MENINGITIS
Disusun Oleh:
Nurdin Saputra
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS
A. Konsep Meningitis
1. Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CCS). Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada
meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla
spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan
otak.
2. Etiologi Meningitis
a. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri
yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
Haemophillus influenza; Nesseriameningitides (meningococcal);
Diplococcuspneumoniae (pneumococca); Streptococcus, grup A;
Staphylococcusaureus; Escherichia coli; Klebsiella; Proteus; dan
Pseudomonasaeruginosa.
b. Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen, cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan
kemudian menyebar ke sistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
1) Faktor prediposisi : Jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
2) Faktor maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
3) Faktor imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin, anak yang mendapat obat imunosupresi.
4) Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan.
3. Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik
melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang
berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara
kongenital, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan
menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari
pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan
pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri
streptococcuspneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan
jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebrospinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi
pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan
peningkatan intrakranial. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005).
4. Klasifikasi Meningitis
Jenis meningitis ada 3 yaitu :
a. Meningitis Bacterial / Purulenta / Septik
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan
subarahnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi
neurologi dengan angka kematian sekitar 25 %. Meningitis bacterial
adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan peningkatan
jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti
adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi
akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi;
measles, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster. Meningitis virus
adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan
gejala rangsang meningeal, pleiositosis dalam likuor serebrospinalis
dengan deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan
selflimited tanpa komplikasi. (Ngastiyah: 2005).
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus
RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).
Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella),
flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan
contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti
semula (penyembuhan secara komplit).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Prognosis pada meningitis
virus : Penyakit ini selflimited dan penyembuhan sempurna dijumpai
setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan
yang berat.
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada
susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses
desak ruang (abses atau kista). Angka kematian akibat penyakit ini
cukup tinggi yaitu 30%-40% dan insidensinya meningkat seiring dengan
pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi
pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
5. Manifestasi Klinis
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk.
Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi
meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim
terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar
Pediatri Rudolph, vol.1, 2006).
6. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit meningitis, diantaranya :
a. Hidrosefalus obstruktif.
b. Meningococcalsepticemia (mengingocemia).
c. Sindromewater-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral).
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretichormone).
e. Efusi subdural.
f. Kejang.
g. Edema dan herniasi serebral.
h. Cerebralpalsy.
i. Gangguan mental.
j. Gangguan belajar.
k. Attentiondeficit disorder.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
1) Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus : Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum : Meningkat (meningitis).
c. LDH serum : Meningkat (meningitis bakteri).
d. Sel darah putih : Sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri).
e. Elektrolit darah : Abnormal.
f. ESR / LED : Meningkat pada meningitis.
g. Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine : Dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
h. MRI / scan CT : Dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran / letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
i. Rontgen dada / kepala / sinus : Mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab.
b. Steroid untuk mengatasi inflamasi.
c. Antipiretik untuk mengatasi demam.
d. Antikonvulsant untuk mencegah kejang.
e. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan.
f. Pembedahan : Seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
g. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena
anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan
kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan
melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
h. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal
diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena.
Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis
awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10
mg/Kg/BB dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari.
Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan
menjadi 4-5 mg/Kg/BB dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian
diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat
menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan
suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
i. Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
j. Pembebasan jalan nafas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk
mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin
juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan
intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi
yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada
anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.
k. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-
400mg/Kg/BB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/Kg/BB dibagi dalam 4
dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui
kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
Penatalaksanaan di rumah :
a. Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu
panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi
mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup karena anak
yang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang
praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan
yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan
dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkungan yang panas selain
mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi
sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari
lingkungan.
b. Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi
kepala miring hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari
tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke
saluran pernafasan.
c. Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan
demam. Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses
konduksi. Perpindahan panas anak supaya dapat lebih efektif dipadukan
dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah
berpindah ke lingkungan.
d. Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak).
Untuk patokan umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1
tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg
yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
e. Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata
kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk
mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga
berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian
besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat
dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran
pernafasan.
9. Pencegahan Meningitis
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik
faktor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti
TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang
paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala
infeksi tersebut telah hilang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Risiko cedera
3. Intervensi Keperawatan
Observasi:
- Identifikasi adanya nyeri aau
eluhan fisik lainya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukaan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhan
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindh dari
tempat tidur ke kursi)
Observasi :
- Identifikasi tingkat kebugaran
otot dengan menggunakan
lapangan latihan atau
laboratorium tes (mis. Aangkat
mangsimum, jumlah daftar per
unit waktu)
- Identifikasi jenis daan durasi
aktivitas pemanasan/
pendinginan
- Monitor efektifitas latihan
Terapeutik:
- Lakukan latihan sesuai program
yang ditentukan
- Fasilitasi menetapkan tujuan
jangka pendek dan jangka
panjang yang realistis dalam
menentukan rencana latihan
- Fasilitasi mendapatkan sumber
daya yang dibutuhkan
dilingkungan rumah atau tempat
kerja
- Fasilitasi mengembangkan
program latihan yang sesuai
dengan kebugaran otot, kendala
muskuloskeletal, tujuan
fungsional kesehatan, sumber
daya peralatan olahraga dan
dukungan sosial
- Fasilitasi mengubah program
atau mengembangkan strategi
lain untuk mencegah bosan dan
putus latihan
- Berikan intruksi tertulis tentang
pedoman dan bentuk gerakan
untuk setiap gerakan otot
Edukasi:
- Jelaskan fungsi otot, olahraga
dan konsekuensi tidak
digunakanya otot
- Ajarkan tanda dan gejala
intoleransi selama dan setelah
sesi latihan (mis. Kelemahan,
kelelahan ekstrem, angina,
palpitasi)
- Anjurkan menghindari latihan
selama suhu ekstrem
Kolaborasi:
- Tetapkan jadwal tindak lanjut
untuk mempertahankan motivasi,
memfasilitasi pemecahan
- Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain (mis. Terapis aktivitas, ahli
fisiologi olahraga, terapis
okupasi, terapis relaksasi, terapis
fisik) dalam perencanaan,
pengajaran dan monitor program
latihan otot
Observasi:
- Identifikasi keterbatasan fungsi
dan gerak sendi
- Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
selama gerakan/aktivitas
Terapeutik:
- Lakukan pengendalian nyeri
sebelum memulai latihan
- Berikan posisi tubuh optimal
untuk gerakan sendi pasif atau
aktif
- Fasilitasi menyusun jadwal
latihan rentang gerak aktif
maupun pasif
- Fasilitasi gerak sendi teratur
dalam batas-batas rasa sakit,
ketahanan dan mobilitas sendi
- Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi:
- Jelaskan kepada pasien/ keluarga
tujjuan dan rencanakn latihan
bersama
- Anjurkan duduk ditempat tidur,
di sisi tempat tidur (menjuntai),
atau di kursi, sesuai toleransi
- Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif
secara sistematis
- Anjurkan memvisualisasikan
gerak tubuh sebelum memulai
gerakan
- Anjurkan ambulasi, sesuai
toleransi
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam mengembangkan dan
melaksanakan program latihan
4 Risiko cedera (D.0136) Setelah dilakukan Manajemen keselamatan
Definisi: Berisiko tindakan lingkungan (I.14513)
mengalami bahaya atau keperawatan Observasi:
kerusakan fisik yang selama 2 x 24 Identifikasi kebutuhan
menyebabkan seseorang jam diharapkan keselamatan (mis. kondisi
tidak lagi sepenuhnya tingkat cedera fisik, fungsi kognitif dan
sehat atau dalam kondisi menurun, dengan riwayat perilaku)
baik Kriteria Hasil: Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
Faktor risiko: Tingkat cedera Terapeutik:
Eksternal (L.14136) Hilangkan bahaya keselamatan
- Terpapar patogen 1. Toleransi lingkungan (mis. fisik, biologi
- Terpapar zat kimia aktivitas dan kimia), jika
toksik meningkat memungkinkan
- Terpapar agen (5) Modifikasi lingkungan untuk
nosokomial 2. Nafsu makan meminimalkan bahaya dan
- Ketidakamanan meningkat risiko
transportasi (5) Sediakan alat bantu keamanan
Internal 3. Toleransi lingkungan (mis. commode
- Ketidaknormalan makan chair dan pegangan tangan)
profil darah meningkat Gunakan perangkat pelindung
- Perubahan orientasi (5) (mis. pengekanagan fisik, rel
afektif 4. Kejadian samping, pintu terkunci,
- Perubahan sensasi cedera pagar)
- Disfungsi autoimun menurun (5)
Hubungi pihak berwenang
- Disfungsi biokimia 5. Luka/lecet
sesuai masalah komunitas
- Hipoksia jaringan menurun (5)
(mis. puskesmas, polisi,
- Kegagalan 6. Ketegangan
damkar)
mekanisme otot menurun
Fasilitasi relokasi ke
pertahanan tubuh (5)
lingkungan yang aman
- Malnutrisi 7. Faktur
- Perubahan fungsi menurun (5) Lakukan program skrining
psikomotor 8. Perdarahan bahaya lingkungan (mis.
- Perubahan fungsi menurun (5) timbal)
kognitif 9. Ekspresi Edukasi:
wajah Ajarkan individu, keluarga dan
kesakitan kelompok risiko tinggi bahaya
menurun (5) lingkungan
10. Agitasi
menurun (5)
11. Iritabilitas
menurun (50
12. Gangguan
mobilitas
menurun (5)
13. Gangguan
kognitif
menurun (5)
14. Tekanan
darah
membaik (5)
15. Frekuensi
nadi radial
membaik (5)
16. Frekuensi
napas
membaik (5)
17. Denyut
jantung
apikal
membaik (5)
18. Denyut
jantung
radialis
membaik (5)
19. Pola
istirahat/tidur
membaik (5)
DAFTAR PUSTAKA
Aprisal. (2013). Makalah meningitis dan ensefalitis. Retrivied from:
http://www.tanyadokter.com. Diakses pada 25 Oktober 2020. Pukul 21.00 WIB.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (Ed.). (2001). Keperawatan medikal bedah: Brunner
& suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC.
Suriadi, dkk. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak (2 ed.). Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia: