Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGOENSEFALITIS

Disusun:
Putri Evelyna 11210003

PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WALUYA MALANG
2023
BAB l
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Meningitis merupakan penyakit peradangan pada selaput otak, sedangkan ensefalitis adalah
penyakit peradangan pada otak. Dalam beberapa kasus kedua penyakit ini dapat terjadi
bersamaan yang dikenal dengan nama meningoensefalitis. Meningoensefalitis merupakan
penyakit yang menyerang sistem saraf pusat yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
tuberkulosis, ataupun jamur. Penyakit ini dapat mengenai siapa saja, terutama mereka yang
memiliki daya tahan tubuh yang kurang, misalnya anak-anak, penderita malnutrisi, lansia, dan
orang-orang dengan penyakit yang menurunkan sistem imun tubuh (immunocompromised)
(Setia, 2017).
1. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organorgan jamur . Meningitis merupakan
in!eksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme
pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan bahan Aseptis
virus. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Setia, 2017).
Meningitis bakterial dapat berakibat fatal pada 50% pasien saat tidak ditangani. Bahkan
dengan diagnosis dini dan ditangani dengan penanganan yang tepat 8-15% pasien meninggal
dalam kurun waktu 24-48 jam setelah onset timbulnya gejala. Sebanyak 10-20% pasien yang
selamat akan rentan mengalami kerusakan otak, gangguan belajar, dan gangguan pendengaran
(World Health Organization, 2017).
2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab
tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang
disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi
pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi pertussis (Nera, 2019).
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus
otak sampai dengan medula spinalis. encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang
kuat pada jaringan otak dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel
ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi (Nera, 2019).

B. Etiologi
1. Meningitis menurut Eka, (2020) yaitu:
a. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
b. Penyebab lainnya lues, virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
c. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
d. Faktor maternal: ruptur membranetal, in!eksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
e. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin
f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.

2. Ensefalitis
Ensefalitis berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis,misalnya
bakteri protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab terpenting dan paling
sering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung ke otak atau reaksi radang
akut karena in!eksi sistemik atau vaksinasi terdahulu (Dela, 2019).
Macam-maam ensefalitis virus menurut Dela, (2019). yaitu:
a. Infeksi virus yang bersifat epidemic
b. Infeksi virus yang bersifat sporadic
c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisel.

C. Klasifikasi
1. Meningitis
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada &airan
otak, yaitu:
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.
Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Ensefalitis
Ensefalitis ini disebabkan antara lain oleh virus, bakteri, jamur, ricketsia (masuk melalui
gigitan kutu), dan parasit. Kelimanya dapat diklasifikasi sebagai berikut:
a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah: Staphylococcus aureus, Streptococcus, E. Coli
dan M. Tuberculosa.
Manifestasi klinis: Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis: demam, kejang dan penurunan
kesadaran. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum,
tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu: nyeri kepala yang kronik dan progresif,
muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat
edema papil. Tanda- tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
b. Ensefalitis Sifilis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Gejala Ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian:
1) Gejala-gejala neurologis, kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia,
apraksia, hemianopsia, penurunan kesadaran, sering dijumpai pupil Agryll- Robertson, nervus
opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanangangguan motorik yang
progresif.
2) Gejala-gejala mental, timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang mundur
perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.
c. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia:
1) Virus RNA
a) Paramikso virus: virus yang menyebabkan parotitis, morbili
b) Rabdovirus: virus rabies
c) Tugavirus: virus rubella flavivirus (virus Ensefalitis Jepang B, virus dengue)
d) Picornavirus: enterovirus (virus polio, cockscakie A dan B, echovirus)
e) Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoriab.
2) Virus DNA
a) Herpes virus: herpes zoster - varisella, herpes simpleks, sitomegali virus, virus Epstein –
barr
b) Poxvirus: variola, vaksinia
c) Retrovirus: AIDS
Manifestasi klinis: Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
penurunan kesadaran, timbul serangan kejangkejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis
bulbaris.
d. Ensefalitis Karena Parasit
1) Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gejala-gejala yang timbul :
demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.
2) Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali
dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
3) Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan Meningoensefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah
demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
e. Ensefalitis Karena Fungus (Jamur)
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain: Candida albicans, Cryptococcus
neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah Meningo-ensefalitis purulenta. Faktor
yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
f. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian kesadaran
menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar (Dela, 2019)

