Anda di halaman 1dari 9

Suplementasi Diet dengan Methionine dan Homosistein Mendorong Aterosklerosis Dini

namun Tidak Menyebabkan Ruptur Plak pada Tikus dengan Defisiensi ApoE
Ji Zhou, Jan Moller, Carl C. Danielsen, Jacob Bentzon, Hanne B. Ravn, Richard C. Austin,
Erling Falk
Abstrak
Hiperhomosisteinemia adalah faktor risiko independen untuk aterotrmbosis. Namun begitu,
walaupun penyebabnya belum dibuktikan, dan masih belum diketahui apakah
hiperhomosisteinemia mendorong terjadinya aterosklerosis, ruptur plak, dan/ atau trombosis.
Kami mengevaluasi efek jangka panjang dan pendek dari hiperhomosisteinemia pada ukuran
dan struktur plak pada 99 tikus dengan defisit apolipoprotein E yang cenderung mengalami
aterosklerosis. Hiperhomosisteinemia diinduksi oleh methionine (Met) atau suplementasi
homosistein (HcyH): Met rendah (+11 g Met/ kg makanan), Met tinggi (+33 g Met/ kg
makanan), HcyH rendah (0,9 g HcyH/ L air minum), dan HcyH tinggi (1,8 HcyH/ L air
minum). Suplementasi Met dan HcyH secara signifikan meningkatkan homosistein plasma
total 4 hingga 16 tingkat di atas tikus yang diobservasi dengan diet terkontrol (lebih dari
146,1 mikromol/ L). Dibandingkan dengan kontrol, ukuran plak aorta secara signifikan lebih
besar pada kelompok yang telah diberikan suplementasi selama 3 bulan (56% dan 173% lebih
besar pada tinggi Met dan tinggi HcyH) tetapi tidak setelah 12 bulan. Uji mekanik terhadap
tendo ekor menunjukkan tidak adanya kelemahan kolagen setelah mengalami
hiperhomosisteinemia selama 12 bulan. Banyak plak pada tikus kontrol maupun yang
disuplementasi cenderung ruptur secara morfologis, namun seluruh plak aorta dan seluruh
kecuali 1 plak koroner memiliki permukaan yang intak tanpa ruptur atau trombosis. Maka,
hiperhomosisteinemia yang diinduksi diet mendorong aterosklerosis dan fibrosis plak dini,
namun tidak melemahkan kolagen maupun menginduksi ruptur plak, bahkan pada jangka
waktu yang lama.
Kata Kunci: tikus defisien apoE, homosistein, aterosklerosis, ruptur plak
Sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa peningkatan homosistein plasma total
(HcyH) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit aterotrombosis seperti penyakit
jantung iskemik, stroke, dan penyakit vaskular perifer. Kuatnya asosiasi antara HcyH plasma
dan penyakit aterotrombosis kuat yang predominan menurut studi cross-sectional dan studi
case-control retrospektif secara predominan, sebaliknya tidak berasosiasi atau berasosiasi
lemah dalam banyak studi nested case-control dan studi prospektif. Hasil yang bertentangan
ini menyatakan bahwa tHcy plasma dapat menjadi penanda untuk yang mungkin bagi
penyakit aterotrombosis daripada penyebab. Dalam kasus sebab akibat, data epidemiologis
menunjukkan bahwa homosistein berperan penting pada pasien dengan penyakit yang
bermanifestasi secara klinis dibandingkan pada pasien tanpa gejala penyakit vaskular. Ini
artinya, homosistein dapat mendukung komplikasi ateroskleros daripada aterosklerosis itu
sendiri.
Lihat halaman 1385

Penyakit aterotrombosis paling sering adalah penyakit jantung iskemik. Aterosklerosis pada
arteri koroner menyebabkan angina stabil kronik yang dasarnya merupakan penyakit ringan.
