Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG.


Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura.Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
eluasa mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara
spontan maupun traumatic.Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan
sekunder, pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik.
(Barmawy. H)
Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak yang
tidak diketahui.Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan
5:1.pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat,
tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada pria dengan
usia antara 2 dan 4. salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP
berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis
aktif mengalami komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru
komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)
Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan
penelitian selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks,
didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic da sisanya 141
pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan
64 pasien PSS. Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident
sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per
100.000 tahun untuk wanita. (Barmawy. H)
Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering dikerjakan
pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (video-assisted
thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien yang
mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang lebih sigkat.
1.2. TUJUAN.
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah penulis
mempu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan pneumotoraks secara komprehensif dan memperoleh
pengalaman secara nyata tentang pneumotoraks.
2. Tujuan Khusus.
Setelah dilakukan askep ini penulis mampu:
a. Memahami defenisi dari penyakit pnemotoraks.
b. Mengetahui etiologi dari pnemotoraks.
c. Memahami patifisiologi pnemotoraks.
d. Mengetahui komplikasi pnemotoraks.
e. Mengetahui tanda-tanda pnemotoraks.
f. Mengetahui menifestasi klinis pnemotoraks.
g. Menentukan pelaksanaan.
BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN

2.1. PENGERTIAN
Pneumotorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura.Pneumotoraks adalah menggambarkan individu yang mengalami atau
beresiko tinggi untuk mengalami akumulasi udara pada pleura yang berhubungan
dengan cedera.Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks dapat diklarifikasikan sesuai dengan penyebabnya:
1. Traumatic.
2. Spontan : Spontan primer, spontan sekunder.
3. Terapeutik : Bukan iatrogenic, iatrogenic.
Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa
yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura:
1. Terbuka
2. Tertutub
3. Tekanan

2.2. ETIOLOGI.
1. Pneumotoraks Spontan
a) Pneumotoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya
umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak berhubungan.Dengan aktifitas
fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang belum
diketahui penyebabnya.

b) Pneumotoraks Spontan Sekunder


Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang mendasarinya
(tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru, dan
sebagainya).
2. Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga pleura
karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau kanul.
a. Pneumotorak Traumatic Bukan Iatrogenic terjadi karena jejas kecelakaan,
jejas dada terbuka atau tertutub, barotraumas.
b. Pneumotoraks traumatic bukan iatrogenic.

Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis, Dibedakan Lagi:


I. Pneumotoraks traumatic iatrogenic aksidental akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi indakan tersebut, missal: pada tindakan
parasentetis dada, biopsy pleural dan lain-lain.
II. Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate)Sengajadikerjakan
dengan cara mengisis udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan
suatu alat Maxwell box.
2.3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pneumothorax berupa gangguan recoil paru yang terjadi
melalui mekanisme peningkatan tekanan pleura akibat terbentuknya komunikasi
abnormal.Komunikasi abnormal ini dapat terjadi antara alveolus dan rongga
pleura, atau antara udara ruang dan rongga pleura.
Pada kondisi normal, tekanan dalam rongga paru lebih besar dibanding
tekanan di dalam rongga pleura.Tekanan rongga pleura negatif jika dibandingkan
dengan tekanan atmosfer selama seluruh siklus respirasi. Tekanan pleura selalu
lebih rendah dari tekanan alveolar dan tekanan atmosfer sehingga memungkinkan
paru mengalami elastic recoil.[2]
Peningkatan Tekanan Pleura
Komunikasi abnormal dapat terjadi antara alveolus dan rongga pleura, atau
antara udara ruang dan rongga pleura. Saat terjadinya komunikasi abnormal,
misalnya akibat trauma, akan terjadi perpindahan udara dari rongga alveolus ke
rongga pleura. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga pleura
yang menyebabkan gangguan recoil paru dan gangguan ekspansi lobus paru.[2,6]
Efek Pneumothorax
Peningkatan tekanan pleura akan terus terjadi secara perlahan hingga
tekanan pleura menjadi nol atau komunikasi abnormal terputus. Hal ini akan
menyebabkan efek-efek sebagai berikut:
Penurunan Kapasitas Vital dan PaO2
Pneumothorax mengakibatkan penurunan kapasitas vital dan penurunan
PaO2.Penurunan kapasitas vital mengakibatkan insufisiensi respirasi dengan
hipoventilasi alveolar dan asidosis respiratorik. PaO2 berkurang akibat terjadi
penurunan ventilasi tetapi perfusi O2 terus berlanjut.[2]
Gangguan Hemodinamik
Terkait sistem kardiovaskular, studi menunjukkan tension pneumothorax
dapat mengganggu hemodinamik yakni menurunkan curah jantung serta tekanan
rerata arterial.Peningkatan tekanan pleura dapat menggeser mediastinum, paru
kontralateral tertekan serta penurunan aliran balik vena sehingga curah jantung
pun berkurang.
2.4. Tanda-Tanda
1. Tak adanya bunyi napas.
2. Deviasi trakea yang menjauhi sisi paru tanpa bunyi pernapasan.
3. Sianosis.
4. Distensi vena leher.
5. Mungkin terjadi emfisema subkutis.

