ENSEFALITIS
PENYUSUN:
Nurvita Rosidi, S. Ked
K1B1 20 006
PEMBIMBING:
dr. Wa Ode Siti Asfiah Udu, M. Sc., Sp. A
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada April 2021.
A. PENDAHULUAN
Ensefalitis merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi.
Ensefalitis merupakan inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan
disfungsi otak baik bersifat difus maupun terlokalisir. Ensefalitis paling
banyak disebabkan oleh karena infeksi virus. Namun, dapat pula disebabkan
oleh infeksi bakteri dan jamur.1
Ensefalitis merupakan sindrom neurologis yang dapat berakibat fatal
bagi anak-anak di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan adanya proses
peradangan pada otak dengan bukti klinis neurologis. Presentasi awal dapat
berupa kejang, sakit kepala, paresis, kehilangan penglihatan, masalah
pendengaran dan perubahan perilaku.2
Ensefalitis merupakan salah satu kondisi yang menantang bagi
seorang dokter untuk mendiagnosis dan penanganan penyakit oleh karena
tingkat keparahan penyakit, banyaknya etiologi penyebab ensefalitis,
kurangnya etiologi yang dapat diidentifikasi dan pilihan pengobatan yang
tidak efektif untuk sebagian besar etiologi ensefalitis. Tanpa mengidentifikasi
agen neurotropik atau analisis jaringan otak, diagnosis ensefalitis hanya
sebatas asumsi dan didasarkan pada gambaran klinis. Pasien ensefalitis dapat
dimanifestasikan dengan temuan pada parenkim otak saja, namun pada
sebagian kasus ensefalitis juga berkaitan dengan inflamasi pada menings
sehingga terjadi tumpang tindih diagnosis berupa meningoensefalitis.3
B. Definisi
Ensefalitis merupakan proses inflamasi pada parenkim otak yang
menyebabkan disfungsi serebral baik yang bersifat difus maupun terlokalisir.
Ensefalitis umumnya merupakan proses akut, tetapi dapat pula berupa
ensefalitis pasca infeksi, penyakit kronik degeneratif atau infeksi virus yang
berjalan lambat.5,1
Ensefalitis terbagi menjadi 2 yaitu ensefalitis primer berupa virus
yang menginfeksi otak dan spinal cord dan juga ensefalitis sekunder yaitu
ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi pada bagian lain dari tubuh yang
kemudian menginfeksi otak. Meskipun secara primer, terjadi inflamasi pada
parenkim otak, namun biasanya selaput menings juga ikut mengalami
inflamasi yang biasa disebut meningoensefalitis.6
C. Epidemiologi
Insidens ensefalitis tahunan yaitu 5 – 10 kasus per 100.000 penduduk
dan lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang tua. Di negara-negara
industri, ensefalitis HSV merupakan ensefalitis yang paling sering
terdiagnosis dengan kejadian tahunan 1 kasus per 250.000-500.000 penduduk.
Menurut Jain et al., beberapa penelitian yang dilakukan di India, Kuwait dan
negara-negara Eropa melaporkan prevalensi tinggi enterovirus encephalitis di
daerah endemik mencapai 22%.2
Pada dekade terakhir, sekitar 250.000 pasien didiagnosis ensefalitis
dan yang mengalami rawat inap di rumah sakit sekitar 7 dari 100.000
penduduk pertahun. Dan angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kasus
pada negara lain.6
Virus Japanese Encephalitis merupakan penyebab utama kejadian
penyakit ensefalitis virus di Asia. WHO (2012) menggambarkan bahwa
negara-negara berisiko Japanese Encephalitis ditemukan hampir di seluruh
wilayah Asia antara lain Jepang, Korea, India, Srilanka, dan Indonesia serta
sebagian northern territory di Australia. Seperti di negara-negara lain, di
Indonesia jumlah kasus JE didapatkan melalui surveilans Acute Encephalitis
Syndrome (AES).
