Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ENSEFALITIS

Kelompok 9

Disusun Oleh :

Aida Nur Kamilah (19054)

Alliva Khoirun Nissa (19055)

Dina Puspita (19067)

Desi Warna (19066)

AKADEMI KEPERAWATAN KERIS HUSADA


KORPS MARINIR CILANDAK JAKARTA
Jl. Yos Sudarso, Komplek Marinir Cilandak
Jakarta Selatan
I. KONSEP PENYAKIT ENSEFALITIS

A. Definisi Ensefalitis
Radang otak atau Ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang
dapat menyebabkan gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat
berupa penurunan kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.
Infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus
atau mikroorganisme lain yang non purulen. Ensefalitis adalah radang jaringan otak
yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.
(Mansjoer, 2000)
Ada 2 jenis radang otak, yakni primer dan sekunder. Radang otak primer adalah
munculnya peradangan pada otak yang disebabkan oleh infeksi virus secara langsung di
otak dan sumsum tulang belakang. Sementara radang otak sekunder adalah peradangan
pada otak yang muncul di berbagai bagian tubuh lainnya, dan kemudian menyebar ke
otak.

B. Etiologi Ensefalitis
Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi virus dapat
langsung menyerang otak atau disebut radang otak primer, namun juga dapat berasal dari
organ tubuh lain lalu menyerang otak atau disebut radang otak sekunder. Jenis virus yang
dapat menyebabkan radang otak antara lain:
1. Virus herpes simpleks, penyebab penyakit herpes di mulut dan herpes genital,
serta herpes pada bayi.
2. Virus Varicella zoster, penyebab cacar air dan herpes zoster.
3. Virus Epstein-Barr, penyebab penyakit mononukleosis.
4. Virus penyebab penyakit campak (measles), gondongan (mumps), dan rubela.
5. Virus dari hewan, seperti rabies dan virus nipah

Bakteri penyebab encephalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptokous, E.


Coli, M. tuberculosa dan T. Paliidum.. Ensefalitis bakterial akut sering disebut
ensefalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000)
Radang otak atau ensefalitis lebih rentan terjadi pada seseorang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV atau orang yang mengonsumsi obati
imunosupresif.

C. Patofisiologi Ensefalitis
Virus masuk melalui tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan
masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
Setelah masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara diantaranya :
(Jeffrey dkk, 2011,b)
1. Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer, virus masuk ke dalam tubuh kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di dalam organ tersebut.
3. Penyebaran hematogen sekunder, virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
4. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di dalam selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

Setelah terjadi penyebaran ke otak timbul manifestasi klinis ensefalitis. Masa


Prodromal berlangsung selama 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorok, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat, masa inkubasi virus ini
berkisar 4-15 hari.

D. Manifestasi Klinik
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit
kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi
gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda
dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.

Pada bayi dan anak-anak, gejala radang otak yang muncul bersifat umum,
sehingga tidak mudah disadari karena menyerupai gejala penyakit lain. Gejala yang dapat
muncul adalah:

1. Mual dan muntah


2. Nafsu makan menurun
3. Tubuh anak terlihat kaku
4. Muncul tonjolan pada bagian ubun-ubun kepala
5. Rewel dan sering menangis

E. Penatalaksaan Ensefalitis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain :
1. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
5. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
6. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
7. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
8. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
9. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
10. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
11. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
12. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
13. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
14. Penatalaksanaan shock septik.
15. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
16. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari
secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.
II. ASUHAN KEPERAWATAN ENSEFALITIS

A. Pengkajian

1. Identitas

Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling


sering terjadi pada anak-anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada
kelompok gariatri (usia lebih dari 60 tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12).
2. Status kesehatan saat ini

a. Keluhan utama : Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran,


sakit kepala letargi, mengantuk, kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle &
Carman, 2012, hal. 559-560).

