Anda di halaman 1dari 8

Tinea Corporis

Definisi
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut
(glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha.
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu
Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat lebih dari 40 spesies
dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang
disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis.
Epidemiologi
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan
iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan
lembab membantu menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu daerah tropis dan
subtropics memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. Tinea korporis dapat
terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan
hewan – hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipaan menyebabkan peningkatan suhu dan
kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda
yang mengandung jamur, mialnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan
lain – lain.

Pravelensi infeksi jamur superficial di seluruh dunia diperkirakan menyerang


20 – 25 % populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok
umur sehingga infeksi jamur superficial ini relative sering terkena pada negara tropis
( iklim panas dan kelembaban yang tinggi ) dan sering terjadi eksaserbasi.

Etiologi dan Patofisiologi


Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas
fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp,
Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton
Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes. Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah
utama. Yang pertama perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati
berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV,
suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat
fungistatik. Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi
perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan
yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di
dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.

Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi


oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV
atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting
dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita
sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya
negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus
limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barrier
epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif
dengan perkembangan kearah luar yang sering disebut dengan central healing,
bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang
ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah
lesi relatif lebih tenang.

Tinea korporis yang menahun, tanda-tanda aktif menjadi hilang dan


selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja. Gejala subyektif yaitu
gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan. Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau
dengan binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan
mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi
melalui benda misalnya pakaian, perabot dan sebagainya. Kelainan ini dapat terjadi
pada tiap bagian tubuh dan bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam
hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya
Pemeriksaan Laboratorium
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood,
biopsi dan histopatologi.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari
kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau
sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini
memberikan hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau
bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3μ.

Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-
30⁰C),kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur.
Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora
Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar ultraviolet
dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini
diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini
akan berubah menjadi dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa
jamur yang memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan
T.schoenleinii.
Diagnosa Banding
Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain eritema anulare
sentrifugum, eksema numular, granuloma anulare, psoriasis, dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea, liken planus dan dermatitis kontak.

Pengobatan
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa.

Non Medikamentosa
Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non
medikamentosa adalah sebagai berikut:
a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena
infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.

b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian


dengan orang yang terinfeksi.

c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk
mencegah penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.

e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat


menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis
yang dapat menghambat sirkulasi udara.

f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan


bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu.

Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan
sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet.
Medikamentosa
Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan
sistemik. Pada tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup diberikan obat topikal.

1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal
dipengaruhi oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi
obat tersebut. Selain obat-obat klasik, obat-obat derivate imidazole dan alilamin dapat
digunakan untuk mengatasi masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang
termasuk golongan imidaol kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4
minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga untuk
meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan klinis dan mikologis
dengan maksud mengurangi kekambuhan.

2. Pengobatan Sistemik
Menurut Verma dan Heffernan (2008), pengobatan sistemik yang dapat
diberikan pada tinea korporis adalah:
 Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk anak-
anak 15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari
 Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang resisten
terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari
selama 3 minggu.
Obat-obat yang relative baru seperti itrakonazol serta terbinafin dikatakan cukuo
memuaskan untuk pengobatan tinea korporis.

Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi
tinea korporis antara lain: mengurangi kelembaban tubuh penderita dengan
menghindari pakainan yang panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang,
kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal
infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan
mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelianan endokrin yang
lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.

Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis
harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi,
keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak
berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor kelembaban,
gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang kurang,
memudahkan timbulnya infeksi jamur.

Prognosis
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis merupakan
salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang
tinggal satu rumah dengan penderita. Anak-anak dan remaja muda.

Referensi :

1. Wirya Duarsa. Dkk. 2010. Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Budimulja, U. sunoto. Dan Tjokronegoro. Arjatmo. 2009. Penyakit Jamur.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai