DENGAN ENSEFALITIS
Kelompok 9
Disusun Oleh :
A. Definisi Ensefalitis
Radang otak atau Ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang
dapat menyebabkan gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat
berupa penurunan kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.
Infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus
atau mikroorganisme lain yang non purulen. Ensefalitis adalah radang jaringan otak
yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.
(Mansjoer, 2000)
Ada 2 jenis radang otak, yakni primer dan sekunder. Radang otak primer adalah
munculnya peradangan pada otak yang disebabkan oleh infeksi virus secara langsung di
otak dan sumsum tulang belakang. Sementara radang otak sekunder adalah peradangan
pada otak yang muncul di berbagai bagian tubuh lainnya, dan kemudian menyebar ke
otak.
B. Etiologi Ensefalitis
Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi virus dapat
langsung menyerang otak atau disebut radang otak primer, namun juga dapat berasal dari
organ tubuh lain lalu menyerang otak atau disebut radang otak sekunder. Jenis virus yang
dapat menyebabkan radang otak antara lain:
1. Virus herpes simpleks, penyebab penyakit herpes di mulut dan herpes genital,
serta herpes pada bayi.
2. Virus Varicella zoster, penyebab cacar air dan herpes zoster.
3. Virus Epstein-Barr, penyebab penyakit mononukleosis.
4. Virus penyebab penyakit campak (measles), gondongan (mumps), dan rubela.
5. Virus dari hewan, seperti rabies dan virus nipah
C. Patofisiologi Ensefalitis
Virus masuk melalui tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan
masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Setelah masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara diantaranya :
(Jeffrey dkk, 2011,b)
1. Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer, virus masuk ke dalam tubuh kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di dalam organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder, virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di dalam selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
D. Manifestasi Klinik
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit
kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi
gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda
dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.
Pada bayi dan anak-anak, gejala radang otak yang muncul bersifat umum,
sehingga tidak mudah disadari karena menyerupai gejala penyakit lain. Gejala yang dapat
muncul adalah:
E. Penatalaksaan Ensefalitis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain :
1. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
5. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
6. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
7. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
8. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
9. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
10. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
11. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
12. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
13. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
14. Penatalaksanaan shock septik.
15. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
16. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari
secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.
II. ASUHAN KEPERAWATAN ENSEFALITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
b. Alasan masuk rumah sakit : Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ektrim dan pucat, kemudian diikuti
tanda insefalitis berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi padaneuron
(Ridha, 2014, hal. 336).
c. Riwayat penyakit sekarang : Faktor riwayat penyakit yang sangat penting
diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus
ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi
dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal yang sering adalah sakit
kepala dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan
sebagi akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).
d. Riwayat penyakit terdahulu
a. Riwayat penyakit sebelumnya : Pada kasus encephalitis, pasien
biasanya akan mempunyai gejala di sebabkan virus sebelum penyakit
yang sekarang. Virus memasuki sistem syaraf pusat via aliran darah dan
melalui reproduksi. Terjadi radang diarea, menyebabkab kerusakan
pada neuron (Digiulio, 2014, hal. 230)
b. Riwayat penyakit keluarga : Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat
penyakit keluarga, namun pengkajian pada anak mungkin didapatkan
riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus influenza,
varicella, adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri,
parasit satu sel, cacing fungus, riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)
e. Riwayat pengobatan Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV
sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV (10mg/kg setiap 8 jam) selama
menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum
serial terapi selama14 hari.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia,
nystagmus, paralisis kuler, kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto,&
aryani, 2013, hal. 137).
b. Tanda tanda vital : Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-
tanda vital. Pada klien encefalitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal 39-40 derajad celsius. Penurunan
denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD
biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda tanda
peningkan TIK (Muttaqin, 2011, hal. 181).
4. Body system
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
4. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
5. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental,
dan penurunan tingkat kesadaran
6. Resiko kejang berulang
7. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
8. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
9. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima
rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
10. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam
struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.
11. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
C. Intervensi Keperawatan
(E, Marylinn, 2000)
1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial.
