Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN HASIL DISKUSI

METABOLIK DAN ENDOKRIN


PEMICU 2
KELOMPOK DISKUSI 4

1. Ardiyansyah
2. Arifna Fitriyanti
3. Wenny Rupina
4. Syahrina Fakihun
5. Gusti Angri Angalan
6. Dina Fitri Wijayanti
7. Syed Muhammad Zulfikar
8. Siska
9. Irene Olivia Salim
10.Anis Komala
11.Raynaldo D. Pinem
12.Woris Christoper

I11108077
I11111005
I11111067
I11112002
I11112004
I11112007
I11112016
I11112019
I11112030
I11112041
I11112044
I11112056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Pemicu
Ny. B, 30 tahun, berobat dengan keluhan leher membesar sejak tiga bulan terakhir.
Pasien juga mengeluh sering berdebar-debar dan banyak berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik : TD 120/50 mmHg.

1.2

Klarifikasi dan Definisi


-

1.3

Kata Kunci

1.4

Ny. B 30 tahun
Leher membesar
Berdebar-debar
Banyak berkeringat
TD : 120/50 mmHg

Rumusan Masalah
Ny. B 30 tahun mengalami pembesaran leher disertai keluhan sering berdebar-debar dan
banyak berkeringat.

1.5

Analisis Masalah
Ny. B 30

Anamnesis

Pem. Fisik
2

Keluhan
Lain

Keluhan
Utama

Pembesaran
Leher

Berdebardebar

Banyak
berkeringat

Pembesaran
Kelenjar
Tiroid

Peningkatan
Stimulus Adrenergik

Efek
Kalorigenik

Screening

Hipertiroidisme

Pemeriksaan Penunjang

Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Klasifikasi
Diagnosis
Manifestasi Klinis
Patofisiologi
Faktor Risiko
Komplikasi
Pencegahan
- Prognosis

Tata Laksana

1.6

Hipotesis
Ny. B 30tahun, mengalami Hipertiroidisme.

1.7

Pertanyaan Diskusi
1.7.1

Bagaimana anatomi dari kelenjar tiroid?

1.7.2

Bagaimana histologi dari kelenjar tiroid?

1.7.3

Apa fungsi hormon tiroid dan bagaimana efeknya pada sistem tubuh?

1.7.4

Bagaimana mekanisme biosintesis hormon tiroid?

1.7.5

Bagaimana mekanisme sekresi dan transportasi hormon tiroid?


3

1.7.6

Bagaimana hubungan hormon tiroid dan kelenjar endokrin yang lain?

1.7.7

Hipertiroidisme
a) Apa definisi dan epidemiologi dari Hipertiroidisme?
b) Bagaimana klasifikasi dari Hipertiroidisme?
c) Apa etiologi dari Hipertiroidisme?
d) Apa faktor risiko dari Hipertiroidisme?
e) Bagaimana patofisiologi dari Hipertiroidisme?
f) Bagaimana manisfestasi klinis dari Hipertiroidisme?
g) Apa komplikasi dari Hipertiroidisme?
h) Bagaimana pemeriksaan penujang untuk Hipertiroidisme?
i) Bagaimana kriteria diagnosis untuk Hipertiroidisme?
j) Bagaimana tatalaksana untuk Hipertiroidisme?
k) Bagaimana prognosis dari Hipertiroidisme?
l) Bagaimana screening/uji saring untuk Hipertiroidisme?

1.7.8

Jelaskan mengenai Hipotiroidisme dan bagaimana cara membedakannya dengan


Hipertiroidisme?

1.7.9

Jelaskan mengenai Grave Disease!

1.7.10 Jelaskan mengenai Goiter!


1.7.11 Mengapa terjadi pembesaran leher pada Ny. B?
1.7.12 Mengapa Ny. B merasa berdebar-debar?
1.7.13 Mengapa Ny. B banyak berkeringat?
1.7.14 Mengapa TD diastolik Ny. B rendah?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior
trakea. Merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar, dan pada normalnya memiliki
berat 15-20 gram pada orang dewasa.1
Kelenjar tiroid menyekresi hormone tiroksin (T4), triiodothyronin (T3), dan kalsitonin.
Kelenjar tiroid dibungkus oleh suatu kapsul, dan bersama-sama larynx, trachea,
oesophagus dan phatynx, dikelilingi oleh fascia organ umum.2
Pada sisi posterior tiap lobus terdapat dua badan epitel berukuran biji padi, yang disebut
kelenjar paratiroid, memiliki berat 12-50 mg, dan menyekresikan hormone paratiroid.2
Pada kedua sisi, N. Laryngeus recurrens berjalan diantara trachea dan oesophagus.
Saraf terletak di luar fascia organ khusus tapi tetap berada di dalam fascia organ umum.2

2.2

Histologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid, berada di regio servikal di sebelah anterior laring, terdiri atas dua lobus
yang disatukan oleh isthmus. Pada masa embrionik awal, tiroid berkembang dari
endoderm saluran cerna di dekat dasar bakal lidah. Fungsi tiroid adalah membuat
hormon tiroid: tiroksin (tetraiodotironin atau T4) dan triiodotironin (T3) yang penting
untuk pertumbuhan diferensiasi sel, dan untuk pengaturan laju metabolisme basal dan
konsumsi oksigen sel di seluruh fubuh. Hormon tiroid memengaruhi metabolisme
protein, lipid, dan karbohidrat.3
Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula jaringan ikat, dimana septa menembus kelenjar
ini, tidak hanya membentuk jala penyokong tetapi juga mendapat banyak aliran darah.
Parenkim kelenjar ini tersusun atas sel-sel dalam sejumlah folikel, yang terdiri atas
epitel selapis kubis membatasi suatu lumen yang berisi koloid. Koloid disekresi dan
diabsorpsi oleh sel-sel folikel, yang terdiri dari hormon tiroid yang terikat pada protein
besar dan komplek disebut tiroglobulin.4
Selain itu, ada sel sekretoris lainnya di tiroid yaitu sel-sel parafolikular (clear cells). Selsel parafolikular ini tidak berhubungan dengan bahan koloid. Sel ini menghasilkan
hormon kalsitonin, yang langsung dilepaskan ke dalam jaringan ikat yang berdekatan
dengan kapiler. Kalsitonin membantu mengendalikan konsentrasi kalsium dalam darah

melalui resorpsi tulang oleh osteoklas (yaitu ketika kadar kalsium darah tinggi,
kalsitonin dilepaskan).4

Kelenjar Tiroid4 :
A. Kapsula
Kapsula kelenjar tiroid terdiri atas jaringan ikat kolagen tipis, dari sini membentuk
septa menuju ke substansi kelenjar, mernbagi kelenjar menjadi lobulus.
B. Sel-sel Parenkim
Sel-sel parenkim kelenjar tiroid membentuk folikelfolikel
berisi koloid, terdiri atas
1. Sel-sel folikular (epitel selapis kubis)
2. Sel-sel parafolikular (clear cell) terletak di sebelah tepi folikel
C. Jaringan ikat
Unsur jaringan ikat tipis membantu aliran darah yang banyak.

2.3

Fungsi Hormon Tiroid dan Efeknya Pada Sistem Tubuh1

Dibandingkan dengan hormon lain, kerja hormon tiroid relative "lamban". Respons
terhadap peningkatan hormon tiroid baru terdeteksi setelah beberapa jam, dan respons
maksimal belum terlihat dalam beberapa hari. Durasi respons juga cukup lama,
sebagian karena hormon tiroid tidak cepat terurai tetapi juga karena respons terhadap
peningkatan sekresi terus terjadi selama beberapa hari atau bahkan minggu setelah
konsentrasi hormon tiroid plasma kembali ke normal.
Hampir semua jaringan di tubuh terpengaruh langsung atau tak langsung oleh hormon
tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori.1
1. Efek pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh, atau "laju
langsam". Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O 2 dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat. Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat
dengan efek kalorigenik ("penghasil

panas"). Peningkatan aktivitas metabolik

menyebabkan peningkatan produksi panas.


2. Efek pada metabolisme antara
Selain meningkatkan laju metabolik secara keseluruhan, hormon tiroid juga
memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan dalam metabolisme
bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik memiliki banyak
aspek; hormon ini tidak saja dapat mempengaruhi pembentukan dan penguraian
karbohidrat, lemak, dan protein tetapi hormon dalam jumlah sedikit atau banyak
dapat menimbulkan efek yang sebaliknya. Sebagai contoh, perubahan glukosa
menjadi glikogen, bentuk simpanan glukosa, dipermudah oleh hormon tiroid dalam
jumlah kecil, tetapi kebalikannya, pemecahan glikogen menjadi glukosa terjadi pada
jumlah hormon yang tinggi. Demikian juga, hormon tiroid dalam jumlah adekuat
penting untuk sintesis protein yang dibutuhkan bagi pertumbuhan normal tubuh
namun pada dosis tinggi, misalnya pada hipersekresi tiroid, hormon tiroid
cenderung menyebabkan penguraian protein.
3. Efek simpatomimetik
Setiap efek yang serupa dengan yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis dikenal
sebagai efek simpatomimetik (menyerupai simpatis). Hormon tiroid meningkatkan
9

responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin),


pembawa pesan kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medula
adrenal. Hormon tiroid melaksanakan efek permisif ini dengan menyebabkan
proliferasi reseptor sel sasaran spesifik katekolamin. Karena pengaruh ini, banyak
dari efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid meningkat adalah serupa dengan
yang menyertai pengaktifan sistem saraf simpatis.
4. Efek pada sistem kardiovaskular
Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin dalam darah,
hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi sehingga
curah jantung meningkat. Selain itu, sebagai respons terhadap beban panas yang
dihasilkan oleh efek kalorigenik hormone tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk
membawa kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan.
5. Efek pada petumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal karena efeknya pada hormon
pertumbuhan (GH) dan IGF-I. Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi GH dan
meningkatkan produksi IGF-I oleh hati tetapi juga mendorong efek GH dan IGF-I
pada sintesis protein structural baru dan pada pertumbuhan tulang. Anak dengan
defisiensi tiroid mengalami hambatan pertumbuhan yang dapat dipulihkan dengan
terapi sulih tiroid. Namun, tidak seperti kelebihan GH, kelebihan hormon tiroid
tidak menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan.
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf,
khususnya SSP, suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak
lahir. Hormon tiroid juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.
6. Efek pada sistem pencernaan
Hormone tiroid dapat meningkatkan motilitas saluran cerna. Selain meningkatkan
nafsu makan dan asupan makanan, hormone tiroid meningkatkan baik kecepatan
sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. Hipertiroidisme seringkali
menyebabkan diare, sedankan hipotiroidisme dapat menyebabkan konstipasi.
7. Efek pada sistem pernapasan

10

Meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan


pembentukan karbondioksida; efek-efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang
meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

2.4

Mekanisme Biosintesis Hormon Tiroid


Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa tahap5 :

Tahap trapping
Tahap oksidasi
Tahap coupling
Tahap penimbunan / storage
Tahap proteolisis
Tahap deiodinasi
Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid

1. Tahap trapping
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke
dalam sel dan folikel kelenjar tiroid secara transport aktif. Membran basal sel tiroid
memompakan iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan iodida
(iodide traping). Iodida (I-) bersama dengan Na+ diserap oleh transporter yang
terletak di membran plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium
11

iodide symporter (NIS), berada di membran basal dan kegiatannya tergantung


adanya energi, membutuhkan O2 yang didapat dari ATP. Proses ini distimulasi oleh
TSH sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500 kali lebih
tinggi dibanding kadar ekstrasel. Setelah itu Na + dipompakan ke interstitium oleh
Na+ - K+ ATPase. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan aktivitas
tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN -) dan perklorat (ClO4-) akan
menghambat proses ini. Tiroglobulin (Tg) merupakan satu glikoprotein yang
disintesis di retikulum endolasmik tiroid dan glikosilasinya diselesaikan di aparat
Golgi. Glikoprotein ini terbentuk dari dua subunit dan memiliki berat molekul
660.000 Da. Molekul ini juga mengandung 123 residu tirosin tetapi hanya empat
sampai delapan dari residu ini yang secara normal bergabung menjadi hormon
tiroid.
2. Tahap oksidasi
Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida (I-) menjadi yodium (I) oleh enzim
peroksidase yaitu tiroperoksidase (TPO). Proses yang berlaku di apeks sel folikel
kelenjar tiroid ini melibatkan iodida, tirogloblin (Tg), TPO dan hidrogen peroksida
(H2O2). Produksi H2O2 membutuhkan kalsium, NADPH dan NADPH oksidase.
Iodida dioksidasi oleh H2O2 dan TPO dan selanjutnya menempel pada residu tirosin
yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotirosin (MIT) atau 3,5diiodotirosin (DIT).
3. Tahap coupling
Dua molekul DIT (masih berada dan merupakan bagian dari Tg) menggabung
menjadi T4 melalui proses kondensasi oksidatif dengan pengeluaran rantai sisi alanin
dari molekul yang membentuk cincin luar. Dua molekul DIT ini menggabung
menjadi T4 dengan cara menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor, dengan DIT
akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk
T3 dari donor MIT dengan akseptor DIT. Tiroperoksidase (TPO) berperan dalam
penggabungan serta iodinasi. Sejumlah kecil r T3 juga terbentuk, mungkin melalui
kondensasi DIT dengan MIT. Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata
senyawa beriodium adalah 23% MIT, 33% DIT, 35% T 4 dan 7% T3. rT3 dan
komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.

12

4. Tahap penimbunan / storage


Setelah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen
folikel tiroid (koloid). Umumnya sepertiga iodium disimpan sebagai T 3 dan T4 dan
sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen sebagian besar
terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan hormon maupun
iodium yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.
5. Tahap proteolisis
Hormon T4 dan T3 akan dilepaskan dari Tg melalui proses proteolisis. Proses ini
dimulai dengan terbentuknya vesikel endositotik di ujung vili ( atas pengaruh TSH
berubah menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom.
Enzim proteolitik utama adalah endopeptidase katepsin C, B dan L dan beberapa
eksopeptidase. Hasil akhirnya adalah dilepaskan T4 dan T3 bebas ke sirkulasi
sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi oleh
iodotirosin deiodinase.
6. Tahap deiodinasi
Kira-kira dari tirosin yang teriodinasi (Tg-MIT dan Tg-DIT) tidak pernah menjadi
hormon tiroid. Iodium dalam MIT dan DIT ini akan dilepas kembali oleh enzim
iodotirosin deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan. Pada penderita
yang tidak mempunyai iodotirosin deiodinase secara kongenital, MIT dan DIT dapat
ditemukan di dalam urin dan terdapat gejala defisiensi iodium.
7. Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid
Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya belum diketahui secara
sempurna, tetapi jelas diepngaruhi TSH. Hormon ini melewati membran basal,
fenestra sel kapiler kemudian ditangkap oleh pembawanya dalam sistem sirkulasi
yaitu thyroid binding protein.

2.5

Mekanisme Sekresi dan Transportasi Hormon Tiroid


Mekanisme Sekresi

13

Pelepasan hormon tiroid kedalam sirkulasi sistemik adalah suatu proses yang agak
rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum pembebasannya, T3 dan T4 masih tterikat
didalam molekul tiroglobulin. Kedua, kedua hormon tersimpan di tempat ekstra sel,
lumen folikel, sehingga harus diangkut menembus sel folikel untuk mencapai kapiler
yang berjalan di ruang interstisium di antara folikel-folikel.6
Pada proses sekresi hormon tiroid, sel folikel menggigit putus sepotong koloid,
menguraikan molekul tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya, dan meludahkan T3 dan
T4 yang telah dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang sesuai untuk sekresi
hormon tiroid, sel-sel folikel menginternalisasi sebagian kompleks tiroglobulin-hormon
dengan memfagosit sepotong koloid. Didalam sel, butir-butir koloid terbungkus
membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya memisahkan hormonhormon tiroid, yang aktif secara biologis, T3 dan T4, serta iodotirosin yang inaktif, MIT
dan DIT. Hormon tiroid, karena sangat lipofilik mudah melewati membran luar sel
folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel
folikel mengandung suatu enzim yang secara cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan
DIT sehingga iodium yang telah bebas ini dapat didaur ulang untuk membentuk lebih
banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari
MIT dan DIT, bukan dari T3 atau T4.6
Setelah dikeluarkan kedalam darah, molekul-molekul hormon tiroid yang sangat
lipofilik (dan karenanya tak larut air) berikatan dengan beberapa protein plasma.
Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-binding globulin (TBG, globulin
pengikat tiroksin), suatu protein plasma yang secara selektif berikatan hanya dengan
hormon tiroid. Kurang dari 0,1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada dalam bentuk
bebas (tak terikat). Hal ini luar biasa mengingat hanya bentuk bebas dari keseluruhan
hormon tiroid, yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.6
Mekanisme Transportasi
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma: (1) globulin
pengikat tiroksin (TBG), (2) pre albumin pengikat tiroksin (TBPA), dan (3) Albumin
pengikat tiroksin (TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada proteinprotein tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05%) berada dalam bentuk
bebas. Hormon yang terikat dan bebas berada dalam keadaan keseimbangan yang
reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik,
14

sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai
jaringan sasaran. Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan pengikat
tiroksin yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar
terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan T3. Akibatnya T3 lebih mudah
berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini merupakan alasan mengapa aktivitas
metabolik T3 lebih besar.7

2.6

Hubungan Homon Tiroid dengan Kelenjar Endokrin yang Lain


Meningkatnya hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar
endokrin lainnya. Contoh, meningkatnya hormone tiroksin, meningkatkan kecepatan
metabolisme glukosa di seluruh bagian tubuh dan oleh karena itu meningkatkan
kebutuhan insulin yang di sekresikan oleh pancreas. Selain itu, hormone tiroid
meningkatkan

sebagian

besar aktivitas

metabolisme

yang

berkaitan

dengan

pembentukan tulang dan akibatnya meningkatkan kebutuhan hormone paratiroid.1


Hormone tiroid juga meningkatkan kecepatan inaktivasi hormone glukokortikoid
adrenal hati. Keadaan ini menyebabkan timbulnya peningkatan umpan balik produksi
hormone adrenokortikotropik oleh kelenjar hipofisis anterior dan oleh karena itu juga
meningkatkan kecepatan sekresi glukokortikoid oleh kelenjar adrenal.1

2.7

Hipertiroidisme
a) Definisi dan Epidemiologi
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih
banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga
tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita
hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan
pria.24
Perlu

dibedakan

antara

pengertian

tirotoksikosis

dengan

hipertiroidsme.

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
15

yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh.16

b) Klasifikasi8
Hipertiroidisme dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2 :
1) Primer : Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri.
Contohnya Penyakit Graves, Goiter Multinodular Hiperfungsional.
2) Sekunder : Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid. Contohnya
Adenoma Hipofisis.

c) Etiologi9,10
Penyebab

tersering

hipertiroidisme

adalah

penyakit

Graves

(gondok

eksoftalmik/exophtalmic goiter), walaupun juga dapat disebabkan oleh bermacam


kelainan, termasuk, meskipun jarang, tumor hipofisis anterior yang mensekresi TSH
atau aktivasi konstitutif reseptor TSH. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi
kelenjar tiroid, hipofisis atau hipotalamus.
1. Penyebab Utama
Penyakit Graves
Gondok multinoduler toksik
Adenoma toksik
2. Penyebab Lain
Tiroiditis
Penyakit troboblastis
Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
Pemakaian yodium yang berlebihan
Kanker hipofisis
Obat-obatan seperti Amiodarone

d) Faktor Risiko11
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertiroidisme, antara lain
adalah:

16

Kehamilan Pasca partum tiroiditis

Riwayat Keluarga Graves disease

Infeksi virus-virus tertentu

Merokok

e) Patofisiologi25,26
Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme. Pada penyakit
Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan
merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigen ini. Satu
daripada antibodi ini bisa ditujukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran
sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk mengganggu pertumbuhan dan fungsi,
yaitu (TSH-R [stim] Ab).

Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit Graves ialah
kehamilan (khususnya pada masa nifas), kelebihan iodida (khusus di daerah
17

defisiensi iodida di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves laten
pada pemeriksaan), infeksi bakteri atau viral dan penghentian glukokortikoid.
Tipe-tipe antibodi pada TSHr
1. Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI). Antibodi ini terutama IgG bekerja
sebagai Long Acting Thyroid Stimulants (LATS), mengaktifkan sel secara lebih
lama dan lambat daripada TSH, yang akan meningkatkan produksi dari hormon
tiroid.
2. Thyroid growth immunoglobulin (TGI). Antibodi ini berikatan langsung dengan
TSHr dan telah melibatkan pertumbuhan sel tiroid.
3. Thyrotrophin binding-inhibiting immunoglobulin

(TBII).

Antibodi

ini

menghambat TSH dengan reseptornya.

f) Manisfestasi Klinis22,23
Penyakit hipertiroid dapat memberikan manifestasi klinis bermacam-macam yang
tergantung dari etiologi hipertiroid, yang mempengaruhi dari fungsi kerja jantung,
tekanan darah, metabolism tubuh, ekskresi melalui ginjal, sistem gastrointestinal
serta otot dan lemak, sistem hemopoetik:
1. Jantung dan Vascular

18

Manifestasi klinis yang terjadi akibat penyakit hipertiroid ini lebih banyak
mempengaruhi fungsi kerja jantung, dimana jantung dipacu untuk bekerja lebih
cepat sehingga mengakibatkan otot jantung berkontraksi lebih cepat karena
efek ionotropik yang langsung dari hormone tiroid yang keluar secara
berlebihan sehingga meningkatkan rasio ekspesi rantai panjang : , dengan
otot jantung berkontraksi lebih cepat juga mengakibatkan cardiac output yang
dihasilkan menurun dan meningkatkan tekanan darah, iktus kordis terlihat
jelas, kardiomegali, serta bising sistolik.
2. Ginjal
Hipertiroid tidak menimbulkan symptom yang dapat dijadikan acuan terhadap
traktus urinaria kecuali poliuria sedang. Meskipun aliran darah ginjal, filtrasi
glomerulus, dan reabsorbsi tubulus serta sekretori maxima meningkat. Total
pertukaran potassium menurun karena penurunan massa tubuh.
3. Metabolisme Tubuh
Peningkatan metabolisme jaringan, yang menyebabkan peningkatan venous
return

akibat

meningkatnya

metabolisme

jaringan

yang

kemudian

mempengaruhi vasodilatasi perifer dan arteriovenous shunt. Dengan terjadinya


peningkatan vasodilatasi perifer dan arteriovenous shunt maka darah yang
terkumpul semakin bertambah sehingga venous return ke jantung akan
meningkat, disamping itu vasodilatasi perifer yang terjadi juga meningkatkan
penguapan sehingga pengeluaran keringat bertambah.
4. Sistem Gastrointestinal
Peningkatan absorbsi karbohidrat yang tidak sebanding dengan penyimpanan
karbohidrat karena terjadi peningkatan metabolisme karbohidrat sehingga
simpanan karbohidrat menjadi berkurang dan lebih banyak dipakai. Selain itu
juga terjadi peningkatkan motilitas usus, yang kemudian mengakibatkan pasien
hipertiroid mengalami hiperfagi dan hiperdefekasi.
5. Otot dan Lemak
Penurunan berat badan dan tampak kurus karena peningkatan metabolisme
jaringan dimana simpanan glukosa beserta glukosa yang baru diabsorbsi,
19

digunakan untuk menghasilkan energi yang akibatnya terjadi pengurangan


massaotot. Hal ini juga terjadi pada jaringan adiposa/lemak yang juga
mengalami lipolisis dimana simpanan lemak juga akan dimetabolisme untuk
menghasilkan energi. Dan bila simpanan glukosa dan lemak ini berkurang maka
tubuh akan memetabolisme protein yang tersimpan di dalam otot sehingga
massa otot akan semakin berkurang.
6. Hemopoetik
Peningkatan eritropoiesis dan eritropoetin karena kebutuhan akan oksigen
meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan metabolisme tubuh pada
hipertiroid.
7. Sistem Respirasi
Dyspnea biasanya terjadi pada hipertiroid berat dan factor pemberat juga ikut
dalam kondisi ini. Kapasitas vital biasanya tereduksi karena kelemahan otot
respirasi. Selama aktivitas, ventilasi meningkat untuk memenuhi pemenuhan
oksigen yang meningkat, tapi kapasitas difus paru normal.

g) Komplikasi12
1. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroidisme dan
merupakan gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu yang
mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinya gangguan
tiroid.
2. Komplikasi hipertiroidisme yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksis (badai
tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroidisme yang
menjalani terapi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada
pasien yang tidak terdiagnosis hipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia (sampai 106oF) dan apabila tidak diobati, terjadi kematian.

h) Pemeriksaan Penujang13

20

Tes-tes fungsi tiroid


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikasn dengan perantaraan tes-tes fungsi
tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid:
1.
2.
3.
4.

Kadar total tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3) serum


Tiroksin bebas
Kadar TSH serum
Ambilan yodium radioisotop

Kadar tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan radioligand assay.


Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas. Kadar normal
tiroksin adalah 4-11 g/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar dari 80-160 ng/dl.
Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolik aktif.
Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal
dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 U/ml. Kadar TSH
plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar
yang tinggi pada pasien dengan hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki
kadar tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis.
Sebaliknya, kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan
autonom pada fungsi tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada
pasien yang menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya assay
radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat digunakan
pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
Beberapa uji yang dapat digunakan untuk mengukur respon metabolik terhadap
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi. Namun, uji-uji ini tidak digunakan secara rutin
dalam menilai fungsi tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme
basal (BMR) yang mengukur jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat;
kadar kolestrol serum; dan tanda respons refleks tendon Achilles. Pada pasien
dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar kolestrol serumnya tinggi. Refleks
tendon Achilles memperlihatkan relaksasi yang lambat. Keadaan sebaliknya
ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.
Tes ambilan yodium radioaktif (123I [RAI]) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien menerima dosis
21

RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam.
Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung.
Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga 35% dari
dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya tinggi dan akan rendah bila kelenjar
tiroid ditekan.
Hipertiroidisme dan hipotiroidisme adalah dua kelainan fungsional utama yang
masing-masing membutuhkan peralatan laboratorium yang dapat diandalkan. Pada
kasus yang berat, mungkin memerlukan sedikit sekali penyelidikan laboratorium
yang mendukung, tetapi tes-tes tambahan perlu untuk mendiagnosis kasus disfungsi
tiroid yang ringan.
Tabel 1. Tes-tes fungsi tiroid
Tes
Ambilan RAI
Tiroksin serum
Tiroksin bebas
Serum TSH

Hipertiroidisme
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun

Hipotiroidisme
Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat

RAI, Radioactive iodine; TSH, Thyroid Stimulating Hormone

i) Kriteria Diagnosis14
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat
dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai
berikut :

22

23

j)

Tatalaksana15,16
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya
tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon
atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.
1) Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid

24

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan
nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3
dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang
utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya
PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4
ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan
penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol
adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU,
sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka
waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan
sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid
biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara
klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi
hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg
setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2
kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar
hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.

25

Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg
perhari.
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung
pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan
3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis
terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan
atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan
baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan
metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan
bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping,

yaitu

agranulositosis

(metimazol

mempunyai

efek

samping

agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome,
yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya
efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium
dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada
bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian
penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu,
dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.

26

Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti
dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves
adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi.
Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya.
Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat
mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis
terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian
evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap
dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti
Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
-

Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.

Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti


Tiroid dosis rendah.

Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis
yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
2) Obat Golongan Penyekat Beta :
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat

untuk

mengendalikan

manifestasi

klinis

tirotoksikosis

(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas


melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,
obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol
umumnya berkisar 80 mg/hari.

27

Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan


durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal
atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek
serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek
samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue,
dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam,
agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini
dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung
yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan
pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang
dalam terapi penghambat monoamin oksidase.
3) Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast,
potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek
menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen
standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan
pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah
terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan
ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan
Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka
kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara
25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan.
Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid
kurang sensitif terhadap OAT.

28

Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau


respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4
dan TSH.
4) Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,
selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan
kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga
diberi methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin.
Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang
mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini
mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang
pelepasan molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya
akan merangsang pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata
lain, dengan mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin
eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal
akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan
lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian
dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu
sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.
5) Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma
yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid
dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2
minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2
kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan
mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli
29

bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan


penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi
pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan
komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
6) Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50
tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek
ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi
local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1
tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna
untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium
radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain
kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan
yodium radioaktif.

k) Prognosis17,18
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat yaitu sekitar 10-15%.
Hipertiroidisme dapat menyebabkan gagal jantung yang reversible apabila diterapi.
Namun pada pasien hipertiroidisme dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya
memiliki peningkatan resiko kematian.
l) Screening / Uji Saring14
30

Indeks Wayne dengan cut off point terbukti secara statistik lebih mampu
membedakan kasus hipertiroid dan non hipertiroid melalui diagnosis klinis di
masyarakat dibandingkan dengan indeks New castle. Koreksi terhadap nilai cut off
point dari score indeks Wayne dan New castle dapat meningkatkan kemampuan
kedua instrumen dalam menjaring kasus hipertiroid. Untuk keperluan screening
dapat digunakan nilai cut off point yang dapat menghasilkan nilai sensitifitas dan
spesifisitas yang tertinggi.

2.8

Hipotiroidisme dan Cara Membedakannya dengan Hipertiroidisme12


HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormone tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme ditandai dengan miksedema, edema non-pitting dan boggy yang terjadi
di sekitar mata, kaki dan tangan dan juga menginfiltrasi jaringan lain. Hipotiroidisme
dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau hypothalamus. Apabila
hipotiroidisme disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, kadar TH yang rendah disertai
oleh kadar TSH dan TRH yang tinggi karena tidak adanya umpan balik negative oleh
TH pada hipofisis dan hypothalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi
hipofisis, kadar TH yang rendah disebabkan oleh kadar TSH yang rendah. TRH dari
hypothalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negative pada pelepasannya oleh
TSH atau TH. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hypothalamus
menyebabkan kadar TH, TSH dan TRH yang rendah. Hipotiroidisme akibat pengobatan
dapat terjadi setelah terapi atau pembedahan tiroid sebelumnya, terapi radioiodine, atau
obat-obatan seperti sitokin amiodaron, dan litium.
PENYAKIT HIPOTIROIDISME
1. Penyakit Hashimoto, yang juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat destruksi
autoantibody jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan TH, disertai
peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negative yang minimal.
Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, namun tampak terdapat kecendrungan
genetic untuk terjadinya penyakit ini.
2. Goiter endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodida dalam makanan.
Goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid. Goiter terjadi pada defisiensi iodida
31

karena sel tiroid menjadi over aktif berlebihan dan hipertrofik (membesar) dalam
usaha untuk memisahkan semua iodida yang mungkin ada dalam alirandarah. Kadar
TH yang rendah disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena umpan balik
negatif minimal.
3. Karsinoma tiroid dapat menyebabkan hipotoroidisme atau hipertiroidisme. Terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini adalah tiroidektomi, obat supresi THS, atau
terapi iodine radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua terapi ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan terhadap radiasi, terutama setelah masa
kanak-kanak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodine juga dapat
meningkatkan risiko perkembangan kanker tiroid karena defisiensi iodine
menstimulasi proliferasi dan hyperplasia sel tiroid.
GAMBARAN KLINIS
1. Kelambanan, berpikir lambat, dan gerakan yang canggung dan lambat.
2. Penurunan frekuensi jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan
penurunan curah jantung.
3. Pembengkakan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan
kaki.
4. Intoleransi terhadap suhu dingin.
5. Penurunan laju metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu
makan dan absorbsi zat gizi yang melewati usus.
6. Konstipasi.
7. Perubahan fungsi reproduksi.
8. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan rambut tubuh yang tipis dan
rapuh.
PERANGKAT DIAGNOSTIK
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu mendiagnosis
hipotiroidisme.
2. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar TH (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
menmungkinkan diagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat sistem saraf
pusat atau kelenjar tiroid.
KOMPLIKASI
1. Koma misedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme, termasuk hipotermia

32

tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan


kesadaran yang menyebabkan koma.
2. Kematian dapat terjadi tanpa penggantian TH dan stabilisasi gejala.
3. Ada juga risiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Risiko ini
mencakup penggantian hormone yang berlebihan, ansietas, atrofi otot,
osteoporosis dan fibrilasi atrium.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi selalu mencakup penggantian hormone tiroid dengan tiroksin sintetik.
2. Untuk goiter endemik, penggantian iodide dapat mengurangi gejala.
3. Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor sistem saraf pusat,
hipotiroidisme dapat diobati dengan kemoterapi, radiasi atau pembedahan.

Perbedaan Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme19

HIPOTYROID

HIPERTYROID

1. Hipotyroid merupakan suatu keadaan


dimana kelenjar Tiroid kurang aktif dan
menghasilkan sedikit Hormon Tiroksin,
sehingga fungsi Metabolisme tubuh bekerja
sangat lambat.

1. Hipertiroid
merupakan
suatu
keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja
berlebihan sehingga menghasilkan
sejumlah besar hormon tiroid.

2. Pada
hipertiroidisme,
apapun
2. Beberapa gejala yang umumnya terjadi penyebabnya, terjadi peningkatan
pada orang dewasa, diantaranya, kecapekan, fungsi tubuh
penambahan Berat Badan, kulit menjadi
tebal dan kering, sembelit, depresi, malas, 3. Jantung berdetak lebih cepat dan
rambut rontok, muka dan kaki menjadi bisa terjadi kelainan irama jantung,
bengkak, perasaan tidak tenang, siklus yang bisa menyebabkan palpitasi
menstruasi tidak teratur, kejang, suara (jantung berdebar-debar).
menjadi parau, nyeri badan, ingatan
terganggu, sulit fokus.
4. Tekanan
darah
cenderung
meningkat.
3. Sedangkan pada bayi baru lahir
diantaranya adalah Hipotonia, tubuh yang 5. Penderita
merasakan
hangat
kasar, distensi abdomen, kadang-Kadang meskipun berada dalam ruangan yang
Goiter (pembengkakan dibagian depan sejuk
leher). penderita dengan Hipotiroid ringan
mungkin tidak mengalami gejala seperti ini, 6. Kulit
menjadi
lembab
dan
tetapi bisa menjadi parah jika tingkat hormon cenderung mengeluarkan keringat
semakin rendah. karena itu tetap perlu yang berlebihan
mendapatkan perawatan supaya tidak
menghambat rertumbuhan kita.
7. Tangan memperlihatkan tremor
33

4. Rasa capai berlebihan, tak tahan dingin, (gemetaran) yang halus


sukar buang air besar, serta kulit yang kering
dan kasar.
8. Penderita merasa gugup,gelisah,
letih dan lemah meskipun tidak
5. Kemudian dengan pemeriksaan darah melakukan kegiatan yang berat
dapat dipastikan adanya Hipotiroid.
9. Nafsu makan bertambah, tetapi berat
6. Hasil T3 dan T4 darah biasanya rendah badan berkurang
sedangkan TSH tinggi.
10. Sulit tidur disertai penyakit kuning
7. Pada keadaan Hipotiroid yang Subclinical ringan
(tanpa gejala), biasanya hanya ditemukan
TSH yang tinggi sedangkan T3 dan T4 masih 11. Perubahan suasana hati
normal.
12. Kebingungan
8. Bila penyebab Hipotiroid adalah kelainan
di Hipofisis atau Hipotalamus, maka akan 13. Pembesaran hati
ditemukan TSH atau TRH yang rendah.
14. Sering buang air besar, kadang
9. Pembesaran kelenjar gondok.
disertai diare
15. Terjadi perubahan pada mata :
bengkak di sekitar mata, mata melotot
(Eksoftalmus),
penglihatan
ganda,bertambahnya pembentukan air
mata, iritasi dan peka terhadap cahaya.
Gejala ini akan segera menghilang
setelah pelepasan hormon tiroid
terkendali, kecuali pada penyakit
Graves yang menyebabkan gangguan
mata khusus.
16. Pembesaran kelenjar gondok
17. Otot lengan atas dan paha terasa
melemah.
18. Tidak tahan panas dan lembab
19. Sering buang air besar, dan mudah
diare.
20. Menstruasi tidak teratur, rambut
mudah rontok.
21. Keguguran pada ibu hamil
22. Hasil tes TSH darah rendah kecuali
pada tumor di hipofisis TSH akan
34

meningkat.

2.9

Grave Disease6
Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme. Penyakit ini adalah
suatu penyakit otoimun di mana tubuh secara salah menghasilkan long-acting thyro:id
stimulator (LATS), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.
LATS merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid mirip dengan yang dilakukan oleh
TSH. Namun, tidak seperti TSH, LATS tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik
hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid berlanjut tanpa kendali.
Seperti diperkirakan, pasien hipertiroid mengalami peningkatan laju metabolik basal.
Meningkatnya produksi panas menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi panas.
Meskipun nafsu makan dan asupan makanan meningkat yang terjadi sebagai respons
terhadap meningkatnya kebutuhan metabolik namun berat tubuh biasanya turun karena
tubuh menggunakan bahan bakar jauh lebih cepat. Terjadi penguraian netto simpanan
karbohidrat, lemak, dan protein. Berkurangnya protein otot menyebabkan tubuh lemah.
Berbagai keiainan kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan hipertiroidisme,
disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid maupun interaksinya dengan
katekolamin. Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian
besar sehingga individu mengalami palpitasi (jantung berdebar-debar).
Pada kasus yang parah, jantung mungkin tidak sanggup memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh meskipun curah jantung meningkat. Efek pada SSP ditandai oleh peningkatan
berlebihan kewaspadaan mental hingga ke titik di mana pasien mudah tersinggung,
tegang, cemas, dan sangat emosional. Gambaran mencolok pada penyakit Graves tetapi
tidak dijumpai pada hipertiroidisme jenis lain adalah eksoftalmos (mata menonjol).
Terjadi pengendapan karbohidrat kompleks penahan air di belakang mata, meskipun
mengapa hal ini dapat terjadi masih belum diketahui. Retensi cairan yang terjadi
mendorong bola mata ke depan sehingga menonjol dari tulang orbita. Bola mata dapat
menonjol sedemikian jauh sehingga kelopak tidak dapat menutup sempurna yang
kemudian dapat menyebabkan mata kering, teriritasi, dan rentan mengalami ulkus
kornea. Bahkan setelah kondisi hipertiroidnya diperbaiki, gejala mata yang
mengganggu ini dapat menetap.
35

2.10 Goiter (Gondok)6


Gondok terjadi jika kelenjar tiroid menerima rangsangan berlebihan. Gondok (goiter)
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Karena tiroid terletak di atas trakea maka gondok
mudah diraba dan biasanya terlihat. Gondok dapat terjadi apabila TSH atau LATS
merangsang secara berlebihan kelenjar tiroid. Gondok dapat menyertai hipotiroidisme
atau hipertiroidisme, tetapi keadaan ini tidak harus ada pada kedua penyakit tersebut.
Dengan mengetahui sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid dan control umpan balik, kita
dapat memperkirakan disfungsi tiroid apa yang akan menyebabkan gondok, misalnya
pada ; Hipotiroidisme akibat kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior tidak akan
disertai oleh gondok, karena kelenjar tiroid tidak dirangsang secara adekuat, apalagi
dirangsang secara berlebihan. Akan tetapi pada hipotiroidisme yang disebabkan oleh
kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan iodium,

gondok terjadi Karena kadar

horrnon tiroid dalam darah sedemikian rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan
balik negative di hipofisis anrerior, dan karenanya sekresi TSH meningkat. TSH
bekerja pada tiroid untuk meningkatkan ukuran dan jumlah sel folikel dan untuk
meningkatkan laju sekresinya.
Jika sel tiroid tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim esensial atau
iodium, maka seberapa pun jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini
untuk mengeluarkan T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan
hyperplasia tiroid, dengan konsekuensi terjadinya pembesaran paradox kelenjar (yaitu,
gondok) meskipun produksi kelenjar tetap kurang.
Demikian juga, gondok mungkin menyertai hipertiroidisme mungkin juga tidak : Jika
Sekresi TSH yang berlebihan akibat defek hipotalamus atau hipofisis anterior akan
jelas disertai oleh gondok dan sekresi berlebihan

T3

dan T4

karena stimulasi

pertumbuhan tiroid yang berlebihan. Karena kelenjar tiroid dalam situasi ini juga
mampu berespons terhadap kelebihan TSH disertai peningkatan sekresi hormon maka
pada gondok ini terjadi hipertiroidisme.
Pada penyakit Graves, terjadi gondok dengan hipersekresi karena LATS mendorong
pertumbuhan tiroid sekaligus meningkatkan sekresi hormone tiroid. Karena tingginya
kadar T3 dan T4, menghambat hipofisis anterior, maka sekresi TSH itu sendiri
36

rendah. Pada semua kasus dimana terjadi gondok, kadar TSH meninggi dan berperan
langsung menyebabkan pertumbuhan berlebihan tiroid.
Hipertiroidisme yang terjadi karena aktivitas berlebihan tiroid tanpa overstimulasi,
misalnya karena tumor tiroid yang tak terkendali, tidak disertai oleh gondok. Sekresi
spontanT3 dan T4, dalam jumlah berlebihan akan menekan TSH sehingga tidak ada
sinyal stimulatorik yang mendorong pertumbuhan tiroid.

2.11 Penyebab Terjadi Pembesaran Leher pada Ny. B8


Mekanisme terjadinya pembengkakan leher (goiter) disebabkan oleh adanya defisiensi
intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan sintesis
hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen

penyebab goiter seperti intake

kalsium berlebihan). Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang


dapat disintesis. Hal ini akan memicu pelepasan TSH (thyroid stimulating hormon)
kedalam darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya
hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid
secara makroskopik.

2.12 Penyebab Ny. B Merasa Berdebar-debar6


Setiap efek yang serupa dengan yang ditimbulkan oleh system saraf simpatis dikenal
sebagai efek simpatomimetik ("menyerupai simpatis"). Hormon tiroid meningkatkan
responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), Karena
pengaruh ini, banyak dari efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid meningkat
adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf simpatis.
Berbagai kelainan kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan hipertiroidisme,
disebabkan baik oleh efek langsung hormone
katekolamin.

tiroid maupun interaksinya dengan

Kecepatan denyut Jantung dankekuatan kontraksi dapatmeningkat

sedemikian besar sehingga individu mengalami palpitasi.

2.13 Penyebab Ny. B Banyak Berkeringat6


37

Pada kasus pasien ny.B terjadi peningkatan metabolism basal, akibat respon dari
peningkatan hormon tiroid, mekanisme tubuh untuk mengkompensasi beban panas
yang dihasilkan oleh efek kalorigenik hormon tiroid ini adalah dengan terjadinya
vasodilatasi perifer untuk membawa kelebihan panas kepermukaan tubuh untuk
kemudian dikeluarkan ke lingkungan lewat keringat.

2.14 Penyebab TD diastolik Ny. B Rendah20,21

Gambar menunjukkan efek hormon tiroid terhadap hemodinamik kardiovaskular. T3


mempengaruhi termogenesis jaringan, resistensi vaskular sistemik, volume darah, kontraktilitas
otot jantung, dan cardiac output seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah. Hyper =
hipertiroidisme; Hypo = hipotiroidisme

Pada keadaan hipertiroidisme, T3 merangsang arteriol untuk mengalami vasodilatasi


melalui mekanisme peningkatan produksi enzim Nitric Oxide (NO) sintase pada sel
endotel. Peningkatan produksi NO di sel endotel akan menimbulkan efek relaksasi pada
sel endotel yang memfasilitasi terjadinya vasodilatasi. Vasodilatasi pada arteriol akan
38

menurunkan resistensi arteriol sehingga terjadi penurunan resistensi pembuluh darah


sistemik sebesar 300-1000 dynes.sec.cm-5. Hal ini yang menyebabkan penurunan
tekanan darah diastolik.

Penyebab Rentang Tekanan Nadi Mengalami Pelebaran


Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik menstimulasi pelepasan renin dan
reabsorpsi dari ion Na+ yang menyebabkan peningkatan volume darah sebesar 5,5% dan
meningkatkan volume darah vena yang kembali ke jantung. Stimulasi eritropoietin oleh
T3 juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan volume darah. Heart rate dan
kontraktilitas otot jantung juga mengalami peningkatan. Heart rate meningkat sebanyak
4-58 bpm dan terjadi pada saat istirahat dan selama tidur. Cardiac output meningkat
hingga > 1 liter/ menit dan bisa meningkat hingga 300% pada pasien dengan
hipertiroidisme. Efek yang timbul akibat perubahan hemodinamik ini adalah
peningkatan tekanan darah sistolik dan lebarnya rentang tekanan nadi (rentang tekanan
darah sistolik dan diastolik melebar).
Seperti pada pemicu, tekanan darah Ny. B adalah 120/50, yang mengindikasikan
terjadinya pelebaran rentang tekanan nadi yang merupakan karakteristik dari
hipertiroidisme.

BAB III
PENUTUP

39

3.1

Kesimpulan
Ny. B 30 th mengalami Hipertiroidisme.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 9. Jakarta : EGC. 2007.
40

2. Paulsen F, Waschke J. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia : Kepala, Leher dan


Neuroanatomi Jilid 3. Ed. 23. Jakarta : EGC. 2012.
3. Mescher AL. HISTOLOGI DASAR JUNQUEIRA: TEKS & ATLAS, Ed. 12. Jakarta :
EGC. 2012. h. 353.
4. Gartner LP & Hiatt JL. Atlas Berwarna Histologi Ed 5. Tanggerang : Binarupa Aksara.
2012. h. 238, 258.
5. Sudoyo A. Setiyohadi B, Alwi I, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009; hal. 2254.
6. Sheerwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem: Kelenjar Endokrin Perifer.
Jakarta: EGC; 2011. h. 757-63.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit: Gangguan
Kelenjar Tiroid. Jakarta: EGC; 2005. h. 1225-36.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Vol 2. Ed. 27. Jakarta:
EGC. 2007.
9. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
10. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
11. American Association of Clinical Endocrinologists. Medical guidelines for clinical
practice for the evaluation and treatment of hyperthyroidism and hypothyroidism.
Endocrine Practice. 2002; 8 : 457-469.
12. Corwin, Elizabeth .J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 2009.
13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit: Gangguan
Kelenjar Tiroid. Jakarta: EGC; 2005. h. 1225-36.
14. Shahab A, Penyakit Graves (Struma Diffusa

Toksik)

Diagnosis

dan

Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli


2002, PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18.
15. Djokomoeljanto R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Jakarta : Pusat Penerbit FKUI. 2006.
16. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2009.
17. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A. Paduan Pelayanan
Medik dalam PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI;
2006.
18. Gandhour A, Reust C. Hyperthyroidism: A Stepwise Approach to Management. Journal
of Family Practice. 2011; 60(7):388-95.
19. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1999 : h. 594-98.
20. Klein I, Danzi S. Thyroid Disease and the Heart. Circulation Journal of the AHA. 2007;
116: 1725-35.
21. Prisant LM, Gujral JS, Mulloy AL. Hyperthyroidism: A Secondary Cause of Isolated
Systolic Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension. 2006; 8(8): 596-9.
41

22. Clemmons DR. Cardiovascular Manifestations of Endocrine Disease. Dalam : Runge


MS, Ohman EM, editor. Netters Cardiology. Edisi 1. New Jersey: Medi Media; 2004.
23. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam : Gardner DG,
Shoback D, editor. Greenspans Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The
McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007.
24. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Hyperthyroidsme.
2007; 573-582.
25. Stoppler, M.C.2010. Graves Disease. Available from : http://www.emedicinehealth/
26. Rasenack J. Graves Disease. 4th Edition, Falk Foundation, Germany, 1996. P 4-31.

42

Anda mungkin juga menyukai