2.5. Manifestasi Klinik


1. Nyeri yang timbul mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.
2. Pernapasan yang cepat dan dangkal (takipnu).
3. Dispnu.

2.6. KOMPLIKASI
Pneumomediastinum dan enfisoma subkutan sebagai akibat komplikasi
pneumotoraks spontan. Biasanya karena pecahnya esophagus atau bronkus,
sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidennya sekitar 1%),
pneumotoraks simultan bilateral, insidennya sekitar 2%, pneumotoraks kronik,
bila tetap ada selama waktu lebih dari tiga bulan, insidennya sekitar 5%.

2.7. PENATALAKSANAAN
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung beratnya, jika pasien dengan
pneumotoraks ukurannya kecil dan stabil, biasanya hanya diobservasi dalam
beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap di RS,
prinsipnya diupayakan dengan pemasangan WSD.
Pasien pneumotoraks dengan klinis tidak sesak dan luas pneumotoraks
<15% cukup dilakukan observasi, bila didapatkan penyebab paru perlu dipasang
WSD.Apabila ada batuk dan nyeri dada, diobati secra simtomatis, evaluasi foto
dada setiap 12-24 jam selama 2 hari. Pneumotoraks ukuran kecil umumnya, secara
spontan akan diresorbsi meskipun kemungkinan terjadinya progresifitas
pneumotoraknya tetap diperhatikan. Pasien dengan mas pneumotoraks kecil
unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan jalan dalam 2-3 hari pasien harus
control lagi.
Pasien dengan tanda-tanda pneumotoraks berat yang nyata atau
pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa dada harus dkerjakan dan
dilakukan pula penyedotan hingga paru-paru berkembang. Alat-alat infuse dan
pipa emergensi pneumutoraks juga harus tersedia untuk menghindari kegagalan.
Luas pneumotoraks >20% biasanya dibutuhkan waktu >10 hari untuk
berkembangnya paru kembali. Pasien dengan tanda-tanda pneumotoraks berat
yang nyata atau pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa dada (tube
tracheostomy) harus dikerjakan dan dilakukan pula penyedotan higga paru-paru
berkembang pasien dengan pneumotoraks spontan primer sekitar 50% akan
mengalami kekambuhan hampir 100%. Pada hampir semua pasien PSS akhirnya
diterapi dengan torakostomi disertai pemberian obat sklerosing.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PNEMOTORAKS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1. Identitas Pasien
Identitas yang kita kaji disini ialah identitas pasien dan identitas
penanggung jawab. Identitas pasien berisi tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku bangsa, nomor rekam medis,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis.Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau
penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien
tentang masalah atau penyakitnya.Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji
ialah identitas penanggung jawab pasien.
Identitas penanggung jawab setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien. Identitas penanggung
jawab perlu untuk dikaji untuk mendapatkan kemudahan baik terhadap perawat
maupun pasien.Dengan mengkaji identitas penanggung jawab maka perawat dapat
dengan mudah memberitahukan segala informasi yang berhubungan dengan
pasien, sementara manfaat bagi pasien ialah pasien dapat mengetahui dengan pasti
siapa yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat bertanya segala sesuatu
yang berhubungan dengan perawatannya kepada si pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan pasien ialah nyeri pleuritik hebat, nyeri
pada dada kiri luar dan nyeri tersebut terasa seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut
dan nyeri tersebut dirasakan bertambah bila pasien bergerak.Nyeri yang dirasakan
pasien disini bersifat kronis. Keluhan lain yang dirasakan pasien ialah dispnea
(apabila pneumothorax tersebut sudah luas). Waktu sesak dan nyeri yang
dirasakan ialah kadang-kadang atau sesaat.Pasien juga mengeluh batuk, keluhan
batuk yang dirasakan pasien disini ialah masih terjadinya batuk kering.Klien juga
merasa sesak.Keluhan yang berhubungan dengan gangguan aktivitas klien ialah
klien mengeluh terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur dikarenakan
penyakit yang diderita.