b. Alasan masuk rumah sakit : Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri ektrim dan pucat, kemudian diikuti
tanda insefalitis berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi padaneuron
(Ridha, 2014, hal. 336).
c. Riwayat penyakit sekarang : Faktor riwayat penyakit yang sangat penting
diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus
ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi
dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal yang sering adalah sakit
kepala dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan
sebagi akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).
d. Riwayat penyakit terdahulu
a. Riwayat penyakit sebelumnya : Pada kasus encephalitis, pasien
biasanya akan mempunyai gejala di sebabkan virus sebelum penyakit
yang sekarang. Virus memasuki sistem syaraf pusat via aliran darah dan
melalui reproduksi. Terjadi radang diarea, menyebabkab kerusakan
pada neuron (Digiulio, 2014, hal. 230)
b. Riwayat penyakit keluarga : Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat
penyakit keluarga, namun pengkajian pada anak mungkin didapatkan
riwayat menderita penyakit yang disebabkan oleh virus influenza,
varicella, adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri,
parasit satu sel, cacing fungus, riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)
e. Riwayat pengobatan Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV
sebaiknnya diterapi dengan asiklovir IV (10mg/kg setiap 8 jam) selama
menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat minimum
serial terapi selama14 hari.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia,
nystagmus, paralisis kuler, kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto,&
aryani, 2013, hal. 137).
b. Tanda tanda vital : Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-
tanda vital. Pada klien encefalitis biasanya di dapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal 39-40 derajad celsius. Penurunan
denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD
biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda tanda
peningkan TIK (Muttaqin, 2011, hal. 181).

4. Body system

a. Sistem pernapasan : Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak


nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
penapasan yang sering didapatkan pada klien encefalitis yang
disertai adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan akumulasi
sekret dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)
b. Sistem kardiovaskuler : Pengkajian pada sistem kardiovaskuler
didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada
klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal. 181)
5. Sistem persyarafan
Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klienencefalitis.
a. Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan pada encefalitis
superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
b. Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien
encefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanda
kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan, dengan alasan yang tidak diketahui, klien encefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan pada
cahaya.
c. Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot
sehinggamenggangu proses mengunyah
d. Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah
asimetris karenaadanya paralisis unilateral
e. Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi
f. Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga
menggangupemenuhan nutrisi via oral
g. Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk.
h. Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal.
182).
6. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)
a. Pemeriksaan cairan serebraspinal. Warna dan jernih terdapat
pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit.
Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas normal.
b. Pemeriksaan EEG. Memperlihatkan proses inflamasi yang di fuse
“bilateral” denganactivitas rendah
c. Thorax photo. Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum
mengalami encefalitis (Muttaqin, 2011, hal. 181)
d. Darah tepi : leukosit meningkat
e. Ctscan untuk melihat kedaan otak
f. Pemeriksan virus

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
3. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
4. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
5. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental,
dan penurunan tingkat kesadaran
6. Resiko kejang berulang
7. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
8. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
9. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima
rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
10. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam
struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.
11. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
C. Intervensi Keperawatan
(E, Marylinn, 2000)
1. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial.
Tujuan : perfusi jaringan otak meningkat

Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat lebih sadar, disorientasi negatif,


konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda tanda vital dalam
batas normal dan syok dapat dihindari.

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Monitor klien dengan ketat terutama 1. Untuk mencegah nyeri kepala
setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien yang menyertai perubahan
berbaring minimal 4- 6 jam setelah tekanan intrakranial
lumbal pungsi.

2. Monitor tanda-tanda peningkatan 2. Untuk mendeteksi tanda-tanda


intrakranial selama perjalanan penyakit syok, yang harus dilaporkan ke
(nadi lambat, tekanan darah meningkat, dokter untuk intervensi awal
kesadaran menurun, napas irreguler,
refleks pupil menurun, kelemahan)

3. Monitor tanda-tanda vital dan 3. Perubahan-perubahan ini


neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan menandakan ada perubahan
laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial dan penting
tekanan intrakranial ke dokter. untuk intervensi awal

4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau 4. Untuk mencegah peningkatan


gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tekanan intrakranial
tirah baring.

5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan 5. Untuk mengurangi tekanan


hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba intrakranial
dan tidak perlu dari kepala dan leher,
hindari fleksi leher
6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan- 6. Untuk mencegah keregangan
gerakan klien. otot yang dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intrakranial

7. Beri penjelasan keadaan lingkungan 7. Untuk mengurangi disoreintasi


pada klien dan untuk klarifikasi persepsi
sensorik yang terganggu

8. Evaluasi selama masa penyembuhan 8. Untuk merujuk ke rehabilitasi


terhadap gangguan motorik, sensorik,
dan intelektual

9. Kolaborasi pemberian steroid osmotik. 9. Untuk menurunkan tekanan


intrakranial.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi


sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Tujuan : jalan napas kembali efektif

Kriteria Hasil : sesak napas negatif, frekuensi napas 16-20x/menit tidak


menggunakan otot bantu napas, dapat mendemontrasikan cara batuk efektif.

Intervensi

Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Memantau dan mengatasi komplikasi
napas tambahan, perubahan potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
irama dan kedalaman, dengan interval yang teratur adalah
penggunaan otot-otot aksesori, penting karena pernapasan yang tidak
warna dan kekentalan sputum. efektif dan adanya kegagalan, akibat
adanya kelemahan atau paralisis pada
otot-otot interkostal dan diafragma
berkembang dengan cepat

2. Atur posisi fowler dan 2. Peninggian kepala tempat tidur


semifowler memudahkan pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada, meningkatkan batuk
lebih efektif
3. Ajarkan cara batuk efektif 3. Klien berada pada resiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan
mengalami kesulitan dalam menelan
sehingga menyebabkan aspirasi saliva
dan mencetus gagal napas akut

4. Lakukan fisioterapi dada: 4. Terapi fisik dada membantu


vibrasi dada meningkatkan batuk lebih efektif

5. Penuhi hidrasi cairan via oral 5. Pemenuhan cairan dapat mengencerkan


seperti minum air putih dan mukus yang kental, dan dapat membantu
pertahankan asupan cairan pemenuhan cairan yang banyak keluar
2500 ml/hari dari tubuh

6. Lakukan pengisapan lendir 6. Pengisapan mungkin diperlukan untuk


dijalan napas mempertahankan kepatenan jalan napas
menjadi bersih

3. Resiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5x24 jam.

Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan
albumin dalam batas normal.

Intervensi
Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgo 1. Mengetahui status nutrisi klien
kulit.
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut merangsang nafsu
makan.
3. Observasi asupan dan 3. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
pengeluaran.
4. Observasi posisi dan 4. Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi
keberhasilan sonde
5. Tentukan kemampuan klien 5. Untuk menetapkan jenis makanan yang
dalam mengunyah, menelan, akan diberikan pada klien.
dan refleks batuk.
6. Kaji kememuan klien dalam 6. Dengan mengkaji faktor-faktor dapat
menelan, batuk, dan adanya menentukan kemampuan menelan klien
sekret. dan mencegah resiko aspirasi.

7. Auskultrasi bising usus, amati 7. Fungsi gastrointestinal bergantung pada


penurunan atau hiperaktivitas kerusakan otak. Bising usus menentukan
bising usus. respon pemberian makan atau terjadinya
komplikasi misalnya pada ileus.

8. Timbang berat badan sesuai 8. Untuk menevaluasi efektivitas dari


indikasi. asupan makanan.

9. Beri makan dengan cara 9. Menurunkan resiko regurgitasi atau


meninggikan kepala. aspirasi

10. Letakkan posis kepala lebih 10. Untuk klien lebih mudah untuk menelan
tinggi pada waktu, selama dan karena gaya gravitasi.
sesudah makan

11. Stimulasi bibir untuk menutup 11. Membantu dalam melatih kembali
dan membuka mulut secara sensorik dan meningkatkan kontrol
manual dengan menekan muskular.
ringan di atas bibir/ di bawah
dagu jika dibutuhkan.

12. Letakkan makanan pada area 12. Memberi stimulus sensorik (termasuk
mulut tang tidak terganggu. rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan
masukan.

13. Beri makan dengan perlahan 13. Klien dapat berkonsentrasi pada
pada lingkungan yang tenang. mekanisme makan tanpa adanya distraksi
dari luar.

14. Mulailah untuk memberi 14. Makan lunak/ cair mudah untuk
makan per oral setengah cair dikendalikan di dalam mulut dan
dan makanan lunak ketika menurunkan terjadinya aspirasi.
klien dapat menelan air.
15. Anjurkan klien menggunakan 15. Menguatkan otot fasial dan otot menelan
sedotan untuk minum. dan menurunkan resiko terjadinya
terdesak.
16. Anjurkan klien untuk 16. Dapat meningkatkan pelesan endofin
berpatisipasi dalam program dalam otak yang meningkatkan nafsu
latihan/ kegiatan makan.
17. Kolaborasi dengan tim dokter 17. Mungkin diperlukan untuk memberikan
untuk memberikan cairan cairan pengganti dan juga makan jika
melalui IV atau makanan klien tidak mampu untuk memasukan
melalui slang. segala sesuatu melalui mulut.

4. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status


mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteri hasil : klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.

Intervensi
Intervensi Rasional
1. Monitor kejang pada tangan, 1. Gambaran iritabilitas sistem saraf
kaki, mulut, dan otot-otot pusat memerlukan evaluasi yang
muka lainnya. sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadi nya
komplikasi

2. Persiapkan lingkungan yang 2. Melindungi klien bila kejang terjadi


aman seperti batasan ranjang,
papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat
klien
3. Pertahankan bedrest total 3. Mengurangi resiko jatuh/cedera jika
selama fase akut terjadi vertigo dan ataksia

4. Kolaborasi pemberian terapi: 4. Untuk mencegah atau mengurangi


diazepam, fenobarbital kejang. Catatan: fenobarbital dapat
menyebabkan depresi pernapasan dan
sedasi.
5. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi lapisan otak
Tujuan : keluahan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenaang, wajah rileks, dan klien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat 1. Menurunkan reaksi terhadap
lingkungan yang aman dan rangsangan eksternal atau kesensitifan
tenang. terhadap cahaya dan menganjurkan
klien untuk beristirahat

2. Kompres dingin (es) pada 2. Dapat menyebabkan vasokontriksi


kepala pembuluh darah otak

3. Lakukan penatalaksanaan 3. Membantu menurunkan (memutuskan)


nyeri dengan metode distraksi stimulasi sensasi nyeri
dan relaksasi napas dalam

4. Lakukan latihan gerak aktif 4. Dapat membantu relaksasi otot-otot


atau pasif sesuai kondisi yang tegang dan dapat menurunkan
dengan lembut dan hati-hati nyeri/rasa tidak nyaman

5. Kolaborasi pemberian 5. Mungkin diperlukan untuk


analgesik menurunkan rasa sakit.

6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,


penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan
persepsi/kognitif.

Tujuan : tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi


pencernaan dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik

Kriteria Hasil: skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Tinjau kemampuan fisik dan 1. Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan
kerusakan yang terjadi menentukan pilihan intervensi
2. Kaji tingkat imobilisasi, 2. Tingkat ketergantungan minimal care
gunakan skala ketergantungan (hanya memerlukan bantuan minimal)

3. Berikan perubahan posisi yang 3. Perubahan posisi teratur dapat


teratur pada klien mendistribusikan berat badan secara
menyeluruh dan memfasilitasi
peredaran darah serta mencegah
dekubitus
4. Pertahankan kesejajaran tubuh 4. Mencegah terjadinya kontraktur atau
yang adekuat, berikan latihan footdrop, serta dapat mempercepat
ROM pasif jika klien sudah pengembalian fungsi tubuh nantinya.
bebas panas dan kejang

5. Berikan perawatan kulit secara 5. Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah


adekuat, lakukan masase, ganti gangguan integritas kulit
pakaian klien dengan bahan
linen dan pertahankan tempat
tidur dalam keadaan kering

6. Berikan perawatan mata, 6. Melindungi mata dari kerusakan akibat


bersihkan mata, dan tutup terbukanya mata terus menerus
dengan kapas yang basah
sesekali

7. Kaji adanya nyeri, kemerahan, 7. Indikasi adanya kerusakan kulit


bengkak pada area kulit

7. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.


Tujuan : mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang
sampai pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat kesadaran dapat
ansietas dari pasien/keluarga. mempengaruhi ekspresi rasa takut
Catat adanya tanda-tanda tetapi tidak menyangkal
verbal atau non verbal. keberadaannya. Derajat ansietas akan
dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima oleh individu.

2. Berikan penjelasan hubungan 2. Meningkatkan pemahaman,


antara proses penyakit dan mengurangi resa takut karena
gejalanya. ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas.
3. Jawab setiap pertanyaan 3. Penting untuk menciptakan
dengan penuh perhatian dan kepercayaan karena diagnosa enfeksi
berikan informasi tentang otak mungkin menakutkan, ketulusan
prognosa penyakit dan informasi yang akurat dapat
memberikan keyakinan pada pasien dan
juga keluarga.
4. Jelaskan dan persiapkan untuk 4. Dapat meringankan ansietas terutama
tindakan prosedur sebelum ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
duilakukan. otak.

5. Berikan kesempatan 5. Mengungkap ,rasa takut secara terbuka


pasien/keluarga untuik di mana rasa takut dapat ditunjukkan.
mengumgkapkan isi pikiran
dan perasaan takutnya.

6. Libatkan pasien/keluarga 6. Meningkatkan perasaan control


dalam perawatan. terhadap diri dan meningkatkan
kemandirian.

7. Berikan petunjuk mengenai 7. Memberikan jaminan bahwa bantuan


sumber-sumbner penyokong yang diperlukan adalah penting untuk
yang ada, seperti keluarga, peningkatan/menyokong mekanisme
konselor professional dan koping pasien.
sebagainya
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah
ensefalitis adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.academia.edu/15233213/Askep_Encephalitis
2. https://www.academia.edu/10981650/asuhan_keperawatan_ensefalitis
3. https://www.alodokter.com/radang-otak
4. http://repository.ump.ac.id/5779/3/AGUSMAN%20PURNOMO%20BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai