaruhi
keadaan umum
2. Anamnesa:Pada anamnesa pasien didapatkan gambaran keadaan umum baik. Lesi biasanya
PENEGAKKAN memiliki keluhan rasa panas dan nyeri, gatal. lesi mula-mula sedikit, dapat berlangsung
DIAGNOSA berbulan-bulan dan mengalami remisi.
Pemeriksaan Fisik:
Lokalisasi :
Kedua sisi batang dan pipi, mirip gambar kupu-kupu; juga dada, punggung, kulit kepala dan
ekstremitas.
Efloresensi:
Eritema berbatas tegas dengan skuama tebal disertai eksudasi dan krusta yang berwarna
kuning kecoklatan.
3. TERAPI Kompres bagian tubuh yang terjadi lesi erosif dengan larutan asam salisilat 0,1% dan NaCl 0,9%
Kortikosteroid topical: fluosinolon asetonida 0,25 %, klobetason 0,01 % boleh diulang.
35
4. EDUKASI & 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang perjalanan penyakit yang
KOMUNIKASI dialaminya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bagaimana cara merawat luka untuk
mencegah infeksi sekunder.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pengobatan yang harus dijalaninya
beserta komplikasi dan pemakaian obat tersebut.
6. PROGNOSIS Dubia ad bonam Secara umum prognosis pasien baik, dan memiliki respon yang baik terhadap
obat
36
pemfigus Folliaseus
1 Definisi
.
Adalah salah satu bentuk pemfigus yang
memberi gejala klinik berupa vesikel-
vesikel berdinding tipis yang mudah
pecah.
(Menaldi,2017)
38
2.
ETIOLOGI
.(Siregar,2014))
39
3.
EPIDEMIOLOGI
.(Rhakes,2018))
40
4
Faktor resiko
• SinarUltraviolet
• Usia
(Rhakes,2018)
5
CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS
Gejalanya tidak seberat pemfigus Lokalisasi : Kulit kepala, wajah, dada, dan
vulgaris. Perjalanan penyakit daerah seboroik; bersifat simetris.
kronik, remisi terjadi temporer.
Penyakit mulai dengan timbulnya Efloresensi/sifat-sifatnyn a:
vesikel/bula, skuama dan krusta Eritema menyeluruh disertai skuama kasar.
serta sedikit eksudatif, kemudian Vesikel atau bula lentikular berdinding
memecah dan meninggalkan kendur hanya sedikit daerah erosif
erosi. generalisata.
(Siregar, 2014)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
terdapatnya IgG Granuler dan C3
interselular
2. Pemeriksaan Histopatologi
43 (Hendri Tanojo,2016)
6 PATOGENESIS
menargetkan
domain ekstraseluler
desmoglein yang diperkirakan
membentuk antarmuka
transadesif antar sel (Menaldi, 2017)
44
7 PATOFISIOLOGI
dapat
berkontribusi pada patologi internalisasi permukaan sel
penyakit desmoglein
(Menaldi, 2017)
45
8 DIAGNOSIS BANDING
Eritroderma:seluruhpermukaantubuhme
njadi merah tanpa adaeksudasi;skuama
halus sampai sedang. Penderita selalu
mengeluh kedinginan.
(Menaldi, 2017)
46
9 Penatalaksanaan
FARMAKOLOGI
NON-FARMAKOLOGI
• Terapi Topikal
Kompres bagian tubuh Kortikosteroid topical: fluosinolon asetonida
yang terjadi lesi erosif 0,25 %, klobetason 0,01 % boleh diulang.
• Terapi Sistemik
dengan larutan asam
Sulfonamide ¨
salisilat 0,1% dan NaCl Dosis dewasa: 4–8 gram per hari, dibagi
0,9% menjadi 4–6 dosis.
Dosis anak-anak >2 bulan: 75 mg/kgBB per
hari, dibagi menjadi 4–6 dosis
Minosiklin dosis yang dapat diberikan yaitu
50-100 mg per oral terbagi dalam 2 dosis
perhari
Prednisone 60-120 mg perhari sampai lesi-
lesi berkurang. Setelah penyembuhan klinis,
(Didona dkk, 2019) dosis diturunkan
10 Komunikasi dan edukasi
(PERDOSKI,2017)
48
11 Komplikasi
(Suniti , 2018).
49
12 prognosis
(Siregar,2014)
50
13 profesionalisme
51
14 KESIMPULAN
1. DEFINISI Adalah salah satu bentuk pemfigus yang memberi gejala klinik berupa vesikel-vesikel berdinding
tipis yang mudah pecah.
2. Anamnesa:Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi
PENEGAKKAN temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta serta sedikit
DIAGNOSA eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi.
Pemeriksaan Fisik
:Lokalisasi : Kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik; bersifat simetris.
Efloresensi/sifat-sifatnyn a:
Eritema menyeluruh disertai skuama kasar. Vesikel atau bula lentikular berdinding kendur
hanya sedikit daerah erosif generalisata.
52
4. EDUKASI & 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang perjalanan penyakit yang
KOMUNIKASI dialaminya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bagaimana cara merawat luka untuk
mencegah infeksi sekunder.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pengobatan yang harus dijalaninya
beserta komplikasi dan pemakaian obat tersebut.
6. PROGNOSIS Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang lain.
Penyakit akan berlangsung kronik
53
pemfigus Vegetans
1 Definisi
(PERDOSKI,2017)
54
1.1 klasifikasi
1. Tipe Neumann
Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali
timbulnya pada usia lebih muda.Tempat predileksi di muka,
aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang
lain.Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-
bula yang kendur, menjadi erosidan kemudian menjadi
vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah
intertrigo.
(Menaldi,2017)
55
2 Etiologi
(PERDOSKI,2017)
56
3.
EPIDEMIOLOGI
.(Siregar,2014))
57
4
Faktor resiko
(Windi, 2016)
5 CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS
(Siregar, 2014)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
Terdapat IgG dan interseluler
2. Pemeriksaan Histopatologi
Terdapat akantolisis
suprabasal,mengandung banyak
eosinofil, dan terdapat hiperplasi
epidermis dengan abses eosinofilik pada
lesi yang vegetatif.
60 (Hendri Tanojo,2016)
6 PATOGENESIS
keratinosit
berdiferensiasi.
(Andriana,2019)
61
7 PATOfisiologi
(Andriana,2019)
62
8 DIAGNOSIS BANDING
PV DH
(Menaldi, 2017)
63
9
PENATALAKSANAAN
II. Farmakologi
I. Non Farmakologi
A. Sistemik
Dapat dikompres dengan • kortikosteroid, prednison 60-150
nacl 0,9 % pada lesi yang mg/hari Setelah ada perbaikan dosis
mengalami erosi
diturunkan secara logaritmik.
• Antibiotik spektrum luas untuk
melindungi terhadap infeksi
(Siregar,2014)
64
10 Komunikasi dan edukasi
(PERDOSKI,2017)
65
11 Komplikasi
(Schulze,2017).
66
12 prognosis
(Menaldi,2017)
67
13 profesionalisme
68
14 profesionalisme
1. DEFINISI Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigu vulgaris dan sangat jarang ditemukan
2.
Anamnesa:Dari anamnesis biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri disertai rasa gatal dan
PENEGAKKAN
DIAGNOSA juga terdapat riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik:Lokalisasi : Mulut, wajah, ketiak, kelamin, intertrigo, perineum, umbilikus,
hidung, ekstremitas dan kulit kepala.
3. TERAPI • kortikosteroid, prednison 60-150 mg/hari Setelah ada perbaikan dosis diturunkan secara
logaritmik.
• Antibiotik spektrum luas untuk melindungi terhadap infeksi
69
4. EDUKASI & 1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang perjalanan penyakit yang
KOMUNIKASI dialaminya.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bagaimana cara merawat luka untuk
mencegah infeksi sekunder.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang pengobatan yang harus dijalaninya
beserta komplikasi dan pemakaian obat tersebut.
70
Pemfigoid Bulosa
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
72
2 ETIOLOGI
(Menaldi 2017)
73
3 EPIDEMIOLOGI
1 2
Sering terjadi pada usia. usia Predileksi sama pada setiap etnis, ras,
(Wolf K, 2017)
74
4 faktor risiko
2.
1. Sinar ultraviolet
3.
(Fenella W, 2016)
75
5 CARA PENEGAkKAN
DIAGNOSIS
(Siregar,2014)
76
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
2. Pemeriksaan Histopatologi
Menyebabkan
Kemudian
2
Pemvigus vulgaris
1 3
Pemfigoid Bulosa Dermatitis Herpetiformis
80
ETIOLOGI SUBJEK PREDILEKSI EFLORESENSI
PEMFIGOID BULOSA Autoimun Gatal dan Aksila; paha bagian Bula berisi cairan jernih
nyeri medial, perut, fleksor dengan dinding tegang
lengan bawah, tungkai
bawah
Dermatitis Herpetiformis Autoimun Sangat Pada siku, lutut, Berupa eritema, papulo-
gatal bokong, punggung, atau vesikei, vesikel atau bula
kulit kepala. Wajah yang berkelompok
dan selangkangan simetris. Dinding tegang,
berisi cairan jernih.
(Siregar,2014)
9
PENATALAKSANAAN
(Fenella W, 2016).
11
KOMPLIKASI
(Beers M H, 2016)
12 PROGNOSIS
(Siregar,2014).
13
PROFESIONALISME
1. DEFINISI penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (Komponen
komplemen ke 3) pada epidermal basement zone
2.
Anamnesa:Dari anamnesis biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri disertai rasa gatal dan
PENEGAKKAN
DIAGNOSA juga terdapat riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik:Lokalisasi : Ketiak, lengan bagian fleksor, lipat paha dan mulut.
Efloresensi/sifat-sifatnya : Bula berisi cairan jernih dengan dinding tegang, terkadang
hemoragik
87
4. EDUKASI & 1. Menghindari paparan sinar matahari khususnya pada area
KOMUNIKASI kulit yang terkena pemfigoid bulosa.
2. Lindungi bula yang pecah dengan menggunakan pelapis yang
kering dan steril agar terhindar dari infeksi.
5. KOMPLIKASI 1. Jika tidak segera diobati, bula yang pecah dapat menjadi terinfeksi.
2. Ketika pemfigoid bulosa muncul pada membran mukosa di area mulut atau mata,
komplikasi yang muncul adalah jaringan parut pada area tersebut
6. PROGNOSIS Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama beberapa bulan atau
beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik.Walaupun
88
Dermatitis Herpetiformis
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
90
2 ETIOLOGI
(Menaldi 2017)
91
3.
EPIDEMIOLOGI
.(Siregar,2014))
92
4
Faktor resiko
(Windi, 2016)
5 CARA PENEGAkKAN
DIAGNOSIS
(Siregar,2014)
94
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
2. Pemeriksaan Histopatologi
Pada daerah eritem disekitar vesikel yang
baru muncul terdapat akumulasi netrofil
dan beberapa eosinofil pada ujung papila
dermis yang semakin lama semakin
bertambah besar membentuk
mikroabses. 95 (William H, 2016).
6 (Reunala dkk, 2018)
(Antigan dkk, 2019).
