Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ENCEFALITIS

Posted on September 14, 2018 by samoke2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Ensefalitis merupakan radang otak yang dapat meliputi radang meningen. Ensefalitis merupakan
kompilikasi yang lebih jarang terjadi dan disebabkan oleh invaksi protozoa, bakteri, jamur, atau
virus. Pada anak, ensefalitis paling sering terkaitan dengan penyakit virus. Sebagian besar kasus
ensefalitis virus pada anak tidak diketahui penyebabnya. (Kyle & Carman, 2012, hal. 559)

Ensefalitis merupakan sindrom neurologi kompleks akibat proses inflamasi pada parenkim otak.
Manajemen ensefalitis merupakan tantangan tersendiri mengingat cepetnya progresivitas
penyakit dan kebutuhan akan perawatan intensif. Terdapat variasi presentasi yang luas dengan
banyaknya kemungkinan agen etiologi (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)

Infeksi herpes simpleks pada susunan syaraf pusat merupakan salah satu dari infeksi virus paling
berat pada otak manusia. Insidennya berkisar antara 1 dalam 250.000 hingga 500.000 penduduk
per tahun . sebelum era West Nile Encephalitis, ensefalitis Herpes simpleks mencapai 10 %
hingga 20 % dari ensefalitis virus di Amerika. Tanpa pemberian anti virus yang adekuat angka
kematian mencapai 70 % dengan hanya 9% dari pasien yang selamat bisa kembali berfungsi
normal setelah sakit (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)

Hingga saat ini data tentang insiden ensefalitis herpes simpleks pada anak di Indonesia sangat
langka. Di Padang sendiri belum ada data tentang frekuensi kejadian maupun luaran ensefalitis
herpes simpleks akibat terkendala pemeriksaan PCR herpes simpleks untuk konfirmasi
diagnosis (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)

Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatn pada klien ensefalitis
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit ensefalitis

Tujuan

1. Tujuan umum

Mendapatkan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien encefalitis serta
dalam pemberian asuhan keperawatan yang benar supaya penderita tidak mengalami komplikasi
yang semakin berat.

2. Tujuan khusus
3. Agar mehasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana definisi dari encefalitis
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari encefalitis
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahi bagaiman tanda dan gejala dari
encefalitis
BAB II

KONSEP TEORI

1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi

Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Encephalitis bakteri biasanya akibat fraktur tulang dari tengkorak kepala yang masuk kedalam
atau alat-alat penetrasi yang tekontaminasi. Encephalitis virus umumnnya akibat dari dari gigitan
serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus. Pengonytrolan lingkungan dan imunisasi
profiklasis dapat menurunkan angka kejadian encephalitis (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013,
hal. 136).

Encephalitis adalah radang jaringan otak, paling sering disebabkan oleh virus, walaupun dapat
juga karena bakteri, jamur, atau protozoa. (Digiulio, 2014, hal. 230)

Jadi, Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari bakteri atau virus.
Umumnnya akibat dari dari gigitan serangga yang terinfeksi atau akibat dari infeksi virus.

2. Etiologi

Mikroorganisme : bakteri, porotozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus Macam-macam


Encephlitis virus menurut Robin :
1. Infeksi virus yang bersifat epidermis :

 Golongan intervirus : Poliomyelitis, virus coxackie, virus ECHO


 Golongan virus ARBO : Western equire encephaliltis, St. Louis encephalilitis, Eastern
equire encephaliltis, Japanese B. Enchephalitis, Murray valley encephalitis.

1. Infeksi virus yangtbersifat sporadic : herpes simplek, herpes zoster, limfolglanuloma,


mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap do sebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.
2. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca rebella, pasca vaksinia, pasca
mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikutu infeksi fraktus respiratorius
yang tidak spesifik.

 Reaksi toksin seperti tanda thypoid fever, campak, chicken pox


 Keracunan : arsenik, CO(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)

3. Tanda dan gejala


4. Demam karena infeksi
5. Mual dan muntah karena naiknya tekanan intrakranial
6. Leher kaku karena iritasi meningitis
7. Mengantuk, lesu, atau pingsan karena naiknya tekanan intrakranial
8. Perubahan status mental-iritasi, kebingungan, disorientasi, lepribadian berubah
9. Sakit kepala karena naiknya tekanan intrakranial
10. Berkurangnya aktivitas karena iritasi jaringan otak(Digiulio, 2014, hal. 231)