Jika aterosklerosis menjadi komplikasi karena trombosis luminal, serangan jantung yang
mengancam jiwa dapat terjadi. Sekitar 75% trombus koroner fatal dipresipitasi oleh ruptur
luminal di dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis. Walaupun begitu, tidak
semua plak aterosklerosis rentan ruptur. Pada studi patoanatomis dasar, gambaran berikut
diasumsikan untuk mengkarakterisasikan plak yang rentan ruptur: (1) inti yang besar dan
kaya lipid; (2) inti yang terbungkus fibrous cap dengan kolagen yang sedikit dan tipis; dan (3)
inflamasi dan kurangnya sel otot polos pada lokasi ruptur. Kolagen memberikan kekuatan
pada kekuatan dan stavilitas mekanik pada jaringan, dan secara umum diasumsikan bahwa
kolagen yang disintesis oleh sel otot polos pembuluh darah berperan dalam stabilisasi kritis
selama perkembangan plak, mencegah plak ruptur, dan komplikasi berat lainnya.
Molekul kolagen perlu disilangkan untuk mendapatkan kekuatan dan stabilitas. Penyilangan
tersebut adalah proses 2 langkah. Enzim kunci, lisil oksidase, membentuk kelompok aldehida
reaktif yang bereaksi secara spontan, membentuk ikatan kovalen intermolekuler dan
ekstramolekuler. Beberapa studi klinis dan eksperimental mengindikasikan bahwa
homosistein dapat mengganggu penyilangan kolagen dan maka mengurangi kekuatan dan
stabilitas serabut kolagen. Pertama, 85% pasien dengan homosistinuria, sebuah kesalahan
alami mengenai hubungan metabolisme dengan hiperhomosisteinemia berat,
mengembangkan dislokasi lensa karena melemahnya mahkota serabut kolagen yang menahan
lensa pada tempatnya. Kedua, homosistein thiolactone, bentuk siklik dari homosistein,
mungkin mengaktivasi lisil oksidase dengan homosisteinilasi protein. Akhirnya, homosistein
sama secara struktur dengan D-penisilamin (, - dimetilsistein), sebuah obat yang
memengaruhi kolagen (dan elastin) terhubung melalui blok kelompok aldehida reaktif, dan
homosistein, seperti penisilamin, telah dilaporkan bahwa memiliki properti latirogenik
(penghambatan terhadap hubungan) baik in vitro dan in vivo.
Tujuan studi ini untuk mengembangkan pertama kali model hiperhomosisteinemia pada tikus
dengan defisiensi apolipoprotein E (apoE) yang rentan aterosklerosis dan kemudia menguji 3
hipotesis berikut: hiperhomosisteinemia (1) mempercepat aterogenesis, (2) melemahkan
kolagen, dan (3) mendukung ruptur plak.
Metode
Tikus, Diet, dan Suplementasi
Sembilan puluh sembilan tikus homozigot apoE, 9 generasi dengan latar belakang C57BL/6
yang telah disilangkan didapatkan dengan Transgenic Alliance (Lyon, Prancis) dan diberi diet
tipe Western tinggi lemak (Altromin C1057-157d) mengandung 21% lemak sayur, 0,15%
kolesterol, 1,1% methionine, dan 0,001% asam folat (semua berat perberat) pada usia 6
minggu. Seminggu kemudian, tikus dibagi dalam sebuah kelompok kontrol (diet tipe
Western) dan 4 kelompok yang disuplementasi dengan methionine (Met) atau homosistein
(HcyH): kelompok rendah HcyH (0,9 DL-HcyH [Sigma H-4628]/L air minum), kelompok
tinggi HcyH (1,8 DL-HcyH/L air minum), kelompok rendah Met (penambahan 1,1% L-Met
[Sigma M-2983] pada diet, memberikan 2,2% Met total), dan kelompok tinggi Met

(penambahan 3,3% L-Met, memberikan 4,4% Met total). Dosis rendah HcyH dan Met yang
dipilih karena studi pada tikus telah menunjukkan bahwa dosis ini menginduksi
hiperhomosisteinemia dan ditoleransi dengan baik, dan dosis dihitung dengan
mempertimbangkan rerata intake air 3-4 mL/ hari dan rerata berat badan 30 g. 18 tikus mati
setelah 3 bulan (studi jangka pendek) dan sisanya diikuti selama 12 bulan (studi jangka
panjang).
Tikus tersebut ditempatkan tiap 10 tikus pada 1 kandang dengan suhu ruangan diatur (21 oC),
siklus gelap terang 12 jam, akses bebas untuk makanan dan air. Mereka ditimbang setiap
minggu. Tikus ditempatkan dan dirawat sesuai guideline nasional, dan prosedur studi derta
lainnya diterima oleh Dannish National Animal Experiment Board.
tHcy dan Lipid Plasma
Pada akhir studi, tikus dianestesi dan dihilangkan darahnya dengan mengeluarkan sejumlah
maksimal darah dari ventrikel kana. Sampel darah sewaktu disimpan dalam tabung ukur
mikro mengandung EDTA yang telah dibekukan dan disentrfugasi segera, dan plasma
disimpan dalam suhu -20oC. tHcy plasma dikuantifikasi setelah reduksi dalam plasma 200
mikroliter dengan spektrometri kormatografi gas-massa seperti yang telah dijelaskan.
Kolesterol plasma total (TC), kolesterol HDL (HDL-C), dan trigliserida (TGs) diukur dengan
Cobas Fara Analyzer (Roche) dengan instrumen dari Roche Diagnostica.
Aterosklerosis Aorta
Setelah sampling darah, tikus dibilas menggunakan salin mengandung cairan kardioplegik St.
Thomas dan heparin, diperbaiki perfusinya menggunakan buffer fosfat 4% formaldehida, pH
7,2, dan dicelupkan dalam fiksatif semalaman. Jantung, termasuk aorta, dihilangkan,
ditimbang, dan dipotong secara transversal seperti yang dijelaskan oleh Paigen dkk, dan
dilekatkan pada parafin. Aorta dipotong melintang tiap interval 4 mikrometer, dan tiap
potongan diletakkan di objek glass. Setelah dicat dengan orcein untuk memvisualisasi
jaringan ikat, 5 potong diberi jarak 80 mikrometer dan mencakup 320 mikrometer aorta mulai
dari level dimana katup aorta saling bertemu (komisura) ke atas, dievaluasi secara
mikroskopik. Area plak aterosklerosis diukur tanpa mengetahui hal tersebut oleh 1 observer
(JZ) menggunakan peralatan analisis computer-assisted (mikroskop cahaya Olympus BX50,
kamera video berwarna Sony DXC 151P, dan SigmaScan Pro dari Jandel Scientific
Software), dan ukuran rerata plak diidentifikasi dan potongan di sebelahnya dicat dengan
elastin-trichrome untuk memvisualisasi kolagen (tampak biru). Dengan adventitia kaya
kolagen seperti yang dibangun pada kontrol positif, ambang rentang disesuaikan secara visual
(tetapi tetap secara tidak diketahui dan dengan observer yang sama) untuk mencocokkan
ketebalan dan intensitas pengecatan potongan masing-masing, dan persentase area kaya
kolagen pada plak kemudian dikuantifikasi secara otomatis.
Setelah jantung-jantung dihilangkan dari tikus dalam studi jangka panjang, aorta dibersihkan
dari jaringan periadventitia, dihilangkan mulai dari 1 mm di atas aorta hingga percabangan
iliaka, disayat secara longitudinal, difiksasi dengan formalin selama 24 jam, dicat dengan
Sudan IV, diletakkan pada objek glass, dan diperiksa di bawah mikroskop diseksi.

Pencitraaan en face diambil dengan kamera video Sony RGB dan dianalisa tanpa diketahui
menggunakan software analisis pencitraan otomatis (SigmaScan Pro dan PaintShop 5 pro).
Lesi area intima dilapisi cat Sudan IV (merah) ditentukan secara otomatis menggunakan
ambang rentang seperti yang dijelaskan di atas, dan persentase area plak dihitung.