Tujuan : perfusi jaringan otak meningkat
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Monitor klien dengan ketat terutama 1. Untuk mencegah nyeri kepala
setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien yang menyertai perubahan
berbaring minimal 4- 6 jam setelah tekanan intrakranial
lumbal pungsi.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Memantau dan mengatasi komplikasi
napas tambahan, perubahan potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
irama dan kedalaman, dengan interval yang teratur adalah
penggunaan otot-otot aksesori, penting karena pernapasan yang tidak
warna dan kekentalan sputum. efektif dan adanya kegagalan, akibat
adanya kelemahan atau paralisis pada
otot-otot interkostal dan diafragma
berkembang dengan cepat
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan
albumin dalam batas normal.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgo 1. Mengetahui status nutrisi klien
kulit.
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut merangsang nafsu
makan.
3. Observasi asupan dan 3. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
pengeluaran.
4. Observasi posisi dan 4. Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi
keberhasilan sonde
5. Tentukan kemampuan klien 5. Untuk menetapkan jenis makanan yang
dalam mengunyah, menelan, akan diberikan pada klien.
dan refleks batuk.
6. Kaji kememuan klien dalam 6. Dengan mengkaji faktor-faktor dapat
menelan, batuk, dan adanya menentukan kemampuan menelan klien
sekret. dan mencegah resiko aspirasi.
10. Letakkan posis kepala lebih 10. Untuk klien lebih mudah untuk menelan
tinggi pada waktu, selama dan karena gaya gravitasi.
sesudah makan
11. Stimulasi bibir untuk menutup 11. Membantu dalam melatih kembali
dan membuka mulut secara sensorik dan meningkatkan kontrol
manual dengan menekan muskular.
ringan di atas bibir/ di bawah
dagu jika dibutuhkan.
12. Letakkan makanan pada area 12. Memberi stimulus sensorik (termasuk
mulut tang tidak terganggu. rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan
masukan.
13. Beri makan dengan perlahan 13. Klien dapat berkonsentrasi pada
pada lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya distraksi
dari luar.
14. Mulailah untuk memberi 14. Makan lunak/ cair mudah untuk
makan per oral setengah cair dikendalikan di dalam mulut dan
dan makanan lunak ketika menurunkan terjadinya aspirasi.
klien dapat menelan air.
15. Anjurkan klien menggunakan 15. Menguatkan otot fasial dan otot menelan
sedotan untuk minum. dan menurunkan resiko terjadinya
terdesak.
16. Anjurkan klien untuk 16. Dapat meningkatkan pelesan endofin
berpatisipasi dalam program dalam otak yang meningkatkan nafsu
latihan/ kegiatan makan.
17. Kolaborasi dengan tim dokter 17. Mungkin diperlukan untuk memberikan
untuk memberikan cairan cairan pengganti dan juga makan jika
melalui IV atau makanan klien tidak mampu untuk memasukan
melalui slang. segala sesuatu melalui mulut.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Monitor kejang pada tangan, 1. Gambaran iritabilitas sistem saraf
kaki, mulut, dan otot-otot pusat memerlukan evaluasi yang
muka lainnya. sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadi nya
komplikasi
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau kemampuan fisik dan 1. Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan
kerusakan yang terjadi menentukan pilihan intervensi
2. Kaji tingkat imobilisasi, 2. Tingkat ketergantungan minimal care
gunakan skala ketergantungan (hanya memerlukan bantuan minimal)
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat kesadaran dapat
ansietas dari pasien/keluarga. mempengaruhi ekspresi rasa takut
Catat adanya tanda-tanda tetapi tidak menyangkal
verbal atau non verbal. keberadaannya. Derajat ansietas akan
dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima oleh individu.
1. https://www.academia.edu/15233213/Askep_Encephalitis
2. https://www.academia.edu/10981650/asuhan_keperawatan_ensefalitis
3. https://www.alodokter.com/radang-otak
4. http://repository.ump.ac.id/5779/3/AGUSMAN%20PURNOMO%20BAB%20II.pdf