Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Daftar Isi.....................................................................................................................................2
Bab I: Pendahuluan....................................................................................................................3
Bab II: Pembahasan....................................................................................................................4
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid......................................................................................................4
2.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid......................................................................................................4
2.3 Hipertiroid............................................................................................................................6
2.3.1 Definisi..................................................................................................................6
2.3.2 Etiologi dan Klasifikasi.........................................................................................6
2.3.3 Manifestasi Klinis...............................................................................................12
2.3.4 Diagnosis.............................................................................................................13
2.3.5 Diagnosis Banding..............................................................................................15
2.3.6 Tatalaksana..........................................................................................................16
2.3.7 Prognosis.............................................................................................................17
2.4 Nodul Tiroid.......................................................................................................................18
2.4.1 Definisi................................................................................................................18
2.4.2 Etiologi................................................................................................................18
2.4.4 Klasifikasi............................................................................................................18
2.4.5 Diagnosis.............................................................................................................19
Daftar Pustaka..........................................................................................................................22

BAB 1
PENDAHULUAN

Tirotoksikosis adalah kondisi klinik dengan berbagai etiologi, manifestasi dan terapi
potensial. Istilah tirotoksikosis menunjukkan kondisi klinis yang merupakan hasil dari aksi
hormon tiroid yang tidak sesuai akibat tingginya tingkat hormon tiroid. Istilah hipertiroid
merupakan kondisi tirotoksikosis yang diakibatkan oleh tingginya sintesis dan sekresi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid1.
Penyakit hipertiroid merupakan 60-90% dari semua penyebab tirotoksikosis di
berbagai daerah di dunia. Pada populasi umum prevalensi gangguan fungsi hormon tiroid
diperkirakan 6%. Prevalensi tirotoksikosis pada ibu adalah sekitar 1 kasus per 500 orang.
Diantara penyebab tirotoksikosis spontan penyakit Graves (Graves Disease) adalah yang
paling umum di seluruh dunia. Nodul tiroid merupakan masalah klinis yang umum dijumpai
dan tingkat kejadian kanker tiroid semakin meningkat2,3.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.

ANATOMI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid terletak di atas trakea tepat di bawah laring dan terdiri dari dua lobus yang
dihubungkan oleh sebuah berkas tipis yang dinamai ismus4. Kelenjar tiroid terletak di
anterior trakea di antara kartilago krikoid dan sudut suprasternal5.

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid


Sel-sel sekretorik utama tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun membentuk
bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit fungsional yang dinamai
folikel. Pada potongan mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin sel-sel folikel
mengelilingi suatu lumen di bagian dalam yang terisi oleh koloid, bahan yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid4.
2.2.
FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Konstituen utama koloid adalah tiroglobulin (Tg) yang berikatan dengan hormon tiroid
dalam setiap periode sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung
iodium yang berasal dari asam amino tirosin yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan
triiodotironin (T3). Di ruang interstitium terdapat sel C yang mengeluarkan hormon
peptida kalsitonin untuk metabolisme kalsium4.
Sintesis Hormon Tiroid
Pembentukan hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam koloid.
Tirosin masuk ke dalam tiroglobulin eksositosis dari sel folikel ke dalam koloid
tiroid menangkap iodium dari darah ke dalam koloid melalui pompa iodium iodium
berikatan dengan tirosin ikatan satu iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin
(MIT), ikatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT) penggabungan
satu MIT dengan datu DIT membentuk triiodotironin atau T3, penggabungan dua DIT
membentuk tetraiodotironin (T4 atau tiroksin)4.
Sekresi Hormon Tiroid
Pada stimulasi sekresi hormon tiroid, sel-sel folikel memfagosit sepotong koloid. Butirbutir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya
memisahkan hormon-hormon tiroid T3 dan T4, serta MIT dan DIT4.
3

Molekul-molekul hormon tiroid yang teah dilepaskan ke dalam darah yang bersifat
lipofilik berikatan dengan beberapa protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut
oleh thyroxine-binding-globulin (TBG). Kurang dari 0,1% T4 dan kurang dari 1% T3
tetap berada dalam bentuk bebas (tidak terikat)4.

Gambar 2. Regulasi Hormon Tiroid


Efek Fisiologi Hormon Tiroid
1. Efek pada Laju Metabolisme dan Produksi Panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal seluruh tubuh. Hormon ini
adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada
keadaan istirahat. Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat dengan efek
kalorigernik (penghasil panas). Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan
peningkatan produksi panas.
2. Efek pada Metabolisme Antara
Hormon tiroid juga memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan
dalam metabolisme bahan bakar. Hormon ini tidak saja dapat memengaruhi
pembentukan dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein tetapi hormon
dalam jumlah sedikit atau banyak dapat menimbulkan efek yang sebaliknya.
3. Efek Simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), pembawa pesan kimiawi yang digunakan oleh sistem
saraf simpatis dan medula adrenal. Hormon tiroid melaksanakan efek permisif ini
dengan menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran spesifik katekolamin.
Pengaruh ini menyebabkan banyak efek dari yang diamati ketika sekresi hormon

tiroid meningkat adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf
simpatis.
4. Efek pada Sistem Kardiovaskular
Efek meningkatkan sensitivitas jantung terhadap katekolamin dalam darah oleh
hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi
sehingga curah jantung meningkat. Sebagai respon terhadap beban panas yang
dihasilkan oleh efek kalorigernik hormon tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk
membawa kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan.
5. Efek pada Pertumbuhan dan Sistem Saraf
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena efeknya pada hormon
pertumbuhan (GH) dan IGF-1. Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi GH
dan meningkatkan produksi IGF-1 oleh hepar tetapi juga mendorong efek GH dan
IGF-1 pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan tulang. Anak
dengan defisiensi tiroid mengalami hambatan pertumbuhan yang dapat dipulihkan
dengan terapi sulih tiroid. Namun, tidak seperti kelebihan GH, kelebihan hormon
tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan yang perlebihan.
Hormon tiroid penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP,
suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak lahir. Hormon
tiroid juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa4.
Regulasi Sekresi Hormon Tiroid
Hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid.
Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior, adalah
regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid.
Thytropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus melelaui efek tropiknya menstimulasi
sekresi TSH oleh hipofisis anterior, sementara hormon tiroid, melalui mekanisme umpan
balik negatif, mengurangi sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior.
Umpan balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi kadar
hormon tiroid bebas sehari-hari, sementara hipotalamus memerantarai penyesuaian
jangka panjang. Sekresi hormon tiroid yang relatif tetap sesuai dengan respon lambat dan
berkepanjangan yang diinduksi oleh hormon ini; peningkatan atau penurunan mendadak
kadar hormon tiroid tidak memiliki manfaat adaptif4.
2.3 HIPERTIROID
2.3.
1. DEFINISI
Tirotoksikosis adalah kondisi klinik dengan berbagai etiologi, manifestasi dan terapi
potensial. Istilah tirotoksikosis menunjukkan kondisi klinis yang merupakan hasil dari
aksi hormon tiroid yang tidak sesuai akibat tingginya tingkat hormon tiroid. Istilah
hipertiroid merupakan kondisi tirotoksikosis yang diakibatkan oleh tingginya sintesis
dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid1.
2.3.2. ETIOLOGI & KLASIFIKASI
Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya
berdasarkan pusat penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan6.
a

Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid
itu sendiri, misalnya penyakit graves, hiperfungsional adenoma (plummer),
toxic multinodular goiter

Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar
tiroid, misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam
jumlah banyak, pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola
hidatidosa pada wanita.

Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme: tiroiditis granulomatosa


subakut(nyeri),tiroiditis limfositik subakut (tidak nyeri),struma ovarii
(teratoma ovarium dengan tiroid ektopik) dan tirotoksikosis palsu (asupan
tiroksin eksogen)

Hipertiroidisme Primer

Penyakit Graves
Struma multinodular
toksik
Adenoma toksik
Obat: yodium lebih,
lithium
Karsinoma tiroid yang
berfungsi
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r

Penyebab Tirotoksikosis
Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
Hormon tiroid berlebih
(tirotoksikosis faktisia)
Tiroiditis subakut
Silent thyroiditis
Destruksi kelenjar :
amiodaron,radiasi,
adenoma, infark

