Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS
STASE KEPERAWTAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

SEMESTER 1

Oleh:
Mariyam Faud
I4B019075

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2020
1. Latar Belakang
Infeksi terhadap Susunan Saraf Pusat (SSP) merupakan penyakit yang
serius dan dapat menimbulkan kematian atau disabilitas berat. Infeksi pada SSP
dapat berupa ensefalitis, meningitis, mielitis, ataupun dalam bentuk kombinasi
seperti meningoensefalitis (Gunawan, 2010). Meningitis merupakan infeksi atau
peradangan terhadap membran pelindung otak dan medula spinalis yang disebut
dengan meningen (Pollard, 2011). Kasus meningitis ini masih banyak ditemukan
terutama di negara-negara berkembang. Meningitis ini dapat ditimbulkan oleh
beberapa penyebab antara lain bakteri, virus, ataupun jamur (Gunawan, 2011).
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak (meningens)
yang disebabkan infeksi bakteri, ditandai adanya bakteri penyebab dan
peningkatan sel-sel polimorfonuklear pada analisis cairan serebrospinal (CSS).
Meningitis bakterialis merupakan salah satu infeksi yang paling berbahaya pada
anak karena tingginya kejadian komplikasi akut dan kecacatan neurologis
permanen di kemudian hari (Lilihata, Handryastuti, 2013).
Meningitis tuberkulosis adalah proses inflamasi di meningens (khususnya
arakhnoid dan plamater) akibat infeksi mycobacterium tuberculosis. Meningitis
tuberkulosis ekstrapulmonal kelima yang paling sering ditemui sekaligus yang
paling berbahaya, dan kejadian terbanyak ditemukan pada anak-anak. Bila tidak
diobati dengan tepat akan menyebabkan gejala sisa neurologis permanen, bahkan
dapat menyebabkan kematian (Lilihata, Handryastuti, 2013).
Oleh karena itu, dalam hal ini peran perawat sangat penting pada pasien
meningitis, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
tersebut. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada
klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan
pengkajian mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakan diagnosa
keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi
keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat
langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
2. Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi & Rita Yuliani 2006). Pengertian lain juga menyebutkan bahwa
meningitis adalah inflamasi arakhnoid yang mengenai CSS (Cairan Serebro
Spinal). Infeksi menyebar ke subarachnoid dari otak dan medula spinalis
(Batticaca, Fransisca, 2008).
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges yang diakibatkan oleh
bakterial yang masuk secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau secara
tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan
serebrospinal (CSS). Berbagai agens yang dapat menimbulkan inflamasi pada
meninges yaitu bakteri, virus, jamur, dan zat kimia (Betz, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah suatu reaksi yang terjadi dari
peradangan yang terjadi akibat infeksi karena bakteri, virus, maupun jamur pada
selaput otak (araknoidea dan piamater) yang ditandai dengan adanya sel darah
putih dalam cairan serebrospinal dan menyebabkan perubahan pada struktur otak.

3. Etiologi
Menurut (Suriadi & Rita Yuliani 2006) penyebab meningitis yaitu faktor
bakteri, faktor predisposisi, faktor maternal, dan faktor imunologi. Faktor bakteri:
haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumonia, neisseria meningitis,
hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu dan e. coli. Faktor predisposisi:
jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita. Faktor maternal:
ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. Faktor
imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang
mendapat obat obat imunosupresi. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat,
pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

4. Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan
tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, dan
bronchopneumonia. Masuknya organisme melalui sel darah merah pada blood
brain barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan,
pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau
rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis,
dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar
otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui
ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada
via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan oleh
mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia,
sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu
tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi (Suriadi & Rita Yuliani 2001)
Menurut Corwin (2009), meningitis terjadi karena infeksi dari orofaring
yang diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula
spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju
otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang
menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang
di dalam meningen dan di bawah korteks yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat
toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini
dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya
hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus
5. Tanda Gejala
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2009) gejala klinis yang muncul pada
pasien dengan meningitis antara lain :
a. Pada fase akut gejala yang muncul antara lain : lesu, mudah terangsang,
hipertermia, anoreksia dan sakit kepala
b. Peningkatan tekanan intrakranial.
c. Kejang baik secara umum maupun lokal
d. Kelumpuhan ekstremitas (paresis atau paralisis)
e. Gangguan frekuensi dani rama pernafasan (cepat dengan irama kadang
dangkal dan kadang dalam)
f. Munculnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti ; kaku kuduk, regiditas
umum, refleksi Kernig dan Brudzinky positif.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan pungsi lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial. a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur
(-). b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
 Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Sedangkan,
pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
 Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan Radiologis
 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan. b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala
(periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer,
2002).
d. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
e. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
f. ESR/LED : meningkat pada meningitis
g. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihatukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
i. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi
intrakranial

7. Pathway

Faktor penyebab: Faktor Predisposisi:


Fraktur tulang tengkorak, operasi otak atau Virus dan bakteri
sum-sum tulang belakang

Kuman masuk ke
selaput otak

Reaksi peradanagn jaringan serebral

Aliran darah ke otak Gangguan Eksudat meningen


Odema serebral metabolisme serebral

MK: Gangguan Reaksi septicemia


TIK Kolaps sirkulasi, Asam laktat jaringan otak/infeksi
perfusi jaringan
kerusakan endotel dan
serebral
nekrosis pada otak
Gangguan keseimbangan
Metabolisme tubuh
dan neuron
meningkat
Nyeri kepala Penurunan tingkat Menstimulasi reflek
vasogel Kejang
kesadaran Peningkatan
kompenasai ventilasi
MK: Nyeri MK: Risiko
Koma Mual, muntah
Akut cedera
Hiperventilasi
Kematian MK: Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
MK: Gangguan
pola nafas
MK: Gangguan
cairan dan elektrolit Kerusakan pada
hipotalamus

Kerusakan fungsi MK: Gangguan


serebral thermoregulasi
8. Pengkajian
a. Pengkajian Primer (Muttaqin, 2008).
 Airway: adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada
obstruksi maka lakukan : a. Chin lift atau jaw trust, suctionc. guedel
airway atau intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi)
pada posisi netral
 Breathing: inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu apas, dan peningkatan frekuensi pernapasan
yang sering didapatkan pada klien meningitis disertai adanya
gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan
apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan
efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis).
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di paru.
 Circulation: tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi
pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normla pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.
 Dissability: menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan
mengukur GCS.
 Eksposure: epaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher
atau tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan

b. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesa: keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
2. Riwayat penyakit saat ini: riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis
kuman penyebab. Pada pengkajian klien dengan meningitis,
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat
dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awal tersebut
biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi
dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
3. Riwayat penyakit dahulu: pengkajian penyakit yang pernah dialami klien
yang memungkingkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya
pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
4. Pemeriksaan fisik: dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).
Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41˚C, dimulai dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi
meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK.

9. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada saluran nafas
b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
c. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran diseminata
hematogen dari patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respons inflamasi
(akibat-obat), pemajanan orang lain terhadap patogen
e. Nyeri akut berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
10. Fokus Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan  Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan,
jalan nafas perubahan irama dan kedalaman, penggunaan
otot-otot aksesori, warna, dan kekentalan sputum
 Atur posisi fowler dan semifowler
 Ajarkan cara batuk efektif
 Lakukan persiapan lendir di jalan napas
2. Gangguan perfusi jaringan  Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang
serebral tanpa bantal
 Monitor tanda-tanda status neurologis dengan
GCS.
 Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu,
Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
 Monitor intake dan output
 Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk.
Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas
apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur
 Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid,
Aminofel, Antibiotika.
3. Risiko cedera  Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan
otot-otot muka lainnya
 Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan
ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien
 Pertahankan bedrest total selama fase akut
 Berikan terapi sesuai advis dokter seperti;
diazepam, phenobarbital, dll.
4. Risiko infeksi  Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
 Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci
tangan yang tepat.
 Pantau suhu secara teratur
 Berikan terapi antibiotik: penisilin G, ampisilin,
klorampenikol dan gentamisin
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,
Yogyakarta : Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung
seto.

Anda mungkin juga menyukai