Anda di halaman 1dari 7

ASKEP MENINGITIS PADA ANAK

ASKEP MENINGITIS PADA ANAK

PEMBAHASAN
1. Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang
subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang
melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri
ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black
& Hawk, 2005)
Meningittis adalah suatu peradangan pada selaput yang membungkus otak (meningens).
2. Etiologi

 Infeksi sekunder dari bakteri : sinusitis, OMA/OMK, Pneumonia, Endokarditis,


Osteomylitis
 Organisme bakteri : Neisseria, haemophilus influensa, streptococcus pneumonia
 Virus : Aseptic meningitis
 Trauma : Fraktur pada tulang tengkorak, luka pada kepala. Lumbal Fungsi, Prosedur
shunting ventrikuler

3. Jenis meningitis
Jenis meningitis ada 3 yaitu :

 Meningitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana


organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25
% (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan peningkatan
jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab
infeksi dalam cairan serebrospinal. (Arif Mansjoer.Kapita Selekta.2000:437)
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus,
disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus. (Ngastiyah: 2005)
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan
mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis
purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia
(pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),
Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.(Ginsberg, 2008).
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningit akut, dan
paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Neisseria meningitides
(meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus
pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang
kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah. Haemophilus influenza, Haemophilus
influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis
bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan
sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada
kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium
tuberculosis jenis hominis.

 Meningitis virus

Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat lanjutan dari
bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes
zoster. (Wilkinson, 1999).
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan
gejalah rangsang meningeal,pleiositosis dalam likuor serebrospinalis dengan deferensiasi
terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa
komplikasi.(Ngastiyah:2005)
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear
acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio),
arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan
contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005)
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan
secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman,2006).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis akut
atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak
infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak
teridentifikasi.

 Meningitis Jamur

Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada
beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling
sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30% -40% dan insidensinya meningkat
seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990
dalam Depkes RI, 1998).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi
jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999).
4. EPIDEMILOGI
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada orang dewasa.Di negeri tropis dan subtropics
tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung pada musim seperti di negeri beriklim
dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim dingin.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Meningitis
 Bayi : - Demam, Kejang pada tengkuk, Rewel/gelisah, Susah makan, Menangis terus-menerus,
Lemah, Intensitas interaksi berkurang, Ubun-ubun membenjol
 Anak : Demam, Kejang pada tengkuk, Sakit kepala, Mual, Bingung/disorientasi, Serangan
mendadak, Tidak suka cahaya terang (fotofobia), Ruam di sekujur tubuh
 Dewasa : sakit kepala,demam, mual, muntah, photopobia, adanya tanda rangsang
meningeal/iritasi meningen seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda
Brudzinski positif, perubahan tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial,
disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey,
1997).
 Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi hipersensitivitas
kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi motorik masih dapat dipertahankan.
Efek toksin pada otak atau thrombus pada suplai vaskular ke area serebral menyebabkan
ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi
hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey,1997).

6. PATOFISIOLOGI
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
 Pemeriksaan Lab darah lengkap: HB,HT,LED,Erytrosit,Lekosit
Laju endap darah meninggi, Jumlah sel berkisar antara 200-500/mm3, mula-mula sel PMN dan
limfosit dalam proporsi sama atau kadang-kadang sel PMN lebih banyak, selanjutnya limfosit
yang lebih banyak. Kadang-kadang jumlah sel pada fase akut dapat mencapai kurang lebih
1000/mm3. Kadar protein meninggi dan glukosa menurun.

 Kultur darah
 CT-Scan, X-Ray
Cairan serebrospinal berwarna jernih atau xantokrom, bila dibiarkan mengendap akan
membentuk batang-batang, kadang-kadang dapat ditemukan mikroorganisme didalamnya. Foto
dada biasanya normal, bisa terdapat gambaran milier dan kalsifikasi
 Lumbal fungsi
Fungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium lainnya. Likuor
serebrospinalis berwarna jernih, opelesen atau kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan dan
jumlah sel meninggi namun umumnya jarang melebihi 1500/3mm dan terdiri dari limfosit
terutama. Kadar protein meninggi sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Bila
cairan otak didiamkan akan timbul fibrinous web (pelikel), tempat yang sering ditemukannya
basil tuberkulosis. Dugaan bahwa seorang pasien menderita meningitis tuberkulosa dengan
melihat hasil pungsi lumbal berupa cairan serebrospinalis yang jernih. Juga adanya kelainan
radiologis serta adanya sumber di dalam keluarga.
 Uji tuberkulin
Uji tuberkulin pada meningitis bakteri dianggap kurang bermakna karena sering negatif
disebabkan adanya anergi 36%. Untuk memberikan pengobatan yang tepat diperlukan
menemukan kuman tuberkulosis yang dapat ditemukan dengan melakukan biakan dari cairan
serebrospinalis.
8. KOMPLIKASI
 Komplikasi mayor meningitis bakteri
1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi
2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal, hiperperfusi,gangguan
serebrovaskular autoregulasi
3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal
4. Hidrosefalus
5. Serebritis
6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
7. Abses otak, subdural empiemi
 Komplikasi ekstrakranial
1. Septik shock
2. DIC
3. Respiratory distress sindrom
4. Arteritis (septik atau reaktif)
5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH,central diabetes insipidus (jarang)
6. Komplikasi spinal :mielitis, infark
9. PENATALAKSAAN MEDIS
Penatalaksanaan secara medis pada meningitis dapat dilakukan dengan cara diberikan
a) Koreksi gangguan asam basa elektrolit, apabilla terdapat ketidak seimbangan asm basa dan
elektrolit dapt diberikan Cairan intravena MARTOS-10 Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam Mengandung
400 kcal/L
b) Atasi kejang dapat diatasi dengan, Kortikosteroid.golongan deksametason 0,6 mg/kgBB/hari
selama 4 hari, 15-20 menit sebelum pemberian antibiotic
c) Antibiotik. Terdiri 2 fase yaitu empiric dan setelah hasil biakan dan uji resistensi. Pengobatan
empiric pada neonates adalah kombinasi ampisilin dan aminoglikosida atau ampisilin dan
sefotaksin. Pada umur 3 bulan – 10 tahun kombinsasi ampisilin dan kloramfenikol atau
sefuroksim/sefotaksim/sefriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penislin. Pada
neonatus pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10 – 14 hari.
d) Streptomisin, PAS dan INH. Dapat diberikan diberikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/ hari
selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi, sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH diteruskan paling sedikit samapi 2 tahun. Umtuk
mengatasi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah.
10. PROGNOSIS
Prognosis pada meningitis bakteri : Prognosis buruk pada usia yang lebih muda, infeksi berat
yang disertai DIC. Mortalitas bergantung pada virulensi kuman penyebab, daya ytahan tubuh
pasien, terlambat atau cepatnya.mendapat pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan
perawatan yang diberikan. Perawatan, akan dibicarakan bersama – sama dengan meningitis
tuberkolosa
Prognosis pada meningitis tuberkulosa : Pasien yang tidak diobati biasanya meninggal dunia.
Yang berumur lebih muda dari 3 tahun mempunyai prognosis lebih buruk daripada yang tua.
Hanya 18% dari yang hidup mempunyai fungsi neurologis dan intelektual normal.
Prognosis pada meningitis virus : Penyakit ini self limited dan penyembuhan sempurna dijumpai
setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan yang berat.
11. PENCEGAHAN
Vaksin konjugat pneumokokus. Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan
anak yang berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan. Vaksin konjugat pneumokokus juga hanya
menimbulkan efek samping yang ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada
daerah sekitar suntikan. Gejala umum setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk,
rewel, nafsu makan berkurang, jarang ditemukan pada bayi.
12. PENGKAJIAN
Anamnesa :
Riwayat penyakit sekarang :
- Gambaran gejala yang dialami saat ini, kapan mulai, gejala menurun/meningkat,
bagaimana mengatasinya
Riwayat penyakit masa lalu:
Pasien pernah mengalami Penyakit pernafasan, trauma kepala/fraktur, infeksi sinus,
hidung,telinga, penyakit jantung, DM,Ca, pembedahan, bedah syaraf/telingga
2. Pengkajian fisik
- Manifestasi klinis
- Tingkat kesadaran, Orientasi
- Reaksi pupil dan pergerakan mata
- Respon motorik
- Tanda awal : Lethargi, perubahan memori, gangguan perhatian, perubahan tingkah
laku (kepribadian)
- Tanda penyakit lanjut: Stupor, nyeri kepala berat, nyeri otot, pupil reaktif terhadap
cahaya (photo phobia), Nistagmus, Disfungsi syaraf III,IV,VI,VII,VIII
- Hemiparesis, hemaplegia, tonus otot menurun
- Kaku kuduk, kernig’s, Bruzinski, nyeri kepala
- Nausea, muntah, panas, Tachicardia
13. DIAGNOSA & INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan b.d peningkatan ICP/edema otak
Tujuan : meningkatkan perfusi jaringan ke otak
Kriteria hasil :- kesadaran pasien penuh
- TTV normal : TD 110/70 mmHg, Rr, N,
- Pasien tidak kejang dan bisa orientasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kesadaran, TTV, dan status neurologic.
2. Ciptakan lingkungan tenang (cegah agitasi-peningkatan TIK).
3. Pertahankan tirah baring dengan posisi datar.
4. Pantau sesuai indikasi setelah dilakukan punksi lumbal.
5. Kaji adanya rigiditas nuksi, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan , dan
adanya serangan kejang.
6. Catat kejadian berhubngan status neurologis: Kejang, disorientasi.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d iritasi meningeal
Tujuan : menurunkan rasa nyeri
Kriteia hasil : - skala nyeri pasien menurun
- Pasien merasa nyaman
- Pasien bisa istirahat dengan cukup
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R / untuk mengetahui seberapa berat tinggkat nyeri yang dirasakan klien.
2. Berikan posisi nyaman dan aman (pasang sidedriil)
R/ untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
3. Berikan analgesik sesuai program (monitor reaksi dan respon pasien)
R/ untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
3. Hiperthermia b.d proses infeksi dan edema cerebral
Tujuan : menurunkan panas
Kriteria hasil :- TTV normal
Intervensi :
1. Kaji TTV,
R/
2. Berikan Kompres hangat.
R/ untuk membantu penurunan suhu tubuh.
3. Monitor temperatur secara kontinue
R/ untuk memantau apakah ada kenaikan atau penurunan suhu tubuh klien.
4. Ganti baju kain bila basah
R/ untuk mengurangi resiko adanya iritasi pada kulit.
5. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai program
R/ untuk terapi pengobatan penurunan suhu tubuh.
4. Resti defisit volume cairan b.d meningkatnya temperatur, menurunnya intake cairan
Tujuan : kebutuhan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
Intervensi :
1. Monitor intake-output, monitor CVP bila ada
R/ untuk mengkaji seberapa intake dan output klien, dan memonitor devisit cairan.
2. Beri cairan IV sesuai program, cegah over-load cairan
R/ untuk ketepatan cairan intravena yang diberikan dan mengurangi resiko devisit volume
cairan yang berlebihan.
3. Menurunkan edema
R/ mengurangi pembengkakan pada selebri.
5. Resti defisit nutrisi b.d peningkatan metabolisme,intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : mencegah adanya deficit nutrisi.
Intervensi :
1. Pantau adanya mual muntah dan anoreksia.
R/
2. Berikan asupan nutisi sedikit – sedikit tapi sering.
R/
3.
6. Gangguan orientasi b.d defisit neurologis
Tujuan :
Intervensi :
1. Pantau status neorologi klien.
R/ untuk mengetahui status kesadaran klien.
2. Berikan motivasi pada klien bila klien sadar.
R/ untuk menguranggi stress atau ketidak nyamanan klien.
3. Ikutkan keluarga pada setiap prosedur yang akan dilakukan.
R/ untuk kenyamanan klien dan mengurangi ketegangan.
4. Hindari perkataan yang menyinggung perasaan klien.
R/ untuk menghindari tingkat stress klien.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 437-43

Anda mungkin juga menyukai