BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Ensefalitis merupakan radang otak yang dapat meliputi radang meningen. Ensefalitis merupakan
kompilikasi yang lebih jarang terjadi dan disebabkan oleh invaksi protozoa, bakteri, jamur, atau
virus. Pada anak, ensefalitis paling sering terkaitan dengan penyakit virus. Sebagian besar kasus
ensefalitis virus pada anak tidak diketahui penyebabnya. (Kyle & Carman, 2012, hal. 559)
Ensefalitis merupakan sindrom neurologi kompleks akibat proses inflamasi pada parenkim otak.
Manajemen ensefalitis merupakan tantangan tersendiri mengingat cepetnya progresivitas
penyakit dan kebutuhan akan perawatan intensif. Terdapat variasi presentasi yang luas dengan
banyaknya kemungkinan agen etiologi (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)
Infeksi herpes simpleks pada susunan syaraf pusat merupakan salah satu dari infeksi virus paling
berat pada otak manusia. Insidennya berkisar antara 1 dalam 250.000 hingga 500.000 penduduk
per tahun . sebelum era West Nile Encephalitis, ensefalitis Herpes simpleks mencapai 10 %
hingga 20 % dari ensefalitis virus di Amerika. Tanpa pemberian anti virus yang adekuat angka
kematian mencapai 70 % dengan hanya 9% dari pasien yang selamat bisa kembali berfungsi
normal setelah sakit (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)
Hingga saat ini data tentang insiden ensefalitis herpes simpleks pada anak di Indonesia sangat
langka. Di Padang sendiri belum ada data tentang frekuensi kejadian maupun luaran ensefalitis
herpes simpleks akibat terkendala pemeriksaan PCR herpes simpleks untuk konfirmasi
diagnosis (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)
Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatn pada klien ensefalitis
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit ensefalitis
Tujuan
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien encefalitis serta
dalam pemberian asuhan keperawatan yang benar supaya penderita tidak mengalami komplikasi
yang semakin berat.
2. Tujuan khusus
3. Agar mehasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana definisi dari encefalitis
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari encefalitis
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahi bagaiman tanda dan gejala dari
encefalitis
BAB II
KONSEP TEORI
1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi
Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Encephalitis bakteri biasanya akibat fraktur tulang dari tengkorak kepala yang masuk kedalam
atau alat-alat penetrasi yang tekontaminasi. Encephalitis virus umumnnya akibat dari dari gigitan
serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus. Pengonytrolan lingkungan dan imunisasi
profiklasis dapat menurunkan angka kejadian encephalitis (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013,
hal. 136).
Encephalitis adalah radang jaringan otak, paling sering disebabkan oleh virus, walaupun dapat
juga karena bakteri, jamur, atau protozoa. (Digiulio, 2014, hal. 230)
Jadi, Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Umumnnya akibat dari dari gigitan serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus.
2. Etiologi
4. Patofisiologi
Arbovirus dipindahkan manusia melalui gigitan dari binatang atau insekta yang terinfeksi.
Pembawa spesifik dapat di identifikasi untuk berbagai macam tipe enceohalitis. Infeltrasi virus
terjadi pada daerah perivaskuler dari otak. Leukosit dan sel-sel leukosit mengalami proferasi
yang luas sehingga penampilannya seperti abses. Virus yang berada pada manusia seperti
measles dan herpes simplek dipindahkan secara sistematik ke susunan saraf pusat. Beberapa
virus diperkirakan memiliki daerah spesifik pada otak, contoh virus equine berkumpul di
cerblum dan batang otak, infeksi st. Louis berkumpul pada talamus dan otak tengah. Yang lain
seperti rabies dan rocky mountain mempunyai sifat infiltrasi yang difus pada parenkim
otak (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).
Kejang
5. Klasifikasi
6. Encefalitis Virus
Encefalitis firus adalah infeksi parenkim otak yang hampir selalu berhubungan dengan inflamasi
meningeal (sehingga lebih baaik dinamakan meningoensefalitis. Virus yang berbeda jenisnya
dapat menunjjukkan pola kerusakan yang bervariasi, gambaran histolgi yang paling khas adalah
infiltrat sel mononukleus pada paarenkim dan perivaskular, nodul mikroglia dan neurofogia.
Beberapa virus juga membentuk badan inklusi yang khas.
