Anda di halaman 1dari 2

PENANGANAN TINEA KORPORIS

No. Dokumen : /SOP/UKP-


VII/PKM-BK/ /2018
SOP No. Revisi : 00
Tgl Terbit :
Halaman : 1/2

UPT PUSKESMAS dr.Rosmawati, M.Kes


BATANG KUIS NIP. 196802232006042011

1. Pengertian Tinea korporis adalah infeksi jamur pada tubuh yang memiliki sifat mencernakan
keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada
epidermis, rambut, dan kuku. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan
agen penyebab. Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik),
binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik).
2. Tujuan Sebagai acuan dalam penatalaksanaan tinea kapitis sehingga dapat mencegah
meluasnya lesi dan mencegah penularan penyakit kulit
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. /SK/UKP-VII/PKM-BK/ /2018 tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis
4. Referensi 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin:
Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan
Medik. Jakarta.
5. Prosedur

6. Langkah-Langkah 1. Dokter melakukan pemeriksaan awal berdasarkan gejala klinis.


2. Perawat melakukan pengukuran tekanan darah, dan mencatat dalam buku
status pasien.
3. Dokter melakukan anamnesa pada pasien terkait dengan keluhan yang
dirasakan, seperti: adanya bercak merah atau kehitaman yang bersisik dan gatal
pada kulit tubuh, terutama pada lipatan lipatan tubuh seperti ketiak, leher, atau
pada batas bawah payudara. Adanya riwayat kontak dengan orang yang
mengalami dermatofitosis. Adanya faktor risiko berupa lingkungan yang
lembab dan panas, imunodefisiensi, obesitas, atau dabetes melitus
4. Dokter melakukan pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien, dan
ditemukannya lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan
bagian tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan konfigurasi polisiklik
disertai skuama pada kulit berambut terminal.
5. Melakukan Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit. Edukasi
pasien dan keluarga juga untuk menjaga hygiene tubuh, namun penyakit ini
bukan merupakan penyakit yang berbahaya.
6. Melakukan terapi sesuai acuan penatalaksanaan terapi, seperti:
a. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin
yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu
kemudian untuk mencegah rekurensi.
b. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal,
dilakukan pengobatan sistemik dengan: Griseofulvin dapat diberikan
dengan dosis 0, 5-1 g per hari untuk orang dewasa dan 0, 25 – 0, 5 g per
hari untuk anak-anak atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari; Itrakonazol: 100
mg/hari atau Terbinafin: 250 mg/hari. Pengobatan diberikan selama 10-
14 hari pada pagi hari setelah makan.
7. Merujuk pasien apabila:
a. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
b. Terdapat imunodefisiensi.
c. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.
PENANGANAN TINEA KORPORIS
No. Dokumen : /SOP/UKP-VII/
UPT PUSKESMAS PKM-BK/ /2018 dr.Rosmawati, M.Kes
BATANG KUIS NIP. 196802232006042011
SOP No. Revisi : 00
Tgl Terbit :
Halaman : 2/2

7. Bagan Alir

8. Hal-hal yang perlu


diperhatikan
9. Unit terkait 1. Ruang Pemeriksaan Umum
2. Ruang Pelayanan Anak
3. Ruang Farmasi,
4. Laboratorium
10. Dokumen terkait 1. Laporan Kegiatan
2. Rekam Medis

11. Rekaman Historis Perubahan

No Yang diubah Isi perubahan Tanggal diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai