Alice Pratiwi
102011272
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510
email : alice_lice@live.com
Pendahuluan
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran yang menghasilkan
hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ lain.
Kelenjar endokrin antara lain kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pankreas endokrin, dan
kelenjar paratiroid. Gangguan kelenjar tiroid merupakan gangguan sistem endokrin yang
paling sering ditemukan. Kelenjar tiroid sendiri berfungsi untuk mengatur laju metabolik
tubuh dan banyak berpengaruh pada organ lain.
Tinjauan Pustaka
Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Kelenjar Tiroid
Secara makroskopis, kelenjar tiroid terdiri atas 2 lobus yang diikat bersama oleh
secarik jaringan tiroid (ismus tiroid) di bagian tengah, sehingga berbentuk seperti dasi kupukupu.1 Kelenjar ini terletak berhadapan dengan vertebra cervicalis bawah dan torakal
pertama, di atas trakea dan di bawah laring.2
Secara mikroskopis, sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembunggelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel.1
Setiap folikel ditutupi sebuah lapisan sel-sel folikular epitelial tunggal, yang membungkus
suatu rongga sentral. Rongga folikel berisi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan ekstrasel untuk hormon-hormon tiroid.1,3
Koloid tersusun atas protein globular tiroglobulin. Sel-sel folikel menghasilkan 2
hormon, yaitu tetraiodotonin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Di ruang
interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis lain, yaitu sel C atau sel
parafolikular, yang mengeluarkan hormon peptida kalsitonin.1
Fungsi kelenjar tiroid
Fungsi hormon tiroid adalah sebagai penentu utama laju metabolik tubuh keseluruhan dan
juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, serta fungsi sistem saraf. 1 Fungsi
kelenajr tiroid lainnya:4
Keseluruhan kelenjar tiroid dan istmus dapat diangkat tanpa memengaruhi kehidupan
pasien. Laju metabolisme seseorang yang tiroidnya sudah diangkat dapat diatur dengan terapi
obat tambahan.4
Sekitar 90% produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah dalam bentuk
T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4.
Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan,
melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal.1
Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran
iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bantuk hormon tiroid yang secara
biologis aktif di tingkat sel walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak T4.1
Efek Hormon Tiroid pada Laju Metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh keseluruhan. Hormon ini adalah
regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan
istirahat. Dibandingkan dengan hormon-hormon lain, hormon tiroid bersifat lamban.
Setelah tertunda beberapa jam barulah respons metabolik terhadap hormon tiroid dapat
dideteksi, dan respons maksimum belum terjadi sampai beberapa hari. Durasi respons juga
cukup panjang, sebagian karena hormon tiroid tidak cepat mengalami penguraian, tetapi juga
karena respons terus berlangsung selama beberapa hari atau bahkan minggu setelah
konsentrasi hormon tiroid plasma kembali ke normal.1
Efek Kalorigenik
Yang berkaitan erat dengan efek metabolik keseluruhan dari hormon tiroid adalah efek
kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan
produksi panas.1
Efek pada Metabolisme Perantara
Selain meningkatkan laju metabolisme basal, hormon tiroid memodulasi kecepatan
banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon ini pada
bahan bakar metabolik bersifat multifaset; hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan
penguraian karbohidrat, lemak, protein, tetapi jumlah hormon ini juga menginduksi efek yang
bertentangan. Contoh, glikogenesis dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid dalam jumlah
kecil. Kebalikannya, glikogenolisis terjadi apabila hormon tiroid dalam jumlah besar.1
Sejumlah tertentu hormon tiroid juga diperlukan untuk sintesis protein yang diperlukan
untuk pertumbuhan tubuh. Tetapi, hormon tiroid dalam jumlah banyak akan menyebabkan
penguraian protein. Secara umum, kadar hormon tiroid dalam plasma yang berlebihan akan
lebih meningatkan efek peningkatan konsumsi bahan bakar daripada penyimpanan. Seperti
pengurangan simpanan glikogen, penurunan simpanan lemak, dan penciutan otot akibat
penguraian protein.1
Efek Simpatomimetik
4
kekuatan kontraksi jantung dan penurunan curah jantung), dan memperlihatkan perlambatan
refleks dan kemampuan mental ( karena efek pada sistem saraf). Yang terakhir ditandai oleh
berkurangnya kewaspadaan, bicara lambat, dan gangguan mengingat.1
Karakterisik lain yang nyata adalah keadaan edematosa yang disebabkan oleh infiltrasi
molekul-molekul karbohidrat kompleks penahan air di kulit, diduga sebagai akibat perubahan
metabolisme. Penampakan wajah, tangan, dan kaki yang bengkak dikenal sebagai
miksedema. Miksedema biasa terjadi pada orang dewasa.1
Jika individu mengalami hipotiroidisme sejak lahir, yang terjadi adala kretinisme. Karena
pertumbuhan yang normal dan perkembangan SSP memerlukan kadar hormon tiroid yang
adekuat, kretinisme ditandai oleh tubuh yang cebol dan retardasi mental serta gejala-gejala
defisiensi tiroid umum lainnya.1
Terapi hipotiroidisme, dengan satu pengecualian, adalah terapi pengganti melalui
pemberian hormon tiroid eksogen. Pengecualian
disebabkan oleh defisiensi iodium, yang pengobatannya adalah asupan iodium adekuat dalam
makanan.1
Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun,
yakni tubuh secara serampangan membentuk Thyrioid Stimulating Immunoglobulin (TSI).
TSI merupakan suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid. TSI
merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid dengan cara yang sama seperti TSH. Namun, TSI
tidak dipengaruhi umpan balik negatif hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan
tiroid terus berlangsung. Yang lebih jarang, hipertiroidisme juga dapat disebabkan oleh
adanya TRH atau TSH yang berlebihan atau yang berkaitan dengan tumor tiroid
hipersekretorik.1
Pasien hipertiroidisme
mengalami
peningkatan
laju
metabolik
basal.
Terjadi
pembentukan panas yang menyebabkan pengeluaran keringat yang berlebihan dan penurunan
toleransi terhadap panas. Walaupun nafsu makan dan asupan makanan meningkat terjadi
sebagai akibat meningkatnya kebutuhan metabolik, berat badan biasanya berkurang karena
tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan abnormal. Terjadi degradasi netto simpanan
karbohidrat, lemak, dan protein. Penurunan massa protein otot rangka menyebabkan
kelemahan.1
Hipertiroidisme menimbulkan berbagai kelainan kardiovaskular, yang disebabkan baik
oleh efek langsung hormon tiroid maupun oleh interaksinya dengan katekolamin. Kecepatan
dan kekuatan denyut jantung dapat menjadi sangat meningkat, sehingga individu mengalami
palpitas ( menyadari ketidaknyamanan aktivitas jantung sendiri, berdebar-debar).1
Kesimpulan
Kelenjar tiroid sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tubuh, juga terhadap
aktivitas organ lain. Sekresi hormon tiroid dipengaruhi oleh TSH yang dihasilkan oleh
hipotalamus. Efek dari hormon tiroid diantaranya meningkatkan kardiovaskuler, mendorong
pertumbuhan normal, perkembangan sistem saraf, dan lain sebagainya. Gangguan
keseimbangan hormon tiroid dikategorikan menjadi 2, yaitu hipotiroidisme dan
hipertiroidisme. Gejala-gejala seperti penurunan berat badan, keringat yang berlebihan,
frekuensi pernapasan yang berlebihan merupakan gejala hipertiroidisme akibat peningkatan
laju metabolisme basal, pembakaran bahan bakar secara cepat, dan meningkatkan aktivitas
kardiovaskular.
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012.
2. Roger W. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2012. h.122.
3. Ethel S. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h.209.
7
4. Barbara JG, Billie F. Buku ajar keperawatan perioperatif. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.
h.108.
5. Campbell, Reece, Mitchell. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2004. h.140.