Anda di halaman 1dari 14

STATUS UJIAN

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Kusuma Dewi, M.Sc, Sp.KK


Nama Mahasiswa : Mega Hasenda
NIM : G99162079

TINEA INCOGNITO

A. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita. Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi
dermatofitosis, namun pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis
kulit adalah yang berdasarkan lokasi, yaitu1 :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas
Istilah tinea incognito pertama kali muncul dan dideskripsikan oleh Ive dan
Mark pada tahun 1968 sebagai infeksi dermatofita yang memiliki manifestasi klinis
atipikal karena riwayat penggunaan steroid topikal.13, 15

1
B. Epidemiologi
Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis
mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi
pada preadolescen. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada
subtropis.5 Sama seperti dermatofitosis lainnya, tinea incognito dapat mengenai
semua usia dan jenis kelamin.13

C. Etiologi
Tinea dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat
ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu.1,5

D. Patogenesis
Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang luka,
jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh masuknya
artrospora atau konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang paling atas, yaitu
pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan menginduksi reaksi
inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat menghilangkan patogen
dari tempat infeksi sehingga patogen akan mecari tempat yang baru di bagian tubuh.
Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang khas
berupa central healing.6
Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena
stratum korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita dan
untuk pertumbuhan miselia jamur.6 Infeksi dermatofita terjadi melalui tiga tahap:
adhesi pada keratinosit, penetrasi, dan perkembangan respon host.6,7 Topikal steroid
dapat menekan respon imun lokal dan menyebabkan infeksi jamur mudah
berkembang. Akibatnya, infeksi jamur tersebut dapat menyebabkan gambaran
klinis yang tidak biasa.14

2
E. Gejala Klinis
Lokasi lesi tinea korporis adalah wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada,
punggung. Awalnya tampak lesi eritema, yang dapat dengan cepat membesar dan
meluas, dengan batas tegas dan konfigurasi anular karena resolusi sentral. Sebagai
akibat proses peradangan dapat timbul skuama, krusta, papula, vesikel atau bahkan
bula.1,5,8 Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan
lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik,
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang
lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena
umumnya mereka mendapatkan infeksi baru pertama kali.1
Penderita yang terinfeksi memiliki variasi gejala klinis, dan ada juga
penderita dengan tanpa keluhan. Penderita umumnya mengeluh gatal, dan
terkadang bisa mengeluh merasakan seperti terbakar. Rasa gatal terutama dirasakan
saat penderita berkeringat. Selain itu, perlu juga digali tentang pekerjaan atau
kegiatan yang mungkin merupakan faktor risiko penularan tinea korporis.5
Tinea incognito merupakan penyakit dengan gejala tidak khas karena
dipengaruhi pengobatan steroid.8 Tinea incognito dapat meniru kelainan kulit
lainnya seperti lupus erythematosus, dermatitis kontak, psorisasis dan eksem.
Variasi dari gambaran klinis tersebut dapat menunda diagnosis dan terapi yang
tepat.15

F. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis


Pemeriksaan penunjang dan penegakkan diagnosis tinea incognito cukup
sederhana yaitu dengan pengecatan KOH pada preparat kerokan dimana terdapat
hifa yang bercabang dan spora tipikal dari dermatofita saat dilihat di mikroskop.
Kultur jamur juga dapat membantu penegakkan diagnosis.13, 14

G. Diagnosis Banding
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan psoriasis.1,3,11 Untuk

3
alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang
tidak jelas penyebabnya.5
Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit
kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan
sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu
daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga
sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula
menolong untuk menentukan diagnosis. 1
Lesi tinea tampak tenang di tengahnya atau disebut central healing. Bila tinea
salah didiagnosis sebagai dermatitis kemudian digunakan steroid sebagai terapi,
maka inflamasi akan mereda dan karakteristik central healing tidak terlihat jelas
dan akan mempersulit diagnosis. Manifestasi tersebut disebut sebagai tinea
incognito.7

H. Terapi
Pada tinea dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat
oral atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada
keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan
kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi
keluhan pasien seperti gatal dan reaksi inflamasi.9
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal
dipengaruhi oleh mekanisme kerja obat tersebut. Cara pemakaian terapi
topikal ini dengan dioleskan 1-2 kali sehari pada area yang terkena infeksi
jamur (affected area) sampai 2 cm pada kulit sehat di sekitarnya. Pilihan obat
diantaranya adalah9,10,11,12:
a. Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoate (6-12%) dalam
bentuk salep (salep whitfield)

4
b. Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4)
c. Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol dan yang
terbaru sertaconazole nitrate. Klotrimazol merupakan salah satu
golongan azol yang memiliki efektivitas yang baik terhadap
dermatofitosis dibandingkan dengan golongan azol lainnya (mikonazol
dan ketokonazol). Sedangkan golongan antifungal baru seperti
sertaconazole telah terbukti memiliki efektivitas dan toleransi yang
lebih baik dibandingkan dengan mikonazol.
d. Derivat alilamin : Naftifine, terbinafine
e. Kortikosteroid potensi rendah sampai sedang, namun penggunaannya
tidak boleh dalam jangka waktu yang panjang karena pemakaian
kortikosteroid dapat menyebabkan infeksi rekuren, durasi terapi
menjadi lebih lama, dan efek samping pada kulit seperti atrofi,
teleangiektasis, striae.5
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus tinea korporis dengan infeksi kulit
yang luas, pasien imunocopromise, pasien resisten dengan pengobatan
topical, dan komorbid dengan tinea kapitis atau tinea unguium. Pilihan obat
diantaranya adalah8,10:
a. Griseofulvin 0,5-1 gr atau 10mg/kgBB/hari untuk dewasa, sedangkan
untuk anak-anak 0,25-0,5 gr sehari dalam dosis tunggal atau terbagi.
Sediaan mikrosize 500 mg. Lama pemberian sampai gejala klinis
membaik, dan umumnya 3-4 minggu
b. Derivat azol : ketokonazol 200-400 mg per hari selama 3-4 minggu,
namun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kelainan hati.
Itrakonazol 100 mg per hari selama 2 minggu atau 200 mg per hari
selama 1 minggu. Flukonazol 150-300 mg/ minggu selama 2-4 minggu.
c. Derivat Alilamin : terbinafin 250 mg per hari selama 2-4 minggu
Terapi dari tinea incognito memerlukan penghentian dari semua penggunaan
steroid topikal dan implementasi dari pengobatan antifungal yang spesifik.

5
Kortikosteroid dengan potensi ringan mungkin masih dapat digunakan. Pasien perlu
diedukasi mengenai hal tersebut agar pasien tidak menggunakan kembali steroid
topikal atas keinginannya sendiri.14

I. Prognosis
Untuk tinea yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat
kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau
dengan menggunakan anti jamur sistemik.3

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 5th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009.p.
92-99.
2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus
involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine. 6th ed. New
York: Mc graw hill, 2004.p:1908-2001.
3. Shari Andrews. Tinea in Emergency Medicine. Online journal. 2016 Jan;
available from; http://emedicine.medscape.com/article/787217-overview
4. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Colour atlas and
synopsis of clinical dermatology. Athed New York: Mc graw hill.1999.
5. N Jack L Lesher. Tinea Corporis. Online journal. 2016 Aug; available from;
http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview
6. Laksmipathy DT, Kannabiran K. Review on dermatomycosis: pathogenesis
and treatment. Journal of Natural Science. 2010; 7; 726 – 31.
7. Verma S, Heffernan, MP. Fungal disease. Dalam : Wolff K, Goledsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc.Graw Hill
Companies; 2008.h.1807-20.
8. Kelly BP. Superficial infection disease. American Academy of Pediatrics.
2012: 33-e22.
9. Blanka H and Markus F. The advantages of topical combination therapy in
the treatment of inflammatory dermatomycoses. Journal of Compilation.
2008: 51; 16-26.
10. Aditya K, Gupta AE, Cooper. Update in Antifungal Therapy of
Dermatophytosis. Mycopathologia. 2008; 166:353–367.
11. M. Patankar. Comparison of the Minimum Fungicidal Concentration of
Clotrimazole, Ketoconazole, Miconazole and Terbinafine Against Clinical
Isolates of Dermatophytes. Indian Medical Gazette. 2014: 65-68.

7
12. A Sharma, DG Saple, A Surjushe, M Kura, S Ghosh, C Bolmall et al.
Efficacy and tolerability of sertaconazole nitrate 2% cream vs. miconazole
in patients with cutaneous dermatophytosis. Mycoses. 2011: 54(3); 217-222.
13. A Roberto, MC Gabriela, V Lucio dan W Oliverio. Tinea Incognito. Clinics
in Dermatology. 2010: (28) 137-139.
14. Y Chunsui, Z Jingguo dan L Jianping. Tinea incognito due to microsporum
gypseum. Journal of Biomedical Research. 2010: 24(1): 81-83.
15. J Jan A, K Dianda N, V Anton H. M, S Margo H. M. G et al. Tinea Incognito
due to Trichophytom rubrum after Local Steroid Therapy. Clinical
Infectious Diseases. 2001: 33:e142-4.

8
LAPORAN KASUS
Tinea Incognito

A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jaten, Karanganyar
Pekerjaan : Pekerja pabrik percetakan buku
Tanggal Periksa : 22 Februari 2018
No. RM : 01409xxx

2. KELUHAN UTAMA
Gatal di leher dan punggung

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Kurang lebih 3 bulan SMRS pasien mengeluh gatal di area punggung dan
leher bagian belakang. Gatal dirasakan sewaktu-waktu dan bertambah parah
jika pasien berkeringat. Keluhan gatal disertai kemerahan dan sisik di
beberapa tempat. Pasien lalu memeriksakan diri ke dokter dan mendapat
obat salep serta minum (pasien tidak tahu namanya). Jika memakai obat,
keluhan berkurang. Namun, jika obat sudah habis keluhannya timbul
kembali. Kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter lain dan kembali
mendapatkan obat (pasien tidak tahu namanya). Keluhan juga masih hilang
timbul, kemerahan bahkan disertai pengelupasan. Kurang lebih 1 minggu
SMRS gatal dirasakan semakin berat hingga mengganggu aktivitas pasien
dan pasien sering menggaruk. Kemerahan dan sisik mengelupas hingga ke
perbatasan rambut. Lalu pasien memutuskan untuk periksa ke RSDM.

9
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal

6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien merupakan seorang buruh pabrik percetakan buku, tinggal di
rumah bersama suami dan anak bungsunya. Pasien berobat ke RSDM
dengan menggunakan biaya umum.

7. RIWAYAT GIZI DAN KEBIASAAN


Pasien mengaku mengganti pakaian 2 kali sehari. Pasien dengan kesan gizi
cukup, riwayat makan sehari 3 kali, pagi, siang dan sore/malam hari. Pasien
mengaku tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : kompos mentis, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup.
Vital Sign : Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respiration rate : 18 x/menit

10
Suhu : 36,7°C
Antropometri : Berat badan : 44 kg
Tinggi badan : 145 cm
Kepala : dalam batas normal
Leher : lihat status dermatovenerologis
Mata : dalam batas normal
Telinga : lihat status dermatovenerologis
Thorax : lihat status dermatovenerologis
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal

2. Status Dermatovenerologis
Regio retroauricular sinistra et cervical posterior:
Tampak plak eritem, berbatas tegas, tepi ireguler serta papul eritem multiple
dengan skuama halus di atasnya, sebagian erosi (Gambar 1 dan 2).
Regio reuncus anterior et posterior:
Tampak plak eritem multiple berbatas tegas, tepi ireguler dengan skuama
halus di atasnya, sebagian erosi (Gambar 3, 4, 5 dan 6).

Gambar 2. Regio Cervicalis


Gambar 1. Regio Posterior
Retroauricularis Sinistra

11
Gambar 3. Regio Truncus Anterior Gambar 4. Regio Truncus Posterior

Gambar 5. Regio Truncus Posterior Gambar 6. Regio Truncus Posterior

DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea incognito
2. LSK
3. Dermatitis seborroik
4. Dermatitis kontak iritan

12
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH 10%: tampak gambaran hifa (+) (Gambar 7)

Gambar 7. Hasil pemeriksaan KOH 10%

D. DIAGNOSIS
Tinea incognito

F. TERAPI
1. Non Medikamentosa
a. Penjelasan mengenai penyakit, terapi dan prognosis.
b. Mengurangi kelembapan dari tubuh pasien dengan menghindari
pakaian yang panas (karet, nylon), mengenakan pakaian dalam yang
longgar yang terbuat dari katun, dan menghindari berkeringat yang
berlebihan.
c. Meningkatkan hygiene (mandi minimal dua kali sehari dengan
menggunakan sabun) dan memperbaiki makanan.
d. Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering, mencuci muka setelah
berkeringat.
e. Mencuci barang-barang pribadi secara berkala (seprei, pakaian, dan
lain-lain.
f. Jangan berbagi perlengkapan perawatan diri (handuk, sisir, sikat).

13
g. Edukasi untuk tidak menggaruk atau menggosok lesi dan memotong
kuku untuk menghindari garukan.
2. Medikamentosa
a. Ketoconazole cream 2x/24 jam selama 2-4 minggu
b. Griseofulvin 500 mg/hari selama 4 minggu

G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad cosmetica : bonam

14

Anda mungkin juga menyukai