b. Riwayat penyakit sekarang


Adanya nyeri dada yang disertai sesak nafas mendadak dan makin lama
makin berat. Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan timbul gejala
batuk, nyeri menjalar ke paru atau lengan pada bagia yang sakit, oksprea dengan
aktifitas ataupun istirahat sampai pada kesulitan bernafas, takikardi, gelisah.
sesak nafas yang dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak nafas dirasakan
tiba-tiba.Adanya sesak di daerah dada sebelah kiri.

c. Riwayat penyakit dahulu


Klien yang mempunyai riwayat TBC paru, Bronkitis kronis, emfisema,
Asma Bronkiale, kanker paru lebih beresiko terkena pneumothorax. Kaji pula
apakah klien memiliki penyakit lain yang berhubungan dengan saluran pernafasan
dan dapat mengakibatkan pneumothorax. Kaji pula apakah pasien memiliki
riwayat pengobatan ataupun pembedahan yang berhubungan dengan
pneumothorax.

3. Riwayat Psikososial
a. Konsep Diri
Hal yang perlu dikaji ialah identitas pasien yang terdiri dari status pasien
dalam keluarga, apakah ia puas dan dapat menerima status dan posisinya di dalam
keluarga dan apakah pasien puas terhadap jenis kelaminnya. Kaji apakah pasien
senang terhadap peran yang ia miliki di dalam keluarga dan masyarakat.
Kaji harapan pasien mengenai penyakit yang dideritanya, apakah dia berharap
cepat sembuh dan dapat kembali menjalani peran dan fungsi yang ia miliki atau
sebaliknya. Kaji sosial dan interaksi pasien, apakh pasien mendapatkan dukungan
dari keluarga dan lingkungan sosialnya.
b. Spiritual
Kaji tentang pandangan pasien terhadap pemilik kehidupan ini dan kepada
siapa ia menggantungkan harapannya, serta kaji pula kegiatan keagamaan apa
yang bermakna, nerarti, dan diharapkan saat ini.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pasien disini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
1. Pada Inspeksi:
akan terlihat terjadinya pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada)pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat , deviasi
trakhea, ruang interkostal melebar.
2. Pada Palpasi:
Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat, fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit. Jika ada Tension pneumothorax maka
akan teraba adanya detensi dari vena jugularis di sekitar leher.
3. Perkusi:
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat apabila
tekanan intrapleura tinggi, pada tingkat yang berat terdapat gangguan
respirasi/sianosis dan gangguan vaskuler/syok.
4. Auskultasi :
Pada bagian yang sakit suara napas melemah sampai menghilang, suara
vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative
Selain pemeriksaan diatas kita juga melakukan pemeriksaan persistem yaitu
sebagai berikut:
a. Sistem Pernafasan
- Sesak napas
- Nyeri
- Batuk-batuk
- Terdapat retraksi klavikula/dada
- Pengambangan paru tidak simetris
- Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
- Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang
- Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
- Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
- Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sistem Kardiovaskuler
- Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
- Takikardi, lemah
- Pucat, Hb turun /normal.
- Hipotensi
c. Sistem Persarafan
- Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan
- Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan
- Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
- Kemampuan sendi terbatas
- Ada luka bekas tusukan benda tajam
- Terdapat kelemahan
- Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
g. Sistem Endokrin
- Terjadi peningkatan metabolisme
- Kelemahan

