Anda di halaman 1dari 3

DERMATOFITOSIS

No. Dokumen :
SOP No. Revisi : 00
TanggalTerbit : 2016
Halaman : 1/3
Kepala Puskesmas
Puskesmas
Simpenan Ade Kartini Tresnawati SKM
NIP 19680320198902 2 002
1. Pengertian Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat
mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Penularan terjadi
melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Sumber penularan dapat
berasal dari manusia (jamur antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau
dari tanah (jamur geofilik).

Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah berdasarkan lokasi, yaitu


antara lain:

1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.


2. Tinea barbae, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea
di atas. Bila terjadi di seluruh tubuh disebut dengan tinea imbrikata.

2. Tujuan Sebagai acuan diagnosis dan tatalaksana penderita dermatofitosis


1. Kebijakan Keputusan Kepala UPT Puskesmas Simpenan No tahun 2017 tentang
Pelayanan Klinis
2. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
3. Prosedur 1. Pemeriksa melakukan anamnesis
Pasien datang dengan keluhan bercak merah bersisik yang gatal. Adanya
riwayat kontak dengan orang yang mengalami dermatofitosis.
Faktor Risiko:
a. Lingkungan yang lembab dan panas
b. Imunodefisiensi
c. Obesitas
d. Diabetes Melitus

2. Pemeriksa melakukan Pemeriksaan Fisik

Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian tepi


yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan konfigurasi polisiklik. Lesi
dapat dijumpai di daerah kulit berambut terminal, berambut velus
(glabrosa) dan kuku.

3. Pemeriksa mengirim pasien ke laboratorium


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa panjang dan
artrospora.

4. Pemeriksa menegakkan diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

5. Pemeriksa melakukan penatalaksanaan


a. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara
bersamaan harus dihindari.
b. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
antifungal topikal seperti krim mikonazol yang diberikan hingga lesi
hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah
rekurensi.
c. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi
topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:
- Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari untuk
orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk anak- anak atau 10-
25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
- Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari.

Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah


makan.
ANAMNESIS
Bercak merah bersisik,
Konseling dan Edukasi gatal, riwayat kontak, factor resiko

Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit. Edukasi pasien


dan keluarga juga untuk menjaga higiene tubuh, namun penyakit ini bukan
PEMERIKSAAN FISIK
merupakan penyakit yang berbahaya.
Lesi patogpnomonis pada
tempat predileksi
6. Diagram Alir

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Medikamentosa

KONSELING DAN
EDUKASI

7. Unit Terkait Laboratorium


Poli Umum

Anda mungkin juga menyukai