1. Arbovirus
Encefalitis VHS-1 dapat terjdi pada segala usia tetapi paling sering pada anak-anak dan dewasa
musa. Encefalitis ini umumnya bermanimfestarsi sebagai perubahan mood, daya ingat dan
perilaku, menggambrkan keterlibatan lobus temporal dan frontal. Ensefalitis VHS-1 berulang,
kadang-kadang berhubungan dengan penurunan mutasi yang mengganggu hantaran sinyal toll-
like receptor (khususnya TLR-3) yang mempunyai peran penting dalam pertahanan
antivirus (kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)
6. Komplikasi
Retardasi mental, iritabel, gngguan motorik, epilepsi, emosi tidak stabil sulit tidur, halusinasi,
enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan soasial lainnya (Ridha, 2014, hal. 337)
Enciphalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Vaksin yang efektif tersedia untuk beberapa patogen virus yang
menyebabkan encephalitis (seperti virus rabies dan virus encephalitis jepang), tetapi vaksin
tersebut tidak rutin diberikan, vaksin tersebut direkomendasikan untuk individu beresiko tinggi.
Sebagai contoh, vaksin rabies – panjanan dapat diberikan oleh anak yang digigit oleh binatang
yang diduga gila. Selain itu individu yang melakukan perjalan endemik encephalitis jepang,
seperti india dan cina, serta berencana tinggal lama atau melakukan aktivitas diluar ruangan
ekstrim harus dapat vaksin yang tepat (Kyle & Carman, 2012, hal. 560).
Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada kelompok gariatri (usia lebih dari 60
tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12).
Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala letargi, mengantuk,
kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle & Carman, 2012, hal. 559-560).
Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ektrim
dan pucat, kemudian diikuti tanda insefalitis berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi
pada neuron (Ridha, 2014, hal. 336).
Faktor riwayat penyakit yang sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal
yang sering adalah sakit kepala dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan
sebagi akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).
Pada kasus encephalitis, pasien biasanya akan mempunyai gejala di sebabkan virus sebelum
penyakit yang sekarang. Virus memasuki sistem syaraf pusat via aliran darah dan melalui
reproduksi. Terjadi radang diarea, menyebabkab kerusakan pada neuron (Digiulio, 2014, hal.
230)
Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat penyakit keluarga, namun pengkajian pada anak
mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus influenza, varicella,
adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel, cacing fungus,
riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)
Riwayat pengobatan
Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV
(10mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum serial terapi selam 14
hari. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diselesaikan ,
pada pasien dengan PCR LCR untuk HSV yang tetap positif setelah menyelesaikan pengobatan
terapi standart, sebaiknaya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan pemeriksaan
PCR LCS ulang. Tetapi asiklovir juga memberikn manfaat pada kasus encephalitiss karena EBV
dan VZV. Belum ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, perotitis, epidemika, atau
measles. Ribavirin intravena (15-25mg/kg perhari yang diberikan dalam dosis terbagi 3)
mungkin bermanfaat untuk encefalitis arbovirus yang berat karena encefalitis
california(LaCrosse). Encephalitis CMV sebaiknnya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet, atau
kombinasi dari kedua obat inin, codovofir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak
memberi respons. Belum ada terapi yang terbukti untuk encefalitis WNV, sekelompok kecil
pasien pernah di terapi dengan interferon, ribavirin, oligonukleotida antisense yang spesifik
WNV, dan preparat imunoglobin intravena asal israeli yang mengandung antibodi titer yang
tinggi (Harrison, 2013, hal. 172-173).
1. Pemeriksaan fisik
Kesadaran
Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pada klien encefalitis biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-40 derajad celsius. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD biasanya normal atau
meningkat berhubungan dengan tanda tanda peningkan TIK (Muttaqin, 2011, hal. 181).
1. Body sistem
Sistem pernapasan
Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien encefalitis yang disertai
adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan
akumulasi sekret dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)
Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal. 181)
Sistem persyarafan
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis.
Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan pada encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK
Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien encefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan
yang tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan
pada cahaya.
Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot sehingga menggangu proses
mengunyah
Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral
Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via
oral
Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182).
Sistem perkemihan
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan kekurangan nya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfungsi dan penurunan curah jantung ke
ginjal (Muttaqin, 2011, hal. 183).
Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien encefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang (Muttaqin, 2011, hal.