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari:
a. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus pneumothorax
antara lain:
- Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
- Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali.Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
- Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostae
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi.

b. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

c. CT-Scan Toraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pneumothorax adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan pada waktu pengambilan nafas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura di tandai dengan:
Ds: klien mengatakan nyeri pada daerah dada
Do: wajah tampak meringis
2. Toleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen di tandai dengan:
Ds: klien mengatakan lemah melakukan aktifitas
Do: klien tampak lemah
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan di tandai dengan:
Ds: klien mengatakan cemas dengan penyakitnya
Do: klien tampak gelisah
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak
mengenal penyakit dengan sumber informasi

3. Intervensi
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Tupan : 1.observasi tingkat nyeri 1. membantu evaluasi
Setelah di berikan 2.beri posisi yang nyaman derajat ketidak
tindakan selama 2 hari pada klien nyamanan dan
gangguan rasa nyaman 3.ajarkan penggunaan teknik keefektifan analgetik
nyeri teratasi distraksi dan relaksasi 2.dapat meningkatkan
Tupen : 4. obserfasi tanda tanda vital rasa nyaman bagi klien
Setelah di berikan dan melancarkan
tindakan keperawatan sirkulasi
selama 1 hari gangguan 3.mengalihkan
rasa nyaman nyeri perhatian dari rasa
berangsur angsur teratasi nyeri
dengan kriteria: 4. dapat mengetahui
Ekspresi wajah tenang untuk melakukan
tindakan selanjutnya
2 Tupan : 1.pantau tingkat kemampuan 1. menambah data
Setelah di berikan asuhan klien untuk melakukan dasar untuk intervensi
keperawatan selama 2 pergerakan selanjutnya
hari klien mengatakan 2. anjurkan untuk melakukan 2. membantu
mobilitas fisik/baik. latihan mereggangkan menurunkan spasisitasi
Tupen : 3. ajarkan pasien teknik 3. teknik relaksasi
Setelah di berikan relaksasi dapat mengalihkan
tindakan keperawatan perhatian klien
selama 1 hari gangguan terhadap nyeri
mobilitas fisiknya
berangsur angsur
membaik dengan kriteria
- keadaan umur baik
- klien bergerak
dengan baik
3 Tupan : 1. observasi tingkat 1. sebagai data dasar
Setelah di berikan kecemasan klien untuk tindakan
tindakan keperawatan 2. beri penjelasan pada klien selanjutnya
selama 2 hari ansietas tentang penyakit yang di 2. menambah
dapat teratasi alaminya pengetahuan dan
Tupen : 3. libatkan klien dalam mengurangi
Setelah di berikan pengambilan keputusan dan kecemasan
tindakan keperawatan rencana tindakan 3. dapat menurunkan
selama 1 hari ansietas kehawatiran klien
dapat berkurang dengan
kriteria:
-klien Nampak tenang
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil. Termasuk di
dalamnya evaluasi proses.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Paru-paru adalah organ yang penting bagi manusia karena digunakan untuk
bernafas.Paru-paru tersusun dari beberapa bagian diantaranya pleura,
mediastenum, lobus, bronkus, bronkiolus, dan alveoli.Pada paru-paru juga
terdapat gangguan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, salah satunya
pneumothorax.
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum atau
rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding
dada.Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan.Faktor predisposisi pada pneumothorax antara lain jenis kelamin,
merokok, umur, genetika, penyakit paru-paru, ventilasi mekanis, riwayat
pneumothorax, keadaan dan aktivitas tertentu.

4.2 Saran
Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang
berbahaya.Untuk itu hal yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah
dengan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pneumothorax kemudian
mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki di kehidupan nyata. Selain itu
kita juga harus menjaga pola hidup kita agar segala sesuatu yang buruk pada
saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Ed.6. Jakarta :
EGC, 2005
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis.
Ed.6 Jakarta :
EGC, 1998
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta :
EGC, 2001
Doenges,Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC, 1999
Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2.Jakarta : EGC,2004
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200
American College of Chest Physicians. Management of spontaneous
pneumothorax: An
American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ;
119:590-602

Anda mungkin juga menyukai