Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan
teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga
menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada gilirannya akan
mengakibatkan kerugian materil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya
kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan penurunan produktifitas
nasional secara umum, sedangkan dilain pihak juga menyebabkan peningkatan
pengeluaran yang berhubungan dengan upaya pengobatannya.
Di Indonesia, penyakit Encephalitis merupakan penyakit yang paling
sering dialami anak kecil. Sebagaimana yang kita tahu Encephalitis adalah
suatu peradangan dari otak. Infeksi-infeksi pada sistem saraf pusat
menimbulkan masalah medis yang serius dan membutuhkan pengenalan dan
penanganan segera untuk memperkecil gejala sisa neurologis yang serius dan
memastikan kelangsungan hidup pasien.
Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
maupun jamur, dan dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun
di rumah sakit (hospital acquired). Pasien yang sedang dalam perawatan di
rumah sakit memiliki resiko tertular infeksi lebih besar dari pada di luar rumah
sakit. Lingkaran infeksi dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor, dan
mikroba.
Sebagaimana uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai salah satu masalah yang diakibatkan oleh terjadinya infeksi terhadap
jaringan otak oleh virus, bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang
biasa disebut dengan encephalitis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Encephalitis ?
2. Bagaimana etiologi dan manifestasi klinis Encephalitis ?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Encephalitis ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan Encephalitis pada anak ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Megetahui pengertian dari penyakit Encephalitis
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis penyakit Encephalitis
3. Mengetahui patofisiologi penyakit Encephalitis
4. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit Encephalitis pada anak

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk menambah pengetahuan tentang definisi penyakit Ensefalitis
2. Untuk menambah pengetahuan tentang etiologi dan manifestasi klinis
penyakit Ensefalitis
3. Untuk menambah pengetahuan tentanf patofisologi penyakit Ensafalitis
4. Untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan penyakit
Ensefalitis pada anak

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Encephalitis


Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling
sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga
disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang non purulent. Encephalitis adalah
peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
encephalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis juga
dapat menyebabkan encephalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya
kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.
Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak setempat (lokal) atau
seluruhnya (difus). Encephalitis berbeda dengan meningitis (radang selaput
otak) dalam hal penyebab dan proses terjadinya penyakit. Namun, encephalitis
sering disertai oleh peradangan selaput otak sehingga disebut sebagai
meningoensefalitis. Istilah encephalitis mengacu pada peradangan otak yang
umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini dapat menyerang
manusia maupun hewan. Peradangan otak yang disertai radang sum sum tulang
disebut epsefalomielitis.
Dikenal beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan encephalitis. Jenis
yang paling sering ditemukan adalah virus yang ditularkan oleh serangga,
misalnya nyamuk dan tungau. Encephalitis yang ditimbulkannya biasanya

3
berat dan sering menyebabkan kematian. Bila dapat bertahan hidup, umumnya
penderita akan menjadi cacat karena kerusakan neurologis.
Anak-anak dan lanjut usia terutama berisiko terkena jenis encephalitis
yang paling parah. Hampir 60 persen kasus yang ditemukan dianggap fatal.
Seringkali radang disebabkan oleh virus, namun ada juga kasus langka yang
diakibatkan bakteri. Beberapa jenis virus dapat menimbulkan encephalitis,
termasuk rabies, flu, campak, herpes dan encephalitis akibat caplak.

2.2 Etiologi Encephalitis


Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan encephalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab encephalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari encephalitis
adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Infeksi virus yang bersifat endemik
- Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
- Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.
Hassan, 1997).

4
2.3 Patofisiologi Encephalitis
Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen
penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem
limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau
serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan
penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa
organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam
nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam
organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam
jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis
adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh
1) Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang
berproliferasi aktif atau
2) Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron
mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon
jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi,
kerusakan pembuluh darah dan perivaskular.
Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan
menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya
kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan
bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh
kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi
multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang
menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain.
(Nelson, 1992).
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak
melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus.
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari
radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui

5
tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus
paranasalis.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya
terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai
darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada
pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan
kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat
pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan
membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian
terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat
membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. (Harsono, 1996). Proses
radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila
disebut sebagai meningo ensefalitis. (Arif, 2000)
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut,
VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh
melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam
kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV.
Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP
melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer
(gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah
bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal
(arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di
dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular
inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak.
Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis

6
dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh
makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer. (Harsono,
1996).
Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent)
merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus
herpes simplek dan herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah
pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-
tahun setelah infeksi pertama. (Khumer, 1987).

2.4 Tanda dan Gejala Encephalitis


Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Encephalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Secara umum, gejala berupa trias Encephalitis yang terdiri dari demam, kejang
dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan (Mansjoer,2000).

7
Adapun tanda dan gejala Encephalitis sebagai berikut :
1 Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
(Hassan,1997).
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi
tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia
hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan
infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
 Pemeriksaan penunjang :
Secara klinik dapat di diagnosis dengan menemukan gejala klinik tersebut
diatas:
1. Biakan : dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. Dari likuor atau jaringan
otak. Akan dapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi henaglutinasi
dan uji teutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan leukosit.
4. Fungsi lumbal likuor serebospinalis sering dalam batas normal. Kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
5. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukan aktivitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya
kejang,koma,tumor,infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan
parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan. (Smeltzer,2002).

8
6. CT Scan, pemeriksaan CT Scan otak sering kali di dapat hasil normal,
tetapi bisa juga didapat hasil edema diffuse.

2.5 Manifestasi Klinis Encephalitis


Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis Encephalitis lebih kurang
sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara
umum gejala berupa trias Encephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun (Arif, 2000).
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu
yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar,
menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor,
letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan (Kempe, 1982).
Manifestasi klinik Encephalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala
yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu
makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan
kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia (Harsono,
1996).
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan
perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang
biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi
virus neurotropik yang bersifat laten. (Arif, 2000).
Pada Encephalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari
kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig
positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul
bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun
sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan

9
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan
mental (Harsono, 1996).
Temuan-temuan klinis pada Encephalitis ditentukan oleh :
1. Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat
2. Patogenesitas agen yang menyerang
3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita (Nelson 1992).

2.6 Epidemiologi Encephalitis


Karena terdapat banyak penyebab Encephalitis, maka tidak terdapat pola
epidemiologi yang sama. Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi pada musim
panas dan musim gugur, mencerminkan adanya virus arbo dan virus entero
sebagai etiologi. Encephalitis yang disebabkan karena virus arbo terjadi dalam
bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan oleh batas vektor
nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah.
Kasus-kasus Encephalitis yang sporadis dapat terjadi setiap musim,
pertimbangan epidemiologis yang harus ditinjau ulang dalam usaha mencari
agen penyebab meliputi wilayah geografis, iklim, pemaparan oleh binatang,
air, manusia, dan bahan makanan, tanah, manusia, dan faktor-faktor hospes
(Nelson, 1992).
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Dari penderita
yang hidup, 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa (Anonim, 1985).

2.7 Penatalaksanaan Medis Encephalitis


Penatalaksanaan yang dilakukan pada Encephalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
 Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
 Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
 Bila Encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV

10
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan (Victor, 2001).
 Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
c. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
 Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
 Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
 Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
d. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
 Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
 Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama.
 Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
f. Penatalaksanaan shock septik.
g. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
h. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral
(Hassan, 1997).

11
2.8 Asuhan Keperawatan Encephalitis pada Anak
1. Pengkajian
a. Identitas : Encephalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan Utama : berupa panas badan meningkat, kejang, dan kesadaran
menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-
muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien sebelumnya menderita batuk, pilek
kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit
infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga ada yang menderita penyakit
yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan lain-lain. Bakteri
contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.
f. Imunisasi : Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis
dapat terjadi pada post imunisasi pertusis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
masalah ensefalitis adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
b. Hipertemi b/d reaksi inflamasi.
c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara)
b/d kerusakan susunan saraf pusat.
d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan (Boedihartono, 1994). Intervensi keperawatan pasien dengan
masalah ensefalitis adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
Tujuan : Nyeri teratasi

12
Kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri : Tindakan non analgetik dapat


Berikan tindakan nyaman. menghilangkan ketidaknyamanan
dan memeperbesar efek terapi
analgetik.
Berikan lingkungan yang tenang, Menurunkan reaksi terhadap
ruangan agak gelap sesuai indikasi. stimulasi dari luar atau sensitivitas
terhadap cahaya dan meningkatkan
istirahat/relaksasi.
Kaji intensitas nyeri. Untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan kemudian.
Tingkatkan tirah baring, bantu Menurunkan gerakan yang dapat
kebutuhan perawatan diri pasien. meningkatkan nyeri.
Berikan latihan rentang gerak Dapat membantu merelaksasikan
aktif/pasif secara tepat dan masase ketegangan otot yang
otot daerah leher/bahu. meningkatkan reduksi nyeri atau
rasa tidak nyaman tersebut.
Kolaborasi : Obat ini dapat digunakan untuk
Berikanan algesik sesuai indikasi. meningkatkan kenyamanan
/istirahat umum.

b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi.


Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas
dari kedinginan.

13
INTERVENSI RASIONAL

Mandiri : Suhu 38,9-41,1 C menunjukkan


Pantau suhu pasien, perhatikan proses penyakit infeksius akut.
menggigil/ diaforesis.
Pantau suhu lingkungan, batasi / Suhu ruangan/jumlah selimut harus
tambahkan linen tempat tidur diubah untuk mempertahankan suhu
sesuai indikasi. mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat, Dapat membantu mengurangi
hindari penggunaan alkohol. demam.
Kolaborasi : Digunakan untuk mengurangi
Berikan antipiretik sesuai indikasi. demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.

c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara)


b/d kerusakan susunan saraf pusat.
Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual.
Kriteria hasil :
1. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual.
2. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
hasil.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri : Kesadaran akan tipe/daerah yang


Lihat kembali proses patologis terkena membantu. dalam
kondisi individual. mengkaji/ mengantisipasi defisit
spesifik dan keperawatan
Evaluasi adanya gangguan Munculnya gangguan penglihatan
penglihatan dapat berdampak negatif terhadap

14
kemampuan pasien untuk
menerima lingkungan.
Ciptakan lingkungan yang Menurunkan/ membatasi jumlah
sederhana, pindahkan perabot yang stimuli yang mungkin dapat
membahayakan. menimbulkan kebingungan bagi
pasien.

d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.


Tujuan : Tidak terjadi kontraktur.
Ktiteria hasil :
1. Tidak terjadi kekakuan sendi.
2. Dapat menggerakkan anggota tubuh.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri: Dengan diberi penjelasan


Berikan penjelasan pada keluarga diharapkan keluarga mengerti dan
klien tentang penyebab terjadinya mau membantu program perawatan.
spastik dan terjadi kekacauan sendi.
Lakukan latihan pasif mulai ujung Melatih melemaskan otot-otot,
ruas jari secara bertahap. mencegah kontraktor.

Lakukan perubahan posisi setiap 2 Dengan melakukan perubahan


jam. posisi diharapkan perfusi ke
Jaringan lancar, meningkatkan daya
pertahanan tubuh.

Kolaborasi untuk pemberian Diberi dilantin / valium , kejang /


pengobatan spastik dilantin / spastik hilang.
valium sesuai Indikasi.

15
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Implementasi
keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis meliputi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.

NO IMPLEMENTASI

1 Memberikan tindakan nyaman.


2 Memberikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap
sesuai indikasi.
3 Mengkaji intensitas nyeri.
4 Meningkatkan tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri
pasien.
5 Memberikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan
masase otot daerah leher/bahu.
6 Berkolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.

b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi


NO IMPLEMENTASI

1 Memantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.


2 Memantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi.
3 Memberikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alkohol.
4 Berkolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai indikasi.

c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d


kerusakan susunan saraf pusat.
NO IMPLEMENTASI

1 Melihat kembali proses patologis kondisi individual.

16
2 Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan

3 Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot


yang membahayakan.

d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.


NO IMPLEMENTASI

1 Memberikan penjelasan pada keluarga klien tentang penyebab


terjadinya spastik dan terjadi kekacauan sendi.
2 Melakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap.

3 melakukan perubahan posisi setiap 2 jam.

4 Berkolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin /


valium sesuai Indikasi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien
dengan masalah ensefalitis adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari
encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling
sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat
juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan
dari otak.
 Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan encephalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab encephalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
 Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen
penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem
limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau
serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan
penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada
beberapa organ.
 Adapun tanda dan gejala Encephalitis sebagai berikut : Suhu yang
mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran dengan cepat
menurun, muntah, kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau
twiching saja (kejang-kejang di muka), gejala-gejala serebrum lain, yang
dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau
paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan,1997).
 Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis Encephalitis lebih kurang
sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara
umum gejala berupa trias Encephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun (Arif, 2000).

18
 Karena terdapat banyak penyebab Encephalitis, maka tidak terdapat pola
epidemiologi yang sama. Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi pada
musim panas dan musim gugur, mencerminkan adanya virus arbo dan virus
entero sebagai etiologi. Encephalitis yang disebabkan karena virus arbo
terjadi dalam bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan oleh
batas vektor nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah.

3.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi
fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa
mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada
didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya
sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.

19
DAFTAR RUJUKAN

Prasetyo H. 2013. Askep Anak dengan Ensefalitis. (Daring).


(http://asuhan-keperawatan-iqtania.blogspot.com/2013/12/askep-anak-
dengan-ensefalitis.html), diakses pada 14 Agustus 2017
Aminah. 2015. Ensefalitis Neuro. (Daring).
(https://dokumen.tips/documents/ensefalitis-neuro.html), diakses pada 14
Agustus 2017
Blogger. 2015. Mengenal Ensefalitis, Radang Otak Penyebab Kematian dr
Andra.. (Daring). (http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/11/mengenal-
ensefalitis-radangan-otak-penyebab-kematian-dr-andra), diakses pada 14
Agustus 2017
Blogger. 2015. Encephalitis: Gejala, Penyebab, Pengobatan. (Daring).
(https://mediskus.com/penyakit/encephalitis), diakses pada 14 Agustus 2017
Hulwaanah. 2013. Askep Encephalitis. (Daring).
(http://shinichiranmouri.blogspot.co.id/2013/10/askep-encephalitis_8.html),
diakses pada 14 Agustus 2017
Medlinux. 2007. Encephalitis. (Daring).
(http://medlinux.blogspot.co.id/2007/09/encephalitis.html), diakses pada 14
Agustus 2017

20

Anda mungkin juga menyukai