D. Patofisiologi
1. Meningitis
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain.
Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya penyakit
Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, dan Bronchopneumonia. Masuknya organisme melalui sel
darah merah pada blood brain barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur
pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau
rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis, dimana
terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada CSF
akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis.
Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga
menimbulkan respon peradangan seperti pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek
peradangan yang di sebabkan oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan
terjadilah toksekmia, sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan
suhu tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi (Sudibyo, Dkk. 2019).
2. Ensefalitis
Setelah mikroorganisme masuk ke tubuh manusia yang rentan, melalui
kulit, saluran pernapasan dan saluluran cerna. Virus menuju sistem getah bening dan
berkembangbiak. Virus akan menyebar melalui aliran darah dan menimbulkan viremia
pertama. Melalui aliran darah virus akan menyebar ke sistem saraf pusat dan organ
eksterneural. Kemudian virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan
viremia ke dua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi penyakit sistemik (Sudibyo, Dkk.
2019).
Setelah terjadinya viremia, vius menembus dan berkembangbiak pada endotel vaskular
dengan cara endositosis. Sehingga, dapat menembus sawan otak. Setelah mencapai susunan
saraf pusat virus bekembangbiak dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma serta
badan golgi yang menghancurkan mereka. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel
neuron, ganglia dan endotel meningkat. Sehingga cairan di luar sel masuk ke dalam dan
timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan kerusakan pada susunan saraf pusat ini
memberikan manifestasi berupa Ensefalitis. Dengan masa prodmoral berlangsung 1-4 hari.
Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipotalamus dan
korteks serebra.
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau
mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang
(rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus
rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP
melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal)
misalnya VSH, rabies dan herpes zoster (Sudibyo, Dkk. 2019).

E. Manifestasi Klinik
1. Meningitis
Gejala klinis yang timbul pada meningitis bakterial berupa sakit kepala, lemah, menggigil,
demam, mual, muntah, nyeri punggung, kaku kuduk, kejang, peka pada awal serangan, dan
kesadaran menurun menjadi koma. Gejala meningitis akut berupa bingung, stupor, semi-koma,
peningkatan suhu tubuh sedang, frekuensi nadi dan pernapasan meningkat, tekanan darah
biasanya normal, klien biasanya menunjukkan gejala iritasi meningeal seperti kaku pada leher,
tanda Brudzinksi (Brudzinki’s sign) positif, dan tanda Kernig (Kernig’s sign) positif
2. Ensefalitis
Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa delirium dan
penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan gerakangerakan abnormal. Setelah
masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali
terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada orang dewasa dan menjerit pada anak kecil. Ditemukan
tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon,
tremor, kelemahan otot dan kadang- kadang kelumpuhan. Meskipun penyebabnya berbeda,
gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnostik. Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
penurunan kesadaran (Dela, 2019)
Gejala yang dialami oleh pasien yang menderita meningoensefalitis, antara lain: gangguan
kesadaran, demam, sakit kepala, kejang, dan perubahan perilaku, serta dengan atau tanpa defisit
neurologi fokal.1 Kejang yang terjadi terkadang sulit diatasi sehingga dapat menjadi status
epileptikus. Status epilepticus merupakan salah satu kegawatdaruratan neuropediatrik yang
sering terjadi. Status epileptikus ditandai dengan kejang yang berlangsung terus menerus
selama ≥ 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang
tersebut (Evani, 2019).

F. Komplikasi
1. Meningitis
Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain.
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya
desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari
lapisan otak ke daerah
subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai
ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke
ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor
Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan
terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya
banyak tertahan di intracranial.
d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis
tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
e. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah
menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan
memori.
f. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau
mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
2. Ensefalitis
Gejala sisa maupun komplikasi karena Ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat
dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem
kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap.
Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena
kerusakan SSP berat. Komplikasi yang terjadi pada Ensefalitis adalah : pasien dapat mengalami
ketidakmampuan permanen, kerusakan otak atau meninggal akibat ensefalitis dan dapat timbul
kejang (Dela, 2019).

G. Penatalaksanaan
1. Meningitis
Penatalaksanaan medis yang secara umum yang dilakukan di rumah sakit menurut Nera,
(2019). antara lain:
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan
anak atau tingkat degidrasi yang diberikan karena pada anak yang menderita meningitis sering
datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran
cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat
kesadaran yang menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan diazepam 0,5
mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan
fenobarbital dengan dosis awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/
di bagi dalam dua kali pemberian diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital
dua hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali pemberian.
Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga diharapkan dapat menurunkan suhu
tubuh karena selain hasil toksik kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot
akibat
kejang.
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering
dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/KgBB dibagi dalam enam dosis pemberian
secara intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam empat dosis
pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pengambilan
cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.
d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan
rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak
karena peningkatan rangsang depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan anak
pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan napas dipadu dengan
pemberian oksigen untuk mendukung kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu
mungkin juga terjadi depresi pusat pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial
sehingga peril diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran
pernapasan. Pemberian oksigen pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa
tinggi melalui masker oksigen.
2. Ensefalitis
Penderita baru dengan kemungkinan Ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya
gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ
dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.
Tatalaksana yang dikerjakan sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada Ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan
Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5-1/4 S (tergantung umur)
dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari/ IV dibagi dalam 3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena
dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam.
Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua
bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.6
e. Pengobatan:Untuk pengobatan dapat dibagi menjadi 2 macam terapi : terapi kausatif dan
terapi simptomatis.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Meningitis
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa punsi lumbal, CT- scan, MRI dan
pemeriksaan laboratorium
a. Punsi lumbal
Pungsi lumbal atau analisis cairan dan kultur cairan serebrospinal masih menjadi metode
definit dalam meningitis. Parameter yang diperiksa pada pungsi lumbal adalah opening
pressure, jumlah sel darah putih, glukosa, protein dan pemeriksaan mikrobiologi
b. CT Scan
CT Scan kepala dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan adanya infeksi bakteri atau
space occupying lession. Pada infeksi bakteri, beberapa pasien akan memperlihatkan
adanya meningeal anhancement. Menurut Infection Disease Society of America, CT Scan
sebaiknya tidak menunda pemeriksaan punsi lumbal. Beberapa kondisi yang mengharuskan
skrining CT Scan sebelum pungsi lumbal adalah status pasien immunocompromise, kejang
dalam 1 minggu, papilledema dan defisist neurologis fokal
c. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah tidak spesifik digunakan untuk mendiagnosis meningitis. Kultur darah
dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi bakteri, terutama penyakit meningococcal.
2. Ensefalitis
a. Pemeriksaan cairan serobrospinal
b. Pemeriksaan darah lengkap
c. Pemeriksaan feses
d. Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
e. Pemeriksaan titer antibody
f. EEG
g. Foto thorax
h. Foto roentgen kepala
i. CT-Scan Arteriografi
DAFTAR PUSTAKA

Bella Aggara Setia. (2017). Laporan Pendahuluan (Lp) Meningoencephalitis (Meningitis Dan
Encephalitis)
Dhella Nera. (2019). Karya Tulis Ilmiah Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada
Sdr. Z Dengan Susp.Meningitis Diruang Rawat Inap Neurologi Rsud Dr.Achmad Mochtar
Kota Bukittinggi Tahun 2019
Fabian J Junaidi, Saphira Evani. (2019). Laporan Kasus: Penanganan Status Epileptikus
Refrakter Pada Anak Dengan Meningoensefalitis Di Rumah Sakit Tipe. Callosum Neurology,
Volume 2, Nomor 1: 1-7, 2019 ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284
Gunadi Eka. (2020) Terapi Pada Meningitis Bakterial. Jurnal Penelitian Perawat Profesional
Volume 2 Nomor 3, Agustus 2020 e-ISSN 2715-6885; p-ISSN 2714-9757
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP
Sudibyo, Dkk. (2019). Meningoensefalitis pada Wegener’s Granulomatosis dengan Anca
Negatif: Laporan Kasus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 6, No. 3
Rosalina Dela. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien An. A Dengan
Diagnosa Endefalitis Dengan Intervensi Inovasi Kompres Aloevera Pada Pasien Gangguan
Termogulasi Di Ruang PICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SiKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai