DI SUSUN OLEH :
Cyndi Cantika Nur (P00320019009)
Sitti Marhamah Wildan (P00320019040)
Sukma Ydurwati (P00320019044)
Selli Silvia Margareta (P00320019039)
Mira Tamrin (P00320019020)
Rahma Wati (P00320019033)
Resky Yusuf (P00320019036)
Muh. Nur Resky (P00320019025)
Insiden encephalitis
Data epidemiologi menunjukan bahwa kasus ensefalitis dapat terjadi pada semua
usia, namun paling banyak terjadi pada anak-anak dengan insiden sedikit lebih
banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Prognosisnya tergantung pada virulensi
virus dan status kesehatan pasien.
Global
Di negara tropis, insidensi ensefalitis dilaporkan sebesar 6,34 per 100.000 orang.
Sekitar 7 per 100.000 orang dirawat di rumah sakit karena ensefalitis di Amerika
Serikat sepanjang tahun 2005--2015.
Pada tahun 2015, ensefalitis diperkirakan mempengaruhi 4,3 juta orang dan
mengakibatkan 150.000 kematian di seluruh dunia[11]
Indonesia
Mortalitas
Mortalitas ensefalitis tergantung pada virulensi virus dan status kesehatan pasien.
Usia ekstrem (<1 tahun atau >55 tahun), pasien imunokompromais, dan riwayat
kelainan neurologis dikaitkan dengan luaran yang lebih buruk.
Ensefalitis akibat virus herpes simpleks yang tidak diobati memiliki mortalitas 50-
75%, dan hampir semua yang selamat atau terlambat mendapat perawatan memiliki
gangguan motorik dan gangguan mental jangka panjang
Etiologi/penyebab encephalitis
Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi virus dapat
langsung menyerang otak atau disebut radang otak primer, namun juga dapat berasal
dari organ tubuh lain lalu menyerang otak atau disebut radang otak sekunder.
Virus herpes simpleks, penyebab penyakit herpes di mulut dan herpes genital,
serta herpes pada bayi.
Virus Varicella zoster, penyebab cacar air dan herpes zoster.
Virus Epstein-Barr, penyebab penyakit mononukleosis.
Virus penyebab penyakit campak (measles), gondongan (mumps), dan rubela.
Virus dari hewan, seperti rabies dan virus nipah.
Infeksi virus ini dapat menular, tetapi penyakit ensefalitis sendiri tidak menular.
Selain virus, radang otak juga dapat disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Radang otak atau ensefalitis lebih rentan terjadi pada seseorang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV atau orang yang mengonsumsi
obat imunosupresif.
Ensefalitis atau radang otak diawali dengan gejala ringan yang menyerupai flu,
seperti demam, sakit kepala, muntah, tubuh terasa lelah, serta nyeri otot dan sendi.
Seiring perkembangannya, radang otak dapat menimbulkan gejala yang lebih serius,
seperti:
Pada bayi dan anak-anak, gejala radang otak yang muncul bersifat umum, sehingga
tidak mudah disadari karena menyerupai gejala penyakit lain. Gejala yang dapat
muncul adalah:
Mual dan muntah
Nafsu makan menurun
Tubuh anak terlihat kaku
Muncul tonjolan pada bagian ubun-ubun kepala
Rewel dan sering menangis
Patofisiologi
1. Ensefalitis Virus
Sebagian besar kasus ensefalitis herpes simpleks diduga berkaitan dengan reaktivasi
virus yang dorman di ganglia trigeminal, kemudian menyebabkan reaksi inflamasi
yang menimbulkan manifestasi klinis seperti kejang, penurunan kesadaran, atau
kelumpuhan saraf kranial.
Secara umum, virus bereplikasi di luar sistem saraf pusat dan masuk ke otak
secara hematogen atau melalui perjalanan sepanjang jalur saraf. Begitu melewati
sawar darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, menyebabkan gangguan fungsi sel,
gangguan perivaskular, perdarahan, dan respons inflamasi difus.
2. Ensefalitis Autoimun
Pemeriksaan penunjang
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi
sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
Pemeriksaan EEG
Thorax photo
Pemeriksan virus
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas
Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala letargi,
mengantuk, kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle & Carman, 2012, hal. 559-560).
Faktor riwayat penyakit yang sangat penting diketahui karena untuk mengetahui
jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien
encefalitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi
dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal yang sering adalah sakit kepala dan
demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan sebagi akibat iritasi
selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).
Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat penyakit keluarga, namun pengkajian
pada anak mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh
virus influenza, varicella, adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri,
parasit satu sel, cacing fungus, riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)
Riwayat pengobatan
4. Pemeriksaan fisik
Kesadaran
5. Body sistem
Sistem pernapasan
Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien
encefalitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan encefalitis berhubungan akumulasi sekret dari penurunan
kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)
Sistem kardiovaskuler
Sistem persyarafan
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis.
Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien encefalitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut
encefalitis yang menggangu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil akan di dapatkan, dengan alasan yang tidak diketahui, klien encefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan pada cahaya.
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot sehingga menggangu
proses mengunyah
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya
paralisis unilateral
Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182).
Sistem perkemihan
Sistem pencernaan
Sistem integumen
Sistem muskuloskletal
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin, 2011,
hal. 182)
Sistem reproduksi
Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam
dari wanita dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster, 2015,
hal. 814)
Sistem pengindraan
Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah
simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap
normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
Sistem imun
1. Penatalaksanaan
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan pasien.
2. Diagnosa keperawatan
Factor resiko
Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial
Aterosklerosis aorta
Diseksi arteri
Fibrilasi atrium
Tumor otak
Stenosis karotis
Miksoma atrium
Aneurisma serebri
Dilatasi kardiomiopati
Cedera kepala
Hipertensi
Neoplasma otak
Stroke
Cedera kepala
Aterosklerotik aortic
Diseksi arteri
Hipertensi
Fibrilasi atrium
Miksoma atrium
Neoplasma otak
Stenosis mitral
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
Penyebab
Perubahan metabolisme
Ketidakbugaran fisik
Kekakuan sendi
Nyeri Kecemasan
Gangguan kognitif
Malnutrisi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Objektif
Subjektif
Objektif
Sendi kaku
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Stroke
Fraktur
Osteoarthritis
Ostemalasia
Penyebab
Bencana alam
Peperangan
Kecelakan
Saksi pembunuhan
Merasa cemas
Objektif
Memori masa lalu tergangu
Ketakutan berulang
Subjektif
Objektif
Sulit berkonsentrasi
Waspada berlebihan
Tidur terganggu
Korban kekerasan
Korban peperangan
3. Interverensi
Tekanan intrakranial
Angitasi
Bising karotis
Gangguan reflek neurologis
Muntah
Aktivitas keperawatan
1. Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
Keseimbangan
Koordinasi
Berjalan
Aktivitas keperawatan
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari tempat tidur ke
kursi)
Interverensi NIC
Aktivitas keperawatan
Aktivitas kolaboratif
2. Bantu pasien saat berpindah ke lingkungan yang lebih aman (mis, perujukan
terhadap bantuan tempat tinggal)
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore:
Elsevier.
kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore:
Elseveir.