Pengertian
Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, jamur, dan keadaan non infeksi seperti neoplasma
(Arydina, Triono, & Herini, 2014). Meningitis adalah peradangan pada meningen
(membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis/sumsum tulang belakang)
yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Baughman & Hackley, 2003).
B. Etiologi
Meningitis memiliki beberapa tipe berdasarkan penyebabnya yaitu aseptik,
septik, dan jamur.
a. Meningitis aseptik mengacu pada meningitis yang disebabkan virus atau
infeksi sekunder dari ensefalitis, abses otak, limfoma, leukimia, atau darah
di ruang subarakhnoid. Virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu
herpes simpleks, cacar, rabies, dan HIV (Muttaqin, 2008).
b. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang paling sering menginfeksi yaitu Neisseria meningitidis,
meskipun Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae juga
menjadi agen penyebab meningitis (Muttaqin, 2008).
c. Meningitis jamur terjadi apabila jamur telah menyebar dalam aliran darah.
Bentuk umun dari meningitis jamur yaitu meningitis jamur kriptokokus
(Meningitis Foundation of America Inc., 2013).
D. Klasifikasi
Diagnosis pasti penyakit meningitis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Klasifikasi meningitis dapat
dibedakan menurut penyebabnya sebagai berikut (Mesranti, 2011).
a. Meningitis karena virus (aseptik)
E. Patofisiologi
Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medula spinalis. Selaput
otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu duramater, arachnoid, dan
piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel
bergerak/mengalir melalui sub-arachnoid dalam sistem ventrikuler, seluruh otak,
dan sumsum tulang belakang, kemudian di reabsorbsi melalui vili arachnoid yang
F. Pathway
G. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis meningitis tergantung pada organisme penyebab, tingkat
keparahan infeksi dan penyakit, serta ketepatan waktu pengobatan. Komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita meningitis yaitu gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran (tuli), kejang, kelumpuhan, hidrosefalus, septic shock, dan
kematian (Baughman & Hackley, 2003)
H. Pemeriksaan Penunjang
Meningitis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik,
dan tes diagnostik tertentu. Tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk penegakan
diagnosa adalah sebagai berikut (Mesranti, 2011; Mayo Clinic, 2015).
a. Lumbal pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal (CSS), dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan serebrospinal dari pungsi
lumbal yaitu sebagai berikut.
1) Meningitis bakteri: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin, jumlah
leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
dan kultur darah. Pada kultur darah, darah yang diambil dari vena dikirim ke
laboratorium dan dilihat apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme
terutama bakteri. Sampel darah juga dapat diuji menggunakan pewarnaan
gram sehingga dapat diamati pada mikroskop.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan x-ray dan computerized tomography (CT) scan kepala, dada,
atau sinus dapat menunjukkan adanya pembengkakan atau peradangan
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan meningitis adalah sebagai
berikut (Hidayat, 2008; Baughman & Hackley, 2003).
a. Pemantauan berat badan, elektrolit serum, pertahankan status hidrasi
seperti turgor kulit, jumlah urin, osmolaritas urin, berat jenis urin, input
output, dan berat badan.
b. Lindungi pasien dari cedera sekunder saat kejang atau saat mengalami
perubahan tingkat kesadaran
c. Bantu kebutuhan aktivitas dengan memberikan mobilisasi atau fisioterapi
pada saat tidak kejang dan panas untuk mempertahankan range of motion
(ROM).
d. Lakukan fisioterapi paru dan batuk efektif apabila ditemukan adanya
masalah kurangnya oksigenasi.
e. Cegah terjadinya komplikasi terkait imobilitas pasien seperti dekubitus
(pressure ulcers) karena tirah baring lama
f. Berikan lingkungan yang tenang dan bebas dari kebisingan atau yang
dapat memberikan stimulus yang besar.