Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

Hipertiroid dan Krisis Tiroid

Disusun oleh:
Ravenska Theodora (406182072)

Pembimbing:
dr. Rusli, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 5 AGUSTUS – 13 OKTOBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Hipertiroid dan Krisis Tiroid

Disusun oleh :
Ravenska Theodora (406182072)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Ciawi

Ciawi, 12 September 2019

dr. Rusli, Sp.PD


BAB I

PENDAHULUAN

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan

hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis

tirotoksikosis. Hipertiroidisme adalah suatu sindroma klinik akibat meningkatnya

sekresi hormon tiroid baik T4, T3 atau keduanya. Hipertiroidisme, 90% disebabkan

oleh penyakit Graves dan struma noduler baik noduler soliter maupun noduler multipel.

Terapi diperlukan untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi pada penderita.
1

Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis

dengan angka kematian 20-60%. Merupakan kejadian yang jarang, tidak biasa dan

berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada kejadian mendadak yang

mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran

fungsi organ. Krisis tiroid memerlukan diagnosis dan terapi yang segera dan adekuat

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian oleh kelainan ini. Secara klinis

terlihat adanya kemunduran fungsi mental, hyperpyrexia dan aktivasi adrenergik.

Prinsip pengobatan krisis tiroid adalah sama dengan hipertiroid namun dalam jumlah

dosis yang lebih besar.2

3
BAB II

ISI

2.1 Kelenjar Tiroid

2.1.1 Anatomi

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus

pertama dan kedua. Tempat pembentukan kelenjar tiroid ini menjadi foramen sekum

di pangkal lidah. Jaringan endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea

kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobus. Saluran pada struktur

endodermal ini tetap ada dan menjadi duktus tiroglossus atau mengalami obliterasi

menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai

mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fascia

prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah

besar dan saraf. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea

sehingga pada setiap Gerakan menelan selalu diikuti dengan Gerakan terangkatnya

ke;enjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Keempat kelenjar

paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan

jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan

nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di laterodorsal tiroid.

4
Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan

trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber; arteri karotis superior

kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea

inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea

ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior

yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral, dan vena tiroidea

inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/ menit, dalam

keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop

terdengar bising aliran darah dengan jelas diujung bawah kelenjar. Terdapat dua

macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus

rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior.3

2.1.2 Histologi dan Fisiologi

Sel folikel tiroid menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium yang
berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan
triiodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawah 4 dan 3 menunjukkan jumlah
atom iodium yang terdapat di masing-masing hormon ini. Kedua hormon ini disebut
hormon tiroid dan berperan sebagai regulator penting laju metabolik basal (BMR)
keseluruhan. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi
sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang.
Sekitar 90% dari produk sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah dalam
bentuk T4, namun T3 memiliki aktivitas biologik empat kali lebih kuat. Sebagian besar

5
dari T4 yang disekresikan akan diubah menjadi T3 dengan penanggalan satu iodium
(terutamadi hati dan ginjal) sehingga 80% T3 dalam darah berasal dari T4.

Gambar 2.1 Sintesis, penyimpanan, dan sekresi hormone tiroid4

Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid
(thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative
feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.

Di ruang interstitium di antara folikel-folikel terdapat sel C yang mengeluarkan


hormon peptida kalsitonin. Kalsitonin berperan dalam metabolisme kalsium yaitu

6
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. serta sama sekali tidak berkaitan
dengan dua hormon tiroid utama lainnya.3,4

Gambar 2.2 Histologi Kelenjar Tiroid4

Berikut ini adalah beberapa efek dari hormon tiroid :


• Efek pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh. Hormon
ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada
keadaan istirahat. Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat dengan efek kalorigenik
(“penghasil panas”). Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan peningkatan
produksi panas.
• Efek metabolisme antara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan
dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik
memiliki banyak aspek; hormon ini tidak saja dapat mempengaruhi pembentukan dan
penguraian karbohidrat, lemak, dan protein tetapi hormon dalam jumlah sedikit atau
banyak dapat menimbulkan efek yang sebaliknya.
• Efek simpatomimetik

7
Efek simpatomimetik adalah setiap efek yang serupa dengan yang ditimbulkan oleh
sistem saraf simpatis. Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap
katekolamin (epnefrin dan norepinefrin), pembawa pesan kimiawi yang digunakan
oleh sistem saraf simpatis dan medula adrenal. Hormon tiroid melaksanakan efek
permisif ini dengan menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran spesifik katekolamin.
Karena pegaruh ini, banyak dari efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid
meningkat adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf simpatis.
• Efek pada sistem kardiovaskular
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi sehingga
curah jantung meningkat, melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap
katekolamin dalam darah. Selain itu juga terjadi vasodilatasi primer untuk membawa
kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan sebagai respon
terhadap efek kalorigenik.
• Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid merangsang sekresi GH dan meningkatkan produksi IGF-I (oleh
hati) dan mendorong efek GH dan IGF-I pada pertumbuhan tulang, sehingga anak
dengan defisiensi tiroid akan mengalami hambatan pertumbuhan. Namun, kelebihan
hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan. Hormon tiroid
berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP. Hormon
tiroid juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.4

Pelepasan Hormon Tiroid :

Thyroid-stimulating hormone (TSH) merupakan hormon dari hipofisis anterior


yang berperan sebagai regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid. Tanpa
adanya TSH, tiroid mengalami atrofi (ukurannya berkurang) dan mengeluarkan
hormon tiroid dalam jumlah yang rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi

8
(peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia (peningkatan jumlah folikel)
sebagai respons terhadap TSH yang berlebihan.

Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, menstimulasi sekresi TSH


oleh hipofisis anterior, sementara hormon tiroid akan melakukan mekanisme umpan
balik negatif dengan “memadamkan” sekresi TSH dengan menghambat hipofisis
anterior. Mekanisme antara hormon tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan
kestabilan hormon tiroid.

Berbagai jenis stres dapat menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid,
mungkin melalui pengaruh saraf pada hipotalamus, meskipun makna adaptif inhibisi
ini masih belum jelas. Faktor yang dapat meningkatkan sekresi TRH adalah pajanan ke
cuaca dingin pada bayi baru lahir. Peningkatan drastis sekresi hormon tiroid yang
menghasilkan panas membantu mempertahankan suhu tubuh sewaktu penurunan
mendadak suhu lingkungan ketika bayi dilahirkan. Namun, respons TSH serupa tidak
terjadi pada orang dewasa.4

Terdapat 4 macam kontrol terhadap kelenjar tiroid yaitu sebagai berikut:

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)

Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat

sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (α dan β). Sub unit α sama

seperti hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG)

dan penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit β adalah khusus untuk

setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan

sel tiroid TSH-reseptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan

9
trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah

produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon.

Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya hormon

bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping berefek pada

hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan

hipofisis terhadap rangsangan TRH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena

Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodiumsehingga

kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid

autoimun.3

Gambar 2.3 Pengaturan pelepasan hormon tiroid4

10
Gambar 2.3 Pengaturan pelepasan hormon tiroid4

2.2. Hipertiroidisme

2.2.1 Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan

11
hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis

tirotoksikosis.3

2.2.2 Etiologi

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter

multinodular toksik dan adenoma toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah

akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedangkan pada goiter

multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.5

Tabel 2.1 Etiologi Tirotoksikosis

12
Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang

penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15%

pasien graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira

50% keluarga pasien dengan penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid yang

beredar dalam darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada pria.

Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan insidensi puncak pada kelompok umur

20-40 tahun.5

Penyebab umum hipertiroidisme lainnya adalah toksin multinodular gondok

dan adenoma toksik soliter. Meskipun di daerah yang cukup yodium, sekitar 80%

pasien dengan hipertiroidisme menderita penyakit Graves, goiter multinodular toksik

dan adenoma toksik mencapai 50% dari semua kasus hipertiroidisme di daerah yang

kekurangan yodium dan lebih dominan pada orang tua.6

2.2.3 Patogenesis

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar

tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen

ini. Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel

tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan

pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan

penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,

namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang

13
mendorong respon imun pada penyakit graves ialah kehamilan, kelebihan iodida,

infeksi bakterial atau viral, dan stress.5

Pada nodul tiroid, kerja kelenjar tiroid menjadi otonom dan menghasilkan

hormon tiroid yang terlepas dari sinyal baik dari antibodi reseptor TSH atau TSH.

Penyebab hipertiroidisme yang kurang umum termasuk tirotoksikosis yang diinduksi

thyrotropin dan tumor trofoblas, di mana reseptor TSH dirangsang oleh kelebihan TSH

dan human chorionic gonadotropin.6

14
Tabel 2.2 Patofisiologi Hipertiroid

15
2.2.4 Manifestasi Klinik

Hormon tiroid yang berlebihan mempengaruhi banyak sistem organ yang

berbeda. Gejala yang sering dilaporkan adalah palpitasi, kelelahan, tremor,

kegelisahan, gangguan tidur, penurunan berat badan, intoleransi panas, berkeringat,

dan polidipsia. Temuan fisik yang sering adalah takikardia, tremor pada ekstremitas,

dan penurunan berat badan.

Tabel 2.3 Tanda dan Gejala Hipertiroid

16
• Tanda dan gejala spesifik untuk penyebab yang mendasari hipertiroidisme

Tanda dan gejala termasuk oftalmopati, dermopati tiroid, dan tiroid acropachy pada

penyakit Graves; sensasi globus, disfagia, atau ortopnoea akibat kompresi esofagus

atau trakea pada nodular goiter; dan nyeri leher anterior pada tiroiditis subakut yang

nyeri. Oththalmopathy, juga dikenal sebagai Graves 'orbitopathy, terjadi pada 25%

pasien dengan penyakit Graves. Tanda-tanda utamanya adalah proptosis, edema

periorbital, dan diplopia. Dermatopati tiroid adalah manifestasi ekstrathyroidal yang

jarang dari penyakit Graves, terjadi pada 1-4% pasien dengan ophthalmopathy tiroid.

Lesi ditandai dengan kulit yang agak berpigmen, terutama yang melibatkan area

pretibial. Acropachy adalah manifestasi ekstrathyroidal yang paling langka dari

penyakit Graves dan muncul dengan jari tabuh pada jari tangan dan kaki.6

17
2.2.5 Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Evaluasi klinis
TSH dan hormon tiroid adalah tes diagnostik awal yang paling penting untuk
individu yang diduga hipertiroidisme / krisis tirotoksik berdasarkan manifestasi
klinis. Indeks Wayne merupakan suatu indeks diagnostik yang dapat digunakan
untuk membantu menegakan diagnostik dari penilaian klinis yang telah
dikembangkan sejak tahun 1972 .

Tabel 2.4 wayne’s index

• Evaluasi biokimia
Hipertiroidisme berlebihan ditandai oleh penekanan TSH (<0,01 mU / L) dan
kelebihan hormon tiroid dalam serum.
- TSH serum
Pengukuran TSH serum memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi dari
setiap tes darah tunggal dan digunakan sebagai tes skrining awal untuk
hipertiroidisme. Pada hipertiroid primer, serum TSH akan kurang dari 0,01 mU /
L atau bahkan tidak terdeteksi.
- Hormon tiroid serum
Untuk menilai tingkat keparahan kondisi dan untuk meningkatkan akurasi
diagnostik, tingkat TSH dan Free-T4 harus dinilai pada saat evaluasi awal. Pada

18
hipertiroidisme yang jelas, biasanya estimasi T4 dan Free-T3 serum meningkat,
dan TSH serum <0,01 mU / L atau tidak terdeteksi. Pada hipertiroidisme yang
lebih ringan, perkiraan T4 serum dan Free-T4 bisa normal, hanya serum T3 yang
dapat meningkat, dan serum TSH akan kurang dari 0,01 mU / L (atau tidak
terdeteksi), hal ini disebut tirotoksikosis T3. Tes untuk memperkirakan Free-T3
kurang divalidasi secara luas daripada tes untuk Free-T4, dan karena itu
pengukuran total T3 sering lebih disukai dalam praktik klinis.
Hipertiroidisme subklinis didefinisikan sebagai perkiraan T4 bebas serum
normal dan T3 total atau T3 bebas normal, dengan konsentrasi TSH serum
subnormal.
• TRAb (antibodi reseptor thyrotropin)
Pendekatan ini digunakan ketika pemindaian dan pengambilan tiroid tidak
tersedia atau kontraindikasi (mis., Selama kehamilan dan menyusui).
• Radioactive iodine uptake test (RAIU)
RAIU harus dilakukan ketika presentasi klinis tirotoksikosis tidak diagnostik
pada Grave’s Disease.
• Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan dengan pasien dalam posisi telentang dan leher memanjang.
USG dapat mendeteksi lobus atau lesi tiroid sekecil 2 mm. USG dapat
membedakan nodul padat dari kista yang sederhana dan kompleks. USG dapat
membantu menilai ukuran tiroid, memberikan perkiraan kepadatan jaringan,
menunjukkan aliran dan kecepatan pembuluh darah dan membantu menempatkan
jarum untuk tujuan diagnostik. Studi Doppler dapat ditambahkan saat menjalankan
ultrasonografi.
• Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB)
Pada Grave’s Disease, FNAB diperlukan jika nodul ditemukan di dalam tiroid.7

19
Gambar 2.5 Evaluasi Tirotoksikosis

2.2.6 Tatalaksana Hipertiroid

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi


hormone tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid)
atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
a. Obat antitiroid.
Digunakan dengan indikasi :
1) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap,pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang
dan tirotoksikosis.

20
2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium radioaktif.
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5) Pasien dengan krisis tiroid.
Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme lalu
diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.

Obat antitiroid yang sering digunakan

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)


Karbimazol 30-60 5-20
Metilmazol 30-60 5-20
Propiltiourasil 300-600 50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan


konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pada sel tiroid.
Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan
ini dapat menimbulkan efek samping berupa hipersensitivitas dan agranulositosis.
Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi bila timbul
agranulositosis maka obat dihentikan.

Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan tirotoksikosis.

Kelompok Obat Efeknya Indikasi


Obat Anti Tiroid Menghambat Pengobatan lini
Propiltiourasil (PTU) sintesis hormone pertama pada
Metilmazol (MMI) tiroid dan berefek Graves. Obat
Karbimazol (CMZ → MMI) imunosupresif

21
Antagonis adrenergic-β (PTU juga jangka pendek
menghambat prabedah/pra-RAI
konversi T4 → T3
B-adrenergic-antagonis Mengurangi Obat tambahan
Propanolol dampak hormone kadang sebagai
Metoprolol tiroid pada obat tunggal pada
Atenolol jaringan tiroiditis
Nadolo
Bahan mengandung Iodine Menghambat Persiapan
Kalium iodida keluarnya T4 dan tiroidektomi. Pada
Solusi Lugol T3. krisis tiroid bukan
Natrium Ipodat Menghambat T4 untuk penggunaan
Asam Iopanoat dan T3 serta rutin.
produksi T3
ekstratiroidal
Obat lainnya Menghambat Bukan indikasi
Kalium perklorat transport yodium, rutin pada subakut
Litium karbonat sintesis dan tiroiditis berat, dan
Glukokortikoids keluarnya krisis tiroid.
hormone.
Memperbaiki efek
hormone di
jaringan dan sifat
imunologis

Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis serendah


mungkin yaitu 200mg/hari atau lebih lagi.

22
b. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih.
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.
3) Gagal mancapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
4) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat anti tiroid.
5) Adenoma toksis, goiter multinodular toksik.
Digunakan Y131 dengan dosis 5-12mCi peroral. Dosis ini dapat
mengendalikan tirotoksikosis dalam3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi
hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan tiroiditis.

c. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi
operasi adalah:
1) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar.
2) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif.
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih.3

2.3 Krisis Tiroid

2.3.1 Definisi

Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan dalam bidang endokrin dengan

angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Insiden krisis tiroid tercatat kurang dari

23
10% dari semua pasien tirotoksikosis yang dirawat di rumah sakit, namun angka

mortalitas dari krisis tiroid ini mencapai 20-30%. Penegakan diagnosis dini dan

pengelolaan secara tepat akan memberikan prognosis yang baik. Merupakan kejadian

yang jarang, tidak biasa dan berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada

kejadian mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid

sehingga terjadi kemunduran fungsi organ.

2.3.2 Etiologi krisis tiroid

Pada keadaan yang sudah dinamakan krisis tiroid ini maka fungsi organ vital

untuk kehidupan menurun dalam waktu singkat hingga mengancam nyawa. Hal yang

memicu terjadinya krisis tiroid ini adalah:

• Surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid)

• Medical crisis (stress apapun, fisik serta psikologik, infeksi, dan sebagainya).

• stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

• pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen3

24
2.3.3 Manifestasi klinis

Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid apabila terdapat triad menghebatnya tanda

tirotoksikosis, kesadaran menurun, dan hipertermia. Jika ditemukan, dapat dilakukan

scoring dengan indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky.

Untuk mengetahui apakah keadaan seseorang ini sudah masuk dalam tahap

krisis tiroid adalah dengan mengumpulkan gejala dari kelainan organ yakni pada sistem

saraf terjadi penurunan kesadaran (sampai dengan koma), hyperpyrexia (suhu badan

diatas 40oC), aktivasi adrenergik (takikardia/denyut jantung diatas 140x/menit, muntah

dan mencret serta kuning). Gejala lain dapat berupa berkeringat, kemerahan, dan

tekanan darah yang meningkat.

25
2.3.4 Patofisiologi

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa meningkatnya produksi dari T3 atau

T4 menyebabkan krisis tiroid. Peningkatan reseptor katekolamin (peningkatan

sensitifitas dari katekolamin) memegang kunci penting. Penurunan pengikatan dari

TBG (meningkatnya T3 atau T4 bebas) mungkin ikut berperan.5

2.4 Pengobatan krisis tiroid

Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang

diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih

tinggi dosis dan selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis tiroid harus

segera ditangani ke instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang sesegera

mungkin pada pasien dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian dari kelainan ini.

Diberikan cairan untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit (NaCl dan cairan lain)

dan kalori (glukosa), vitamin, oksigen, obat sedasi bila diperlukan. Koreksi

hipertiroidisme dengan cepat :

a) memblok sintesis hormon baru : PTU dosis besar (loading dose 600-

1000mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total

1000-1500 mg).

26
b) Memblok keluarnya hormon dengan solusio lugol (10 tetes tiap 6-8 jam)

atau SSKI (larutan kalium yodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam). Apabila ada

berikan endoyodin (Nal) IV, atau bila solusio lugol/SSKI tidak memadai.

c) Menghambat konversi perifer dari T4→T3 dengan propanolol, ipodat,

penghambat beta dan atau kortikosteroid.

d) Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason

2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya ialah karena defisiensi steroid

relatif akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4.

e) Untuk antipiretik berikan asetaminofen. Jangan berikan aspirin karena akan

melepas ikatan protein-hormon tiroid sehingga free hormon meningkat.

f) Bila diperlukan, propanolol dapat digunakan untuk mengurangi takikardi

dan menghambat konversi T4→T3 di perifer. Dosis 20-40 mg tiap 6 jam

g) Mengobati faktor pencetus (misalnya infeksi)

27
BAB III

PENUTUP

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon


tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang,
yang disebut dengan thyrotoxicosis. Lebih dari 90% hipertiroid adalah akibat
penyakit Graves dan nodul tiroid toksik.
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi
atrium dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pria dengan hipertiroid dapat
mengalami penurunan libido, impotensi, berkurangnya jumlah sperma, dan
ginekomastia. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis
pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama
seperti tirotoksikosis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Taylor PN, Albrecht D, Scholz A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan CM, et


al. Global epidemiology of hyperthyroidism and hypothyroidism. Nat Rev
Endocrinol. 2018;14(5):301–16.

2. Karger S, Führer D. [Thyroid storm--thyrotoxic crisis: an update]. Dtsch Med


Wochenschr 1946. 2008 Mar;133(10):479–84.

3. Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, et al. editor. Buku


ajar penyakit dalam jilid II. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

4. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem.Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2014.

5. LJ Jameson. Harrison’s endocrinology. 3rd ed. New York: McGraw Hill


Education; 2013.

6. De Leo S, Lee SY, Braverman LE. Hyperthyroidism. Lancet Lond Engl. 2016 Aug
27;388(10047):906–18.

7. The Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice Guidelines


for Hyperthyroidism. J ASEAN Fed Endocr Soc. 2012 May 31;27(1):34–9.

29

Anda mungkin juga menyukai