Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Lapangan


Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Nurdin Saputra

Prodi Profesi Ners


STIKES KHARISMA KARAWANG
Jalan Pangkal Perjuangan KM.01 By Pass - Karawang
Tahun 2022

LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS

A. Konsep Meningitis
1. Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CCS). Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada
meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla
spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah  ke dalam cairan
otak.

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal


dan spinalcolumn yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
(Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006). Meningitis
adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh
berbagai organisme pathogen (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 ). Meningitis adalah radang pada meningen (membran
yang mengelilingi otak dan medullaspinalis) dan disebabkan oleh virus,
bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai


piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medulla spinalis yang superficial. Meningitis merupakan infeksi
akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, meningokok, Stafilokok, Streptokok,
Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus). Meningitis adalah radang
dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan
penyebab utama dari meningitis (Brunner & Suddarth, 1984).

2. Etiologi Meningitis
a. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri
yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
Haemophillus influenza; Nesseriameningitides (meningococcal);
Diplococcuspneumoniae (pneumococca); Streptococcus, grup A;
Staphylococcusaureus; Escherichia coli; Klebsiella; Proteus; dan
Pseudomonasaeruginosa.
b. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen, cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan
kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
1) Faktor prediposisi : Jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
2) Faktor maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
3) Faktor imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin, anak yang mendapat obat imunosupresi.
4) Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan.

3. Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik
melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang
berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara
kongenital, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan
menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari
pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan
pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri
streptococcuspneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan
jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebrospinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi
pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan
peningkatan intrakranial. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005).

4. Klasifikasi Meningitis
Jenis meningitis ada 3 yaitu :
a. Meningitis Bacterial / Purulenta / Septik
Meningitis bakterial  merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan
subarahnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi
neurologi dengan angka kematian sekitar 25 %. Meningitis bacterial
adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan peningkatan
jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti
adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.

Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan


eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus.
(Ngastiyah: 2005). Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan
mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik.
Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau
meningitis septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan
meningitis adalah: Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria
meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),  Staphylococcus
aureus dan Mycobakterium tuberculosis. Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningitis akut, dan
paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.
Neisseria meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab
kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumonia Meningitis terjadi
akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian
bakterinya masuk kedalam peredaran darah.
Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah
jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis bakteri ini
sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga
bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang
disebabkan bakteri jenis ini. Staphylococcus aureus, Mycobakterium
tuberculosisjenis hominis. Prognosis pada meningitis bakteri : Prognosis
buruk pada usia yang lebih muda, infeksi berat yang disertai DIC.
Mortalitas bergantung pada virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh
pasien, cepat atau lambatnya mendapat pengobatan yang tepat  dan pada
cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Perawatan, akan
dibicarakan bersama – sama dengan meningitis tuberkolosa.

b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi
akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi;
measles, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster. Meningitis virus
adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan
gejala rangsang meningeal, pleiositosis  dalam likuor serebrospinalis
dengan  deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan
selflimited tanpa komplikasi. (Ngastiyah: 2005).

Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus
RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).
Contoh  virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella),
flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili).  Sedangkan
contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti
semula (penyembuhan secara komplit).

Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Prognosis pada meningitis
virus : Penyakit ini selflimited dan penyembuhan sempurna dijumpai
setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan
yang berat.

c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada
susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses
desak ruang (abses atau kista).   Angka kematian akibat penyakit ini
cukup tinggi yaitu 30%-40% dan insidensinya meningkat seiring dengan
pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi
pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).

5. Manifestasi Klinis
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk.
Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi
meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim
terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar
Pediatri Rudolph, vol.1, 2006).

Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan


golongan usia sebagai berikut :
a. Anak dan Remaja
1) Awitan biasanya tiba-tiba.
2) Demam.
3) Mengigil.
4) Sakit kepala.
5) Muntah.
6) Perubahan pada sensorium.
7) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal).
8) Peka rangsang.
9) Agitasi.
10) Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau
maniak, mengantuk, stupor, koma.
11) Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus.
12) Tanda Kernig dan Brudzinski positif.
13) Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi.
14) Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme :
a) Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama
bila berhubungan dengan status seperti syok.
b) Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae).
c) Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal).
b. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara usia 3 bulan
hingga 2 tahun :
1) Muntah.
2) Peka rangsangan yang nyata.
3) Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi).
4) Fontanel menonjol.
5) Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak.
6) Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam
diagnosa.
7) Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia.
8) Empihemasubdural (infeksi Haemophilus influenza).
c. Neonatus
Tanda - tanda spesifik :
1) Secara khusus sulit untuk didiagnosa.
2) Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik.
3) Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan
berperilaku buruk dalam beberapa hari.
4) Menolak untuk makan.
5) Kemampuan menghisap buruk.
6) Muntah atau diare.
7) Tonus buruk.
8) Kurang gerakan.
9) Menangis buruk.
10) Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit.
11) Leher biasanya lemas.

Tanda - tanda non spesifik yang mungkin Terjadi pada Neonatus :

1) Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi).


2) Ikterik.
3) Peka rangsang.
4) Mengantuk.
5) Kejang.
6) Ketidakteraturan pernapasan atau apnea.
7) Sianosis.
8) Penurunan berat badan.

6. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit meningitis, diantaranya :
a. Hidrosefalus obstruktif.
b. Meningococcalsepticemia (mengingocemia).
c. Sindromewater-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral).
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretichormone).
e. Efusi subdural.
f. Kejang.
g. Edema dan herniasi serebral.
h. Cerebralpalsy.
i. Gangguan mental.
j. Gangguan belajar.
k. Attentiondeficit disorder.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
1) Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus : Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
c. LDH serum : Meningkat (meningitis bakteri).
d. Sel darah putih : Sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri).
e. Elektrolit darah : Abnormal.
f. ESR / LED :  Meningkat pada meningitis.
g. Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine : Dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
h. MRI / scan CT : Dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran / letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
i. Rontgen dada / kepala / sinus : Mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab.
b. Steroid untuk mengatasi inflamasi.
c. Antipiretik untuk mengatasi demam.
d. Antikonvulsant untuk mencegah kejang.
e. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan.
f. Pembedahan : Seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
g. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena
anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan
kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan
melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
h. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal
diberikan  diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena.
Setelah kejang dapat diatasi  maka diberikan fenobarbital dengan dosis
awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10
mg/Kg/BB dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari.
Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan
menjadi 4-5 mg/Kg/BB dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian
diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat
menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan
suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
i. Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
j. Pembebasan jalan nafas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk
mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin
juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan
intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi
yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada
anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.
k. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-
400mg/Kg/BB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/Kg/BB dibagi dalam 4
dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui
kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.

Penatalaksanaan di rumah :

a. Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu
panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi
mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup karena anak
yang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang
praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan
yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan
dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkungan yang panas selain
mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi
sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari
lingkungan.
b. Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi
kepala miring hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari
tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke
saluran pernafasan.
c. Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan
demam. Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses
konduksi. Perpindahan panas anak supaya dapat lebih efektif dipadukan
dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah
berpindah ke lingkungan.
d. Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak).
Untuk patokan umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1
tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg
yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
e. Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata
kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk
mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga
berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian
besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat
dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran
pernafasan.

9. Pencegahan Meningitis
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik
faktor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti
TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang
paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala
infeksi tersebut telah hilang.

Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi.


Untuk mengidentifikasi faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan
cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk
melindungi komplikasi yang serius.

a. Vaksin Konjugat Pneumokokus


Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan anak yang
berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan
pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan. Vaksin
konjugatpneumokokus juga hanya menimbulkan efek samping yang
ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada daerah
sekitar suntikan. Gejala umum setelah pemberian vaksin seperti demam,
mengantuk, rewel, nafsu makan berkurang, jarang ditemukan pada bayi.

Beberapa upaya preventif pada anak yang dapat dilakukan di antaranya


adalah sebagai berikut :

1) Melaksanakan imunisasi tepat waktu.


2) Pada usia bayi 0-1 tahun usahakan membatasi diri untuk keluar
rumah atau jalan-jalan ketempat-tempat ramai seperti mall, pasar, dan
rumah sakit.
3) Menjauhkan anak dari orang yang sakit.
4) Usahakan anak tetap berada pada lingkungan dengan temperatur yang
nyaman.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Meningitis Pada Anak