4. Patofisiologi

Arbovirus dipindahkan manusia melalui gigitan dari binatang atau insekta yang terinfeksi.
Pembawa spesifik dapat di identifikasi untuk berbagai macam tipe enceohalitis. Infeltrasi virus
terjadi pada daerah perivaskuler dari otak. Leukosit dan sel-sel leukosit mengalami proferasi
yang luas sehingga penampilannya seperti abses. Virus yang berada pada manusia seperti
measles dan herpes simplek dipindahkan secara sistematik ke susunan saraf pusat. Beberapa
virus diperkirakan memiliki daerah spesifik pada otak, contoh virus equine berkumpul di
cerblum dan batang otak, infeksi st. Louis berkumpul pada talamus dan otak tengah. Yang lain
seperti rabies dan rocky mountain mempunyai sifat infiltrasi yang difus pada parenkim
otak (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).

Patofisiologi (Ridha, 2014, hal. 335)

Invasi Kuman ke Selaput Otak

Gangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK

Hipertermia Gangguan persepsi sensori Gangguan Kesadaran

Gangguan metabilisme otak

Perubahan dan keseimbagan

Dan sel netron


Difusi ion dan nutrisi

Lepas muatan listrik

Kejang

Berkurangnya koordinasi otot

5. Klasifikasi
6. Encefalitis Virus

Encefalitis firus adalah infeksi parenkim otak yang hampir selalu berhubungan dengan inflamasi
meningeal (sehingga lebih baaik dinamakan meningoensefalitis. Virus yang berbeda jenisnya
dapat menunjjukkan pola kerusakan yang bervariasi, gambaran histolgi yang paling khas adalah
infiltrat sel mononukleus pada paarenkim dan perivaskular, nodul mikroglia dan neurofogia.
Beberapa virus juga membentuk badan inklusi yang khas.

1. Arbovirus

Arbovirus (arthropod-borne virus) adalah penyebab penting terjadinya encefalitis endemik,


khususnya di daerah tropis dan dapat menyebabkan morbiditas yang serius serta mortalitas yang
tinggi. Pasien mengalami gejala neurologik umum, seperti kejang, gelisah delerium, dan stupor
atau koma, dan juga tanda vokal seperti reflek asimentis dan kelumpuhan okuler. CSS biasanya
tidak berwarna tetapi dapat sedikit peningkatan tekanan dan pleositosis neorotrofilik awal yang
dengan cepat berubah menjadi limfositosis, kadar protein meningkat, tetati glukosa normal.
1. Virus herpes

Encefalitis VHS-1 dapat terjdi pada segala usia tetapi paling sering pada anak-anak dan dewasa
musa. Encefalitis ini umumnya bermanimfestarsi sebagai perubahan mood, daya ingat dan
perilaku, menggambrkan keterlibatan lobus temporal dan frontal. Ensefalitis VHS-1 berulang,
kadang-kadang berhubungan dengan penurunan mutasi yang mengganggu hantaran sinyal toll-
like receptor (khususnya TLR-3) yang mempunyai peran penting dalam pertahanan
antivirus (kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)

6. Komplikasi

Retardasi mental, iritabel, gngguan motorik, epilepsi, emosi tidak stabil sulit tidur, halusinasi,
enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan soasial lainnya (Ridha, 2014, hal. 337)

Enciphalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Vaksin yang efektif tersedia untuk beberapa patogen virus yang
menyebabkan encephalitis (seperti virus rabies dan virus encephalitis jepang), tetapi vaksin
tersebut tidak rutin diberikan, vaksin tersebut direkomendasikan untuk individu beresiko tinggi.
Sebagai contoh, vaksin rabies – panjanan dapat diberikan oleh anak yang digigit oleh binatang
yang diduga gila. Selain itu individu yang melakukan perjalan endemik encephalitis jepang,
seperti india dan cina, serta berencana tinggal lama atau melakukan aktivitas diluar ruangan
ekstrim harus dapat vaksin yang tepat (Kyle & Carman, 2012, hal. 560).

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2. Pengkajian
3. Identitas

Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada kelompok gariatri (usia lebih dari 60
tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12).

1. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala letargi, mengantuk,
kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle & Carman, 2012, hal. 559-560).

 Alasan masuk rumah sakit

Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ektrim
dan pucat, kemudian diikuti tanda insefalitis berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi
pada neuron (Ridha, 2014, hal. 336).

 Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat penyakit yang sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal
yang sering adalah sakit kepala dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan
sebagi akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).