Hipertiroidisme
Sekunder
TSH-secreting
tumor chGH secreting
tumor
Tirotoksikosis gestasi
(trimester I)
Resistensi hormon
tiroid

a. Graves Disease
Graves disease merupakan sindrom akibat hipertiroidisme dengan goiter difus,
penyakit mata dengan ciri inflamasi dan mengenai struktur intraorbital, dermopati
atau pretibial myxoedema. Hipertiroidisme Graves disebabkan oleh produksi antibodi
IgG yang berikatan dan mengaktifkan reseptor thyroid-stimulating hormone (TSH) di
permukaan sel folikel tiroid. Aktivasi ini menstimulasi pertumbuhan sel folikel,
menyebabkan pembesaran tiroid difus dan peningkatan produksi hormon tiroid
dengan peningkatan triiodotironin (T3). Proses autoimun ini mungkin disebabkan oleh
kerentanan genetik dengan faktor lingkungan yang menyertai. Alel HLA di kromosom
6 yang disebut HLA-DRB1-08 dan DRB3-0202, diketahui meningkatkan resiko
Graves disease. Pemicu dari lingkungan termasuk stress dalam keseharian, infeksi,
paparan dari dosis tinggi iodin dan lahir prematur7.
Onset Graves disease biasanya akut dengan produksi mendadak antibodi TSHreseptor. Gejala klasik hipertiroid dapat dijumpai yaitu penurunan berat badan
meskipun nafsu makan meningkat, intoleransi panas, iritabilitas, insomnia,
berkeringat, diare, palpitasi, kelemahan otot dan menstruasi tidak teratur. Tanda
klinisnya yaitu goiter difus, fine resting tremor, takikardi, hiperefleks, eyelid lag,
hangat, kulit halus dan miopati proksimal7.

Gambar 3. Gejala Hipertiroidisme


Pemeriksaan TSH serum sensitif pada penyakit tiroid primer sehingga baik untuk
screening awal. TSH yang rendah menunjukkan supresi pada axis hipotalamuspituitary dan diikuti dengan pemeriksaan free tiroksin (T4) dan free triiodotironin
(T3) yang biasanya meningkat pada hipertiroidisme Graves. Pasien Graves Disease
dengan hipertiroid subklinik, memiliki ciri supresi TSH tetapi free T3 dan T4 tetap
dalam rentang nilai normal, atau toksikosi T3, yaitu T3 yang meningkat dari T4
dengan supresi TSH. Pemeriksaan serum antibodi TSH-reseptor juga dapat membantu
dalam memastikan diagnosis Graves disease. Pemeriksaan tersebut juga dapat
menilai risiko kekambuhan setelah pemberian thionamide pada Graves disease atau
menilai risiko Graves disease neonatal pada kehamilan dengan Graves disease.
Technetium-labelled thyroid scintigraphy dapat membantu penegakan diagnosis
ketika penyebab hipertiroid belum dapat diketahui. Pemeriksaan ini dapat
membedakan Graves disease dengan tiroiditis atau autonomously hyperfunctioning
nodule7.
Pasien dengan faktor risiko untuk osteoporosis (khususnya wanita postmenopause
atau riwayat keluarga osteoporosis) seharusnya dilakukan scanning bone mineral
density. Pasien dengan palpitasi atau ritme jantung yang ireguler seharusnya
dilakukan elektrokardiogram, diikuti monitor ambulator 24 jam untuk menilai
takiaritmia. Pasien dengan goiter yang besar dan gejala obstruksi trakea atau esofagus
dapat memerlukan CT-scan leher tanpa kontras.
Modal penanganan hipertiroid Graves ada tiga yaitu penggunaan thionamide (obat
antitiroid), radioaktif iodine (RAI) dan pembedahan7.
b. Graves Orbitopathy
Graves orbitopati merupakan gejala ekstratiroidal utama Graves disease. Penilaian
derajat keparahan penyakit ini dapat ditentukan dalam tabel berikut8.

Pada GO ringan, watchful strategy biasanya cukup, namun pemberian suplemen


selenium selama 6 bulan efektif dalam memperbaiki gejala ringan dan mencegah
progresi ke derajat yang lebih buruk. Glukokortikoid dosis tinggi terutama melalui
intravena merupakan terapi lini pertama pada GO aktif sedang-berat. Jumlah dosis
8

optimal yaitu metilprednisolon 4.5-5 gram, tetapi dosis yang lebih tinggi hingga 8
gram dapat diberikan pada penyakit yang berat. Penanganan berbasis pasien dengan
GO berorientasi pada quality of life (QoL) dan fungsi psikososial pasien8.
c. Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid
yang beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan
hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa
disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi
hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik9.
d. Tiroiditis
Tiroiditis adalah inflamasi kelenjar tiroid yang dapat terasa sakit dan nyeri tekan
ketika disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau trauma, atau juga tanpa nyeri jika
disebabkan oleh kondisi autoimun, medikasi, atau proses fibrosis idiopatik. Bentuk
paling umum adalah penyakit Hashimoto, tiroiditis granulomatosa subakut, tiroiditis
postpartum, tiroiditis limfositik subakut, dan drug-induced tiroiditis (disebabkan oleh
amiodaron, interferon-alfa, interleukin-2, atau lithium). Pasien bisa terdapat eutiroid,
hipertiroid ataupun hipotiroid, atau dapat berubah-ubah seiring perjalanan penyakit10.

e. Toxic Adenoma
Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan
hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelanpelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobus lain dari kelenjar
tiroid. Pasien yang khas adalah individu tua (biasanya lebih dari 40 60 tahun) yang
mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat
gejala-gejala penurunan berat badan, kelemahan napas sesak, palpitasi, takikardi dan
intoleransi terhadap panas. Tingkat 2-4 oftalmopati infiltratif tidak pernah dijumpai.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan
sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lain. Pemeriksaan laboratorium biasanya
memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan
hanya peningkatan kadar tiroksin yang "border-line". Scan menunjukkan bahwa nodul
ini "panas". Adenoma-adenoma toksik hampir selalu adalah adenoma folikuler dan
hampir tidak pernah ganas. Mereka mudah ditangani dengan pemberian obat-obat
antitiroid seperti propil tiourasil 100 mg tiap 6 jam atau metimazol 10 mg tiap 6 jam
diikuti aleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif. Natrium iodida 131 I
dalam dosis 20-30 mCi biasanya, dibutuhkan untuk menghancurkan neoplasma jinak.
Iodin radioaktif lebih dipilih untuk nodul toksik yang lebih kecil tetapi yang lebih
besar terbaik ditangani dengan operasi9.
10

2.3.3

MANIFESTASI KLINIS

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves 6


Sistem
Gejala dan Tanda
Sistem
Gejala dan Tanda
Umum
Tak tahan hawa
Psikis dan saraf
Labil.
Iritabel,
panas, hiperkinesis,
tremor,
psikosis,
capek, BB turun,
nervositas, paralisis
tumbuh cepat,
periodik dispneu
toleransi obat, youth
fullness
Gastrointestinal
Hiferdefekasi, lapar,
Jantung
hipertensi,
aritmia,
makan banyak, haus,
palpitasi,
gagal
muntah, disfagia,
jantung
splenomegaly
Muskular
Rasa lemah
Darah dan limfatik
Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria
Oligomenorea,
Skelet
Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido
cepat menutup dan
turun, infertil,
nyeri tulang
ginekomastia
Kulit
Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Graves disease
Terdapat trias manifestasi Graves:
1. Tirotoksikosis: pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional
2. Oftalmopati infiltratif: menyebabkan eksoftalmus pada 40% pasien
3. Dermopati infiltratif lokal (miksedema pratibia) : pada sebagian kecil pasien
Patogenesis

Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma TSI diarahkan epitop dari reseptor
thyroid-stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH TSI
mengikat reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroid cAMP mengaktifkan sintesis
hormon (T3 dan T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi) feedback
mechanism penurunan TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.
Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus membesar,
penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid yang
berlebihan dibandingkan dengan tiroid sehat.
Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan
(GAG) di otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan
aktivasi sel-T. Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi sel T.
Merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy, meningkatkan
kemungkinan itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan yodium radioaktif lebih
11

mungkin untuk mengalami memburuknya ophthalmopathy mereka daripada pasien yang


diobati dengan obat antitiroid atau operasi6.

2.3.4

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
No
1

DIAGNOSIS
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, Untuk itu dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasari pada anamnesis dan PF teliti. Kemudian dilanjutkan PP konfirmasi
laboratorium dan radiodiagnostik6.

Indeks Wayne
Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat
Sesak saat kerja
Berdebar
Kelelahan
Suka udara panas
Suka udara dingin
Keringat berlebihan
Gugup
Nafsu makan naik
Nafsu makan turun
Berat badan naik
Berat badan turun
Tanda
Ada
Tyroid teraba
+3

Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3
Tidak Ada
-3
12

2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bising tyroid
Exoptalmus
Kelopak mata tertinggal gerak bola mata
Hiperkinetik
Tremor jari
Tangan panas
Tangan basah
Fibrilasi atrial
Nadi teratur
< 80x per menit
80 90x per menit
> 90x per menit

+2
+2
+1
+4
+1
+2
+1
+4
+3

-2
-2
-2
-1
-3
-

Hipertiroid jika indeks 20


NEW CASTLE INDEX
Item
Age of onset (year)

Psychological precipitant
Frequent cheking
Severe anticipatory anxiety
Increased appetite
Goiter
Thyroid bruit
Exophthalmos
Lid retraction
Hyperkinesis
Fine finger tremor
Pulse rate

Grade
15-24
25-34
35-44
45-54
>55
Present
Absent
Present
Absent
Present
absent
Present
absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
Present
Absent
> 90/min
80-90 > min
< 80/min

Score
0
+4
+8
+12
+16
-5
0
-3
0
-3
0
+5
0
+3
0
+18
0
+9
0
+2
0
+4
0
+7
0
+16
+8
0

Eutiroid (11) - (+23)


13

Prob. Hipertiroid (+24) (+39)

Hipertiroid (+40) ( +80)

2.3.5

DIAGNOSIS BANDING
1. Paralisis periodik tirotoksikosis. Atrofi otot yang menonjol dengan adanya
miopati yang berat, serangan mendadak paralisis flasid dan hipokalemia.
Paralisis membaik dengan sendirinya dan dapat dicegah dengan tambahan K+
dan penghambat beta-adrenergik.
2. Penyakit jantung tiroid. Gejala terutama di jantung khususnya fibrilasi atrial
refrakter yang tidak sensitif digoksin atau gagal jantung dengan curah yang
tinggi, penanganan dengan terapi tirotoksikosis.
3. Hipertiroidisme apatetik. Pasien usia tua dengan penurunan berat badan, goiter
kecil, fibrilasi atrial lambat, dan depresi berat, tidak ada gambaran klinis
adanya peningkatan reaktivitas katekolamin.
4. Hipertiroksemia disalbuminenik familial. Protein abnormal seperti albumin ada
pada serum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal ini berakibat peningkatan
T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4 bebas, dan TSH normal. Hal yang penting ialah
membedakan keadaan eutiroid dengan hipertiroidisme. Tidak adanya gambaran klinis
hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSH normal akan menyingkirkan diagnosis
hipertiroidisme10.
14

2.3.6

TATALAKSANA
1. Tirostatika (OAT- Obat Anti Tiroid)
Efek berbagai obat digunakan dalam pengelolaan tiroksikosis6.

Kelompok obat
Obat anti tiroid

Efeknya
Menghambat sintesis hormon

Propiltiourasil (PTU)

tiroid dan berefek imunosupresif pertama pada graves.

Metimazol (MMI)

(PTU) juga menghambat

Obat jangka pendek

Karbimazol (CMZMMI)

konversi T4 T3

prabedah / pra RA1

Anatagonis adrenergik
Adrenergic antagonis

Mengurangi dampak hormor

Obat tambahan

Propranolol

tiroid pada jaringan

kadang sebagai obat

Metoprolol

Indikasi
Pengobatan lini

tunggal pada tirolditis

Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung iodine

Menghambat keluarnya T4 dab

Persiapan

Kalium iodide

T3

tiroidektomi Para

Solusi Lugol

Menghambat T4 dan T3 serta

krisis tiroid

Natrium ipodat

Produksi T3 ekstratiroidal

Bukan untuk

Asam iopanoat
Obat lainya

Menghabat transpor yodium

penggunaan rutin
Bukan indikasi rutin

Kalium perklorat

sintesis dan keluarnya hormon.

Pada sub akut

Litium karbonat

Memperbaiki efek hormon

tiroiditis berat dan

Glukokortikoids

dijaringan dan sifat imunologis.

krisis tiroid.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis
maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior 7-10
jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi
vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks
mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidetomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun,
meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas.
Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme
atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko
terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi. Di Swedia dari 308 kasus
operasi, 91% mengalami tiroidektomi subtotal dan disisakan 2 gram jaringan, 9%
15

tiroidektomi total, hipokalsemia berkepanjangan 3,1% dan hipoparatiroid


permanen 1%, serta mortalitas 0%6.
3. Yodium radioaktif (radio active iodium RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi
eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI.
Dosis Rai berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa
hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai
hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran
bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia, tidak terbukti. Dan satu-satunya
kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis
sepintas. Di USA usia bukan merupakan masalah lagi, malahan cut off-nya 17-20
tahun. 80% Graves diberi radioaktif, 70% sebagai pilihan pertama dan 10% karena
gagal dengan cara lain. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih
kontroversial. Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita
masih harus memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam
observasi selama 3 tahun pasca-RAI, tidak ditemukan perburukan optalmopati
(berdasarkan skor Herthel, OI, MRI, total muscle volumes [TMV]).Namun
disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pascaradiasi. Setiap kasus RAI
perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan klinis)6.
Cara
Pengobatan
Tirostatika
(OAT)
Tiroidektomi
Yodium
Radioaktif
(I131)

Keuntungan

Kerugian

Kemungkinan remisi jangka panjang


tanpa hipotiroidisme
Cukup banyak menjadi eutiroid
Relatif cepat
Relatif jarang residif
1.
Sederhana
2.
Jarang residif (tergantung dosis)
3.

Angka residif cukup tinggi


Pengobatan
jangka
panjang
dengan kontrol yang sering
Dibutuhkan ketrampilan bedah
Masih ada morbiditas
40% hipotiroid dalam 10
tahun

4.
5.

Daya kerja obat lambat


50% hipotiroid pasca
radiasi

Terapi eksophtalmus
Selain itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi a.l.: istirahat dengan berbaring
terlentang, kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau
dengan larutan metil selulosa 5%,untuk menghindari iritasi mata dengan penggunaan
kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang berat diberikan prednison
tiap hari6.
2.3.7

PROGNOSIS
Dubia ad bonam. Individu dengan tes fungsi tiroid normal-tinggi, hipertiroidisme
subklinis dan hipertiroidisme klinis akan meningkatkan risiko atrium fibrilasi.
Hipertiroidisme juga berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung yang
16

mungkin sekunder dari atrium fibrilasi atau takikardia yang dimediasi kardiomiopati.
Gagal jantung biasanya reversibel bila hipertiroidisme diterapi. Pasien dengan
hipertiroidisme juga berisiko untuk hipertensi pulmonal sekunder peningkatan cardiac
output dan penurunan resistensi vaskuler paru. Pada pasien dengan penyakit jantung
yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan risiko kematian. Hal ini
juga meningkatkan risiko stroke antara usia 18 hingga 44 tahun. Hipertiroidisme tidak
diobati juga berpengaruh terhadap kepadatan mineral tulang yang rendah dan
meningkatkan risiko fraktur11.
2.4 NODUL TIROID
2.4.1. DEFINISI
Kelainan glandula thyroidea dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma12.
2.4.2. ETIOLOGI
Nodul tiroid sebagian besar disebabkan oleh neoplasma jinak (non-kanker), selain itu
1% nodul tiroid disebabkan kanker tiroid. Jenis tersering dari nodul tiroid non-kanker
adalah nodul koloid dan neoplasma folikuler. Nodul yang memproduksi hormon tiroid
melebihi kebutuhan tubuh disebut autonomous nodule, hal ini akan bermanifestasi
menjadi keadaan hipertiroidisme. Sedangkan jika nodul terisi cairan atau darah
disebut sebagai kista tiroid13.
Penyebab sebagian besar nodul tiroid non-kanker belum dapat diketahui. Seorang
pasien dengan sindrom hipotiroidisme biasanya disertai dengan nodul tiroid, hal ini
biasanya disebabkan oleh penyakit inflamasi Hashimotos disease. Defisiensi iodium
dalam diet sehari-hari dapat menyebabkan kelenjar tiroid membentuk nodul13.
Ada beberapa jenis struma. Struma simpel dapat timbul dengan penyebab yang tidak
jelas, atau ketika tiroid tidak mampu memproduksi hormon tiroid sejumlah yang
dibutuhkan tubuh. Kelenjar tiroid ini bisa membesar. Ada dua jenis struma simple,
struma endemik (oloid) dan struma sporadik (nontoksik). Struma timbul pada
kelompok orang yang tinggal di daerah yang tanahnya miskin iodium. Daerah ini
biasanya jauh dari lautan. Orang-orang disini tidak mendapatkan cukup iodium dalam
makanannya (iodium diperlukan untuk memproduksi hormon tiroid). Penggunaan
garam yang ditambah iodium bisa mencegah kekurangan iodium. Sebagian besar
kasus struma sporadik, tidak diketahui penyebabnya. Biasanya, sejumlah obat-obatan
seperti lithium atau aminoglutethiamin bisa menyebabkan struma nontoksik15.
Faktor-faktor resiko yang bisa menyebabkan struma, yaitu:
Umur diatas 40 tahun
Riwayat struma dalam keluarga
Jenis kelamin perempuan.
Tinggal di daerah yang orang-orangnya tidak mendapatkan cukup iodium
Tidak mendapatkan cukup iodium dalam makanan15
2.4.3

KLASIFIKASI
Struma dibedakan menjadi:

Struma diffusa, yaitu pembesaran menyebar ke seluruh tiroid (bisa disebut


struma simple, atau struma multinodul).

17

2.4.4

Struma toksik, merupakan hipertiroidism. Paling sering disebabkan oleh


penyakit Graves, tetapi bisa juga disebabkan peradangan atau struma
multinodul

Struma nontoksik (berkaitan dengan kadar tiroid yang rendah atau normal)
merupakan keseluruhan jenis struma yang lainnya (seperti yang disebabkan
lithium atau sejumlah penyakit autoimun)9.

DIAGNOSIS
Anamnesa
Struma timbul dengan beberapa cara, seperti:
Tiba-tiba, seperti pembengkakan di leher yang ditemukan pada
pemeriksaan rutin.
Temuan radiologi yang dilakukan berkaitan dengan penyakit lain.
Kompresi lokal yang menyebabkan disfagia, dyspnoe, stridor, parau
Nyeri karena perdarahan, peradangan, nekrosis atau perubahan kearah
keganasan.
Tanda dan gejala hipertiroid
Kanker tiroid dengan atau tanpa metastase14.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum pada hipertiroid, hipotiroid atau autoimun diikuti pemeriksaan
yang sistematis dari strumanya14.

struma retrosternal tidak bisa dilihat pada pemeriksaan fisik


pemeriksaan struma paling baik dilakukan saat pasien tegak, duduk atau
berdiri. Pemeriksaan dari samping bisa menggambarkan bentuk struma
lebih jelas. Minta pasien untuk menelan air saat pemeriksaan. Tiroid
harusnya bergerak saat menelan.
Palpasi struma dilakukan, baik dari hadapan pasien, maupun dari
belakang, dengan leher dalam keadaan santai dan tidak hiperekstensi.
Palpasi untuk menghilangkan kemungkinan pseudostruma, yang
merupakan penonjolan tiroid pada orang yang kurus. Tiap lobus dipalpasi
untuk melihan ukuran, konsistensi, nodul, dan permukaannya. Kemudian
dipalpasi nodus limfe di leher.
Ukuran tiap lobus diukur dalam dua dimensi, menggunakan alat pengukur.
Lobus piramidal sering membesar pada penyakit Graves
Kelenjar tiroid yang seperti karet mengarah ke tiroiditis Hashimoto, dan
kelenjar yang keras mengarah kekeganasan atau struma Reidel.
Nodul yang multipel mengarah ke struma multinodul atau tiroiditis
Hashimoto. Nodul yang soliter dan keras mengarah ke keganasan, dimana
nodul soliter yang jelas mengarah ke kista tiroid.
Perlunakan tiroid yang diffus mengarah ke tiroiditis subakut, dan
perlunakan lokal mengarah ke perdarahan intranodal atau nekrosis
Kelenjar limfe leher diperiksa untuk melihat ada tidaknya metastase
18

Pada auskultasi, bila terdengar bruit yang ringan diatas arteri tiroid
inferior, bisa mengarah ke struma toksik. Palpasi dari struma toksik bisa
ditemukan thrill pada pasien dengan hiperparatiroid.
Struma digambarkan berbeda-beda:
Struma toksik: struma yang berkaitan dengan hipertiroid. Contoh
struma toksik adalah struma toksik diffus (penyakit Graves),
struma multinodular toksik, dan adenoma toksik (penyakit
Plummer)
Struma nontoksik: struma tanpa hipertiroid atau hipotiroid. Bisa
diffus atau multinodul, tetapi struma difus sering dimasukkan
dalam struma nodular. Pemeriksaan tiroid belum tentu bisa melihat
nodul yang kecil atau posterior. Contoh struma nontoksik yaitu
tiroiditis limpoitik kronis (penyakit Hashimoto), struma yang
ditemukan pada awal penyakit Graves, struma endemik, struma
sporadik, struma kongenital, dan struma fisiologis yang terjadi saat
pubertas.
bisa terlihat agenesis unilobulus seperti nodul tiroid tunggal dengan
hiperplasia dari lobus satunya.
Manuver Pmeberton. Dengan menaikkan struma ke pintu masuk thorak
ketika pasien mengangkat tangannya. Ini bisa menyebabkan nafas pendek,
stridor atau distensi dari vena leher.

Pemeriksaan Tambahan
1. Scanning Tiroid
Memakai uptake J131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normal : 15 40 % dalam 24 jam Bila : Uptake >
normal disebut Hot area Uptake < normal disebut Cold area (pada
neoplasma)
2. USG
membedakan kistik atau solid (neoplasma)
3. Radiologi thorax
Coin lession (papiler), Cloudy (Folikuler)
4. Fungsi tiroid
BMR : (0,75 x N) + (0,74 x TN) 72%
PBI : normal 4 8 mg%
Serum kolesterol : normal 150 300 mg%
Free Tiroksin Index : T3 / T4
Hitung kadar T4, TSHS, Tiroglobulin dan calcitonin
5. Potong Beku
6. Needle Biopsi
Temuan Histologis
Struma nontoksik simpel bisa menunjukkan hiperplasia, akumulasi koloid, dan nodul.
Hiperplasia nodular biasanya terlihat pada struma multinodular. Temuan sitologi
berupa sel folikuler jinak, kolid yang berlimpah, makrofag, dan kadang-kadang, sel
Hurthle. Gangguan peradangan dari tiroid, seperti tiroiditis limfositik kronis
(Hashimoto), berisi campuran limfosit dengan sel folikuler jinak. Nodul yang ganas
19

bisa memperlihatkan sel folikuler pada awalnya, misalnya papiler (paling sering),
folikuler, sel Hurthle, atau anaplastik. Juga bisa berupa sel parafolikuler, karsinoma
medullari atau limfoma, atau katagori lainnya14.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, et al. Hyperthyroidism and other causes of
thyrotoxicosis: management guidelines of the American Thyroid Association and
American Association of Clinical Endocrinologists. Thyroid, 2011: 21.6: e2-e46.
2. Yeung SCJ, Habra MA. Graves disease. Up to date. 2010: p.491-501
3. Ghari A, Papini E, Paschke R, et al. American Association of Clinical
Endrocinologists, Association Medici Endrocinologi, and European Thyroid
Association Medical Guidelines for Clinical Practice for The Diagnosis and
Management of Thyroid Nodules. Thyroid Nodule Guidelines, Endocr Pract.
2010;16(Suppl 1): 3-5.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, 2012; hal 757-763.
5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of Thyroid Gland. Dalam: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine, 18ed. US: The McGraw
Hill Companies, Inc; chapter 341.
6. Djokomoeldjanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam:
Sudowo AW, Setyohadi B, Alwi I, et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4ed.).
Jakarta: FKUI, 2006; hal 1955-65.
7. Girgis CM, Champion BL & Wall JR. Current Concepts in Graves Disease. Ther Adv
Endocrinol Metab. 2011; 2(3); 135-144.
8. Bartalena L, Baldeschi L, Boboridis K, et al. The 2016 European Thyroid
Association/European Group on Graves Orbitopathy Guidelines for the Management
of Graves Orbitopathy. Eur Thyroid J 2016;5:926.
9. Anwar R. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Subbagian Fertilitas dan
Endrokinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. Bandung,
2005; hal 45-60.
10. Bindra A & Braunstrein GD. Thyroiditis. American Family Physician 2006;73:176976.
11. Gandhour, A., Reust, C. Hyperthyroidism: A Stepwise Approach to Management. The
Journal of Family Practice. 2011; Vol 60, No. 07: 388-395.
12. Gardjito, Widjoseno et al (editor). 1997. Sistem Endokrin, dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC, 1997; hal 925-945.
13. Haugen BR, Alexander EK, Bible KC. American Thyroid Association Management
Guidelines for Adult Patients with Thyroid Nodules and Differentiated Thyroid
Cancer: The American Thyroid Association Guidelines Task Force on Thyroid
Nodules and Differentiated Thyroid Cancer. Thyroid. January 2016, 26(1): 1-133.
14. Mulinda, JR. Goiter. Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/120034overview 16 Oktober 2016 14:46
15.
Medical
Encyclopedia.
Goiter-simple.
Diambil
dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001178.htm 15 Oktober 2016 19:20

21

Anda mungkin juga menyukai