Uji Mekanik
Sebelum perfusi, ekor tikus dalam studi jangka panjang dieksisi dan disimpan pada suhu
-20oC hingga diuuji. Perlengkapan mekanis dianalisa menggunakan mesin uji peralatan
Alwetron TCT-5, berdasarkan prosedur yang telah dijelaskan sebelumnya. Tendo dari
fasikulus ventral dibuang dari segmen ekor sepanjang 16 mm yang diambil tepat di bawah
batas bulu dan disimpan dalam larutan buffer Tris-Hcl 50 mmol/L selama analisis mekanis.
Beban dan perubahan bentuk direkam, dan kurva beban-perubahan bentuk dikonversi ke
kurva beban-regangan normal. Dari kurva ini, beban maksimum yang dinormalkan (N x
mm/mg), lereng kurva beban-regangan maksimum yang dinormalkan (N x mm/mg, ekuivalen
dengan kekakuan kolagen), dan absorpsi energi yang dinormalkan untuk perubahan bentuk
hingga beban maksimum (mJ/mg) diturunkan. Rerata 3 spesimen tiap tikus yang digunakan
dianalisis dalam perhitungan rerata kelompok.
Analisis Statistik
Hasil diekspresikan dengan rerataSEM untuk tiap kelompok tius. Uji one way ANOV dan
uji t tidak berpasangan digunakan untuk memeriksa perbedaan di dalam kelompok dan antar
kelompok. Studi korelasi dilakukan dengan uji korelasi Pearson atau uji korelasi Spearman
berdasarkan distribusi data. Uji regresi linier juga digunakan untuk menguji korelasi antara
dua variabel untuk mengetahui apakah kedua variabel saling bergantung satu sama lain. Nilai
probabilitas < 0,05 dianggap signifikan, kecuali dinyatakan sebaliknya.
Hasil
Sembilan puluh sembilan tikus diikutkan dalam studi pada usia 1,5 bulan dan 18 tikus
dibunuh secara manusiawi sesuai rencana 3 bulan kemudian (studi jangka pendek). Berat
badan awal sama untuk semua kelompok dan berat badan naik cukup seama antara kelompok
kontrol dan kelompok yang disuplementasi HcyH selama studi. Methionine, bagaimanapun,
asam amino yang paling toksik di antara lainnya, dan tikus dalam kelompol tinggi Met gagal
bertambah berat badan secara normal; faktanya, tikus dalam kedua kelompok yang
disuplementasi Met turun berat badannya dan mati sebelum waktunya (19 pada usia 8 bulan;
Gambar 1). Karena itulah, kami memutuskan untuk melakukan euthanasia pada 13 tikus
berusia 8,5 bulan yang disuplementasi Met. Tidak ada tikus kontrol yang dibunuh pada saat
tersebut dan tidak ada darah yang diambil untuk analisis, tetapi pemeriksaan mikroskopik
pada aorta mengungkapkan bahwa rerata ukuran plak pada kelompok tinggi Met lebih besar
daripada dalam kelompok rendah Met (0,84 0,08 vs 0,66 0,03 mm 2, P<0,05).
Miokardium, paru, lien, dan usus normal pada pemeriksaan mikroskopik, dan hanya
perubahan hepar minor dan nonspesifik, termasuk stenosis ringan, tampak pada kelompok
tinggi Met. Dalam kelompok kontrol dan yang disuplementasi HcyH, 39 tikus bertahan

hingga akhir studi dan dibunuh secara manusiawi seperti yang direncakan pada usia 13,5
bulan (studi jangka panjang).
tHcy dan Lipid Plasma
Suplementasi Met dan HcyH meningkatkan secara signifikan level tHcy pada kedua studi
jangka panjang dan jangka pendek (Tabel). Dalam kelompok kontrol, rerata TC plasma
adalah 21,5 dan 17,6 mmol/L (studi jangka pendek dan jangka panjang), rerata TG plasma
adalah 0,9 dan 0,6 mmol/L (studi jangka pendek dan jangka panjang, dan rerata HDL-C
plasma adalah 2,8 mmol/L (studi jangka panjang saja). TC plasma sama di semua kelompok,
namun TG berkurang sedikit dalam studi jangka pendek, kelompok tinggi Met (0,5 mmol/L,
P<0,05), dan HDL-C meningkat sedang dalam sutudi jangka panjang, kelompok rendah
HcyH (4,1 mmol/L, P<0,01).
Aterosklerosis Aorta
Seluruh tikus memiliki aterosklerosis berat. Baik lesi dini maupun lanjut ditemukan pada
kelompok kontrol dan yang disuplementasi dalam studi jangka pendek (Gambar 2A hingga
2C). Hanya lesi lanjut dan lebih besar yang ditemukan pada studi jangka panjang (Gambar
2D, Tabel). Banyak plak tampak rentan ruptur, dengan inti besar, kaya lipid dan dilapisi
fibrous cap yang tipis. Di bawah plak lanjut, lapisan media koyak, dengan membran elastik
yang rusak. Seluruh plak, bagaimanapun, memiliki plak yang intak tanpa ruptur atau
trombosis luminal. Sebuah perdarahan kecil dan superfisial (ekstravasasi eritrosit) tampak
pada 2 plak tikus yang disuplementasi HcyH, tetapi asalnya tidak dapat dilacak.
Dibandingkan dengan tikus kontrol, secara signifikan lebih banyak aterosklerosis diobservasi
pada tikus yang diberi diet hiperhomosisteinemik selama 3 bulan (Tabel). Setelah 12 bulan,
bagaimanapun, jumlah aterosklerosis sama pada semua kelompok, tanpa menghiraukan
metode yang digunakan untuk mengkuantifikasi. Ukuran plak aorta (dinilai secara
mikroskopik) dan area permukaan yang dilapisi plak di aorta (dinilai dengan spesimen en
face) tidak berkorelasi.
Hiperhomosisteinemia diasosiasikan dengan peningkatan relatif jumlah kolagen dalam plak
setelah 3 dan 12 bulan, namun peningkatan ini tidak signifikan secara statistik pada semua
kelompok (Tabel, Gambar 3). Area kaya kolagen dalam plak meningkat secara signifikan
81% dalam studi jangka pendek kelompok tinggi HcyH dan 73% pada studi jangka panjang,
kelompok rendah HcyH.
Homosistein, Lipid, dan Aterosklerosis
Dalam studi jangka pendek, tikus dengan diet hiperhomosisteinemik membentuk
aterosklerosis lebih banyak daripada tikus kontrol (Tabel). Korelasi positif antara level tHcy
plasma dan ukuran plak tampak pada kelompok kontrol (misal, pada tikus dengan level
plasma tHcy dalam rentang normal) tetapi tidak pada kelompok yang disuplementasi
(Gambar 4). Pada studi jangka panjang, tidak ada korelasi yang ditemukan antara tHcy
plasma dan aterosklerosis.

Level lipid plasma (TC, HDL-C, dan TG) dan jumlah aterosklerosis tidak berkolerasi balik
dalam studi jangka pendek (ukuran plak aorta) maupun studi jangka panjang (ukuran plak
aorta dan evaluasi en face. Lebih lanjut, tidak ada korelasi antara lipid plasma dan tHcy
plasma.
Aterosklerosis Koroner
Baik ostium koroner maupun bagian proksimal arteri koroner terbuka secara otomatis dengan
teknik pemotongan aorta yang digunakan dalam studi ini. Aterosklerosis berat, sering
menyebabkan oklusi koroner total, tampak pada hampir seluruh tikus dalam studi jangka
panjang. Pada satu tikus yang termasuk kelompok tinggi Met dalam kelompok jangka
pendek, ruptur plak diperberat dengan trombus ditemukan pada bagian proksimal arteri
koroner.
Kualitas Kolagen (Tendo Ekor)
Tidak ada perbedaan yang signifikan yang diobservasi pada peralatan mekanis (beban
maksimum, lereng maksimum, absorpsi energi) tendo ekor antara kelompok-kelompok dalam
studi jangka panjang (data tidak ditampilkan).
Pembahasan
Studi ini adalah yang pertama melaporkan efek jangka pendek dan jangka panjang
hiperhomosisteinemia terhadap perkembangan aterosklerosis pada hewan yang mengalami
aterosklerosis spontan seperti manusia, tikus apoE. Baik suplementasi HcyH dan Met
menginduksi hiperhomosisteinemia, yang mempercepat perkembangan plak pada tikus muda
(<4,5 bulan) tanpa memengaruhi beban plak di kemudian hari (13,5 bulan). Komposisi plak,
bagaimanapun, berubah pada studi jangka pendek dan jangka panjang: hiperhomosisteniemia
berasosiasi dengan penambahan endapan kolagen pada plak. Hanya satu plak ruptur yang
diidentifikasi dan hiperhomosisteinemia jangka panjang tidak melemahkan kolagen, seperti
hipotesis.
Diet Hiperhomosisteinemia pada Tikus Rentan Aterosklerosis
Pengaruh hiperhomosisteinemia pada biologi vaskular telah dipelajari dalam model hewan
yang berbeda, tetapi efek hiperhomosisteinemia dalam perkembangan aterosklerosis belum
dilaporkan hingga saat ini. Hofmann dkk mempelajari pengaruh diet hiperhomosisteinemia
terhadap pembentukan lesi awal pada tikus apoE jantan. Pada usia 12 minggu, hanya fatty
streaks yang tampak pada tikus kontrol yang diberi pakan tikus standar; bagaimanapun, pada
tikus yang diberi diet tinggi Met dan rendah vitamin B (folat, B 6, dan B12), rerata tHcy plasma
meningkat 19 fold, rerata ukuran lesi aorta membesar 2 fold, dan lesi kompleks terbentuk,
berasosiasi dengan peningkatan respons proinflamasi dalam dinding pembuluh darah. Tikus
apoE mengembangkan aterosklerosis secara spontan pada pemberian pakan normal, namun
proses tersebut dipercepat dengan diet tipe Western, kaya lipid. Pada diet tersebut, plak lanjut
muncul pada sejumlah lokasi, termasuk aorta, pada usia 20 minggu. Protokol ini memberikan
kita pengetahuan mengenai efek hiperhomosisteinemia pada perkembangan plak matur,

bukan fatty streaks, pada kedua studi jangka pendek dan jangka panjang, dan plak lanjut telah
muncil pada tikus jangka pendek.
Metode Menginduksi Hiperhomosisteinemia
Pada manusia, homosistein diproduksi dengan demetilasi asam amino esensial methionine.
Maka, diet methionine berperan penting dalam membentuk homosistein. Folat, vitamin B 12,
dan vitamin B6 merupakan kofaktor penting dalam metabolisme methionine dan homosistein
dan menggantikan penentu mayor pada tingkat tHcy plasma. Salah satu penanda yang paling
sensitif dari defisiensi folat dan vitamin B 12 adalah peningkatan tHcy plasma. Pada studi ini,
defisiensi vitamin cukup tinggi, karena jumlah vitamin dalam diet, menurut supplier
(Altromin GmbH), melebihi dari persyaratan minimum nutrisi untuk tikus laboratorium,
diperkirakan oleh National (US) Research Council (diet aktual vs persyaratan National
Research Council: 10,0 vs 0,5 mg/kg untuk folat; 41 vs 10 mikrogram/kg untuk vitamin B 12;
15 vs 8 mg/kg untuk vitamin B6).
Kami menginduksi hiperhomosisteinemia dengan menambahkan L-Methionine pada
makanan atau DL-homosistein pada air minum. Metode sebelumnya merupakan metode yang
telah teruji untuk menginduksi hiperhomosisteinemia pada manusia (tes beban oral
methionine) dan pada tikus penelitian. Pada metode terkini, suplementasi dengan DLhomosistein, sebelumnya telah digunakan pada tikus untuk menginduksi
hiperhomosisteinemia dan studi mengenai kultur sel. Walaupun nasib D-enantiomer dalam
tubuh tidak diketahui, faktanya hasil yang serupa didapatkan pada 2 kelompok yang
disuplementasi mengindikasikan bahwa hiperhomosisteinemia yang diinduksi dengan diet
DL-homosistein dapat menghasilkan hasil yang reliabel. Keuntungan menambahkan
homosistein (vs methionine) pada diet adalah hiperhomosisteinemia yang berat dan
berkepanjangan dapat terinduksi tanpa retardasi perkembangan konkomitan.
Hiperhomosisteinemia Mempercepat Aterosklerosis
Hiperhomosisteinemia diasosiasikan dengan peningkatan signifikan ukuran plak (hanya pada
studi jangka pendek) dan jumlah relatif kolagen pada plak meningkan pada studi jangka
pendek dan jangka panjang. Karena defisiensi vitamin konkomitan cukup tinggi, studi ini dan
studi Hofmann dkk mengindikasikan bahwa homosistein adalah aterogenik pada tikus apoE.
Observasi in vivo ini, daktanya, konsisten dengan studi in vitro terkini dimana homosistein
mendukung proliferasi sel otot polos arteri yang dikultur dan meningkatkan sintesis dan
akumulasi kolagen. Mekanisme molekuler yang mendasari belum diketahui dan seharusnya
ditekankan bahwa hiperhomosisteinemia mendukung terjadinya aterosklerosis dan trombosis
melalui sejumlah mekanisme lainnya, dimana toksisitas endotelial menghasilkan disfungsi
endotelial dan didokumentasikan secara eksperimen maupun pada manusia. Bagaimanapun,
walaupun suplementasi diet dengan vitamin B (folat, B6, B12) mencegah perkembangan
hiperhomosisteinemia pada monyet yang diberi pakan kaya lipid dan meningkatkan
kolesterol, hal ini gagal mencegah perkembangan disfungsi endotelial dan penebalan intima
pada arteri karotis dan iliaka, menunjukkan bahwa intervensi untuk menurunkan tHcy plasma
memiliki keuntungan klinis terbatas kecuali faktor risiko lain juga dikontrol. Pada sel
endotelial yang dikkultur, methionine yang tinggi, dan hingga tingkat yang lebih rendah,

homosistein meningkatkan metilasi L-arginin menjadi dimetilarginin yang asimetris, dan


inhibitor kompetitif endogen NO sintase. Suplementasi folat/ B12 meningkatkan kapasitas
metilasi keseluruhan, dan jika metilasi L-arginin menggantikan hubungan antara
hiperhomosisteinemia dan disfungsi endotelial (yang disebabkan oleh menurunnya NO)
seperti yang dinyatakan belakangan, maka terapi dengan vitamin ini tidak akan
mengeliminasi efek proaterogenik yang diasosiasikan dengan hiperhomosisteinemia.
Korelasi positif antara tHcy plasma dan ukuran plak aorta ditemukan pada kelompok kontrol
studi jangka pendek (misal, pada tikus dengan tingkat tHcy plasma dalam rentang normal)
tetapi tidak pada 2 kelompok yang disuplementasi (Gambar 4). Kami mengukur tHcy plasma
nonpuasa karena tikus dengan akses bebas terhadap makanan dan air, pada studi ini,
menghabiskan lebih banyak waktunya dengan tidak berpuasa. Walaupun begitu, nilai yang
diukur mungkin merefleksikan beban tHcy plasma 24 jam lebih akurat pada tikus yang diberi
pakan standar daripada tikus yang disuplementasi, karena variasi sirkadian pada tingkat tHcy
plasma lebih nyata pada tikus tersebut. Hal ini dapat menjelaskan kurangnya korelasi antara
tingkat tHcy plasma yang diukur dengan ukuran plak aorta dalam kelompok yang
disuplementasi.
Dalam studi jangka panjang, semua kelompok tikus mencapai jumlah yang sama dari
aterosklerosis, mengindikasikan bahwa hiperhomosisteinemia memengaruhi perkembangan
lesi dini lebih dari progresi plak yang sudah terbentuk. Observasi ini, bahwa intervensi
memiliki pengaruh yang lebih besar pada perkembangan lesi din daripada progresi plak
lambat, tidak unik. Aterosklerosis tampak dinamik, dengan potensi lebih besar untuk progresi
dan regresi, pada stadium dini maupun lanjut. Hasil ini menunjukkan bahwa lebih sulit
mengidentifikasi efek intervensi terhadap beban plak jika tikus dapat bertahan hingga usia
menengah, ketika mereka mencapai fase penyakit yang lebih stabil dan tenang. Jika inflamasi
vaskular memperkuat peran penting pada inisiasi dan perkembangan dini aterosklerosis
daripada progresi gradual, tidak ruptur, itu dapat memberikan penjelasan pada temuan ini
mengenai efek aterogenik dini, namun tidak lanjut, hiperhomosisteinemia.
Homosistein, Kolagen, dan Ruptur Plak
Kekuatan regang serabut kolagen menurun secara drastis ketika molekul kolagen tidak
disilangkan secara sesuai. Homosistein telah dilaporkan mengganggu proses ini dengan
menginaktivasi enzim lisil oksidase yang disilangkan (homosisteinilasi) atau dengan
menghambat kelompok aldehida reaktif yang membentuk lisil oksidase yang memediasi
penyilangan berikutnya (efek merupai penisilamin). Bila efek homosistein tersebut hadir
secara in vivo, maka dapat menghasilkan perkembangan plak yang rentan dan mudah ruptur,
sehingga meningkatkan risiko serangan jantung akibat ruptur/ trombus. Bagaimanapun, studi
kami gagal mengkonfirmasi hipotesis ini. Walaupun hiperhomosisteinemia terjadi jangka
panjang, tidak ada defek kolagen kualitatif yang dapat dideteksi dengan uji mekanis, dan
hanya satu plak yang ruptur teridentifikasi. Hal ini, bagaimanapun, salah satu kasus ruptur
plak koroner spontan dengan pemberat trombosis yang pertama kali didokumentasikan
dengan baik dalam penelitian aterosklerosis eksperimental. Pada tikus apoE usia menengah,
ekstravasasi eritrosit lebih banyak ditemukan pada plak yang berlokasi di trunkus

brachiocephalicus, tetapi ruptur yang aneh pada permukaan plak jarang ditemukan, walaupun
observasi yang bertentangan telah diterbitkan.
Keterbatasan
Efek aterogenik hiperhomosisteinemia diobservasi pada studi dengan jangka waktu relatif
pendek (n=3x6), dan korelasi positif antara tHcy plasma dan ukuran plak tampak pada
kelompok kontrol (n=6). Hasil ini perlu dikonfirmasi pada kelompok tikus yang lebih besar,
dan akan lebih menarik jika mengetahui apakah hiperhomosisteinemia diinduksi oleh
defisiensi vitamin saja, penyebab paling sering hiperhomosisteinemia pada manusia,
memiliki efek yang sama
Kesimpulan
Diet hiperhomosisteinemia diinduksi oleh suplementasi methionine dan HcyH mempercepat
perkembangan plak dini dan menguatkan fibrosis plak pada tikus apoE. Plak tidak tampak
lebih rentan secara morfologis dan ruptur plak jarang, bahkan setelah 12 bulan
hiperhomosisteinemia berat. Walaupun area kaya kolagen meningkat pada plak tikus
hiperhomosisteinemia, tidak ada efek hiperhomosisteinemia jangka panjang pada kekuatan
kolagen dapat dideteksi dengan uji mekanis.

Anda mungkin juga menyukai