1. Riwayat penyakit terdahulu

 Riwayat penyakit sebelumnya

Pada kasus encephalitis, pasien biasanya akan mempunyai gejala di sebabkan virus sebelum
penyakit yang sekarang. Virus memasuki sistem syaraf pusat via aliran darah dan melalui
reproduksi. Terjadi radang diarea, menyebabkab kerusakan pada neuron (Digiulio, 2014, hal.
230)

 Riwayat penyakit keluarga

Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat penyakit keluarga, namun pengkajian pada anak
mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus influenza, varicella,
adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel, cacing fungus,
riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)

 Riwayat pengobatan

Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV
(10mg/kg setiap 8 jam) selama menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum serial terapi selam 14
hari. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diselesaikan ,
pada pasien dengan PCR LCR untuk HSV yang tetap positif setelah menyelesaikan pengobatan
terapi standart, sebaiknaya diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan pemeriksaan
PCR LCS ulang. Tetapi asiklovir juga memberikn manfaat pada kasus encephalitiss karena EBV
dan VZV. Belum ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, perotitis, epidemika, atau
measles. Ribavirin intravena (15-25mg/kg perhari yang diberikan dalam dosis terbagi 3)
mungkin bermanfaat untuk encefalitis arbovirus yang berat karena encefalitis
california(LaCrosse). Encephalitis CMV sebaiknnya diterapi dengan gansiklovir, foscarnet, atau
kombinasi dari kedua obat inin, codovofir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak
memberi respons. Belum ada terapi yang terbukti untuk encefalitis WNV, sekelompok kecil
pasien pernah di terapi dengan interferon, ribavirin, oligonukleotida antisense yang spesifik
WNV, dan preparat imunoglobin intravena asal israeli yang mengandung antibodi titer yang
tinggi (Harrison, 2013, hal. 172-173).

1. Pemeriksaan fisik

 Kesadaran

Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia, nystagmus, paralisis kuler,


kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).

 Tanda tanda vital

Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pada klien encefalitis biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-40 derajad celsius. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan
frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD biasanya normal atau
meningkat berhubungan dengan tanda tanda peningkan TIK (Muttaqin, 2011, hal. 181).

1. Body sistem

 Sistem pernapasan

Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien encefalitis yang disertai
adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan
akumulasi sekret dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)

 Sistem kardiovaskuler

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal. 181)

 Sistem persyarafan

Pemeriksaan syaraf karnial

Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis.

Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan pada encefalitis superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK

Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien encefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanda kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan, dengan alasan
yang tidak diketahui, klien encefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan
pada cahaya.

Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot sehingga menggangu proses
mengunyah

Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral

Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi

Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga menggangu pemenuhan nutrisi via
oral

Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182).

 Sistem perkemihan

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan kekurangan nya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfungsi dan penurunan curah jantung ke
ginjal (Muttaqin, 2011, hal. 183).

 Sistem pencernaan

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien encefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang (Muttaqin, 2011, hal.
183)

 Sistem integumen
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya dekubitus untuk pasien yang dirawat dalam jangka
panjang maupun pada pasien sembuh dengan defisit neurologis (Rampengan, 2016, hal. S19)

 Sistem muskuloskletal

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara
umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang
lain (Muttaqin, 2011, hal. 183)

 Sistem endokrin

Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)

 Sistem reproduksi

Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam dari wanita
dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster, 2015, hal. 814)

 Sistem pengindraan

Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah simetris, tidak ada
defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)

 Sistem imun

Encefalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak seperti campak,
gondong atau cacar air. Maka pentingnya memperbarui status imunisasi anak seperti vaksin
rabies pasca-pajanan anak yang digigit oleh binatang yang diduga gila (Kyle & Carman, 2012,
hal. 560)

1. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)

 Pemeriksaan cairan serebraspinal


Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit.
Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.

 Pemeriksaan EEG

Memperlihatkan proses inflamasi yang di fuse “bilateral” dengan activitas rendah

 Thorax photo

Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis (Muttaqin, 2011, hal.
181)

 Darah tepi : leukosit meningkat


 Ctscan untuk melihat kedaan otak
 Pemeriksan virus

1. Penatalaksanaan

 Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan


pencegahan.
 Terapi antibiotik sesuai hasil kultur
 Bila ensephalitis di sebabkanoleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV enchepalitis. Acyclovir diberikan
tergantung keadaan pasien.
 Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan pasien.
 Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-
0,5 mg/ kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagibila diulang dengan dosis
yang sama. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5mg/kgBB/24jam.
 Mempertahankan ventilasi, bebaskan jalan napas, berikan o2 sesuai kebutuhan (2-3
l/menit).
 Penatalaksanaan shoock septik
 Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau
dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetasol atau parasetamol apbila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat peroral (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 191).

