Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGOENSEFALITIS

Oleh :

NUR ARISA
202214098

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
SURAKARTA 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis merupakan penyakit peradangan pada selaput otak, sedangkan
ensefalitis adalah penyakit peradangan pada otak. Dalam beberapa kasus
kedua penyakit ini dapat terjadi bersamaan yang dikenal dengan nama
meningoensefalitis. Meningoensefalitis merupakan penyakit yang menyerang
sistem saraf pusat yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, tuberkulosis,
ataupun jamur. Penyakit ini dapat mengenai siapa saja, terutama mereka yang
memiliki daya tahan tubuh yang kurang, misalnya anak-anak, penderita
malnutrisi, lansia, dan orang-orang dengan penyakit yang menurunkan sistem
imun tubuh (immunocompromised) (Evani,2019).
Meningoencephalitis adalah inflamasi pada bagian meningen dan
jaringan otak Di indonesia, meningitis/ensefalitis merupakan penyebab
kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria.
Meningitis/ensefalitis merupakan penyakit menular pada semua umur dengan
proporsi 3,2% (Riasari, 2021).
Kasus meningitis/ensefalitis di Indonesia penyebab kematian pada semua
umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria. Meningitis/ensefalitis
merupakan penyakit menular pada semua umur dengan proporsi 3,2%.
Sedangkan proporsi meningitis/ensefalitis merupakan penyebab kematian
anak pada urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare(31,4%) dan pneumoni
(23,8%). Pada pasien ini didapatkan etiologi nya Pnumonia berdasarkan klinis
batuk (+), pilek (+), demam (+), sesak (+) dan pada pemeriksaan penunjang
Rontgen thoraks terdapat gambaran Pnumonia. Pemeriksaan laboratorium
darah lengkap dan evaluasi hapusan darah tepi (EDHT) didapatkan
leukositosis. Namun tidak dapat digunakan untuk membedakan infeksi
mikroorganisme apa yang sedang terjadi (Alam, 2016).

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Memudahkan mahasiswa dalam memahami konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pasien dengan meningioensefalitis..

b. Tujuan khusus

C. Manfaat
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan lebih luas dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan meningioensefalitis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Meningoensefalitis adalah  peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu
cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis  adalah  radang
umum  pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis ( Fitriyana, 2019)

Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu


oerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis adalah radang
umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau
virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik
namu keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis (Badriyah, 2021)
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis) ensefalitis adalah peradangan jaringan otak yang mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis. Meningoencepalitis adalah peradangan pada
selaput meningen dan jaringan otak (Sudibyo et.al 2019).
B. Klasifikasi
Istiqfaroh (2019), mengatakan bahwa klasifikasi meningoencepalitis
sebagai berikut:

Meningitis:

1. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.

2. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

C. Etiologi
Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut (David, 2019)
1. Virus
- Dari orang keorang morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus, kelompok
herpes, kelompok pox, influenza A dan B.
- Lewat antropoda : eastern equine, western equine, dengue colorado tick fever.
2. Infeksi non virus
- Bakterial : meningitis tuberkulosa dab bakterial sering mempunyai komponen
ensefalitis.
- Spirocheta : sifilis, leptosipirosis.
- Jamur : kriptococus, histolsmosis, aspergilosis, mukonikosis, kandidosis,
koksidiomikosis.
- Protozoa
- Staphylococus aereus.
- Streptococcus
- E. Colli
- Mycobacterium
- T. Palladium
3. Pasca infeksi
- Campak
- Rubella
- Varisela
- Virus pox
- Vacinia

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Meisadono (2018) diantaranya sebagai berikut :
1. Neonatus
Menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot melemah,
menangis lemah.
2. anak- anak dan remaja
- Demam tingi
- sakit kepala
- mual, muntah
- kesadaran menurun
- kejang
- halusinasi
- maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig.
E. Patofisiologi
Peradangan menyebabkan cairan cerebro spinal meningkat sehingga
terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hipercepalus dan peningkatan tekanan
intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek
patologis yang terjadi adalah hiperemi meningens, edema jaringan otak,
eksudasi ( Meisadoma et.al 2018).

E. Pathways
penyebab (virus,

toksik,raacun.
Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak
Peradangan Di
Otak
Meningoencephalitis

Edema Pembentukan
Transudat &
Eksudat

Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan Kerusakan


Resiko patogen Cerebral Area Saraf V saraf IX
Fokal
perfusi
serebral
tidak efektif

Suhu Tubuh
Meningkat

Hipertermi
Kesadaran Menurun

Gangguan Mobilitas
Mobilitas Fisik

Penumpukan sekret
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Gambar 2.2 Pathways Keperawatan dengan kasus ME (Sumber: Arif, 20018; hlm. 87)

F. Komplikasi
Komplikasi pada meningoensefalitis menurut Istigfaroh (2019) :

a. Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan


memerlukan monitoring output urin dan administrasi cairan.

b. Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis tetapi


juga mungkin terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial
atau immune complexmediated, trombonflebitis, demam obat atau
infeksi nosokomial.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik menurut Riasari (2021) diantaranya sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan lumbal pungsi : pemeriksaan fisik LCS, kadar glukosa, kadar


protein dan peningkatan jumlah sel darah putih (Pleiositosis)

2. Pemeriksaan imaginhg (CT scan kepala)

H. Konsep dasar Keperawatan


a. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :


a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat
tanggal lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta
apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah
saudara dan identitas orang tua.

b. Riwayat
Kesehatan
1) Keluha
n
utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami
demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan
kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa
sakit kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat
perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang
sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut. Terkadang pada sebagian anak

mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat


kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat
terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat
penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada
masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji
tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di
ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib
pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat
kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu
pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil
(Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami
gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi
memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka
kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental,
gangguan kelemahan atau ketidakmampuan
menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat
gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan u
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai
GCS yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15)
(Riyadi & Sukarmin, 2009).

2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK,
pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan
TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk
anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun <
40x/menit) (Muttaqin, 2008).

3) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK,
pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan
TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk
anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun <
40x/menit) (Muttaqin, 2008).
4) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan
pada anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan
ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada
pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).
5) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan
reaksi pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada
pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan
dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan
alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
6) Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
7) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
8) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.
9) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu
penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang
dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut
jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
10) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi
purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
11) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut
anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat
gerak.
12) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
13) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung
lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan.
Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
14) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat
gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
15) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d
hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang
sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin,
2018).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (SDKI DPP PPNI 2017) :

1) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d proses inflamasi, edema pada
otak

2) Hipertermi bd. Proses penyakit

3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d secret yang tertahan

4) Gangguang mobilitas fisik b.d


3. Intervensi
Tujuan/Kriteria
Diagnosa Intervensi (SIKI,2018)
Hasil (SLKI,2019)
(sdki,2017)
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri : Observasi
Nyeri akut
keperawatan selama 3 kali 24 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
jam, maka diharapkan tingkat kualitas, intensitas nyeri.
nyeri menurun dan kontrol nyeri 2) Identifikasi skala nyeri
meningkat dengan kriteria hasil: 3) Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Tidak mengeluh nyeri 4) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
b. Tidak meringis Terapeutik
c. Tidak bersikap protektif 5) Berikan teknik non farmakologis untuk
d. Tidak gelisah mengurangi rasa nyeri (mis. Terapi pijat, kompres
e. Tidak mengalami kesulitan hangat/dingin, hypnosis, relaksasi napas dalam)
tidur 6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
f. Frekuensi nadi nyeri
Membaik
7) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
8) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
9) Jelaskan strategi mengatasi nyeri
10) Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
11) Kolaborasi pemberian analgetik
Setelah dilakukan intervensi 3) Monitor kadar elektrolit Terapeutk
Hipertermi
selama 3 1) Longgarkan atau lepaskan pakaian
x 24 jam, diharapkan 2) Lakukan pendinginan eksternal (mis.
termoregulasi Selimut hiportermia, kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
membaik, dengan kriteria
Edukasi
hasil:
1) Anjurkan tirah baring
a. Kulit merah menurun
b. Kejang
Kolaborasi
menurun
1) Kolaborasi pemberian cairan
c. Pucat menurun
dan elektrolit intravena, jika perlu
d. Takipneu menurun
e. Hipoksia menurun
f. Suhu dalam
batas normal

Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi Observasi


Mobiltas selama 3x24 jam, 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Fisik diharapkan mobilitas 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan
fisik meningkat pergerakan
dengan criteria Terapeutk
hasil : 1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
a. Pergerakan ekstremitas (mis. Pagar tempat tidur
meningkat 2) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
b. Kekuatan otot meningkat melakukan pergerakan
c. Rentang gerak meningkat Edukasi
d. Nyeri sendi 1) Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun mobilisasi
e. Gerakan 2) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
terbatas menurun
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi.
f. Kelemahan fisik menurun
MENEJEMEN PENINGKATAN TEKANAN
Resiko Setelah dilakukan pengkajian
INTRAKRANIAL (I. 06198)
perfusi selama 1x24 jam di dapatkan
Observasi
serebral tidak kriteria hasil :
efektif 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
-tingkat kesadaran meningkat. gangguan metabolisme, edema serebral)
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
-gelisah menurun. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
-tekanan darah membaik 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu Monitor PAP, jika perlu
6. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
7. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
8. Monitor gelombang IC
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output cairan
11. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

Terapeutik

1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan


lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver Valsav
4. Cegah terjadinya kejang
5. kan suhu tubuh normal
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika


perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)


bersihan keperawatan selama ..... x ..... Tindakan:
jalan nafas maka diharapkan bersihan jalan Observasi:
napas membaik dengan kriteria □ Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
tidak efektif hasil: napas)
Bersihan jalan napas (L.01001) □ Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
□ Batuk efektif meningkat mengi, wheezing, ronchi kering)
(5) □ Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
□ Produksi sputum Terapeutik:
menurum (5) □ Pertahankan kepatenan
□ Wheezing menurun (5) jalan napas dengan head- tilt dan chin-lift (jaw- thrust
□ Dispnea menurun (5) jika curiga trauma servical)
□ Gelisah menurun (5) □ Posisikan semi-fowler atau fowler
□ Frekuensi napas membaik □ Berikan minum hangat
(5) □ Lakukan fisioterapi dada,
□ Pola napas membaik (5) jika perlu
□ Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
□ Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep McGill
□ Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
□ Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
□ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi:
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta : Dewan Pengurus
Ppni.
Evani, S., & Junaidi, F. J. (2019). Laporan Kasus: Penanganan Status
Epileptikus Refrakter Pada Anak Dengan Meningoensefalitis Di Rumah
Sakit Tipe D. Callosum Neurology, 2(1), 1-6.
Alam, A. (2016). Kejadian Meningitis Bakterial Pada Anak Usia 6-18 Bulan
Riasari. (2021). Profil Klinis Pasien Meningoensefalitis. 2(2), 44–50.
Sudibyo, T. K. A. P., Mulya, D. P., Satiti, S., & Budiono, E. (2019).
Meningoensefalitis pada Wegener’s granulomatosis dengan ANCA
negatif: laporan kasus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 6(3), 150-155.
Fitriyana, I., & Faried, R. (2019). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien dengan Meningoencephalitis Terpasang Ventilator dengan
Intervensinovasi Terapi Kombinasi Isap Lendir (Suction) Sistem Terbuka
dan Foot Massage Terhadap Status Hemodinamika di Ruang Intensive
Care Unit (ICU) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2019
Meisadona, G., Soebroto, A. D., & Estiasari, R. (2018). Diagnosis dan
tatalaksana meningitis bakterialis. Cermin Dunia Kedokteran, 42(1), 15-
19.
Riasari, N. S., & Bintoro, A. C. (2021). Profil Klinis Pasien
Meningoensefalitis di Instalasi Rawat Intensif RSUP. Dr. Kariadi
Semarang. CoMPHI Journal: Community Medicine and Public Health of
Indonesia Journal, 2(2), 44-50.

Anda mungkin juga menyukai