Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


           Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan sistem yang
berdasarkan syariat islam dan berladasan Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Sejumlah aturan yang
tertanam pada landasan perekonomian tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaikanya
melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan sesuatu. Tentu aturan-aturan yang
tersebut dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia
sepanjang hidupnya,baik agama, diri, akal,harta benda maupun nasib keturunan.
         Setelah wafatnya Rasulullah SAW, pemerintahan diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin yaitu
khalifah-khalifah yang diberi petunjuk dan dipilih sebagai kepala Negara dan pemerintahan
sekaligus sebagai pemimpin umat Islam.
       Sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin ada empat orang, yaitu Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat
khalifah ini meneruskan perjuangan Rasulullah SAW dengan cara dan gaya yang berbeda-beda.
Mengenai kebijakan di bidang ekonominya pun, keempat khalifah ini memiliki langkah yang
berbeda pula. Pada
        Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas mengenai bagaimana para Khulafaur
Rasyidin menerapkan sistem ekonomin dalam masa pemerintahan masing-masing yaitu sistem
ekonomi masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Perekonomian Islam pada Masa Rasulullah?
b.      Bagaimana Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sistem Ekonomi Pada Masa Rasulullah SAW


            Kehidupan Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim di masa beliau adalah teladan yang
paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode Makkah
masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan
perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy. Barulah pada
periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga
menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif
masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi
pengelolaan ekonomi.    
            Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.Sebagaimana firman-Nya:
‫ب َوإِنَّهُ لَ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
ِ ‫س ِري ُع ا ْل ِعقَا‬
َ ‫ت لِيَ ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آتَا ُك ْم ۗ إِنَّ َربَّ َك‬
ٍ ‫ض َد َر َجا‬ َ ‫ض ُك ْم فَ ْو‬
ٍ ‫ق بَ ْع‬ ِ ‫َوه َُو الَّ ِذي َج َعلَ ُك ْم َخاَل ئِفَ اأْل َ ْر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَ ْع‬
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonominya
sebagaimana telah dicontohkan oleh teladan kita Muhammad Rasulullah SAW.Beberapa
pemikiran ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara lain, teori invisible hands yang
berasal dari Nabi SAW dan sangat populer di kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi
SAW. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-
harga barang di kota Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut:
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan
saran kepada Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”.
Rasulullah SAW. bersabda: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan
dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah
dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun
harta.”
Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun)
mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Inilah yang
mendasari teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak
menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme

2
pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di
pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan,
teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu
mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah
atau hukum supply and demand.
Karakter umum pada perekonomian pada masa ini adalah komitmennya yang tinggi
terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis dalam
bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir
orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan pada seluruh umat. Pasar menduduki peranan
penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif
dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan.
Rasulullah SAW membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan
dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat Muslim. Kondisi negara baru yang
dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalama
waktu dekat. Karenanya. Rasulullah SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat, yaitu
a.    Membangun masjid sebagai Islamic Centre.
b.    Menjalin ukhuwwah islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
c.    Menjalin kedamaian dalam negara.
d.   Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
e.    Membuat konstitusi negara.
f.     Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.
B. Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Pandangan Abu Yusuf menekankan memenuhi pentingnya kebutuhan rakyat dan 
mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum.  Mengenai
tentang pengadaan fasilitas infrastruktur, Abu Yusuf menyatakan bahwa negara bertanggung
jawab untuk memenuhinya agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat
serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi
pengadaan proyek publik, harus ditanggung oleh negara. Pemikiran Abu Yusuf yang berkaitan
dengan pengadaan barang-barang publik tersebut jelas menyatakan bahwa proyek irigasi sungai-
sungai besar yang manfaatnya digunakan untuk kepentingan umum harus dibiayai oleh negara.