2. Diagnosa keperawatan
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.

Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkuladi darah ke otak

Factor resiko

 Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial


 Penurunan kinerja ventrikel kiri
 Aterosklerosis aorta
 Diseksi arteri
 Fibrilasi atrium
 Tumor otak
 Stenosis karotis
 Miksoma atrium
 Aneurisma serebri
 Koagulopati (mis anemia sel sabit )
 Dilatasi kardiomiopati
 Cedera kepala
 Hipertensi
 Neoplasma otak

Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera kepala
 Aterosklerotik aortic
 Diseksi arteri
 Hipertensi
 Fibrilasi atrium
 Miksoma atrium
 Neoplasma otak
 Stenosis mitral
 Infeksi otak (mis meningitis, esefalitis, abses serebri)

(PPNI, 2017 , pp. 51 – 52)

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri

Penyebab

 Kerusakan integritas struktur tulang


 Perubahan metabolisme
 Ketidakbugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Kekakuan sendi
 Nyeri Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Efek agen farmakologis
 Malnutrisi

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

Objektif
 Kekuatan otot menurun
 Rentang gerak ( ROM ) menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

 Nyeri saat bergerak


 Enggan melakukan pergerakan
 Merasa cemas sat bergerak

Objektif

 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera medulla Spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan (PPNI, 2017 , pp. 124 – 125 )

1. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang

Definisi : respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma

Penyebab

 Bencana alam
 Peperangan
 Riwayat perilaku kekerasan
 Kecelakan
 Saksi pembunuhan

Gejala dan Tanda Mayor

 Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaran kejadian trauma


 Merasa cemas
 Teringat kembali kejadian traumatis
 Teringat kembali kejadian traumatis

Objektif

 Memori masa lalu tergangu


 Mimpi buruk berulang
 Ketakutan berulang
 Menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitkan kejadian trauma

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

 Tidak percaya pada orang lain


 Menyalahkan diri sendiri

Objektif

 Minat berinteraksi dengan orang lain menurun


 Konfusi atau disosiasi
 Gangguan interpretasi realitas
 Sulit berkonsentrasi
 Waspada berlebihan
 Pola hidup terganggu
 Tidur terganggu

Kondisi Klinis Terkait

 Korban kekerasan
 Post traumatic stess disorder (PTSD)
 Korban bencana alam
 Korban kekerasan seksual
 Korban peperangan
 Cedera multipel ( kecelakaan lalu lintas) (PPNI T. , 2017, hal. 226-227)

3. Interverensi
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.

 Tujuan dan kriteria hasil(Wilkinson, 2016, hal. 444)

1. Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). Tekanan darah
sistolik dan distolik.
2. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal). :

Tekanan intrakranial

Tekanan darah distolik dan diastolik

1. Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada) :

Angitasi

Bising karotis
Gangguan reflek neurologis

Muntah

 Intervrensi NIC(Wilkinson, 2016, hal. 444)

Aktivitas keperawatan

1. Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap aktivitas keperawatan
3. Pantau tekanan perfusi serebral
4. Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus

Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 444-445)

1. Perhatiakan parameter hemodinamika (misalnya, tekanan arteri sistemik) dalam rentang


yang dianjurkan
2. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intrvaskuler, sesuai progam
3. Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral, sesuai progam
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai 45 derajad, bergantung pada kondisi
pasien dan progam dokter

Penyuluhan untuk pasien/ keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 447)

1. Ajarkan kepada pasien atau keluarga tentang menghindari suhu ekstrim


2. Pentingnya mematuhi progam diet dan medikasi
3. Melaporkan tanda dan gejala yang mungkin perlu dilaporkan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

 Tujuan dan kriteria hasil (Wilkinson, 2016, hal. 268)

1. Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5 gangguan


ekstrem, berat, ringan atau tidak mengalami gangguan)

Keseimbangan
Koordinasi

Performa posisi tubuh

Pergerakan sendi dan otot

Berjalan

Bergerak dengan mudah

 Interverensi NIC(Wilkinson, 2016, hal. 269)

Aktivitas keperawatan

1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di rumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas (misalnya, tongkat,
walker, kruk, atau kursi roda)
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari tempat tidur ke kursi)

Aktifitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 271)

1. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi jika diperlukan (mis, untuk memastikan
ukuran dan tipe kursi roda yang sesuai untuk pasien)

Penyuluhan untuk pasien/ kelurga (Wilkinson, 2016, hal. 271)

1. Ajarkan pasien dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh bagian atas, jika
diperlukan
2. Ajarkan bagaimana menggunakan kursi roda, jika diperlukan
3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang

 Tujuan dan kriteria hasil


1. Menunjukkan perilaku keamanan pribadi, yang dibuktikan oleh (sebutkan 1-5 tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :

Menyimpan makan untuk meminimalkan kerusakan makanan

Menggunakan sabuk keselamatan dengan benar

Menggunakan instrumen dan mesin secra tepat

Menghindari perilaku beresiko tinggi

Menghindari merokok di tempat tidur

 Interverensi NIC

Aktivitas keperawatan

1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan
riwayat perilaku sebelumnya
2. Identifikasi bahaya keamanan di lingkungan (yaitu fisik, biologi dan kimia)

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan keamanan spesifik terhadap area
yang beresiko
2. Berikan materi pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan strategi pencegahan
trauma
3. Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri-cirinya

Aktivitas kolaboratif

1. Rujuk pada kelas pendidikan di komunitas (mis, RJP, pertolongan pertama, atau kelas
renang)
2. Bantu pasien saat berpindah ke lingkungan yang lebih aman (mis, perujukan terhadap
bantuan tempat tinggal)
DAFTAR PUSTAKA

Digiulio, M. (2014). Keperawatan medical bedah. jogjakarta: Rapha Plubishing.

Harrison. (2013). Harrison Neurologi. Tanggerang Selatan: KARISMA Publising Group.

Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore: Elsevier.

kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore: Elseveir.

Kyle, T., & Carman, S. (2012). Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, T. P. (2017 ). standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta Selatan : PPNI .

Rampengan, N. (2016). Jurnal Biomedik (JBM). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi.

Ridha, N. (2014). Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

widagdo, w., suharyanto, t., & aryani, r. (2013). Asuhan Keperawatan Persyarafan. Jakarta:
TIM.

Wilkinson, J. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ENSEFALITIS

I. KONSEP DASAR MEDIS

1. PENGERTIAN

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS (Central Nervus System) yang disebabkan
oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah radang pada jaringan otak yang disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. (kapita selekta kedokteran jilid 2,2000: 440)

2. PATOFISIOLOGI ENSEFALITIS

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

· Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ


tertentu.
· Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah

Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

· Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .

Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.

Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia,


Ataksia, Paralisis syaraf otak.

Penyebab Ensefalitis:

Penyebab terbanyak : adalah virus

Sering : - Herpes simplex ,- Arbo virus

Jarang : - Entero virus - Mumps, Adeno virus

Post Infeksi : - Measles, Influenza, Varisella

Post Vaksinasi : - Pertusis

Ensefalitis supuratif akut :

Bakteri penyebab Ensefalitis adalah : Staphylococcusaureus,Streptokok,E.Coli,Mycobacterium


dan T. Pallidum.

Ensefalitis virus:

Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus
rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes
simpleks,varicella.
3. GEJALA KLINIS

3.1 Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy kadang disertai
kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

3.2 Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.

4. DIAGNOSA BANDING

4.1 Menginitis TB

4.2 Sindrom Reye

4.3 Abses Otak

4.4 Tumor Otak

4.5 Ensefalopati

5. PENATALAKSANAAN

5.1 Pengobatan Penyebab

Diberikan bila jenis virus diketahui

Herpes Ensefalitis : adenosine arabinose 15 mg/kg BB/ nr selama 5 hari

5.2 Pengobatan Suportif

- ABC dipertahankan sebaik-baiknya

- Pemberian makanan yang adekuat

- Obat-obatan misalnya :

a. Hiperpirexia

b. Kejang
c. Edema otak

- Perawatan

Lakukan drainase postural dan aspirasi mekanis

6. PROGNOSIS

Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi berkisar antara 35 – 50 %. Dari penderita yang
hidup 20 – 40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paresis atau paralesis,
pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neorologis lain penderit yang sembuh
tanpa kelainan neorologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin
menderita retardasi metal, masalah tingkah laku dan epilepsy

II. KONSEP DASAR ASKEP

1. Identitas

Umur : dapat menyerang semua kelompok umur.

Jenis Kelamin : tidak terdapat perbedaan.

Status ekonomi : sering terjadi keadaan nutrisi yang buruk, karena faktor ekonomi.

Lingkungan tempat tinggal yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan menunjang juga
terjadinya penyakit ini.

2. Riwayat Keperawatan

2.1 Keluhan Utama.

Kejang-kejang dapat disertai dengan penurunan kesadaran,tanda-tanda peningkatan tekanan


intrakranial (kaku kuduk,.

