OLEH:
dr. PRATIWI ASSANDI
PENDAMPING:
dr. H. SARTONO, M.M.
PROGRAM DOKTER INTERNSIP
PUSKESMAS PEMARON
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS UPAYA PENGOBATAN DASAR (F.6)
KASUS TINEA KORPORIS
Brebes,
Peserta Program Internsip
Juli 2016
Pendamping Program Internsip
dr. H. Sartono, MM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tinea korporis merupakan bagian dari dermatofitosis, yaitu infeksi
jamur superfisial yang mengenai bagian tubuh selain kulit kepala, wajah,
kaki, telapak tangan dan kaki, dagu, jenggot, dan lipat paha.
Jamur ini
2.
Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas
Pemaron.
D. MANFAAT
Menjadi sumber referensi bagi tenaga kesehatan dan non kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Tinea korporis termasuk dalam kelompok penyakit dermatofitosis, yaitu
penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofita.
Jamur ini mampu mencerna keratin (zat tanduk) di jaringan. Oleh karena itu,
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku menjadi predileksi
dermatofita karena mengandung banyak keratin.
Berdasarkan lokasi anatomis yang terinfeksi, dermatofitosis dibagi
menjadi:
Tinea kapitis : pada kulit dan rambut kepala
Tinea barbae : pada dagu dan jenggot
Tinea kruris
bagian bawah)
Tinea pedis et manum: pada kaki dan tangan
Tinea unguium: pada kuku jari tangan dan kaki
Tinea korporis : pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di
* Geofilik
Tanah ke manusia/ hewan
Akut, inflamasi sedang
Transmisi terjadi melalui kontak langsung dengan manusia atau hewan yang
terinfeksi, serta benda-benda yang terkontaminasi, seperti pakaian, sprei, dan
handuk.
Infeksi dimulai dengan deposisi langsung spora atau hifa pada
permukaan kulit yang mudah dimasuki dilanjutkan dengan kolonisasi dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke dalam jaringan epidermis, merusak keratinosit, dan menimbulkan
reaksi inflamasi.
Setelah masa inkubasi selama 1-3 minggu, respon jaringan terhadap
infeksi semakin jelas dan meninggi di bagian tepi lesi, disebut sebagai
ringworm. Bagian yang aktif ini akan meningkatkan proliferasi sel epidermis
dan menghasilkan skuama, sedangkan bagian pusatnya bersih. Eliminasi
dermatofita dilakukan oleh sistem imunitas seluler.
Lingkungan kulit yang panas, lembab, dan kondisi lain seperti trauma,
keringat berlebih, dan maserasi mendukung tumbuh suburnya spora dan hifa
dalam jaringan keratin. Penggunaan bahan tidak berpori dapat meningkatkan
suhu dan produksi keringat yang mengganggu fungsi barier stratum korneum.
E. GAMBARAN KLINIS
Tinea korporis dapat mengenai bagian manapun pada tubuh, umumnya
yang sering terpapar. Walaupun seringkali asimtomatik, tinea korporis dapat
menyebabkan keluhan berupa rasa gatal disertai lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central healing).
Lesi-lesi umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain,
dapat pula polisiklik pada bagian pinggirnya karena beberapa lesi yang
menjadi satu.
Tidak jarang ditemukan pula lesi sekunder berupa erosi dan krusta
akibat garukan. Pada tinea korporis menahun, tanda-tanda aktif mungkin
menghilang dan hanya tampak sebagai daerah-daerah hiperpigmentasi yang
dilapisi skuama.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis tinea korporis dapat ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Pada anamnesis, informasi yang diperlukan adalah adanya keluhan utama
berupa rasa gatal dengan intensitas ringan hingga sedang yang memberat saat
berkeringat, riwayat kontak langsung dengan agen maupun benda lain yang
terkontaminasi, serta faktor risiko seperti lingkungan panas dan lembab,
imunodefisiensi, obesitas, dan diabetes melitus. Pemeriksaan fisik ditujukan
untuk mencari gambaran klinis sesuai yang telah disebutkan di atas.
Diagnosis pasti tinea korporis adalah dengan pemeriksaan sediaan
langsung kerokan lesi menggunakan larutan KOH 20% untuk melihat elemen
jamur dermatofita. Dengan mikroskop, dapat ditemukan hifa panjang dan
artrospora di antara material keratin. Biakan jamur dapat membantu
identifikasi spesias jamur penyebab dengan lebih akurat.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tinea korporis harus dilakukan secara komprehensif
secara medikamentosa maupun non medikamentosa untuk mempercepat
proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan.
Penatalaksanaan medikamentosa meliputi penggunaan obat-obatan
topikal maupun sistemik, tergantung luas lesi dan resistensi penyakit terhadap
obat.
Pengobatan topikal, diberikan pada lesi dengan luas dan jumlah terbatas.
Obat yang digunakan berupa krim klotrimazol, mikonazol atau
terbinafin. Penggunaan dengan cara dioleskan tipis-tipis pada lesi, 2 kali
sehari, hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk
mencegah kekambuhan.
Pengobatan sistemik, diberikan pada lesi yang luas dan tersebar atau pada
penyakit yang resisten terhadap terapi topikal. Obat yang diberikan:
1. Griseofulvin, dengan dosis:
- Dewasa: 0,5 1 gram/ hari, terbagi dalam 2 dosis
- Anak-anak: 0,25 0,5 gram/ hari atau 10 25 mg/ kgBB/ hari,
terbagi dalam 2 dosis
2. Golongan azol, seperti:
- Ketokonazol: 200 mg/ hari
- Itrakonazol: 100 mg/ hari
- Terbinafin: 250 mg/ hari
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan.
Penatalaksanaan non medikamentosa yang diberikan berupa edukasi
sebagai berikut:
Menjaga kebersihan diri dengan mandi sedikitnya dua kali sehari dan
setelah berkeringat.
Menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan segera mandi serta
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis numularis
2. Pytiriasis rosea
3. Erythema annulare centrificum
4. Granuloma annulare
I. PROGNOSIS
Bila pengobatan dilakukan secara menyeluruh, tekun, dan konsisten,
prognosis umumnya bonam pada penderita imunokompeten. Pada pasien
imunokompromais, quo ad sanationamnya menjadi dubia ad bonam.
BAB III
KASUS
A. IDENTITAS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 21 Juni 2016.
Nama
: Tn. DS
Usia
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Tembongkramat, Brebes
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Gatal di bagian belakang lutut sejak tiga bulan yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Pemaron dengan keluhan gatal pada bagian
belakang lutut sejak tiga bulan yang lalu. Gatal dirasakan hilang timbul,
terutama saat sedang beraktivitas, berkeringat, dan pada cuaca panas.
Gatal menyebabkan pasien merasa terganggu saat beraktivitas dan saat
tidur. Gatal berkurang dengan digaruk dan minum obat Incidal, namun
kemudian
timbul
kembali.
Sebelumnya,
pasien
belum
pernah
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah: 110/ 70 mmHg
Nadi
: 84 x/ menit
Suhu
: 36,7oC
Frekuensi pernapasan: 20 x/ menit
Kepala
Mata
: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT
: dicharge (-), faring hiperemis (-)
Leher
: pembesaran nnll (-)
Thoraks
Jantung : bunyi jantung I-II normal, reguler, HR: 84 x/ menit
Paru
: pengembangan paru simetris, suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan (-/-)
Abdomen
: datar, bising usus (+) normal, timpani, supel, nyeri tekan
(-)
Hepar
: kesan ukuran dalam batas normal, tidak teraba massa
Lien
: kesan ukuran dalam batas normal
Ekstremitas
Status dermatologis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
E. DIAGNOSIS
Tinea korporis
F. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
Usahakan pakaian selalu dalam keadaan kering dan tidak
menggunakan pakaian yang sama selama berhari-hari.
bersih.
Menggunakan pakaian dengan bahan yang menyerap keringat.
Sebaiknya tidak menggunakan sabun mandi, handuk, dan pakaian
BAB IV
PEMBAHASAN
mengganti baju setiap hari, dan tidak menggunakan sabun mandi, handuk, serta
pakaian secara bergantian dengan anggota keluarga lain.
Pasien merupakan seorang imunokompeten sehingga prognosisnya bonam,
apabila pengobatan serta gaya hidup bersih dilakukan secara menyeluruh dan
konsisten sesuai anjuran dokter.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Tinea korporis termasuk dalam kelompok penyakit dermatofitosis, yaitu
penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatofita,
yaitu jamur yang bersifat mencerna keratin.
Epidermophyton sp.,
kadang dengan vesikel dan papul di tepi, daerah tengahnya biasanya lebih
tenang (central healing), dan memiliki konfigurasi polisiklik. Pada
pemeriksaan penunjuang menggunakan kerokan kulit dan KOH 20% dapat
ditemukan hifa dan spora.
Terapi tinea korporis meliputi medikamentosa dengan antifungi dan
simtomatik untuk gatal, serta non medikamentosa berupa edukasi untuk
mencegah kulit berada dalam keadaan lembab karena dapat menyebabkan
kekambuhan. Prognosis baik terutama pada pasien imunokompeten yang
terapinya dilakukan secara menyeluruh dan konsisten sesuai anjuran dokter.
B. SARAN
1. Dalam menegakkan diagnosis tinea korporis diperlukan gambaran klinis
yang khas, sehingga sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
menggunakan kerokan kulit dan KOH.
2. Sebaiknya penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa pada
penderita tinea korporis dilakukan secara menyeluruh dan konsisten
sesuai petunjuk dokter sehingga dapat mencegah kekambuhan di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
1
Djuanda Adhi . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 6. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2011.
Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah. Denpasar : 2000.
Wolff, Klaus., Johnson, R.A. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. Edisi 6.
Lesher,
Jack
L.
2009.
Tinea
Corporis.
(Online)
(http://emedicine
LAMPIRAN