PATOGENESIS
Lalu
Masuk ke sirkulasi
pemuluh darah
Kemudian
Mengendap di
Dermatitis Reaksi imunologi persimpangan dermal-
Herpetiformis epidermal
Terjadilah Memicu
7
PATOFISIOLOGI
Menyebabkan
Dermatitis Psoriasis
Psoriasis pustulosa adalah salah satu bentuk klinis dari psoriasis
yang ditandai adanya erupsi pustul yang bersifat steril (non
infectious pus) dengan dasar eritematosa..
(Menaldi, 2017)
(Menaldi, 2017)
98
9
PENATALAKSANAAN
1 Nonfarmakologi
2.
Diet bebas gluten (DBG): menghindari makanan yang mengandung gandum
(roti, sereal, mie)..
2.2 Farmakologi
(Siregar, 2017)
(PERDOSKI, 2017)
10
KOMUNIKASI DAN EDUKASI
1. DEFINISI Dermatitis herpetiformis adalah penyakit bulosa autoimun yang bersifat kronik berulang,
2.
Anamnesa:Pada anamnesa pasien didapatkan gambaran sangat gatal terasa terbakar,
PENAGAKKAN
DIAGNOSA gambaran lesi melepuh umumnya dikenal sebagai penyakit celiac
Lokalisasi : Pada siku, lutut, bokong, punggung, atau kulit kepala. Wajah dan selangkangan
Efloresensi : Hiperpigmentasi, vesikel papula eritema dan plak menyerupai urtikaria, pustule
104
4. EDUKASI & 1. Penjelasan kepada pasien dan/atau keluarga mengenai penyakit, terapi, serta prognosis
KOMUNIKASI 2. Memberi edukasi cara merawat lepuh, menghindari penggunaan obat-obat tanpa
sepengetahuan dokter.
3. Menghindari diet yang mengandung gluten (diet bebas gluten).
5. KOMPLIKASI
Sistem saraf: epilepsi, migrain, depresi, ataxia
Sistem hematopoietik: limfoma non-Hodgkin, hiposplenisme
Sistem muskuloskeletal: osteoporosis dan osteomalacia, fraktur patologis
Sistem genito-urinary: gangguan kesuburan, keguguran berulang
6. PROGNOSIS Dermatitis Herpetiformis merupakan penyakit seumur hidup yang membutuhkan manajemen
jangka panjang. Pasien dapat memiliki gejala DH yang memburuk dengan asupan gluten; remisi
spontan telah dilaporkan dengan pengurangan dietnya. Dalam satu studi kecil, enam dari delapan
pasien menunjukkan remisi spontan dengan perkiraan asupan gluten harian di bawah 12 gram.
Prognosis baik jika penatalaksanaan adekuat.
105
Chronic Bullous Disease Of Childhood (C.B.D.C)
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
107
2 ETIOLOGI
(Menaldi 2017)
108
3.
EPIDEMIOLOGI
.(Siregar,2014))
109
4
Faktor resiko
(Windi, 2016)
5 CARA PENEGAkKAN
DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan Histopatologi
Ditemukan celah subepidermal dengan
neutrofil sepanjang basal membran
keganasan . menyebabkan
Kelainan BMZ
(Menaldi, 2017)
113
7 PATOfisiologi
Terbentuknya bula
(Menaldi, 2017)
114
8 DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis adalah kondisi ruam gatal
yang berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE).
Ini terjadi ketika sistem kekebalan imun tubuh bereaksi
dengan gluten yang dicerna oleh tubuh
Pemfigoid Bulosa
Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang
ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang
(Menaldi, 2017)
115
9
PENATALAKSANAAN
1 Nonfarmakologi
2.
Kompres dengan NaCl 0,9%. .
2.2 Farmakologi
1. DEFINISI ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5 tahun, ditandai
dengan adanya bula dan terdapatnya deposit lgA linier yang homogen pada epidermal basement
membrane.
2. Anamnesa:
PENEGAKKAN Awitan penyakit pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan umum baik,
DIAGNOSA tidak begitu gatal. Timbul mendadak, dapat mengalami remisi dan eksaserbasi.
Pemeriksaan Fisiik:Predileksi: wajah, tangan, kaki, genitalia, perianal dan bokong. Keterlibatan
mukosa terjadi pada 70% kasus.
Efloresensi :vesikel dan bula tegang di atas dasar eritematosa berukuran miliar hingga
lentikular, berkelompok tersusun mirip rosette (cluster of jewel) atau disebut juga string of
pearls
3. TERAPI Dapson merupakan pilihan pertama pada terapi Linear IgA dermatosis, adapun cara kerja dari
dapson yaitu menekan aktivitas penyakit tetapi tidak dapat menyembuhkan penyakit dan gejala
dapat kambuh dalam 24-72 jam bila terapi dihentikan. Dapson pada anak-anak dapat diberikan
dengan dosis awal 25 mg hingga 100 mg per hari. Durasi pengobatan dapson bervariasi
tergantung pada respon individu berkisar 3 sampai 21 bulan
121
4. EDUKASI & 1. Edukasi dan konseling: diperlukan pengertian pasien terhadap penyakit dan kepatuhan
KOMUNIKASI berobat. Beberapa penderita dapat mengalami remisi spontan
2. Kontrol teratur setiap 1 bulan untuk penurunan dosis obat dan mencapai dosis
pemeliharaan.
3. Pemantauan efek samping sulfone antara lain terhadap kemungkinan terjadi
methemoglobinemia (pemeriksaan kadar G6PD)..
5. KOMPLIKASI Pasien dengan keterlibatan mukosa yang parah, terutama pada mata, dapat memiliki masalah
yang menetap dengan pembentukan simblefaron dan menimbulkan masalah struktural dengan
kelopak mata dan kornea, meskipun setelah bula aktif mengalami remisi. Keterlibatan okular
yang tidak diobati dapat mengakibatkan sikatrik dan hilangnya Penglihatan
6. PROGNOSIS Prognosis pada Linear IgA dermatosis umumnya baik, Lesi akan mengalami remisi spontan
dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah onset penyakit
122
Pemfigoid Sikatrisial
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
124
2 ETIOLOGI
125
3 EPIDEMIOLOGI
(Tolaymat,2020)
126
4
Faktor resiko
Seks
sebagian besar penelitian menunjukkan rasio wanita :
pria sekitar 2: 1
Usia
kebanyakan pasien dengan pemfigoid membran
mukosa adalah lansia, dengan usia rata-rata 62-66
tahun.
((Yancey,2011)
)
5 CARA PENEGAkKAN
DIAGNOSIS
(Matthew,2020)
128
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
disekitar lesi pemfigoid sikatrisial
menunjukkan deposit dari
imunoreaktan pada epitel membran
basal. Imunoreaktan yang paling
sering dideteksi adalah IgG dan C3
2. Pemeriksaan Histopatologi
Lepuh subepidermal dengan infiltrat
limfohistiositik dermal dengan jumlah
neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Ini
tidak spesifik dan dapat dilihat pada
kelainan imunobulosa lainnya termasuk
pemfigoid bulosa.
(Leila Toilamat,2020)
130
7 PATOfisiologi
2.2 Farmakologi
● Sistemik
Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa dapson (50 sampai 200 mg oral setiap harinya) harinya)
dapat efektif
. (Yancey,2011)
11
KOMPLIKASI
136
(Carol Rees Parrish, 2016)
13
PROFESIONALISME
1. DEFINISI kelainan lepuh autoimun kronis langka yang dapat menyebabkan jaringan parut.
2. Anamnesa:
PENEGAKKAN Pasien biasanya menggambarkan onset penyakit berupa pembentuka pembentukan blister
DIAGNOSA blister dan atau lesi erosif yang sangat nyeri pada satu atau beberapa per beberapa
permukaan mukosa. mukaan mukosa..
Pemeriksaan Fisik:
3. TERAPI Sistemik
Sejumlah laporan telah menunjukkan bahwa dapson (50 sampai 200 mg oral setiap
harinya) harinya) dapat efektif
Glukokortikoid sistemik saja dapat diberikan (20 sampai 60 mg prednisone prednisone)
Topikal
Lesi ringan dari mukosa oral dan kulit sering dapat diobati secara efektif dengan
glukokortikoid glukokortikoid topikal (kals topikal (kalsineurin ineurin inhibitor inhibitor
seperti seperti takrolimus) takrolimus) dalam sediaan gel atau salep yang digunakan dua
sampai empat kali sehari. Agen ini terutama efektif sebelum tidur karena sekresi mukosa
oral berkurang pada malam hari.
138
4. EDUKASI & 1. Edukasi dan konseling: diperlukan pengertian pasien terhadap penyakit dan kepatuhan
KOMUNIKASI berobat. Beberapa penderita dapat mengalami remisi spontan
2. Kontrol teratur setiap 1 bulan untuk penurunan dosis obat dan mencapai dosis
pemeliharaan.
3. Pemantauan efek samping sulfone antara lain terhadap kemungkinan terjadi
methemoglobinemia (pemeriksaan kadar G6PD).
5. KOMPLIKASI Pemfigoid cicatricial adalah penyakit kronis progresif yang menyebabkan jaringan parut.
6. PROGNOSIS Pasien memerlukan tindak lanjut jangka panjang untuk memantau komplikasi akibat jaringan
parut dan kemungkinan kambuh. Karena komplikasi yang berpotensi serius yang dapat timbul
dengan pemfigoid sikatrikial, terapi dianjurkan dimulai sejak dini dan secara agresif.
139
Pemfigoid Gestasionis
1
DEFENISI
.(Menaldi,2017)
141
2 ETIOLOGI
(Menaldi 2017)
142
3 EPIDEMIOLOGI
(.Michel fong,2020))
143
4
Faktor resiko
(Siregar,2014)
145
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Imunofloresensi
2. Pemeriksaan Histopatologi
Menunjukkan pada tahap pra-bulosa
edema papiler dengan infiltrasi dermis,
yang terdiri dari limfosit dan histiosit dan
sejumlah variabel eosinofil, itu
mengungkapkan dalam lepuh sub
epidermal tahap bulosa
(Menaldi, 2017)
147
7 PATOFisiologi
selanjutnya
(Menaldi, 2017)
148
8 DIAGNOSIS BANDING
DH
PB
(Menaldi, 2017)
149
9
PENATALAKSANAAN
1 Nonfarmakologi
2.
Kompres Nacl 0,9%
2.2 Farmakologi
● Topikal
PG Sering diobati dengan kortikosteroid topical Clobetasole propionate 0,05% pemberian 2x sehari
● Sistemik
pemberian prednison 20- 40 mg per hari dalam dosis terbagi rata. Takaran ini perlu dinaikkan atau
● imunoglobulin intravena (IVIG) telah berhasil digunakan dalam beberapa kasus. Dalam satu kasus
pemfigoid kehamilan kronis yang resisten terhadap berbagai pengobatan (kortikosteroid, dapson,
azathioprine, IVIG), penyakit ini telah berhasil dikendalikan dengan antibodi rituximab-anti-CD20.
● Kasus PG yang terisolasi telah berhasil diobati dengan dapson atau sulfapyridine.
(Siregar, 2017)
(PERDOSKI, 2017)
KOMUNIKASI DAN EDUKASI
10
(Jeff K,2015)
11
KOMPLIKASI
(Menaldi,2017)
12
PROGNOSIS
(Siregar,2014)
153
13
PROFESIONALISME
Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Jika penyakit timbul pada
5. KOMPLIKASI
masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan seringkali timbul pada kehamilan berikutnya
6. PROGNOSIS Tidak ada peningkatan morbiditas atau mortalitas maternal telah didokumentasikan
THANKS!
157