183)
Sistem integumen
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya dekubitus untuk pasien yang dirawat dalam jangka
panjang maupun pada pasien sembuh dengan defisit neurologis (Rampengan, 2016, hal. S19)
Sistem muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain (Muttaqin, 2011, hal. 183)
Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
Sistem reproduksi
Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam dari wanita
dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)
Sistem pengindraan
Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah simetris, tidak ada
defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
Sistem imun
Encefalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Maka pentingnya memperbarui status imunisasi anak seperti vaksin
rabies pasca-pajanan anak yang digigit oleh binatang yang diduga gila (Kyle & Carman, 2012,
hal. 560)
Pemeriksaan EEG
Thorax photo
Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis (Muttaqin, 2011, hal.
181)
1. Penatalaksanaan
2. Diagnosa keperawatan
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
Factor resiko
Stroke
Cedera kepala
Aterosklerotik aortic
Diseksi arteri
Hipertensi
Fibrilasi atrium
Miksoma atrium
Neoplasma otak
Stenosis mitral
Infeksi otak (mis meningitis, esefalitis, abses serebri)
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
Penyebab
Subjektif
Objektif
Kekuatan otot menurun
Rentang gerak ( ROM ) menurun
Subjektif
Objektif
Sendi kaku
Gerakan tidak terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah
Stroke
Cedera medulla Spinalis
Trauma
Fraktur
Osteoarthritis
Ostemalasia
Keganasan (PPNI, 2017 , pp. 124 – 125 )
Penyebab
Bencana alam
Peperangan
Riwayat perilaku kekerasan
Kecelakan
Saksi pembunuhan
Objektif
Subjektif
Objektif
Korban kekerasan
Post traumatic stess disorder (PTSD)
Korban bencana alam
Korban kekerasan seksual
Korban peperangan
Cedera multipel ( kecelakaan lalu lintas) (PPNI T. , 2017, hal. 226-227)
3. Interverensi
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
1. Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). Tekanan darah
sistolik dan distolik.
2. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). :
Tekanan intrakranial
1. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada) :
Angitasi
Bising karotis
Gangguan reflek neurologis
Muntah
Aktivitas keperawatan
1. Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap aktivitas keperawatan
3. Pantau tekanan perfusi serebral
4. Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus
Keseimbangan
Koordinasi
Berjalan
Aktivitas keperawatan
1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di rumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas (misalnya, tongkat,
walker, kruk, atau kursi roda)
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari tempat tidur ke kursi)
1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi jika diperlukan (mis, untuk memastikan
ukuran dan tipe kursi roda yang sesuai untuk pasien)
1. Ajarkan pasien dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh bagian atas, jika
diperlukan
2. Ajarkan bagaimana menggunakan kursi roda, jika diperlukan
3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
Interverensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan
riwayat perilaku sebelumnya
2. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (yaitu fisik, biologi dan kimia)
1. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan keamanan spesifik terhadap area
yang beresiko
2. Berikan materi pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan strategi pencegahan
trauma
3. Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-cirinya
Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk pada kelas pendidikan di komunitas (mis, RJP, pertolongan pertama, atau kelas
renang)
2. Bantu pasien saat berpindah ke lingkungan yang lebih aman (mis, perujukan terhadap
bantuan tempat tinggal)
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore: Elsevier.
kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore: Elseveir.
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis. Jogjakarta: Mediaction.
Rampengan, N. (2016). Jurnal Biomedik (JBM). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.
widagdo, w., suharyanto, t., & aryani, r. (2013). Asuhan Keperawatan Persyarafan. Jakarta:
TIM.
1. PENGERTIAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS (Central Nervus System) yang disebabkan
oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah radang pada jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. (kapita selekta kedokteran jilid 2,2000: 440)
2. PATOFISIOLOGI ENSEFALITIS
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
· Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Penyebab Ensefalitis:
Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus
rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes
simpleks,varicella.
3. GEJALA KLINIS
3.1 Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
3.2 Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.
4. DIAGNOSA BANDING
4.1 Menginitis TB
4.5 Ensefalopati
5. PENATALAKSANAAN
- Obat-obatan misalnya :
a. Hiperpirexia
b. Kejang
c. Edema otak
- Perawatan
6. PROGNOSIS
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi berkisar antara 35 – 50 %. Dari penderita yang
hidup 20 – 40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paresis atau paralesis,
pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neorologis lain penderit yang sembuh
tanpa kelainan neorologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin
menderita retardasi metal, masalah tingkah laku dan epilepsy
1. Identitas
Status ekonomi : sering terjadi keadaan nutrisi yang buruk, karena faktor ekonomi.
Lingkungan tempat tinggal yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan menunjang juga
terjadinya penyakit ini.
2. Riwayat Keperawatan
Anak pernah menderita penyakit yan disebabkan oleh virus, seperti virus influenza,
varisella,adenovirus, coxsachie, echovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel,
cacing, fungus, riketsia.
Anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang dapat menular kepada anak.
Terjadi perubahan dalam kebiasaan atau jenis makanan yang diberikan akibat dari kondisi
penyakitnya
Terjadi perubahan dari karakteristik faeses dan urine (warna , konsistensi, bau), dapat terjadi
inkontinensia atau retensi dari urin atau alvi, nyeri tekan abdomen.
Anak menjadi mudah terangsang/irritable, terjadi kejang spastik, penurunan kesadaran (apatis-
koma).
Dapat ditemukan gerakan-gerakan yang involunter, hipotonia, keterbatasan dalam rentang gerak,
ataksia, kelumpuhan, masalah dalam hal berjalan atau keterbatsan akibat dari kondisi
penyakitnya.
4. Pemeriksaan
4.1 Pemeriksaan Umum
Suhu tubuh : 104 –105 oF, Malaise, kejang, penurunan kesadaran.
1. Kepala Leher
§ Nyeri Kepala
§ KakuKuduk
§ Hemiperesis
§ hemiplegia
2. Dada
§ Tarikan Intercoste
3. Ektermitas
§ Kejang
§ Ataksia
5. Pemeriksaan Penunjang
§ Biakan
§ Pemeriksaan serologis : Uji fiksasi, komplemen, uji inhibisi, hemaglobinasi, dan uji
neotralisasi
§ EEG
§ Lumbal Pungsi
§ Biopsi Otak
6. Diagnosa Keperawatan
Tujuan :
Kriteria hasil :
Kesadaran meningkat
INTERVENSI
(1) RASIONAL
Pasien bed rest total dengan posisi Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
tidur terlentang tanpa bantal meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang
tidak sadar serta nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi Aktifitas muntah atau batuk dapat meningkatkan tekanan
muntah, batuk. Anjurkan pasien intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas
untuk mengeluarkan napas apabila sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi
bergerak atau berbalik di tempat diri dari efek valsava
tidur.
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan
pemberian oksigen oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas
seperti: Steroid, Aminofel, kapiler.
Antibiotika.
Menurunkan edema serebri
Tujuan :
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang Menurunkan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau
aman dan tenang kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien
untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
kain dingin pada mata
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan
sesuai kondisi dengan lembut dan hati- dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
hati
III.Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent :
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan
otot-otot muka lainnya evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti Melindungi pasien bila kejang terjadi
batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi :
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
diazepam, phenobarbital, dll.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi.
IV. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer, penurunan kekuatan
otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal
serta peningkatan kemampuan fisik
Rencana Tindakan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala Kemungkinan tingkat ketergantungan (0) hanya
ketergantungan dari 0 - 4 memerlukan bantuan minimal (1)Memerlukan bantuan
moderate (3) Memerlukan bantuan komplit dari perawat
(4)Klien yang memerlukan pengawasan khusus karena
resiko injury yang tinggi
Berikan perubahan posisi yang teratur Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan
pada klien secara meneyluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta
mencegah dekubitus
Pertahankan body aligment adekuat, Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat
berikan latihan ROM pasif jika klien mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya
sudah bebas panas dan kejang
Berikan perawatan kulit secara Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas
adekuat, lakukan masasse, ganti kulit
pakaian klien dengan bahan linen dan
pertahankan tempat tidur dalam
keadaan kering
Berikan perawatan mata, bersihkan Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata
mata dan tutup dengan kapas yang terus menerus
basah sesekali
Tujuan :
Intervensi Rasional
Evaluasi secara teratur perubahan Kerusakan area otak akan menyebabkan klien mengalami
orientasi klien, kemampuan bicara, gangguan persepsi sensori. Sejalan dengan proses
keadaan emosi serta proses berpikir peneymbuhan, lesi area otak akan mulai membaik sehingga
klien. perlu dievaluasi kemajuan klien
Kaji kemampuan menterjemahkan Informasi tersebut penting untuk menentukan tindak lanjut
rangsang sensori misalnya : respon bagi klien
terhadap sentuhan, panas atau dingin,
serta kesadaran terhadap pergerakan
tubuh.
Batasi suara-suara bising serta Menurunkan kecemasan, dan mencegah kebingungan pada
pertahankan lingkungan yang tenang klien akibat rangsang sensori berlebihan
Tetap bicara dengan klien dengan Rangsang sensori tetap diberikan pada klien walaupun dalam
suara yang tenang, gunakan kata-kata keadaan tidak sadar untuk memacu kemampuan sensori
yang sederhana dan singkat serta persepsi klien
pertahankan kontak mata
VI.Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Tujuan :
Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium
dalam batas normal
Rencana Tindakan
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam menelan, Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan menelan
batuk dan adanya sekret klien dan klien harus dilindungi dari resiko aspirasi
Auskultasi bowel sounds, amati Fungsi gastro intestinal tergantung pula pada kerusakan
penurunan atau hiperaktivitas suara otak, bowelll sounds menentukan respon feeding atau
bpowell terjadinya komplikasi misalnya illeus
Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk megevaluasi efektifitas dari asupan makanan
Berikan makanan dengan cara Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi
meninggikan kepala
Pertahankan lingkungan yang tenang Membuat klien merasa aman sehingga asupan dapat
dan anjurkan keluarga atau orang dipertahankan
terdekat untuk memberikan makanan
pada klien
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran
UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk (2000). Kapita Selektaa Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Doegoes, Marilynn E, dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martinm, dkk (1998). Standar Perawatan Pasien, Volume 3. Jakarta : EGC.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di indonesia, penyakit ensefalitis merupakan penyakit yang paling sering dialami anak
kecil. Sebagaimana yang kita tahu Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak
tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan pada anak dengan ensefalitis
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Defenisi
Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi
ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus.
2. Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah,
iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
3. Gejala klinis
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa ensefalitis
yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak,
seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil.
Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek
tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas
seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri
kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau
fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung
pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap
antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan
karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi
saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda
radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit
neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai
menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi,
kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.
4. Komplikasi
a. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau cacar.
b. Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran
c. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap
- Hidrosefalus
- Epilepsi
5. Pemeriksaan diagnostik
b. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat
tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal
otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada
daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
6. Penatalaksanaan
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur)
dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan
dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga
dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari
jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
f. Imunisasi
1) Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC,
lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
2) Status Ekonomi
4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat
dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
6) Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan
latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk.
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat,
aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena
kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
2. Diagnosa keperawatan
d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas.
f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
g. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat.
i. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi:
1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung.
Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi,
mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi
setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera.
2) Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan
dari kerusakan serebral
3) Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang terus-
menerus dan tekanan nadi yang melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan
sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi
mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan peningkatan
TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan
tekanan darah diastolic(tekanan darah yang melebar)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral,
dapat juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
Intervensi :
1) Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn
terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit. Catatan:
memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
d. Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan : menunjukkan postur rileks dan
mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat/rileksasi
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri
4) Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada
meningitis
5) Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa
tidak nyaman tersebut.
6) Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik mungkin
merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan
neurologis
e. Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan
oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi
umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.
Intervensi :
R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang minimal(nilai 1);
memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan
bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan(nilai 4).
2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif,
pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam
jangka waktu yang sangat terbatas.
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.
f. Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan Kriteria : BB dalam batas
normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi
Intervensi :
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien
4) Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan pedas/terlalu
asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien
R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan
memudahkan masukan diet
i. Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1) Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi kekacauan
sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program
perawatan.
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan
inteR/ensi segera
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya.
6. Penkes
Dalam jumlah terbatas, immunisasi juga dapat dilakukan terhadap para pekerja
laboratorium. Pencegahan terhadap virus VEE pernah dilakukan dengan menggunakan vaksin
aktif (live-attenuated vaccine) yang dikenal sebagai TC-83. Vaksin tersebut digunakan untuk
mengimmunisasi tentara dan digunakan pada jutaan kuda sewaktu terjadi wabah VEE pada kumn
waktu 1969 — 1971. Vaksin aktif ini cukup aman diberikan pada kuda yang sedang bunting.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi
ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.
B. Saran
Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar
peduli terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada dokter jika terjadi gejala-gejala yang
tiba-tiba sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar. Untuk menghindari resiko
akibat penyakit ecephalitis, perlu adanya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari
virus-virus terutama virus yang menyebabkan encephalitis.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aesculapius