Di india utara, virus Japanese Encephalitis merupakan penyebab
terbanyak dideteksi dengan prevalensi 16,2% dan diikuti virus dengue
(10,8%), virus herpes simplex (9,3%) virus measles (8,9%), virus mumps
(8,7%) dan virus varicella zoster (4,4%). (Jain, Paul. 2014)
Insidensi penyakit ensefalitis di negara berkembang termasuk Indonesia
dilaporkan cukup tinggi yaitu sekitar 6,34/100.000 penduduk per tahun. 5,6Data
statistik menunjukkan bahwa sebanyak 31 % dari 214 kasus ensefalitis
disebabkan oleh virus herpes simpleks dan terkena pada anak-anak.16
Di Indonesia, Ensefalitis merupakan penyebab kematian pada semua
umur dengan urutan ke-17 dengan persentase 0,8% setelah malaria. Ensefalitis
merupakan penyakit menular pada semua umur dengan persentase 3,2%.
Sedangkan proporsi Ensefalitis merupakan penyebab kematian bayi pada
umur 29 hari-11 bulan dengan urutan ketiga yaitu dengan persentase 9,3%.
Proporsi Ensefalitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu 8,8% dan
merupakan urutan ke-4 yaitu 10,7%.Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati yang merawat pasien Ensefalitis. Dari 159 data
rekam medik yang berada dipoli saraf bagian neurologi pasien yang menderita
Ensefalitis berjumlah 67 pasien (42%) yang menjalani rawat inap di RSUP
Fatmawati tahun 2012 – 2015.
D. Etiologi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa).
Organisme menyebabkan ensefalitis melalui salah satu dari dua mekanisme
yaitu: (1) infeksi langsung pada parenkim otak melalui perluasan meningitis,
infeksi sekunder akibat voremia atau penyebaran retrograde melalui saraf
perifer, atau (2) respon pasca-infeksi yang dimediasi oleh kekebalan pada SSP
yang biasanya dimulai dari beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
manifestasi klinis infeksi.5
Virus adalah penyebab infeksi utama ensefalitis akut. Umumnya
penyebab ensefalitis akut di Amerika Serikat adalah enterovirus, arbovirus,
dan herpes virus. Penyebab lain ensefalitis yang kurang umum yaitu campak,
virus JC, virus limfositik koriomeningitis (LCMV), rabies, influenza, dan
Japanese ensefalitis. Beberapa etiologi lain yang memungkinkan untuk
terjadinya ensefalitis seperti penyakit prion ( misalnya penyakit Creitzfeldt
Jacob) dan parasit seperti amuba, bartonella henselae, Mycobacterium
tuberculosis, Plasmodium Falciparum dan Mycoplasma pneumoniae.5
Ensefalitis autoimun merupakan penyebab ensefalitis yang relatif
umum dan berhubungan dengan autoantibodi spesifik yang diarahkan ke
antigen otak seperti antibodi reseptor anti N-metil-D-aspartat. Manifestasi
klinis subakut tersering dari ensefalitis autoimun berupa psikologis, disfungsi
kortikal, gangguan gerakan, disfungsi otonom dan kejang.5
Virus Bakteria
Enteroviruses Borrelia burgdorferi (Lyme
Parechoviruses Disease)
LCMV Parasit
Measles Virus
E. Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui beberapa jalan. Tempat permulaan
masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran
pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar ke
seluruh tubuh dengan beberapa cara:8
1. Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permulaan selaput lendir) kemudian menyebar ke
organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum
ada kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian
menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:8
1. Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang
sedang berkembangbiak.
2. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vascular dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam otak.
3. Reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.
Meskipun kurang dipahami untuk beberapa etiologi, berbagai
mekanisme berkontribusi terhadap ensefalitis. Dua bentuk utama dari
ensefalitis adalah ensefalitis infeksi primer, yang dihasilkan dari invasi
langsung sistem saraf pusat (paling umum grey matter) oleh patogen, dan
ensefalitis yang dimediasi oleh kekebalan tubuh, yang dihasilkan dari
kerusakan SSP dari sistem kekebalan tubuh (paling umum white matter). Virus
dapat menyerang SSP melalui viremia yang kemudian melewati sawar darah-
otak (mis. Arbovirus) atau transpor aksonal retrograde (mis. Virus rabies) dan
menginfeksi neuron yang menyebabkan sitotoksisitas (mis. Virus herpes
simpleks; HSV). Selain itu, patogen dapat menyebabkan peradangan yang
menyebabkan kerusakan jaringan (mis. Virus West Nile; WNV) atau
menyebabkan vasculitis yang mengarah ke iskemia jaringan (mis. Virus
varicella zoster; VZV), atau kombinasi dari mekanisme ini. Atau, patogen
nonneuroinvasiv menginfeksi situs non-SSP (mis. Mycoplasma pneumoniae,
infeksi pernapasan virus influenza), patogen neuroinvasive menginfeksi SSP
(mis. HSV), tumor (mis. Teratoma ovarium), dan berpotensi beberapa
vaksinasi dapat memicu autoimunitas SSP karena untuk respon imun yang
menyimpang terhadap antigen otak. Infeksi virus SSP langsung dan pemicu
penyakit yang diperantarai kekebalan dapat hidup berdampingan, seperti yang
diilustrasikan dengan kasus ensefalitis HSV dengan antibodi reseptor anti-N-
metil-D-aspartat (anti-NMDAR) yang terjadi bersamaan.6
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai
yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga
perlahan-lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari yang ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise,
nyeri pada ekstremitas dan pucat. Kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang
berat ringannya tergantung dari distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejala-
gejala tersebut berupa pasien gelisah, irritable, screaming attack, perubahan
dalam perilaku, gangguan kesadaran dan kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisis
saraf otak, tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai
meningen. Ruam kulit kadang timbul pada beberapa tipe ensefalitis seperti
enterovirus, varisela zoster. (neurologi idai)
G. Diagnosis
Diagnosis ensefalitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinis, pemeriksaan penunjang.9
1. Anamnesis9
a. Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia.
b. Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh
nyeri kepala, ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun.
c. Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsivus. Dapat
ditemukansejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan penyakitnya.
Umumnya pada saat dianamnesis dapat ditemukan gejala demam tinggi
(90%), nyeri kepala (80%), gangguan kejiwaan (70%), kejang (67%),
muntah (46%), kelemahan setempat (33%) dan hilangnya ingatan (24%).
2. Pemeriksaan Fisis9
a. Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma
dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsivus.
b. Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.
c. Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe upper
motorneuron (spastis, hiperrefleks, refleks patologis, dan klonus).
Pada
3. Pemeriksaan Neurologis17,18,19,20
a. Pemeriksaan tingkat kesadaran
Pada pasien dengan ensefalitis umumnya terjadi penurunan kesadaran.
Kesadaran pada pasien dapat dinilai melalui pemeriksaan Glasgow
Coma Scale (GCS).
Nilai Pediatric Glasgow Coma Scale
Respon membuka mata
4 Terbuka spontan
3 Mata tebuka dengan rangsangan verbal
2 Mata terbuka dengan rangsangan nyeri
1 Tidak berespon
Respon Verbal
5 Orientasi baik, mengoceh
4 Irritable, menangis
3 Menangis dengan rangsangan nyeri
2 Mengerang dengan rangsangan nyeri
1 Tidak respon
Respon Motorik
6 Gerak spontan, menuruti perintah
5 Dapat melokalisasi nyeri
4 Menarik/fleksi dengan rangsangan nyeri
3 Fleksi abnormal terhadap rangsangan nyeri
2 Ekstensi abnormal terhadap rangsangan nyeri (deserebrasi)
1 Tidak ada respon
Interpretasi :
Skor minimum = 3, prognosis sangat buruk
Skor maksimum= 15, prognosis baik
Skor ≥ 7 kesempatan untuk sembuh besar
Skor 3-5 berpotensi fatal
Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor yang lebih rendah
karena pengurangan yang terjadi pada respon motorik dan verbal
b. Inspeksi
Pada saat inspeksi, dapat dilakukan observasi pasien dimulai daerah
rambut dan kepala bayi dapat terlihat ubun-ubun besar membonjol
pada saat menangis, mata cekungm hidrosefalus.
Selain itu kita dapat menilai posisi bayi. Bayi normal akan berbaring
dengan posisi lengan dan tungkai dalam keadaan fleksi sedangkan
tangannya menggenggam. Pada bayi baru lahir tanpa kelainan
neurologis bila diletakkan di meja dalam posisi telungkup maka kepala
akan menempel di meja, kedua tungkai dan lengan dalam keadaan
fleksi dan bokong ke atas. Posisi ini akan berkurang dengan
bertambahnya usia.
Posisi abnormal pada bayi
Frog posture
Hemiplegia
Episthotonus
Hipotoni
c. Tanda rangsang meningal
Pemeriksaan tanda rangsang menings biasanya dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis meningitis atau kemungkinan terjadinya
meningoensefalitis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa :
Kaku Kuduk
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini
perhatikan adanya taanan. Bila kaku kuduk positif maka kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
Tanda Lasegue
Pada pemeriksaan ini pasien yang sedang berbaring diluruskan
(ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat
lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai
yang satu lagi harus selalu dalam berada posisi lurus (ekstensi).
Pada keadaan normal, kita dapat mencapai 70 derajat sebelum
timbulrasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan
tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka tanda lasegue positif.
Tanda Kernig
Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudur 900. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan ada persendian lutut. Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 1350 antara tungkai atas dan
bawah. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai
sudut ini, maka tanda kernig positif.
Tanda Brudzinski I
Tangan pemeriksaan diletakkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring. Tekukan kepala pasien sejauh mungkin sampai
dagu menyentuh dada. Tangan yang satu lagi diletakkan di dada
pasien untuk mencegah diangkatnya badan pasien sewaktu kepala
difleksikan. Tanda brudzinski I positif jika ditemukan fleksi kedua
tungkai.
Tanda Brudzinski II
Pasien dalam posisi berbaring, kemudian satu tungkai difleksikan
pada sendi panggul sedangkan tungkai yang satunya dalam posisi
ekstensi (lurus). Bila saat pemeriksaan, tungkai yang lurus ikut
mengalami fleksi maka tanda brudinski II positif.
d. Pemeriksan nervus kranialis
Wajah Simetris/tidak simetris (N. Facialis (N. VII)).
Posisi bahu simetris (N. Accessorius (N. XI)).
Mengikuti benda, Doll’s eye movment(N. Opticus (N. II), N.
Occulomotorius (N. III), N. Trochlearis (N.IV), dan N. Abdusen
(N. VI).
Refleks cahaya +/+, pupil isokor(N. Opticus (N. II) dan N.
Occulomotorius (N. III).
Saat menangis - mulut terbuka :
Posisi uvula dan laring (N. Glossofaringeus (N. IX).
Posisi lidah ditengah (N. Hipoglossus (N. XII)
Refleks menghisap baik (N. Facialis (N. VII, N.
Glossofaringeus (N. IX), N. Vagus (N. X) dan N. Hipoglossus
(N. XII).
Fungsi pendengaran : Semua bayi baru lahir diperiksa
menggunakan Oto Accoustic Emission (OAE). Apabila tidak lulus,
dilakukan pemeriksaan ulangan ditambah pemeriksaan Brainstem
Evoked Response Audiometry (BERA). Pemeriksaan OAE hanya
mengukur kokhlea, sedangkan BERA mengukur kokhlea dan jaras
pendengaran sampai ke batang otak (N. Vestibulokoklearis (N.
VIII).
e. Pemeriksaan motorik
Bentuk otot
Melakukan penilaian terhadap bentuk otot anak atau bayi, apakah
normal, hipertoni atau hipotoni.
Tonus otot
Pada anak yang lebih besar dapat dilakukan dengan
meminta anak berbaring dengan santai.Alihkanlah perhatian anak
dengan mengajaknya berbicara.Lakukan fleksi dan ekstensi pada
sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nilai tahanan yang
dirasakan sewaktu menekukkan dan meluruskan tangan.
Sedangkan pada bayi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu respon
traksi, suspensi vertikal, dan suspensi horisontal.
Pemeriksaan respon traksi dilakukan terhadap bayi dalam
posisi supine. Ibu jari pemeriksa diletakkan dalam genggaman
bayi, kemudian kita pegang seluruh telapak tangan bayi. Terhadap
bayi dilakukan elevasi perlahan ke posisi duduk. Dalam keadaan
normal, kepala bayi segera mengikuti dan hanya tertinggal sedikit.
Pada waktu posisi duduk kepala dapat tetap tegak selama beberapa
detik, kemudian jatuh ke depan. Pada waktu dilakukan elevasi bayi
normal memperlihatkan fleksi di siku, lutut, dan pergelangan kaki.
Apabila kepala tertinggal jauh, lengan ekstensi selama tarikan
berarti tidak normal.
Suspensi vertikal dilakukan dengan memegang bayi pada
ketiak, kemudian dilakukan elevasi bayi ke atas lurus. Pada waktu
dilakukan elevasi, kepala tetap tegak sebentar, lengan atas dapat
menjepit tangan pemeriksa dan tungkai tetap fleksi pada lutut,
panggul dan pergelangan kaki. Dalam keadaan abnormal, bayi
tidak dapat menjepit tangan pemeriksa, kepala terkulai, dan dapat
terlihat scissor sign berupa menyilangnya ekstremitas.
