Anda di halaman 1dari 6

DERMATOPHYTOSIS

No. ICD X : B35


No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

1. Pengertian Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat


mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku.
Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan agen penyebab.
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamuran tropofilik),
binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik).
Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah berdasarkan lokasi,
yaitu antara lain:
a. Tinea kapitis (B35.0), dermatofitosis pada kulit dan rambut
kepala.
b. Tinea barbae (B35.0), dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
c. Tinea kruris (B35.6), pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum (B35.2), pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium (B35.1), pada kuku jari tangan dan kaki.
f. Tinea korporis (B35.4), pada bagian lain yang tidak termasuk
bentuk 5 tinea di atas. Bila terjadi di seluruh tubuh disebut
dengan tinea imbrikata.
Tinea pedis banyak didapatkan pada orang yang dalam kehdupan
sehari-hari banyak memakai sepatu tertutup disertai perawatan
kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau
sering basah. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang
DERMATOPHYTOSIS
No. ICD X : B35
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

sering dilihat di Indonesia.


2. Tujuan Sebagai acuan bagi petugas di dalam melakukan penatalaksaan
kasus Dermatofitosis di Klinik Talang Kelapa.
3. Kebijakan Dibawah tanggung jawab dan pengawasan dokter.

4. Referensi 1. PMK no 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi


Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
3. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s
Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada.
Saunders Elsevier.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.
5. Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa
Keluhan
Pada sebagian besar infeksi dermatofita, pasien dating dengan
bercak merah bersisik yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan
orang yang mengalami dermatofitosis.
Faktor Risiko
1. Lingkungan yang lembab dan panas
2. Imunodefisiensi
DERMATOPHYTOSIS
No. ICD X : B35
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

3. Obesitas
4. Diabetes Melitus
5. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Gambaran umum:
Lesi berbentuk infiltrate eritematosa, berbatas tegas, dengan
bagian tepi yang lebih aktif dari pada bagian tengah, dan
konfigurasi polisiklik. Lesi dapat dijumpai di daerah kulit berambut
terminal, berambut velus (glabrosa) dan kuku.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan
KOH, akan ditemukan hifa panjang dan artrospora.
6. Petugas menegakkan diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang.

Gambar 1.1 Dermatofitosis


DERMATOPHYTOSIS
No. ICD X : B35
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

Diagnosis Banding Tinea Korporis:


Dermatitis numularis, Pytiriasis rosea, Erythema annulare
centrificum, Granuloma annulare.
Tinea Kruris:
Kandidiasis, Dermatitis intertrigo, Eritrasma.
Tinea Pedis:
Hiperhidrosis, Dermatitis kontak, Dyshidrotic eczema.
Tinea Manum:
Dermatitis kontak iritan, Psoriasis
Tinea Fasialis:
Dermatitis seboroik, Dermatitis kontak
Komplikasi
Jarang ditemukan, dapat berupa infeksi bacterial sekunder.
7. Petugas memberikan terapi
Penatalaksanaan
1. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk / pakaian
secara bersamaan harus dihindari.
2. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
Anti fungal topical seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau
terbinafin yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2
minggu kemudian untuk mencegah rekurensi.
3. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi
DERMATOPHYTOSIS
No. ICD X : B35
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:


a. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari untuk
orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk anak-anak atau
10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
b. Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari; Itrakonazol:
100 mg/hari atau Terbinafin: 250 mg/hari.
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah
makan.
8. Konseling dan edukasi
Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit.
Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga higienetubuh,
namun penyakit ini bukan merupakan penyakit yang berbahaya.
9. Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila:
a. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
b. Terdapat imunodefisiensi.
c. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan
multifarmaka.
10. Petugas mencatat semua pemeriksaan dan terapi.
11. Petugas mencatat di Buku Register Unit Pemeriksaan
Umum.
6.Unit terkait Ruang Pengobatan Umum.
DERMATOPHYTOSIS
No. ICD X : B35
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1-6

Tanggal Terbit Disetujui oleh,

Standar Operasional dan


Prosedural

Dr. Zainah Thalib


SIP : 446/IPD/0916/BPM-PTSP/2016

Rekaman Historis Perubahan

No Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai