Anda di halaman 1dari 2

DERMATOFITOSIS

Kode ICD X : B35 Dermatophytosis


No.Dokumen : 182/SOP/UKP/19

No. Revisi :0
SOP Tanggal
: 28-01-2019
Terbit

Halaman :1/2

PUSKESMAS
H. NANAY H.SKM.,M.Mkes
KARANGKANCANA
NIP. 19691101 198903 2 003

1. Pengertian Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat


mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku.
a. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab.
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur
antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur
geofilik)
2. Tujuan Sebagai acuan dalam pemeriksaan dan pengobatan pasien
dengan kasus Dermatofitosis.
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Karangkancana
Nomor. 440/016/SK/PKM-KRC/2019 Tentang Standarisasi Kode
Klasifikasi Diagnosis Dan terminologi yang digunakan di UPTD
Puskesmas Karangkancana
4. Referensi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Di Pasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Prosedur Anamnesis
Pada sebagian besar infeksi dermatofita, pasien datang dengan
bercak merah bersisik yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan
orang yang mengalami dermatofitosis

Faktor resiko :
a. Lingkungan yang lembab dan panas
b. Imunodefisiensi
c. Obesitas
d. Diabetes Melitus
Pemeriksaan fisik.
Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan
bagian tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan
konfigurasi polisiklik. Lesi dapat dijumpai di daerah kulit
berambut terminal, berambut velus (glabrosa) dan kuku.

Pemeriksaan Penunjang :
Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis
dengan KOH, akan ditemukan hifa panjang dan artrospora.

Klasifikasi Dermatopita
Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah berdasarkan
lokasi, yaitu antara lain:
a. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
(B35.0)

1/2
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot (B35.0)
c. Tinea kruris, pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
dan perut bagian bawah. (B35.6)
d. Tinea pedis et manum, pada kaki dan tangan (B35.3)
e. Tinea unguium, pada kuku jari tangan dan kaki (B35.1)
f. Tinea korporis, pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk
5 tinea di atas. B35.4
g. Bila terjadi di seluruh tubuh disebut dengan tinea imbrikata.
(B35.8)

Penatalaksanaan :
a. Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian
handuk/pakaian secara bersamaan harus dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu
dengan: Antifungal topikal seperti mikonazol, yang diberikan
hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk
mencegah rekurensi.
c. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap
terapi topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:
1. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g
untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak-
anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2
dosis.
2. Golongan azol, seperti: Ketokonazol: 200 mg/hari,
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada
pagi hari setelah makan.

Kriteria Rujukan :
a. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
b. Terdapat imunodefisiensi.
c. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka

Prognosis :
Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya bonam,
sedangkan pasien dengan imunokompromais, quo ad
sanationamnya menjadi dubia ad bonam.
6. Unit Terkait KIA, BP umum, Pustu
7. Dokumen 1) Rekam medis
terkait 2) Register pasien
3) Resep
8. Rekaman NO Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai
Histori diberlakukan
Perubahan

2/2

Anda mungkin juga menyukai