Anda di halaman 1dari 2

TINEA CORPORIS

No.Dokumen :142.pu /SOP


/ PKMPTW/2019
SOP No.Revisi : 00
Tanggal Terbit : 16-02- 2019
Halaman : 1-2

PUSKESMAS dr. Hj. Elvira Aznidar


PERTIWI NIP.19601151997032002

1. Pengertian Tinea corporis adalah infeksi jamur dermatofita yang


memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada
epidermis, pada dada, punggung dan perut.
Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan agen
penyebab. Sumber penularan dapat berasal dari manusia
(jamur antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah
(jamur geofilik).
Faktor Risiko
1. Lingkungan yang lembab dan panas
2. Imunodefisiensi
3. Obesitas
4. Diabetes Melitus
2. Tujuan Sebagai acuan tatalaksana Tinea Corporis
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas Pertiwi Nomor : 07/KEP/PKM-
PTW/I/2019 tentang Pelayanan Klinis di Puskesmas Pertiwi
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama
5. Prosedur Anamnesis (Subjective)
/Langkah- Keluhan
langkah Pada sebagian besar pasien datang dengan bercak merah
bersisik yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan orang
yang mengalami dermatofitosis.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik
Gambaran umum:
Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan
bagian tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan
konfigurasi polisiklik.
Lesi dapat dijumpai di daerah kulit berambut terminal,
berambut velus (glabrosa) dan kuku.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa
panjang dan artrospora.
Diagnosis (Assessment)
Tinea corporis
Diagnosis Banding
Dermatitis numularis, Pytiriasis rosea, Erythema annulare
centrificum, Granuloma annulare
Komplikasi
1/2
Jarang ditemukan, dapat berupa infeksi bakterial sekunder.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian
handuk/pakaian secara bersamaan harus dihindari.
2. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu
dengan:
antifungal topikal seperti mikonazol, yang diberikan hingga
lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk
mencegah rekurensi.
3. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap
terapi topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:
a. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari
untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk anak-
anak atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.
b. Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari;
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari
setelah
makan.
Konseling dan Edukasi
 Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan
penyakit.
 Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga
higiene tubuh, namun penyakit ini bukan merupakan
penyakit yang berbahaya.
Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila:
1. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
2. Terdapat imunodefisiensi.
3. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan
multifarmaka.
Prognosis
Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya bonam,
sedangkan pasien dengan imunokompromais, quo ad
sanationamnya menjadi dubia ad bonam.
6. Bagan Alir -
7. Unit Poli Umum
Terkait
8. Rekaman
Historis
Yang Tanggal Mulai
Perubahan Isi Perubahan
No
Dirubah Diberlakukan

2/2

Anda mungkin juga menyukai