Suspensi horisontal dilakukan terhadap bayi dalam posisi
prone. Tangan pemeriksa diletakkan pada toraks, dan dilakukan
elevasi bayi secara horisontal. Pada bayi normal terlihat ekstensi
kepala dengan fleksi anggota gerak untuk menahan gaya berat.
Pada bayi abnormal kepala, badan dan anggota gerak menggantung
lemas atau sebaliknya terlihat ekstensi kepala, batang tubuh dan
ekstremitas berlebihan disertai scissor sign.
Kekuatan otot
5 = normal
4 = mampu lawan gravitasi & tahanan ringan
3 = mampu lawan gravitasi & tdk tahanan ringan
2 = gerakan di sendi, tak mampu melawan gravitasi
1 = gerakan (-), kontraksi otot terasa atau teraba
0 = tak ada kontraksi sama sekali
Cara lain dapat dilakukan dengan meminta anak duduk di lantai
lalu berdiri, kemudian dinilai apakah anaknya tidak sanggup atau
berdiri sambil merambat pada kakinya atau meminta berlari, jalan
berjinjit, jalan satu kaki.
f. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik sulit dilakukan pada bayi dan anak. Pemeriksaan
yang dilakukan berupa sensibilitas kulit, refleks perut, refleks
spinchter, dan refleks genetalia.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Lumbar puncture (LP) atau spinal tap adalah tes yang memungkinkan
dokter untuk mengambil sampel cairan serebrospinal (CSF) yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang dan menguji keberadaan
virus atau antibodi. Semua pasien yang diduga menderita ensefalitis
harus menjalani LP secepat mungkin kecuali ada kontraindikasi yang
jelas. Perlu dilakukan pencitraan otak sebelum dilakukan LP untuk
mengeksklusi lesi massa, hidrosefalus, atau edema serebri yang
merupakan kontraindikasi relatif pada LP.
Adapun kontra indikasi LP yaitu:21
1) Kontraindikasi absolut
GCS < 8 atau kesadaran memburuk atau berfluktuasi
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: diplopia, respon
pupil abnormal, posisi deserbrasi atau dekortikasi, penurunan
denyut nadi, peningkatan tekanan darah dan napas iregular serta
papiledema.
Fontanel menonjol disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial
Infeksi pada permukaan kulit lokasi pungsi
Penggunaan Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
2) Kontraindikasi relatif
Syok septik atau gangguan hemodinamik
Gangguan pernapasan yang signifikan (apnea)
Tanda-tanda neurologis fokal baru atau kejang
Kejang dalam 30 menit sebelumnya +/- tingkat kesadaran normal
belum kembali setelah kejang
Koagulopati (INR >1,4)
Platelet rendah <50.000
Penggunaan obat antikoagulan
Tes ini melibatkan melewati jarum, di bawah anestesi lokal, ke dasar
tulang belakang untuk mengumpulkan CSS.9,11, 12
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bisa normal atau menunjukkan
abnormalitas ringan sampai sedang:9
- peningkatan jumlah sel 50-200/mm3
- hitung jenis didominasi sel limfosit
- protein meningkat tapi tidak melebihi 200 mg/dl
- glukosa normal.
Tabel 2. Interpretasi cairan serebrospinal13
2. Meningitis
Meningitis juga dapat dijadikan diagnosis banding dari ensefalitis dimana
meningitis merupakanpenyakit infeksi selaput otak (menings) dan sumsum
tulang belakang yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
virus, bakteri, jamur dan parasit. Manifestasi klinis pada penyakit
meningitis yang menyerang anak berupa demam, kejang, penurunan
kesadaran (pada ensefalitis cenderung penurunan kesadaran yang disertai
dengan perubahan perilaku), muntah, peningkatan tekanan intrakranial,
adanya defisit neurologis, sakit kepala atau nyeri dibagian belakang leher,
spastik, dan tanda rangsang meningeal positif
I. Penatalaksanaan
Jika ensefalitis oleh karena infeksi, maka diberikan sesuai penyebab
yakni,dengan antivirus (melawan virus), antibiotik (melawan bakteri) atau
obat antijamur (terhadap jamur). Penting bahwa obat harus diberikan segera.
Beberapa obat yang berbeda dapat diberikan sekaligus.
DAFTAR PUSTAKA