3
Abu Yusuf menyarankan agar negara menunjuk pejabat yang jujur dan amanah  dalam berbagai
tugas. Dalam kerangka lain pula, Abu Yusuf berpendapat bahwa negara harus memberikan upah
dan jaminan di masa pensiun kepada mereka dan keluarganya yang berjasa dalam menjaga
wilayah kedaulatan Islam atau mendatangkan sesuatu yan baik dan bermanfaat bagi kaum
muslim.
         Abu Yusuf telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas selama berabad-abad, dikenal
dengan canons of taxtion. Prinsip tersebut antara lain : kesanggupan membayar pajak, pemberian
waktu yang longgar, bagi pembayar pajak, dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam
administrasi pajak. Sebuah studi perbandingan menunjukkan bahwa, beberapa abad sebelum
keuangan publik dipelajari secara sistematis di Barat, Abu Yusuf telah berbicara tentang
kemampuan untuk membayar pajak dan kenyamanan dalam membayar pajak. Dalam hal
penetapan pajak, Abu Yusuf cenderung negara menyetujui negara mengambil bagian dari hasil
pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Cara ini lebih adil dan
tampaknya akan memberikan hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan
dalam memperluas tanah garapan. Dengan kata lain, ia lebih merekomendasikan penggunaan
sistem Muqasamah (Proporsional Tax) daripada sistem Misahah (fixed Tax) yang telah berlaku
sejak masa pemerintahan Khalifah Umar hingga periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah.
         Terhadap administrasi keuangan, Abu Yusuf mempunyai pandangaan berdasarkan
pengalaman praktis tentang administrasi pajak dan dampaknya terhadap ekonomi. Penekanannya
pada sifat adminitrasi pajak berpusat pada penilainnya yang kritis terhadap lembaga Qabalah,
yaitu sistem pengumpulan pajak pertanian dengan cara ada pihak yang menjadi penjamin serta
membayar secara lumpsum kepada negara dan sebagai imbalannya, penjamin tersebut
memperoleh hak untuk mengumpulkan kharaj dari para petani yang menyewa tanah tersebut,
tentu dengan pembayaran sewa yang lebih tinggi daripada sewa yang diberikan kepada
negara. Setelah beliau membahas mengenai sistem pajak yang baru, beliau mengatur teknis
ukuran pajak yang wajib dikeluarkan oleh wajib pajak (tax payer) dengan sistem muqasamah,
beliau menyatakan : Aku berpendapat wahai Amirul Mukminin, bahwa tanah pertanian penghasil
gandum dan jelai yang irigasinya alami, maka dikenai pajak 2/5 adapun yang teririgasi dengan
menggunakan alat maka dikenai pajak 1/5,5. Adapun buah kurma, anggur, ruthab (kurma muda),
dan perkebunan, maka dikenai pajak sebesar 1/3, dan perkebunan tersebut di saat musim panas
dikenai pajak sebesar 1/3 dan perkebunan tersebut di saat musim panas dikenai pajak sebesar

4
1/4  (dari hasil panen), pengambilan pajak tersebut tidak boleh dengan kira-kira. Jika hasil panen
tersebut dijual kepada pedagang, maka pajaknya senilai dengan yang telah ditentukan, jangan
sampai para wajib pajak terbebani dan pemerintah pun jangan sampai rugi, maka ambilah dari
wajib pajak yang sesuai denga kewajibannya, apapun pilihannya, yang terpenting meringankan
bagi wajib pajak. Jika nilai dari  jual hasil panen lebih meringankan, maka lakukanlah.
         Melimpahnya hasil pertanian pada saat itu di Irak dan meledaknya industri dalam negeri,
mengakibatkan berkembangan transaksi perdagangan internasional, para pedagang berpikir
untuk mengekspor barang dagangan ke pasar internasional. Agar tidak terjadi over supply di
dalam negeri. Adapun di dalam sistem perdagangan internasional ada sistem usyr atau bea cukai
seperti yang sudah diterapkan Umar bin Khatab. Kemudian Abu Yusuf melanjutkan peraturan
tersebut, dari pernyataan beliau dapat disimpulkan :
1. Besaran pajak yang dikenakan adalah 2,5% bagi muslim, 5% bagi ahl dzimah, dan 10%
bagi ahl harbi.
2. Jika kaum muslimin melintasi pos be cukai dengan membawa barang dagangan dan
bersumpah telah membayar zakat, maka 2,5% yang menjadi usyr tidak lagi dikenakan,
karena usyr bagi kaum muslim adalah zakat.
3. Barang yang diharamkan oleh Islam, lalu dibawa oleh orang kafir
baik dzimmi maupun harbi, tetap dikenakan pajak jika nilainya mencapai atas minimal wajip
pajak (200 dirham), karena barang-barang tersebut merupakan barang bernilai bagi mereka,
walaupun bagi kaum muslim tidak bernilai.
4. Batas minimal jumlah barang dagangan yang dikenakan pajak atau bea cukai adalah 200
dirham.
5. Pajak bea cukai hanya dikenakan bagi yang melintas dengan barang dagangan, bukan
barang pribadi yang dapat
         Abu Yusuf membantah statment “tidak selalu terjadi bahwa bila persediaan barang sedikit
maka harga akan mahal, dan bila persediaan barang melimpah harga akan murah”. Di lain pihak
Abu Yusuf juga menegaskan bahwa ada beberapa variabel lain yang mempengaruhi, tetapi di
tidak menjelaskan lebih rinci. Bisa jadi variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan dan
jumlah uang yang beredar di suatu negara atau penimbunan dan penahanan barang atau semua
hal tersebut.
Relevansi Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf

5
Relevansi terhadap pendapatan negara
         Pemikiran Abu Yusuf tentang berbeda dengan PBB (Pajak Bumi dan Banggunan) yang
diterapkan di Indonesia, kharaj dikenakan pada lahan pertanian. Sedangkan PBB ialah pajak
yang dikenakan untuk semua jenis tanah, baik yang digunakan untuk pertanian maupun
banggunan. Apabila digabungkan dengan pemikiran Umar bin Khatab dengan sistem misahah,
maka ditinjau dari karakter yang agraris akan sangat potensial untuk meraup pajak secara
optimal. Perbedaan kharaj dengan PBB terletak pada pembayarnya (tax payer). Kharaj pada
hukum Islam asalnya adalah pajak yang diperlakukan orang kafir. Apabila yang punya tanah
masuk Islam maka yang dipungut bukanlah kharaj, tetapi zakat pertanian atau usyr pertanian.
         Sistem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment, yaitu sistem
pemungutan pajak yang diberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkann sendiri besarnya pajak yang 
harus dibayar. Sistem ini ikut menyuburkan praktik korupsi pajak. Maka sistem yang ditawarkan
Abu Yusuf masih sangat relevan, karena beliau menolak sistem qabalah yang menimbulkan
kedzaliman. Di negara Indonesia terjadi kekacauan manajemen pajak dan banyak terjadi korupsi
pajak. Maka Pendapat Abu Yusuf mengenai kriteria petugas pajak sangat relevan. Kriteria yang
disampaikan beliau antara lain : baik agamanya, amanah, menguasai ilmu fiqh, cakap, suka
bermusyawarah, menjaga harga diri, berani membela kebenaran., orientasi akhirat dalam
menjalankan kewajiban, jujur, dan tidak dzalim.
       Jika dilihat relevansi usyr dengan bea cukai moderen saat ini, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Usyr merupakan bentuk pajak atas barang niaga yang dibayarkan kepada negara dengan
tujuan perlindungan dan kemaslahatan umum.
2. Usyr merupakan bentk pajak benda dengan melihat pribadi pemiliknya, sebab jumlah
yang dikenakan akan berbeda dengan agamanya. Berbeda dengan pajak bea cukai moderen yang
tidak melihat dari sisi agama.
3. Usyr adalah bentuk pajak tidak langsung karena dikenakan atas barang perniagaan yang
dilakukan pada pos perbatasan negara, sebagaimana pajak bea cukai saat ini.
4. Usyr adalah pajak nominal yang dihitung daari ukuran kadar tertentu, sedangkan pajak be
cukai saat ini mengambil dari dasar nominal terhadap sebagaian barang dagangan.
Relevansi terhadap belanja negara

6
         Relevansi pendapat Abu Yusuf tentang belanja pegawai sangat relevan karena pemerintah
harus betanggung jawab dan memberikan gaji pegawai yang layak bagi pegawai yang telah
bekerja untuk pelayanan publik yang dialokasikan dari pajak kharaj. Belanja pemerintah yang
berupa pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk investasi telah menjadi perhatian Abu
Yusuf. Proyek perhatian pada saat itu membangun kembali pusat irigasi, agar dapat berfungsi
dengan baik, sehingga akan menghasilkan pertanian yang bagus yang akhirnya meningkatkan
jumlah pajak, kemudian bertambahlah pengasilan nasional.
         Dari pembahasan mengenai pendapatan dan belanja negara persepektif Abu Yusuf dengan
pendapatan dan belanja negara saat ini, maka dapat dikatakan ada beberapa instrumen kebijakan
pajak ataupun keuangan lainnya, baik pendapatan dan belanja tidak ada struktur di negara saat
ini perspektif Abu Yusuf, begitu sebaliknya. 

7
BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada
usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan
oleh pengganti-penggantinya yaitu khulafaurrasyidin.
Kehidupan Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim di masa beliau adalah teladan yang paling
baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode Makkah masyarakat
Muslim belum sempat membangun perekonomian.
Sistem ekonomi di zaman rasulullah sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa
setelahnya tetap dilakukan perbaikan. Jenis-jenis kebijakn baik pendapatan dan pengeluaran
keuangan di masa Rasulullah lebih terfokus pada masa perang dan kesejahteraan rakyat. Tidak
seperti saat ini bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi lebih difokuskan pada pencarian
keuntungan. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan
diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu khulafaurrasyidin. Diversivikasikan praktik
ekonomi yang dilakukan masyarakat Muslim setelah masa Muhammad Saw. bisa dianggap
sebagai acuan sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
        Karakter umum pada perekonomian pada masa ini adalah komitmennya yang tinggi
terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis dalam
bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir
orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan pada seluruh umat. Pasar menduduki peranan
penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif
dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan

8
DAFTAR PUSTAKA
http://badilag.net/Sistem_Ekonomi_Islam_pada_masa_Rasulullah.pdf
http://PELAKSANAAN%20SISTEM%20EKONOMI%20PADA%20MASA
%20PEMERINTAHAN%20NA
%20MUHAMMAD%20DAN%20KHULAFAUR%20RASYIDIN.html diakses pada tanggal 19
september
2015 pada pukul 06.37 WIB.

Anda mungkin juga menyukai