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Anak menjadi lesu atau terjadi kelemahan secara umum, nyeri ekstremitas, mudah
terangsang/irritable, demam (39°- 41°C), nafsu makan menurun, muntah-muntah, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, pucat, gelisah,

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Anak pernah menderita penyakit yan disebabkan oleh virus, seperti virus influenza,
varisella,adenovirus, coxsachie, echovirus atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit satu sel,
cacing, fungus, riketsia.

2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang dapat menular kepada anak.

3. Pola-pola Fungsi Kesehatan

3.1 Pola Nutrisi dan Metabolisme

Terjadi perubahan dalam kebiasaan atau jenis makanan yang diberikan akibat dari kondisi
penyakitnya

3.2 Pola Eliminasi

Terjadi perubahan dari karakteristik faeses dan urine (warna , konsistensi, bau), dapat terjadi
inkontinensia atau retensi dari urin atau alvi, nyeri tekan abdomen.

3.3 Pola Tidur dan Istirahat

Anak menjadi mudah terangsang/irritable, terjadi kejang spastik, penurunan kesadaran (apatis-
koma).

3.4 Pola Aktivitas

Dapat ditemukan gerakan-gerakan yang involunter, hipotonia, keterbatasan dalam rentang gerak,
ataksia, kelumpuhan, masalah dalam hal berjalan atau keterbatsan akibat dari kondisi
penyakitnya.

4. Pemeriksaan
4.1 Pemeriksaan Umum
Suhu tubuh : 104 –105 oF, Malaise, kejang, penurunan kesadaran.

4.2 Pemeriksaan Fisik

1. Kepala Leher

§ Nyeri Kepala

§ KakuKuduk

§ Hemiperesis

§ hemiplegia

2. Dada

§ Tarikan Intercoste

§ Irama nafas tak teratur

3. Ektermitas

§ Kejang

§ Ataksia

5. Pemeriksaan Penunjang

§ Biakan

§ Pemeriksaan serologis : Uji fiksasi, komplemen, uji inhibisi, hemaglobinasi, dan uji
neotralisasi

§ EEG

§ Lumbal Pungsi

§ Biopsi Otak
6. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :

I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial.

Tujuan :

Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit

Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rasa sakit kepala berkurang

Kesadaran meningkat

Tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.


Rencana Tindakan :

INTERVENSI
(1) RASIONAL
Pasien bed rest total dengan posisi Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
tidur terlentang tanpa bantal meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak

Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut


neurologis dengan GCS.

Monitor tanda-tanda vital seperti Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan


TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuatif.
hati-hati pada hipertensi sistolik Kegagalan autoregulasi akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.

Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang
tidak sadar serta nausea yang menurunkan intake per oral

Bantu pasien untuk membatasi Aktifitas muntah atau batuk dapat meningkatkan tekanan
muntah, batuk. Anjurkan pasien intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas
untuk mengeluarkan napas apabila sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi
bergerak atau berbalik di tempat diri dari efek valsava
tidur.

Kolaborasi : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan


intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan
Berikan cairan perinfus dengan
edema cerebral
perhatian ketat.

Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan
pemberian oksigen oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral

Berikan terapi sesuai advis dokter Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas
seperti: Steroid, Aminofel, kapiler.
Antibiotika.
Menurunkan edema serebri

Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.

II. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak

Tujuan :

Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi :

Pasien dapat tidur dengan tenang

Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL

Independent

Usahakan membuat lingkungan yang Menurunkan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau
aman dan tenang kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien
untuk beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepala dan Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
kain dingin pada mata

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan
sesuai kondisi dengan lembut dan hati- dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
hati

Kolaborasi : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.


Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena
Berikan obat analgesik
berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.

III.Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan
tingkat kesadaran

Tujuan:

Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL

Independent :

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan
otot-otot muka lainnya evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti Melindungi pasien bila kejang terjadi
batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat pasien.

Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi :
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
diazepam, phenobarbital, dll.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi.

IV. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer, penurunan kekuatan
otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif

Tujuan :

Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal
serta peningkatan kemampuan fisik

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional

Independen : Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan


intervensi
Review kemampuan fisik dan
kerusakan yang terjadi

Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala Kemungkinan tingkat ketergantungan (0) hanya
ketergantungan dari 0 - 4 memerlukan bantuan minimal (1)Memerlukan bantuan
moderate (3) Memerlukan bantuan komplit dari perawat
(4)Klien yang memerlukan pengawasan khusus karena
resiko injury yang tinggi

Berikan perubahan posisi yang teratur Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan
pada klien secara meneyluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta
mencegah dekubitus

Pertahankan body aligment adekuat, Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta dapat
berikan latihan ROM pasif jika klien mempercepat pengembalian fungsi tubuh nantinya
sudah bebas panas dan kejang

Berikan perawatan kulit secara Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas
adekuat, lakukan masasse, ganti kulit
pakaian klien dengan bahan linen dan
pertahankan tempat tidur dalam
keadaan kering

Berikan perawatan mata, bersihkan Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya mata
mata dan tutup dengan kapas yang terus menerus
basah sesekali

Kaji adanya nyeri, kemerahan, Indikasi adanya kerusakan kulit


bengkak pada area kulit

V. Kerusakan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori,


transmisi sensori dan integrasi sensori

Tujuan :

Kesadaran klien dan persepsi sensori membaik


RencanaTindakan :

Intervensi Rasional

Evaluasi secara teratur perubahan Kerusakan area otak akan menyebabkan klien mengalami
orientasi klien, kemampuan bicara, gangguan persepsi sensori. Sejalan dengan proses
keadaan emosi serta proses berpikir peneymbuhan, lesi area otak akan mulai membaik sehingga
klien. perlu dievaluasi kemajuan klien

Kaji kemampuan menterjemahkan Informasi tersebut penting untuk menentukan tindak lanjut
rangsang sensori misalnya : respon bagi klien
terhadap sentuhan, panas atau dingin,
serta kesadaran terhadap pergerakan
tubuh.

Batasi suara-suara bising serta Menurunkan kecemasan, dan mencegah kebingungan pada
pertahankan lingkungan yang tenang klien akibat rangsang sensori berlebihan

Tetap bicara dengan klien dengan Rangsang sensori tetap diberikan pada klien walaupun dalam
suara yang tenang, gunakan kata-kata keadaan tidak sadar untuk memacu kemampuan sensori
yang sederhana dan singkat serta persepsi klien
pertahankan kontak mata

Kolaborasi : Untuk dapat memberikan penanganan menyeluruh pada klien

Rujuk ke ahli fisioterapi atau okupasi

VI.Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik

Tujuan :

Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium
dalam batas normal

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam menelan, Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan menelan
batuk dan adanya sekret klien dan klien harus dilindungi dari resiko aspirasi

Auskultasi bowel sounds, amati Fungsi gastro intestinal tergantung pula pada kerusakan
penurunan atau hiperaktivitas suara otak, bowelll sounds menentukan respon feeding atau
bpowell terjadinya komplikasi misalnya illeus

Timbang berat badan sesuai indikasi Untuk megevaluasi efektifitas dari asupan makanan
Berikan makanan dengan cara Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi
meninggikan kepala

Pertahankan lingkungan yang tenang Membuat klien merasa aman sehingga asupan dapat
dan anjurkan keluarga atau orang dipertahankan
terdekat untuk memberikan makanan
pada klien
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran
UNAIR Surabaya, 1998

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk (2000). Kapita Selektaa Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Doegoes, Marilynn E, dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martinm, dkk (1998). Standar Perawatan Pasien, Volume 3. Jakarta : EGC.

Diposkan oleh Unknown di 10:31 AM

MAKALAH ENCEPHALITIS PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di indonesia, penyakit ensefalitis merupakan penyakit yang paling sering dialami anak
kecil. Sebagaimana yang kita tahu Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak
tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering
infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.

Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Agar mahasiswa/i dapat menggambarkan secara nyata dalam memberikan asuhan


keperawatan pada anak dengan ensefalitis.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan ensefalitis

b. Menentukan masalah keperawatan pada anak dengan ensefalitis

c. Merencanakan asuhan keperawatan pada anak dengan ensefalitis

d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan pada anak dengan ensefalitis

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Defenisi

Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi
ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.

Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.


Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+).

Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus.

2. Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

a. Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

b. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.

c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah,
iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

3. Gejala klinis

Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa ensefalitis
yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.

Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak,
seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil.
Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek
tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.

Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas
seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri
kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau
fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.

Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung
pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap
antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan
karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.

Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi
saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda
radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit
neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai
menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi,
kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.

Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:

a. Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat

b. Patogenesitas agen yang menyerang

c. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita

4. Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :

a. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau cacar.
b. Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran

c. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap

d. Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan


mental sering terjadi.

e. Komplikasi pada bayi biasanya berupa :

- Hidrosefalus

- Epilepsi

- Retardasi mental karena kerusakan SSP berat

5. Pemeriksaan diagnostik

a. Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.


Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-
kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

b. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat
tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal
otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada
daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

6. Penatalaksanaan

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai


menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi
organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah
(Arif, 2000). Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan
Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur)
dan pemberian oksigen.

c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan
dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga
dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari
jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b. Keluhan utama

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c. Riwayat penyakit sekarang

Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.

d. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri
contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.

f. Imunisasi

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

1) Kebiasaan

Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC,
lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

2) Status Ekonomi

Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

4) Pola Eliminasi

Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

5) Pola tidur dan istirahat

Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat
dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

6) Pola Aktivitas

a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan
latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk.
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat,
aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7) Pola Hubungan Dengan Peran

Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena
kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

e. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas.

f. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.

g. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat.

h. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

i. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen

Intervensi:

1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung.
Pantau dan batasi pengunjung.

R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi,
mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.

2) Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .

3) Berikan antibiotika sesuai indikasi

R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

b. Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi sensorik/motorik.


Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan sakit kepala.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi
setelah dilakukan pungsi lumbal

R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera.

2) Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya,
seperti GCS.

R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan
dari kerusakan serebral
3) Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang terus-
menerus dan tekanan nadi yang melebar

R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan
sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi
mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan peningkatan
TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan
tekanan darah diastolic(tekanan darah yang melebar)

4) Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya


menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan
TIK.

5) Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)

R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral,
dapat juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.

c. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum

Tujuan : Tidak terjadi trauma

Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain

Intervensi :

1) Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn
terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.

R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit. Catatan:
memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2) Pertahankan tirah baring dalam fase akut.

R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.


3) Kolaborasi.

Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.

R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

4) Abservasi tanda-tanda vital

R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

d. Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan : menunjukkan postur rileks dan
mampu istirahat/tidur dengan tepat

Intervensi :

1) Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi

R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat/rileksasi

2) Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya akan
menurunkan nyeri

3) Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting

R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

4) Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada
meningitis

R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

5) Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan bahu.

R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa
tidak nyaman tersebut.
6) Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein

R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik mungkin
merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan
neurologis

e. Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.

Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan
oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi
umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.

Intervensi :

1) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)

R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang minimal(nilai 1);
memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan
bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan(nilai 4).

2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Ubah
posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut.

R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif,
pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam
jangka waktu yang sangat terbatas.

3) Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak

R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.

4) Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.


R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan
arus balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.

f. Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.

Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan Kriteria : BB dalam batas
normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi

Intervensi :

1) Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’

R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI

2) Kaji antropometri setiap hari

R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi

3) Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin

R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien

4) Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan pedas/terlalu
asam

R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien

5) Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan

R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan
memudahkan masukan diet

6) Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan

R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori

g. Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan


susunan saraf pusat.
h. Dx`8 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.

i. Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j. Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang

Tujuan :Tidak terjadi kontraktur

Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi

1) Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi kekacauan
sendi.

R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program
perawatan.

2) Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap

R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

3) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam

R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan


daya pertahanan tubuh .

4) Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam

R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan
inteR/ensi segera

5) Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi

R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

5. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya.

6. Penkes

Pengendalian vektor penyakit sulit dilakukan. Penyemprotan dengan insektisida


dilakukan apabila terjadi epidemi, namun demikian penyemprotan hanya bersifat mengurangi
populasi vektor, tidak menghilangkan sama sekali. Vaksin inaktif menggunakan formaldehyde
sebagai bahan inaktifan pernah digunakan untuk mengimmunisasi kuda terhadap virus EEE,
WEE, dan VEE.

Dalam jumlah terbatas, immunisasi juga dapat dilakukan terhadap para pekerja
laboratorium. Pencegahan terhadap virus VEE pernah dilakukan dengan menggunakan vaksin
aktif (live-attenuated vaccine) yang dikenal sebagai TC-83. Vaksin tersebut digunakan untuk
mengimmunisasi tentara dan digunakan pada jutaan kuda sewaktu terjadi wabah VEE pada kumn
waktu 1969 — 1971. Vaksin aktif ini cukup aman diberikan pada kuda yang sedang bunting.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi
ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.

Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.

B. Saran

Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar
peduli terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada dokter jika terjadi gejala-gejala yang
tiba-tiba sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar. Untuk menghindari resiko
akibat penyakit ecephalitis, perlu adanya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari
virus-virus terutama virus yang menyebabkan encephalitis.

DAFTAR PUSTAKA

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005


Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aesculapius

Ngastiah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai