Anda di halaman 1dari 20

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi


struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1. Durameter
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus
otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput
tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal)
meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium
serebelum dan diafragma sella.
2. Arakhnoid
Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri
dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak.
Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada
reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang(Prince,Wilson, 2006).

B. DEFINISI
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan
piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala
spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala defisit neurologi
(Widagdo, 2011).
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme
penyebabmeningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat
cederatraumatik atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain
didalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens
dapatmenimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan
zatkimia (Betz, 2009).
C. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan
pasien dengan meningitis mepunyai faktor prediposisi seperti fraktur tulang
tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. (Erathenurse,
2007).
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas: Pneumococcus,
Meningococcus, Hemophi influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella.
(Suriadi, 2006).
Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likour
serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi,
seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau
obat-obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun (imunopresif).
(Lewis, 2005)
Menurut Kozier (2005), meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus,
bakteri, jamur maupun parasit.
1. Virus
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara
alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika Serikat
terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun
hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi
virus lain, yakni :
a. Virus Mumps
b. Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-
zoster, Measles, and Influenza
c. Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya
(Arboviruses)
d. Kasus yang lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic
choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.
2. Bakteri
Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan
orang dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria
meningitidis. Meningitis disebabkan ole bakteri ini dikenal sebagai penyakit
meningokokus. Bakteri penyebab meningitis bervariasi menurut kelompok
umur.
Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis
pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut
(yaitu, Streptococcus group B, Basili enterik gram negatif, dan Listeria
monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang-kadang dapat
karena Haernophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita
yang lebih tua.
Meningitis pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena
H.influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis.
Penyakit yang disebabkan oleh influenzae tipe B dapat terjadi disegala umur
tapi seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun. Klebisella, Enterobacter,
Pseudomonas, Treponema pallidum dan Mycobacterium tuberculosis dapat
juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab
abses otak yang penting.
3. Jamur
Jamur yang menginfeksi manusia terdiri dari 2 kelompok yaitu, jamur
patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies
yang dapat menginfeksi manusia normal setela inhalasi atau inflantasi spora.
Secara alamiah, manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan
imunitas lainnya lebi rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia
normal. Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastoycosis,
coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah
kelompok jamur opportunistik. Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal.
Penyakit yang termasuk disini adala aspergilosis, candidiasis,
cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan nocardiosis.
Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan
meningitis akut, subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan
imunosupresif terutama anak dengan leukimia dan asidosis. Dapat juga pada
anak yang imunokompeten. Cryptococcus neoformasus dan Coccidioides
immitis adalah penyebab utama meningitis jamur pada anak imunikpmpeten.
Candida sering pada anak dengan imunosupresi dengan penggunaan
antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan, resipien trnasplant dan
neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam jangka waktu
lama.
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi
terhadap spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar
pada bayi (1-12 bulan);95% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi
meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah
kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang
menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit
hitam, jenis kelamin laki-laki dan bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 –
5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret
atau tetesan yang datang dari saluran pernapasan.(Saunders, 2005)

D. PATOFISIOLOGI
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis,
Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang
ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis,
Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.23
Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang
pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-
sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan
dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.
 Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di
korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan
degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap
sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural
yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII,
& VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran
dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. 
(Harsono : 2000).
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan
ruang-ruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai
jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang
terjadi antara lain :
1) Hyperemia Meningens
2) Edema jaringan otak
3) Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap
peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak).
Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri)
menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di
jaringan otak dan menyebabkan abses otak.
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013), Manifestasi Klinis dari Meningitis berupa :
1. Sakit kepala dan demam sering kali menjadi gejalan awal; demam
cenderung tetap tinggi selama proses penyakit; sakit kepala biasanya tidak
kunjung hilang atau berdenyut dan sangat parah akibat iritasi meningeal.
2. Iritasi meningeal memunculkan sejumlah tanda lain yang dikenali dengan
baik sebagai tanda umum semua jenis meningitis :
a. Kaku kuduk adalah tanda awal
b. Tanda Kering positif : Ketika berbaring dengan paha difleksikan pada
abdomen, pasien tidak dapat mengekstensikan tungkai secara komplet.
c. Tanda Brudzinski positif : Memfleksikan leher pasien menyebabkan fleksi
lutut dan panggul; fleksi pasif pada ekstermitas bawah disatu sisi tubuh
menghasilkan pergerakan yang serupa dieksteermitas sisi yang lain.
d. Fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya) biasa terjadi.
3. Ruam (N. Meningitidis): berkisar dari ruam petekie dengan lesi purpura
sampai area ekomosis yang luas.

F. PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL


N LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN TANDA RANGSANG MENINGES
O
A KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalahpasien berbaring
telentang tanpa bantal.
2. Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasienyang sedang berbaring,
tangan kanan berada diatas dada pasien.
3. Rotasikan kepala pasienke kiri dan ke kananuntuk memastikan
pasiensedang dalam keadaan rileks .
4. Tekukkan (fleksikan) kepalapasiensecara pasif dan usahakan agar dagu
mencapai dada.
5. Melakukan Interpretasi:
Kaku kuduk negatif (normal)
Kaku kuduk positif (abnormal)bila terdapat tahanan atau dagu tidak
mencapai dada.
Meningismus apabila pada saat kepala dirotasikan ke kiri, ke kanan, dan
di-fleksi-kan, terdapat tahanan
B KERNIG’S SIGN
1. Pasien berbaring telentang.
2. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
3. Fleksikan salah satu paha pasienpada persendian panggul sampai
membuat sudut 90 derajat.
4. Ekstensikan tungkai bawahsisi yang samapada persendian lutut sampai
membuat sudut 135 derajat atau lebih.
5. Lakukan Interpretasi: Kernig’s sign:
negatif = Normal, apabila ektensi lutut mencapai minimal 135 derajat
Kernig’s sign positif (= Abnormal, yaituapabila tidak dapat mencapai 135
derajat atau terdapat rasa nyeri.
6. Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan interpretasikan
hasilnya.
C BRUDZINSKI I
1. Pasien berbaring telentangtanpa bantal kepala. Pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien.
2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas dada
kemudian lakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada pasiensejauh
mungkin.
3. Lakukan Interpretasi :
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak terjadi fleksi
involunter kedua tungkai pada sendi lutut
Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi fleksi involunterkedua tungkai
pada sendi lutut.
D BRUDZINSKI II
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudiansecara pasif lakukan
fleksi maksimal pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu
berada dalam kedaan ekstensi (lurus).
3. Lakukan Interpretasi :
Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yangdalam posisi
ekstensiterjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut.
Brudzinski II negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa
4. Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya.Interpretasikan hasil
Pemeriksaan Anda.
E BRUDZINSKI III
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan padakedua os zygomatikuskiri dan kanandengan
menggunakan ibu jari pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter kedua
ekstremitas superiorpada sendi siku.
Brudzinski III negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa saat
penekananos zygomaticus.
F BRUDZINSKI IV
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekananpada symphysis os pubisdengan tangan kanan
pemeriksa.
3. Lakukan Interpretasi:
Brudzinski IV positif (abnrmal)apabila terjadi fleksi involunterkedua tungkai
pada sendi lutut.
Brudzinski IV negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa CSS dari fungsi lumbal :
Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur
positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus.

a. Glukosa serum : Meningkat (meningitis).


b. LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).
c. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri).
d. Elektrolit darah : Abnormal.
e. ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
f. Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah
“pusat” infeksi     atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
g. MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran /
letak ventrikel;    hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
h. EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum
(ensefalitis) atau     voltasenya meningkat (abses).
i. Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau
sumber infeksi kranial.
j. Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral
posterior.

H. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan sekresi ADH
2. Pengumpulan cairan subdural
3. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
4. Hidochepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi
nervus II (Optikus)
5. Pada mengitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka
dimulut, konjungtivitis
6. Pneumonia karena aspirasi
7. Efusi subdural, emfisema subdural
8. Keterlambatan bicara
9. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (Okulomotor), nervus IV
(Toklearis), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan
bola mata

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan medis meningitis yaitu :
1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2. Steroid untuk mengatasi inflamasi
3. Antipiretik untuk mengatasi demam
4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih
bisadipertahankan
6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal
Shunt)Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang
dilakukanuntuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh
terlalubanyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel di
otakmenuju rongga peritoneum. Prosedur pembedahan ini dilakukan di
dalamkamar operasi dengan anastesi umum selama sekitar 90 menit.
Rambut dibelakang telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang
telingadan insisi kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat
padatulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel
otak.Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang
telinga, menuju ke rongga peritoneum. Sebuah katup diletakkan di bawah
kulit dibelakang telinga yang menempel pada kedua kateter. Bila terdapat
tekananintrakranial meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup
menujurongga peritoneum (Jeferson, 2014).
Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik. Alternatif lain selain
pemasangan shunt antara lain:
a. Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid
b. Membuka stenosis akuaduktus
c. Eksisi tumord.Fenestrasi endoskopi
J. ASKEP MENINGITIS
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian : Perawat mengumpulkan data untuk menentukan
penyebab meningitis, yang membantu mengembangkan rencana
keperawatan.
b. Riwayat kesehatan sekarang : yang harus dikaji meliputi adanya keluhan
sakit kepala, demam, nausea, vomiting dan nuckal rigidity.
Kaji adanya tanda-tanda peningkatan TIK. Penurunan LOC, seizure,
perubahan tanda-tanda vital dan pola pernafasan, dan papiledema.
Perawat menanyakan pada klien untuk menjelaskan gejala yang
dialami, kapan waktunya, apakah itu semakin bertambah buruk lagi.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : Perawat berkata pada klien untuk
mengingat peristiwa khusus yang pernah dialami, seperti riwayat alergi,
ISPA, trauma kepala atau fraktur tengkorak, riwayat pemakaian obat-
obatan.
d. Pengkajian fisik: Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe
atau pemerikasaan organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi.
1) Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah,
denyut nadi, pernafasan dan temperatur tubuh.
2) Sistem pernafasan: mengkaji apakah ada keluhan seperti sesak
nafas, irama nafas tidak teratur, takipnea, ronchi, sumbatan jalan
nafas dan apnea.
3) Sistem kardiovaskuler: dikaji adanya hipertensi, takhikardi,
bradikardi.
4) Sistem gastrointestinal: adanya muntah, menurun atau tidak adanya
bising usus.
5) Sistem urinaria: dikaji frekuensi BAK, jumlah, inkontinensia.
e. Sistem persarafan meliputi: tingkat kesadaran,kejang, GCS, pemeriksan
saraf kranial II (optikus), III (oculomotorius), V (trigeminal), IV (troklearis),
VI (abdusen), VII (fasialis), atau VIII (vestibulocochlear),   pemeriksaan
status system sensori dan motorik, pemeriksaan refleks, kerniq atau
brudzinski positif.
f. Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan penunjang pada klien dengan
meningitis bervariasi, protein di csf cenderung meningkat, glukosa serum
meningkat, sel darah putih sedikit meningkat dengan peningkatan
neutropil (infeksi bakteri), CT scan dan MRI hasilnya akan normal pada
meningitis yang tidak kompleks, sputum dan secret nasopharingeal
diambil untuk kultur sebelum dimulai terapi antibiotik untuk
mengidentifikasi organisme penyebab meningitis (Lewis, 2005)

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan klien dengan meningitis mencakup :
a. Gangguan perfusi serebra berhubungan dengan peningkatan
tekananintrakranial
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
c. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang,
perubahanstatus mental dan penurunan tingkat kesadaran
d. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran diseminata hematogen
daripatogen, stasis cairan tubuh, penekanan respons inflamasi (akibat-
obat),pemajanan orang lain terhadap patogen
e. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral,
kejanglokal, kelemahan umum, paralisis parestesia, ataksia, vertigo
f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukansekret pada saluran nafas
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan8.Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran
h. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit (Herdman, 2009).
3. INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan  Respiratory status: Airway suction
bersihan jalan ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/
nafas  Respiratory status: airway tracheal suctioning
patency 2. Auskultasi suara nafas
Kriteria Hasil : sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan batuk suctioning
efektif dan suara nafas 3. Informasikan pada klien dan
yang bersih, tidak ada keluarga tentang suctioning
sianosis dan dispneu 4. Minta klien nafas dalam
(mampu mengeluarkan sebelum suction dilakukan
sputum, mampu bernafas 5. Berikan O2 dengan
dengan mudah, tidak ada menggunakan nasal untuk
pursed lips) memfasilitasi suction
2. Menunjukkan jalan nafas nasotracheal
yang paten (klien tidak 6. Gunakan alat yang steril
merasa tercekik, irama setiap melakukan tindakan
nafas, frekuensi pernafasan 7. Anjurkan pasien untuk
dalam rentang normal, tidak istirahat dan nafas dalam
ada suara nafas abnormal) setelah kateter dikeluarkan
3. Mampu mengidentifikasikan dari nasotracheal
dan mencegah factor yang 8. Monitor status oksigen pasien
dapat menghambat jalan 9. Ajarkan keluarga bagaimana
nafas cara melakukan suction
10. Hentikan suction dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll
Airway Management
1. Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator
bilaperlu
10. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan status
O2
2 Ketidakseimbanga  Nutritional status : food and Nutrition Management
n nutrisi kurang fluid 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan  Intake Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh untuk menentukan jumlah
nutrient intake
 Weight control kalori dan nutrisi yang
Kriteria hasil : dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai denga tujuan meningkatkan intake Fe
2. Berat badan ideal sesuai 4. Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein dan
3. Mampu mengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Yakinkan diet yang dimakan
malnutrisi mengandung tinggi serat
5. Menunjukkan peningkatan nuntuk mencegah konstipasi
fungsi pengecapan dari 7. Berikan makanan yang
menelan terpilih (sudah
6. Tidak terjadi penurunan dikonsultasikan dengan ahli
berat badan yang berarti gizi_)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
  

3 Ketidakefektifan  Circulation status Peripheral sensation


perfusi jaringan  Tissue perfusion : cerebral management (manajemen
perifer sensasi perifer)
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan 1. Monitor adanya paretesa
status sirkulasi yang 2. Gunakan sarung tangan
ditandai dengan: untuk proteksi
a. Tekanan systole dan 3. Monitor kemampuan BAB
diastole dalam rentang 4. Kolaborasi pemberian
yang diharapkan analgetik
b. Tidak ada ortostatik 5. Monitor adanya
hipertensi tromboplebitis
c. Tidak ada tanda-tanda 6. Diskusikan mengenai
peningkatan tekanan penyebab perubahan
intracranial (tidak lebih sensasi
dari 15 mmHg)
2. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. Berkomunikasi
denga jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat keputusan
dengan benar
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

4 Nyeri akut  Pain level Pain management


 Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif
Kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mampu mengontrol nyeri dari ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi
berkurang terapeutik
3. Mampu mengenali nyeri 4. Evaluasi pengalaman nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman masa lampau
setelah nyeri berkurang 5. Kurangifaktor presipitasi nyeri
6. Ajarkan teknik non
farmakologi
7. Tingkatkan istirahat
8. Kolaborasikan dengan dokter

5 Ansietas  anxiety self-control Anxiety reduction (penurunan


 Anxiety level kecemasan)
 Coping 1. Gunakan pendekatan yang
Kriteria hasil: menenangkan
1. Klien mampu 2. Pahami perspektif pasien
mengidentifikasi gejala 3. Temani pasien
cemas 4. Dorong keluarga untuk
2. Vital sign dalam batas menemani anak
normal 5. Lakukan back/neck rub
3. Postur tubuh, ekspresi 6. Identifikasi tingkat
wajah, bahasa tubuh dan kecemasan
tingkat aktivitas 7. Berikan obat untuk
menunjukkan mengurangi kecemasan
berkurangnya kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012 –2014.
Jakarta : EGC
Jeferson, Thomas. 2014. Ventriculoperitoneal Shunt. Thomas JefersonUniversity
Hospital.
Lewis, S.W. at. Al. Medical Surgical Nursing, Assesment and Management of
Clinical Problems. St. Louis : CV. Mosby, 2005
Kozier, Technique In Chemical Nursing, a nursing approach, Addision Werky
publising compani health science, Menlo Park, california, 2005
Doengoes. M.E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 2006.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan
Penebar S, 2006.

Anda mungkin juga menyukai