Anda di halaman 1dari 4

ENSEFALITIS

Syarif Darwin, Msy Rita Dewi, RM Indra

Definisi
Ensefalitis adalah inflamasi parenkim otak yang menyebabkan gangguan neurologis.

Etiologi
 Sebagian besar kasus (40-60%) tidak teridentifikasi, namun dengan kemajuan tehnologi,
jumlah ini akan makin berkurang.
 Di antara kasus-kasus yang penyebabnya teridentifikasi, sekitar 40-60% dikarenakan infeksi,
70% di antaranya karena virus. Herpes simplex virus (HSV), varicella zooster virus dan
enterovirus diduga merupakan penyebab terbanyak, meski sangat tergantung musim dan
geografis.
 Ensefalitis karena proses autoimunitas (misalnya acute disseminated encephalomyelitis dan
ensefalitis anti NMDAR) saat ini telah makin banyak dikenali dan diduga menjadi penyebab
pada sekitar sepertiga kasus ensefalitis.

Anamnesis
 Onset ensefalitis virus sifatnya akut, ditandai dengan adanya demam yang umumnya tinggi
(≥38oC)
 Gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial berupa sakit kepala, penurunan atau
perubahan kesadaran
 Kejang yang dapat bersifat fokal atau umum.

Pemeriksaan fisis
 Demam tinggi (≥38oC) pada ensefalitis virus
 Defisit neurologis: paresis otot, paresis nervi kranialis, afasia
 Apabila ensefalitis virus disebabkan oleh enterovirus, measles atau varisela dapat ditemukan
ruam kulit.
 Adanya kejang fokal dan defisit neurologis fokal dapat menunjukkan kecurigaan ke arah
ensefalitis HSV meski gejala tersebut juga dapat ditemukan pada ensefalitis lain.

Kriteria diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
liquor cerebrospinal (LCS), pencitraan dan pemeriksaan lain seperti elektroensefalografi.

Diagnosis
International Encephalitis Consortium (2013) merumuskan batasan kasus ensefalitis yang
tercantum pada tabel. Batasan ini harus dibedakan dengan ensefalopati yaitu penurunan atau
perubahan kesadaran tanpa adanya inflamasi jaringan otak.

Kriteria ensefalitis berdasarkan International Encephalitis Consortium (2013)


Kriteria mayor (harus ada):
Pasien datang dengan keluhan perubahan status mental – yaitu penurunan atau perubahan
kesadaran, letargi atau perubahan kepribadian yang berlangsung selama ≥24 jam.
Kriteria minor (harus ada 2 untuk possible encephalitis ; ≥ 3 untuk probable atau confirmed
encephalitis):
1. Demam ≥ 38oC dalam 72 jam sebelum atau setelah gejala.
2. Kejang umum atau fokal yang bukan disebabkan oleh penyakit dengan kejang yang telah
ada sebelumnya pada pasien.
3. Gejala neurologis fokal baru.
4. WBC pada LCS ≥ 5/mm3.
5. Hasil pencitraan menunjukkan abnormalitas parenkim otak yang pada pemeriksaan
sebelumnya belum ada atau diduga bersifat akut.
6. Abnormalitas pada pemeriksaan elektroensefalografi yang konsisten dengan ensefalitis
dan diketahui bukan dikarenakan penyebab lain.
DAN: Bukan merupakan ensefalopati yang dikarenakan trauma, gangguan metabolik, tumor,
penyalahgunaan alkohol, sepsis dan penyebab non infeksius lain.

Pemeriksaan penunjang
Cairan serebrospinal
 Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin harus dilakukan. Pengecatan gram dan BTA juga
sebaiknya dilakukan pada pasien yang dicurigai ensefalitis berdasarkan gejala klinis untuk
menyingkirkan meningitis
 Hasil pemeriksaan LCS dapat menunjukkan sel yang meningkat atau normal dengan
predominasi limfosit, protein meningkat atau normal, glukosa normal.
 Pemeriksaan polymerase chain reaction merupakan pemeriksaan penunjang pilihan dalam
mendiagnosis ensefalitis virus. Pemeriksaan PCR apabila tersedia setidaknya dilakukan
terhadap HSV.

Pencitraan
 Pencitraan dengan CT scan atau MRI dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai ensefalitis
dengan gejala neurologis fokal. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan.
 Pemeriksaan MRI pada ensefalitis HSV dapat menunjukkan adanya peningkatan sinyal
sekuens T2W di lobus temporal dan frontal inferior
 Japanese encephalitis sebagian besar memberikan gambaran intensitas sinyal abnormal pada
thalamus, substansia nigra dan ganglia basalis.

Pemeriksaan elektroensefalografi
 Gambaran elektroensefalografi (EEG) umumnya berupa perlambatan gelombang latar
belakang secara difus.
 Pemeriksaan EEG juga ditujukan untuk mendeteksi kejang pada pasien-pasien dengan
penurunan kesadaran
 Ensefalitis HSV dapat memberikan gambaran EEG berupa perlambatan yang difus atau
fokal dan periodic lateralizing epileptiform discharge.
Tatalaksana
 Tatalaksana suportif dan simtomatik berupa pemeliharaan keseimbangan cairan, elektrolit,
asupan, penatalaksaan terhadap kejang dan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien
dengan kejang diberi antikonvulsan yang sesuai, misalnya pemberian fenitoin atau
fenobarbital intravena. Terhadap peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan manitol
atau NaCl hipertonik.
 Pasien yang dicurigai ensefalitis herpes simpleks, antara lain datang dengan kejang fokal atau
terdapat periodic lateralizing epileptiform discharge dapat diberikan asiklovir intravena dengan
dosis berikut hingga diagnosis dapat dikonfirmasi atau disingkirkan:
 Usia < 3 bulan: 20 mg/kg/kali tiap 8 jam
 Usia 3 bulan – 12 tahun: 500 mg/m2 tiap 8 jam
 Usia >3 bulan: 10 mg/kg/kali tiap 8 jam.
Asiklovir diberikan setidaknya selama 14 hari untuk pasien imunokompeten, 21 hari untuk
pasien dengan gangguan fungsi imun.
 Antibiotik dapat dipertimbangkan apabila meningitis bakterialis masih menjadi salah satu
kemungkinan yang belum dapat disingkirkan (misalnya pada pasien belum dapat dilakukan
pungsi lumbal).
 Fisioterapi dilakukan secepat mungkin setelah fase akut terlewati.

Prognosis
 Prognosis tergantung jenis ensefalitis
 Ensefalitis HSV memilki mortalitas 84% pada kasus yang tidak diobati dengan asiklovir, dari
kasus yang tidak diobati yang hidup, sebanyak 97% memiliki mortalitas menetap. Dengan
pengobatan dini, mortalitas menurun hingga 20-30%.

Kepustakaan
1. Britton PN, Eastwood K, Paterson B, dkk. Consensus guidelines for the investigation and
management of encephalitis in adults and children in Australia and New Zealand. Int Med J
2015;45:563-76.
2. Bonthius DJ, Bale JF. Viral infections of the nervous system. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S,
Ferriero DM, dkk, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology: principles and practice. Edisi ke-
6. Philadelphia:Elsevier;2017.h.908-19.
3. Griffin DE. Viral encephalitis and meningitis. Dalam: Singhi P, Griffin DE, Newton CR,
penyunting. Central nervous system infection in childhood. London:Mac Keith
Press;2014.h.99-104.
4. Whitley RJ. Herpes simplex virus infection. Dalam: Singhi P, Griffin DE, Newton CR,
penyunting. Central nervous system infection in childhood. London:Mac Keith
Press;2014.h.114-24.
5. Falchek SJ. Encephalitis in the pediatric population. Pediatr Rev. 2012;33(3):122-33.
6. Kneen B, Michael BD, Menson E, dkk. Management of suspected viral encephalitis in children
– Association of British Neurologist and British Paediatric Allergy and Immunology and
Infection Group National Guidelines. J Infect. 2012;64:449-77.
7. Piña-Garza JE. Fenichel’s clinical pediatric neurology: a sign and symptoms approach. Edisi
ke-7. New York:Elsevier Saunders;2013.

Anda mungkin juga menyukai