1. Pengkajian
Pengkajian meliputi :
a. Biodata Klien
Nama : ….
Tempat tanggal lahir : ….
Usia : ….
Jenis kelamin : ….
Nama ayah / ibu : ….
Pendidikan ayah / ibu : ….
Agama : ….
Alamat : ….
b. Riwayat Kesehatan yang Lalu
1) Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ?
2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
3) Pernahkah operasi daerah kepala ?
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : Ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi endokarditis dan PJK.
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi
berat, taikardi, disritmia.
3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makanan / Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran
mukosa kering.
5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,
ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : Letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
halusinasi, kehilangan memori, afasia, anisokor, nistagmus, ptosis,
kejang umum / lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau
kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif, reflek abdominal
menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri / Keamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
8) Pernafasan
Gejala : Riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : Peningkatan kerja pernafasan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Risiko cedera

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis (SDKI) Tujuan dan Intervensi (SIKI)


Kriteria Hasil
(SLKI)
1 Nyeri akut (D. 0077) Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I. 08238)
tindakan Definisi: Mengidentifikasi dan
Definisi: Pengalaman keperawatan mengelola pengalaman sensorik
sensorik atau emosional selama x 24 jam atau emosional yang berkaitan
yag berkaitan dengan tingkat nyeri dengan kerusakan jaringan atau
kerusakan jaringan aktual menurun, dengan fungsional dengan onset mendadak
atau fungsional, dengan kriteria hasil: atau lambat dan berintensitas ringan
onset mendadak atau Tingkat Nyeri hingga berat dan konstan
lambat dan berintensitas (L.08066)
ringan hingga berat yang 1. Kemampuan Observasi:
berlansung kurang dari 3 menuntaskan - Identifikasi lokasi,
bulan aktivitas karakterisitk, durasi, frekuensi,
meningkat (5) kualitas, intensitas nyeri
Penyebab: 2. Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri
- Agen pencedera menurun (5) - Identifikasi respon nyeri
fisiologis (mis. 3. Meringis nonverbal
Inflamasi, iskemi, menurun (5) - Identifikasi faktor yang
neoplasma) 4. Sikap memperberat dan
- Agen pencedera protektif memperingan nyeri
kimiawi (mis. menurun (5) - Identifikasi pengetahuan dan
Terbakar, bahan 5. Gelisah keyakinan tentang nyeri
kimia iritan) menurun (5) - Identifikasi budaya terhadap
- Agen pencedera fisik 6. Kesulitan respon nyeri
(mis. Abses, tidur menurun - Identifikasi pengaruh nyeri
amputasi, terpotong, (5) pada kualitas hidup
terbakar, mengangkat 7. Menarik diri - Monitor keberhasilan terapi
berat, prosedur menurun (5) komplementer yang sudah
operasi, trauma, 8. Berfokus pada diberikan
latihan fisik berlebih) diri sendiri - Monitor efek samping
menurun (5) penggunaan analgetik
9. Diaforesis
Gejala dan tanda mayor menurun (5) Terapeutik:
Subjektif: 10. Perasaan - Berikan teknik non
- Mengeluh nyeri depresi farmakologis untuk
(tertekan) mengurangi rasa nyeri (TENS,
Objektif: menurun (5) hipnosis, akupresusr, terapi
- Tampak meringis 11. Perasaan takut musik, biofeedback, terapi
- Bersikap protektif mengalami pijat, aromaterapi, teknik
(mis. Waspada, posisi cedera imajinasi terbimbing, kompres
menghindari nyeri) berulang hangat atau dingin, terapi
- Gelisah menurun (5) bermain)
- Frekuensi nadi 12. Anoreksia - Kontrol lingkungan yang
meningkat menurun (5) memperberat rasa nyeri (suhu
- Sulit tidur 13. Perineum ruangan, pencahayaan,
terasa tertekan kebisingan)
Gejala dan tanda minor menurun (5) - Fasilitasi istirahat dan tidur
Subjektif: - 14. Uterus teraba - Pertimbangkan jenis dan
membulat sumber nyeri dalam pemilihan
Objektif: menurun (5) strategi meredakan nyeri
- Tekanan darah 15. Ketegangan
meningkat otot menurun Edukasi:
- Pola nafas berubah (5) - Jelaskan penyebab, periode,
- Nafsu makan 16. Pupil dilatasi dan pemicu nyeri
berubah menurun (5) - Jelaskan strategi meredakan
- Proses berpikir 17. Muntah nyeri
terganggu menurun (5) - Anjurkan memonitor nyeri
- Menarik diri 18. Mual secara mandiri
- Berfokus pada diri menurun (5) - Anjurkan menggunakan
sendiri 19. Pola napas analgetik secara tepat
- Diaforesis membaik (5) - Ajarkan teknik non
20. Tekanan farmakologis untuk
Kondisi klinis terkait: darah mengurangi rasa nyeri
- Kondisi membaik (5)
pembedahan 21. Proses Kolaborasi:
- Cedera traumatis berpikir - Kolaborasi pemberian
- Infeksi membaik (5) analgetik
- Sindrom koroner 22. Fokus
akut membaik (5)
- Glaukoma 23. Fungsi
berkemih
membaik (5)
24. Perilaku
membaik (5)
25. Nafsu makan
membaik (5)
26. Pola tidur
membaik (5)
2 Risiko Infeksi (D. 0142) Setelah dilakukan Manajemen imunisasi/vaksinasi
Definisi: Berisiko tindakan (I. 14508)
mengalami peningkatan keperawatan Definisi: Mengidentifikasi dan
terserang organisme selama x 24 jam mengelola pemberian kekebalan
patogenik tingkat infeksi tubuh secara aktif dan pasif
menurun, dengan Observasi:
Faktor Risiko: kriteria hasil: - Identifikasi riwayat kesehatan
- Penyakit kronis (mis. Tingkat Infeksi dan riwayat alergi
diabetes melitus) (L.14137) - Identifikasi kontraindikasi
- Efek prosedur invasif 1. Kebersihan pemberian imunisasi (mis.
- Malnutrisi tangan reaksi anafilaksis terhadap
- Peningkatan paparan meningkat (5) vaksin sebelumnya dan atau
organisme patogen 2. Kebersihan sakit parah dengan atau tanpa
lingkungan badan demam
- Ketidakadekuatan meningkat (5) - Identifikasi status imunisasi
pertahanan tubuh 3. Nafsu makan setiap kunjungan ke pelayanan
primer: meningkat (5) kesehatan
 Gangguan 4. Demam Terapeutik:
peristaltik menurun (5) - Dokumentasikan informasi
 Kerusakan 5. Kemerahan vaksinasi (mis. nama produsen,
integritas kulit menurun (5) tanggal kadaluwarsa)
 Perubahan sekresi 6. Nyeri - Jadwalkan imunisasi pada
pH menurun (5) interval waktu yang tepat
 Penurunan kerja 7. Bengkak Edukasi:
siliaris menurun (5) - Jelaskan tujuan, manfaat reaksi
 Ketuban pecah 8. Vesikel yang terjadi, jadwal dan efek
lama menurun (5) samping
 Ketuban pecah 9. Cairan berbau - Informasikan imunisasi yang
sebelum busuk diwajibkan pemerintah (mis.
waktunya menurun (5) Hepatitis B, BCG, difteri,
 Merokok 10. Sputum tetanus, pertusis, H. Influenza,
berwarna polio, campak, measles, rubella)
 Statis cairan
hijau menurun - Informasikan imunisasi yang
tubuh
(5) melindungi terhadap penyakit
- Ketidakadekuatan
11. Drainase namun saat ini tidak diwajibkan
pertahanan tubuh
purulen pemerintah (mis. influenza,
sekunder:
menurun (5) pneumokokus)
 Penurunan
12. Piuria - Informasikan vaksinasi untuk
hemoglobin
menurun (5) kejadian khusus (mis. rabies,
 Imunosupresi 13. Periode tetanus)
 Leukopenia malaise - Informasikan penundaan
 Supresi respon menurun (5) pemberian imunisasi tidak
inflamasi 14. Periode berarti mengulang jadwal
 Vaksinasi tidak menggigil imunisasi kembali
adekuat menurun (5) - Informasikan penyedia layanan
15. Letargi Pekan Imunisasi Nasional yang
Kondisi klinis terkait: menurun (5) menyediakan vaksin gratis
- AIDS 16. Gangguan
- Luka bakar kognitif
- Penyakut paru menurun (5)
obstruktif kronis 17. Kadar sel
- Diabetes melitus darah putih
- Tindakan invasif membaik (5)
- Kondisi 18. Kultur darah
penggunaan terapi membaik (5)
steroid 19. Kultur urine
- Penyalahgunaan membaik (5)
obat 20. Kultur sputum
- Ketuban Pecah membaik (5)
Sebelum Waktunya 21. Kultur area
(KPSW) luka membaik
- Kanker (5)
- Gagal ginjal 22. Kultur feses
- Imunosupresi membaik (5)
- Lymphedema
- Leukositopenia
- Gangguan fungsi
hati

3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan ambulasi


(D.0054) tindakan (I.06171)
Definisi: keterbatasan keperawatan Definisi: Memfasilitasi pasien
dalam gerakan fisik dari selama x 24 jam untuk meningkatkan aktivitas
satu atau lebih ekstremitas mobilitas fisik berpindah.
secara mandiri meningkat, Observasi:
dengan kriteria - Identifikasi adanya nyeri atau
Gejala dan tanda mayor hasil: keluhan fisik lainya
Subjektif: Mobilitas Fisik - Identifikasi toleransi fisik
- Mengeluh sulit (L.05042) melakukan ambulasi
menggerakan 27. Pergerakan - Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
Objektif: meningkat (5) ambulasi
- Kekuatan otot 28. Kekuatan otot - Monitor kondisi umum selama
menurun meningkat (5) melakukan ambulasi
- Rentang gerak (ROM) 29. Rentang gerak
menurun (ROM) Terapeutik:
Gejala dan tanda minor meningkat (5) - Fasilitasi aktivitas ambulasi
Subjektif: 30. Nyeri dengan alat bantu (mis. tongkat,
- Nyeri saat bergerak menurun (5) kruk)
- Enggan melakukan 31. Kecemasan - Fasilitasi melakukan mobilisasi
pergerakan menurun (5) fisik, jika perlu
- Merasa cemas saat 32. Kaku sendi - Libatkan keluarga untuk
bergerak menurun (5) membantu pasien dalam
Objektif: 33. Gerakan tidak meningkatkan ambulasi
- Sendi kaku terkoordinasi
- Gerakan tidak menurun (5) Edukasi:
terkoordinasi 34. Gerakan - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Gerakan terbatas terbatas ambulasi
- Fisik lemah menurun (5) - Anjurkan melakukan ambulasi
35. Kelemahan dini
fisik menurun - Ajarkan ambulasi sederhana
(5) yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi)

Dukungan mobilisasi (I.05173)


Definisi: Memfasilitasi pasien
untuk meningkatkan aktivitas
pergerakan fisik

Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri aau
eluhan fisik lainya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukaan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi

Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhan
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindh dari
tempat tidur ke kursi)

Teknik latihan penguatan otot


(I.05184)
Definisi: Memfasilitasi latihan otot
resistif reguler untuk
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot

Observasi :
- Identifikasi tingkat kebugaran
otot dengan menggunakan
lapangan latihan atau
laboratorium tes (mis. Aangkat
mangsimum, jumlah daftar per
unit waktu)
- Identifikasi jenis daan durasi
aktivitas pemanasan/
pendinginan
- Monitor efektifitas latihan
Terapeutik:
- Lakukan latihan sesuai program
yang ditentukan
- Fasilitasi menetapkan tujuan
jangka pendek dan jangka
panjang yang realistis dalam
menentukan rencana latihan
- Fasilitasi mendapatkan sumber
daya yang dibutuhkan
dilingkungan rumah atau tempat
kerja
- Fasilitasi mengembangkan
program latihan yang sesuai
dengan kebugaran otot, kendala
muskuloskeletal, tujuan
fungsional kesehatan, sumber
daya peralatan olahraga dan
dukungan sosial
- Fasilitasi mengubah program
atau mengembangkan strategi
lain untuk mencegah bosan dan
putus latihan
- Berikan intruksi tertulis tentang
pedoman dan bentuk gerakan
untuk setiap gerakan otot

Edukasi:
- Jelaskan fungsi otot, olahraga
dan konsekuensi tidak
digunakanya otot
- Ajarkan tanda dan gejala
intoleransi selama dan setelah
sesi latihan (mis. Kelemahan,
kelelahan ekstrem, angina,
palpitasi)
- Anjurkan menghindari latihan
selama suhu ekstrem

Kolaborasi:
- Tetapkan jadwal tindak lanjut
untuk mempertahankan motivasi,
memfasilitasi pemecahan
- Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain (mis. Terapis aktivitas, ahli
fisiologi olahraga, terapis
okupasi, terapis relaksasi, terapis
fisik) dalam perencanaan,
pengajaran dan monitor program
latihan otot

Teknik latihan penguatan sendi


(I. 05185)
Definisi: Menggunakan teknik
gerakan tubuh aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau
mengembalikan meningkatkan
fleksibilitas sendi

Observasi:
- Identifikasi keterbatasan fungsi
dan gerak sendi
- Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
selama gerakan/aktivitas

Terapeutik:
- Lakukan pengendalian nyeri
sebelum memulai latihan
- Berikan posisi tubuh optimal
untuk gerakan sendi pasif atau
aktif
- Fasilitasi menyusun jadwal
latihan rentang gerak aktif
maupun pasif
- Fasilitasi gerak sendi teratur
dalam batas-batas rasa sakit,
ketahanan dan mobilitas sendi
- Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama

Edukasi:
- Jelaskan kepada pasien/ keluarga
tujjuan dan rencanakn latihan
bersama
- Anjurkan duduk ditempat tidur,
di sisi tempat tidur (menjuntai),
atau di kursi, sesuai toleransi
- Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif
secara sistematis
- Anjurkan memvisualisasikan
gerak tubuh sebelum memulai
gerakan
- Anjurkan ambulasi, sesuai
toleransi
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan
melaksanakan program latihan
4 Risiko cedera (D.0136) Setelah dilakukan Manajemen keselamatan
Definisi: Berisiko tindakan lingkungan (I.14513)
mengalami bahaya atau keperawatan Observasi:
kerusakan fisik yang selama 2 x 24  Identifikasi kebutuhan
menyebabkan seseorang jam diharapkan keselamatan (mis. kondisi
tidak lagi sepenuhnya tingkat cedera fisik, fungsi kognitif dan
sehat atau dalam kondisi menurun, dengan riwayat perilaku)
baik Kriteria Hasil:  Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Faktor risiko: Tingkat cedera Terapeutik:
Eksternal (L.14136)  Hilangkan bahaya keselamatan
- Terpapar patogen 1. Toleransi lingkungan (mis. fisik, biologi
- Terpapar zat kimia aktivitas dan kimia), jika
toksik meningkat memungkinkan
- Terpapar agen (5)  Modifikasi lingkungan untuk
nosokomial 2. Nafsu makan meminimalkan bahaya dan
- Ketidakamanan meningkat risiko
transportasi (5)  Sediakan alat bantu keamanan
Internal 3. Toleransi lingkungan (mis. commode
- Ketidaknormalan makan chair dan pegangan tangan)
profil darah meningkat  Gunakan perangkat pelindung
- Perubahan orientasi (5) (mis. pengekanagan fisik, rel
afektif 4. Kejadian samping, pintu terkunci,
- Perubahan sensasi cedera pagar)
- Disfungsi autoimun menurun (5)
 Hubungi pihak berwenang
- Disfungsi biokimia 5. Luka/lecet
sesuai masalah komunitas
- Hipoksia jaringan menurun (5)
(mis. puskesmas, polisi,
- Kegagalan 6. Ketegangan
damkar)
mekanisme otot menurun
 Fasilitasi relokasi ke
pertahanan tubuh (5)
lingkungan yang aman
- Malnutrisi 7. Faktur
- Perubahan fungsi menurun (5)  Lakukan program skrining
psikomotor 8. Perdarahan bahaya lingkungan (mis.
- Perubahan fungsi menurun (5) timbal)
kognitif 9. Ekspresi Edukasi:
wajah  Ajarkan individu, keluarga dan
kesakitan kelompok risiko tinggi bahaya
menurun (5) lingkungan
10. Agitasi
menurun (5)
11. Iritabilitas
menurun (50
12. Gangguan
mobilitas
menurun (5)
13. Gangguan
kognitif
menurun (5)
14. Tekanan
darah
membaik (5)
15. Frekuensi
nadi radial
membaik (5)
16. Frekuensi
napas
membaik (5)
17. Denyut
jantung
apikal
membaik (5)
18. Denyut
jantung
radialis
membaik (5)
19. Pola
istirahat/tidur
membaik (5)

DAFTAR PUSTAKA
Aprisal. (2013). Makalah meningitis dan ensefalitis. Retrivied from:
http://www.tanyadokter.com. Diakses pada 25 Oktober 2020. Pukul 21.00 WIB.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit (2 ed.). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (Ed.). (2001). Keperawatan medikal bedah: Brunner
& suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.

______________________________. (2002). Keperawatan medikal bedah: Brunner


& suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.

Suriadi, dkk. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak (2 ed.). Jakarta: EGC.

Tureen, J. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1,. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia:

Definisi dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta: DDP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai