Anda di halaman 1dari 50

PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SYSTEM HEMATOLOGI DAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TALASEMIA DAN DAMPAK


TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Dosen Pengampu : Metti Verawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

1. Laras Ati M. (19631870)


2. Lia Fitriani (19631842)
3. Aldi Setiyana (19631812)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan konsep asuhan keperawatan
menginai “Talasemia Pada Anak” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. dan
juga kami berterima kasih pada Ibu Metti Verawati, S. Kep., Ns., M. Kep selaku Dosen mata kuliah
Keperawatan Anak 2 yang telah membimbing kami dalam pembuatan konsep asuhan keperawatan
ini.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam konsep asuhan keperawatan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan konsep asuhan keperawatan yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga konsep asuhan keperawatan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Semoga konsep asuhan keperawatan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Ponorogo, 13 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................................................


B. Rumusan Masalah .............................................................................................
C. Tujuan ...............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

A. Definisi Talasemia ............................................................................................


B. Etiologi..............................................................................................................
C. Patofisiologi ......................................................................................................
D. Manifestasi Klinis .............................................................................................
E. WOC .................................................................................................................
F. Klasifikasi .........................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................
H. Penatalaksanaan ................................................................................................
I. Komplikasi ........................................................................................................

KONSEP RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................

A. Pengkajian ...............................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................................
C. Perencanaan ............................................................................................................

Dampak terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia (dalam konteks

keluarga) ............................................................................................................................

EBN KASUS TALASEMIA .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang di wariskan dan merupakan
kelompok penyakit hemoglobinopati (Marnis et al.,2018). Thalasemia sebagai penyakit
genetik yang diderita seumur hidup akan membawa banyak masalah bagi penderitanya.
Thalasemia merupakan kelainan seumur hidup yang disebabkan oleh kelainan gen autosom
resesif, pada gen kromosom ke-16 pada alfa thalasemia dan kromosom ke-11 pada beta
thalassemia. Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari
120 hari dan terjadilah anemia (Rahayuet al., 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia merupakan penyakit
genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah kesehatan dunia.
kurang lebih 7% dari penduduk dunia mempunyai gen thalasemia. Data dari World Bank
menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalassemia. Setiap
tahun sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan
50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia β; 80% dari jumlah tersebut
berasal dari negara berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk
thalassemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia
yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan
bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10% (Kemenkes, 2018). Saat ini terdapat
lebih dari 10.531 pasien thalassemia di Indonesia, dan diperikirakan 2.500 bayi baru lahir
dengan thalassemia di indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia,
terjadi peningkatan kasus Thalasemia yang terus menerus sejak 3 tahun 2012 4896 kasus
hingga tahun 2018 8761 kasus (Kemenkes RI, 2019). Thalassemia menjadi penyakit yang
memakan banyak biaya di antara penyakit tidak menular lainnya, setelah jantung, kanker,
ginjal, dan stroke. Penyakit ini umumnya diidap oleh anak-anak dengan rentang usia 0 bulan
hingga 18 tahun. Setidaknya sebanyak 420.392 orang mengidap thalassemia (Kemenkes RI,
2017). Menurut Riskesdas 2013, 8 provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari prevalensi
nasional, antara lain Provinsi Aceh (13,4‰), DKI Jakara (12,3‰), Sumatera Selatan (5,4‰),
Gorontalo (3,1‰), Kepulauan Riau (3,0‰), Nusa Tenggara Barat (2,6‰), Maluku (1,9‰),
dan Papua Barat (2,2‰) dalam (Hera Hijrian, 2018). Sedangkan prevelensi thalassemia di
Kalimantan timur adalah 0,2 %.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Teori Talasemia Pada Anak ?
2. Bagaimana Konsep Teori Asuhan Keperawatan Talasemia Pada Anak ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori talasemia pada anak
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan talasemia pada anak
BAB II

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN TALASEMIA
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah bawaan dengan manifestasi klinis berupa
anemia berat yang paling banyak jumlahnya di dunia (WHO & Thalassaemia International
Federation, 2011).
Thalassemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia. Kelainan ini diturunkan
secara resesif menurut hukum Mendel. Penyakit yang semula ditemukan di sekitar Laut
Tengah ini ternyata tersebar luas sepanjang garis khatulistiwa, termasuk Indonesia. Tidak
kurang dari 300.000 bayi dengan kelainan berat penyakit ini dilahirkan setiap tahun di dunia,
sedangkan jumlah penderita thalassemia heterosigotnya tidak kurang dari 250 juta orang.
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan
hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami
destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia
120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan
hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami
destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia
120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018).
Sebagian besar penderita talasemia adalah anak usia 0 hingga 18 tahun.
B. KLASIFIKASI TALASEMIA
Klasifikasi dari penyakit thalassemia menurut Suriadi (2006) yaitu :
a. Thalassemia alfa
Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan sintesis dalam
rantai alfa.
b. Thalassemia beta
Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan pada rantai beta.
Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson
(2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :
1) Thalasemia Minor
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun
orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia trait
sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak
memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.
2) Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orangtua
mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia mayor
tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan.
Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur
hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila tidak
dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun (Potts &
Mandleco, 2007). (Bakta, 2003; Permono, dkk, 2006; Hockenberry & Wilson, 2009).
Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang
progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita
ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia (Nelson, 2000) dalam (Putri, 2015).
3) Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor.
Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan
penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa.
C. ETIOLOGI TALASEMIA
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai
energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasukan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah
sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan
salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah
penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini merupakan penyakit kelainan pembentukan sel
darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter) thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena
adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (Hb abnormal)
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada thalassemia
Penyebab thalasemia b mayor yaitu apabila gen yang cacat diwarisi oleh kedua orang tua.
Jika Bapak atau ibu merupakan pembawa thalasemia, mereka boleh menurunkan thalasemia
kepada anak-anak mereka. Jika kedua orangtua membawa ciri tersebut maka anak-anak
mereka mungkin pembawa atau mereka akan menderita penyakit tersebut.
D. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dengan tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,
tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terlambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegaly, Ikterus ringan mungkin ada, Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang
hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan
fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi
menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit,
koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila
limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septicemia yang dapat
mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hiperplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan
sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (Aritmia, gangguan
hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain :
• Letargi
• Pucat
• Kelemahan
• Anoreksia
• Sesak nafas
• Tebalnya tulang kranial
• Pembesaran limpa
• Menipisnya tulang kartilago
E. PATOFISIOLOGI
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin dan
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat, bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya
mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses
hemolysis.
F. PATHWAY

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
3. Pemeriksaan khusus :
a. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
b. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
c. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait(carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.
H. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10- 20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
b.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
2. Bedah Splenektomi, dengan indikasi :
a. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture
b. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
3. Suportif Transfusi darah :
a. Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
b. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
Hb 1 g/dl.
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya ). Tumbuh kembang, kardiologi,
Gizi, endokrinologi, radiologi.
I. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan
terkumpulnya cairan di jaringan jantung. Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus
dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa
konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis
jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi
khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
b. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel
darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1. Nyeri persendian dan tulang
2. Osteoporosis
3. Kelainan bentuk tulang
4. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
5. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada
di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang bertujuan
meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar
dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy
atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah
ini. Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis.
c. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal,
seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-
sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena
itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
d. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para
penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami
gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan
untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang
rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti
berikut ini :
• Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
• Pankreas – diabetes Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah
memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
• Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
• Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa
ke RS setelah usia 4 tahun.
2. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
4. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6. Kebutuhan Dasar
• Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia
• Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
• Pola Tidur
Dapat dikaji dari kenyamanan pasien, dan waktu tidur. Anak thalassemia biasanya tidak
ada gangguan, karena mereka banyak yang memilih tidur ataupun beristirahat daripada
beraktifitas.
• Kebersihan Diri
Dapat dikaji dari tingkat kemandirian pasien saat melakukan kebersihan seperti mandi,
berpakaian, ataupun buang air. Pada anak thalassemia saat melakukan kebersihan diri
biasanya tidak bias secara mandiri, mereka harus dengan bantuan orang lain, karena
fisik mereka mudah lelah.
• Eliminasi
Dapat mengkaji tingkat output cairan, keluhan saat eliminasi, dan juga waktu eliminasi
pada BAK dan BAB. Pada anak thalassemia bjsa terjadi konstipasi maupun diare untuk
pola BAB sedangkan pola BAK biasanya anak thalassemia normal seperti anak yang
lain.
7. Pemeriksaan Fisik
Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah :
a. Keadaan Umum
Lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar,
tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata
Konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Hidung
Tidak terdapat pangkal hidung
e. Telinga
Tidak memiliki gangguan pada telinga
f. Mulut
Bibir terlihat kehitaman
g. Dada
Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
h. Abdomen
Terlihat membuncit dan dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatosplenomegali).
i. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
j. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan
baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak
tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
k. Kulit
Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit
akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
l. Ekstremitas
Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang memnyebabkan kelemahan pada tulang.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Berdasarkan Kasus Talasemia, maka Diagnosis Keperawatan menurut buku SDKI 2017,
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan natrium ke jaringan
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplai O2, konsentrasi Hb dari darah ke
jaringan
3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan abnormalitas produksi globin dalam
hemoglobin menyebabkan hiperplasi sumsum tulang
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan
C. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien.
No Diagnosis Keperawatan Luaran Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. D.0056 L.05047 I.05178
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
Definisi : keperawatan selama 1x24 jam Definisi :
Ketidakcukupan energi untuk kunjungan, maka toleransi Mengidentifikasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari. aktivitas meningkat, dengan mengelola penggunaan energi
kriteria hasil : untuk mengatasi atau
Penyebab :
1. Frekuensi nadi mencegah kelelahan dan
1. Ketidakseimbangan antara
meningkat mengoptimalkan proses
suplai dan kebutuhan oksigen
2. Saturasi oksigen pemulihan
2. Tirah baring
meningkat Tindakan
3. Kelemahan
3. Kemudahan dalam Observasi :
4. Imobilitas
melakukan aktivitas 1. Identifikasi gangguan
5. Gaya hidup monoton
sehari-hari meningkat fungsi tubuh yang
Gejala dan Tanda Mayor
4. Kecepatan berjalan mengakibatkan kelelahan
Subjektif
meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Mengeluh lelah
5. Keluhan lelah menurun emosional
Objektif
6. Dispnea saat aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi jantung meningkat
menurun 4. Monitor lokasi dan
lebih dari 20% dari kondisi
7. Dispnea setelah aktivitas ketidaknyamanan selama
istirahat
menurun melakukan aktivitas
Gejala dan Tanda Minor
8. Warna kulit membaik Terapeutik :
Subjektif
9. Tekanan darah membaik 1. Sediakan lingkungan
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
10. Frekuensi napas nyaman dan rendah
2. Merasa tidak nyaman setelah
membaik stimulus (mis. Cahaya,
beraktivitas
11. EKG membaik suara, kunjungan)
3. Merasa lemah
2. Lakukan latihan rentang
Objektif
gerak pasif dan/aktif
1. Tekanan darah berubah 3. Berikan aktivitas distraksi
>20% dari kondisi istirahat yang menenangkan
2. Gambaran EKG 4. Fasilitasi duduk di sisi
menunjukkan aritmia tempat tidur, jika tidak
saat/setelah aktivitas dapat berpindah atau
3. Gambaran EKG berjalan
menunjukkan iskemia Edukasi :
sianosis 1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjuran menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi kopling
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
2. D.0009 L.02011 I.02079
Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi
Definisi : keperawatan selama 1x24 jam Definisi :
Penurunan sirkulasi darah pada level kunjungan, maka perfusi perifer Mengidentifikasi dan merawat
kapiler yang dapat mengganggu meningkat, dengan kriteria hasil : area lokal dengan keterbatasan
metabolisme tubuh. 1. Denyut nadi perifer sirkulasi perifer
meningkat Tindakan
Penyebab :
2. Penyembuhan luka Observasi :
1. Hiperglikemia
meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
3. Sensasi meningkat (mis. nadi perifer, edema,
2. Penurunan konsentrasi 4. Warna kulit pusat pengisian kapiler, warna,
hemoglobin menurun suhu, ankle brachial index)
3. Peningkatan tekanan darah 5. Edema perifer menurun 2. Identifikasi faktor risiko
4. Kekurangan volume cairan 6. Nyeri ekstremitas gangguan sirkulasi (mis.
5. Penurunan aliran arteri menurun Diabetes, perokok, orang
dan/vena 7. Parastesia menurun tua, hipertensi dan kadar
6. Kurang aktivitas fisik 8. Kelemahan otot menurun kolesterol tinggi)
Gejala dan Tanda Mayor 9. Kram otot menurun 3. Monitor panas,
Subjektif 10. Bruit femoralis menurun kemerahan, nyeri, atau
(tidak tersedia) 11. Nekrosis menurun bengkak pada ekstremitas
Objektif 12. Pengisian kapiler Terapeutik :
1. Pengisian kapiler >3 detik membaik 1. Hindari pemasangan infus
2. Nadi perifer menurun atau 13. Akral membaik atau pengambilan darah di
tidak teraba 14. Turgor kulit membaik area keterbatasan perfusi
3. Sakral teraba dingin 2. Hindari pengukuran
4. Warna kulit pucat tekanan darah pada
5. Turgor kulit menurun ekstremitas dengan
Gejala dan tanda minor keterbatasan perfusi
Subjektif 3. Hindari penekanan dan
1. Parastesia pemasangan tourniquet
2. Nyeri pada area cedera
ekstremitas(kklaudikasi 4. Lakukan pencegahan
intermiten) infeksi
Objektif 5. Lakukan perawatan kaki
1. Edema dan kuku
2. Penyembuhan luka lambat 6. Lakukan hidrasi
3. Indeks ankle-brachial <0,90 Edukasi :
4. Bruit femoral 1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan dan
penurun kolesterol, jika
perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyakit
beta
3. D.0106 L.10101 I.10339
Gangguan Tumbuh Kembang Setelah dilakukan intervensi Perawatan Perkembangan
Definisi : keperawatan selama 1x24 jam Definisi :
Kondisi individu mengalami kunjungan, maka status Mengidentifikasi dan merawat
gangguan kemampuan bertumbuh perkembangan meningkat, untuk memfasilitasi
dan berkembang sesuai dengan dengan kriteria hasil : perkembangan yang optimal
kelompok usia. 1. Keterampilan/perilaku pada aspek motorik halus,
sesuai usia meningkat motorik kasar, bahasa, kognitif,
Penyebab :
2. Kemampuan melakukan social, emosional di tiap
1. Efek ketidakmampuan fisik
perawatan diri meningkat tahapan usia anak
2. Keterbatasan lingkungan
3. Respon sosial meningkat Tindakan
3. Inkonsistensi respon
4. Kontak mata meningkat Observasi :
4. Pengabaian
5. Kemarahan menurun 1. Identifikasi pencapaian
5. Terpisah dari orang tua
6. Regresi menurun tugas perkembangan anak
dan/atau orang terdekat
7. Afek membaik 2. Identifikasi isyarat
6. Defisiensi stimulus
8. Pola tidur membaik perilaku dan fisiologis
Gejala dan Tanda Mayor
yang ditunjukkan bayi
Subjektif
(mis. Lapar, tidak nyaman)
(Tidak tersedia) Terapeutik :
Objektif 1. Pertahankan sentuhan
1. Tidak mampu melakukan seminimal mungkin pada
keterampilan atau perilaku bayi prematur
khas sesuai usia (mis. Fisik, 2. Berikan sentuhan yang
bahasa, motoric, psikososial) bersifat gentle dan tidak
2. Pertumbuhan fisik terganggu ragu-ragu
Gejala dan Tanda Minor 3. Meminimalkan nyeri
Subjektif 4. Meminimalkan kebisingan
(Tidak tersedia) ruangan
Objektif 5. Pertahankan lingkungan
1. Tidak mampu melakukan yang mendukung
perawatan diri sesuai usia perkembangan optimal
2. Afek datar 6. Motivasi anak berinteraksi
3. Respon sosial lambat dengan anak lain
4. Kontak mata terbatas 7. Sediakan aktivitas yang
5. Nafsu makan menurun memotivasi anak
6. Lesu berinteraksi dengan anak
7. Mudah marah lainnya
8. Regresi 8. Pertahankan kenyamanan
9. Pola tidur terganggu (pada anak
bayi) Edukasi :
1. Jelaskan orang tua
dan/pengasuh tentang
milestone perkembangan
anak dan perilaku anak
2. Anjurkan orang tua
menyentuh dan
menggendong bayinya
3. Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
4. Ajarkan anak keterampilan
berinteraksi
5. Ajarkan anak teknik asertif
Kolaborasi :
Rujuk untuk konseling, jika
perlu
4. D.0083 L.09067 I.09305
Gangguan Citra Tubuh Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
Definisi Setelah dilakukan intervensi Definisi
Perubahan persepsi tentang keperawatan selama 1x24 jam Meningkatkan perbaikan
penampilan, struktur dan fungsi fisik kunjungan, maka citra tubuh perubahan persepsi terhadap
individu meningkat, dengan kriteria hasil : fisik pasien
Penyebab 1. Melihat bagian tubuh Tindakan
1. Perubahan struktur atau bentuk membaik Observasi
tubuh (mis. Amputasi, trauma, 2. Menyentuh bagian tubuh − Identifikasi harapan Citra
luka bakar, obesitas, jerawat) membaik tubuh berdasarkan tahap
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. 3. Verbalisasi kecacatan bagian perkembangan
proses penyakit, kehamilan, tubuh membaik − Identifikasi budaya, agama,
kelumpuhan) 4. Verbalisasi kehilangan bagian jenis kelamin, dan umur
3. Perubahan fungsi kognitif tubuh membaik terkait Citra tubuh
4. Ketidaksesuaian budaya, 5. Verbalisasi perasaan negatif − Identifikasi perubahan citra
keyakinan atau sistem nilai tentang perubahan tubuh tubuh yang mengakibatkan
5. Transisi perkembangan menurun isolasi social
6. Gangguan psikososial 6. Verbalisasi kekawatiran pada − Monitor frekuensi
7. Efek tindakan atau pengobatan penolakan atau reaksi orang pernyataan kritik terhadap
(mis.pembedahan, kemoterapi, lain menurun diri sendiri
terapi radiasi) 7. Verbalisasi perubahan gaya − Monitor apakah pasien bisa
Gejala Dan Tanda Mayor hidup menurun melihat bagian tubuh yang
Subjektif 8. Menyembunyikan bagian berubah
1. Mengungkapkan kecacatan atau tubuh berlebihan menurun Terapeutik
kehilangan bagian tubuh 9. Menunjukkan bagian tubuh − Diskusikan perubahan tubuh
Objektif berlebihan menurun dan fungsinya
1. Kehilangan bagian tubuh 10. Fokus pada bagian tubuh − Diskusikan perbedaan
2. Fungsi/struktur tubuh menurun penampilan fisik terhadap
berubah/hilang 11. Fokus pada penampilan masa harga diri
Gejala Dan Tanda Minor lalu menurun − Diskusikan perubahan
Subjektif 12. Fokus pada kekuatan masa akibat pubertas, kehamilan
1. Tidak mau mengungkapkan lalu menurun dan penuaan
kecacatan atau kehilangan bagian 13. Respon nonverbal pada − Diskusikan kondisi stress
tubuh perubahan tubuh membaik yang mempengaruhi Citra
2. Mengungkapkan perasaan negatif 14. Hubungan sosial membaik tubuh (mis.luka, penyakit,
tentang perubahan tubuh pembedahan)
3. Mengungkapkan kekhawatiran − Diskusikan cara
pada penolakan atau reaksi orang mengembangkan harapan
lain Citra tubuh secara realistis
4. Mengungkapkan perubahan gaya − Diskusikan persepsi pasien
hidup dan keluarga tentang
Objektif perubahan citra tubuh
1. Menyembunyikan atau Edukasi
menunjukkan bagian tubuh secara − Jelaskan kepada keluarga
berlebihan tentang perawatan
2. Menghindari melihat dan atau perubahan citra tubuh
menyentuh bagian tubuh − Anjurkan mengungkapkan
3. Fokus berlebihan pada perubahan gambaran diri terhadap citra
tubuh tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan − Anjurkan menggunakan alat
dan persepsi tubuh bantu (mis.pakaian, wig,
5. Fokus pada penampilan dan kosmetik)
kekuatan masa lalu − Anjurkan mengikuti
6. Hubungan sosial berubah kelompok pendukung
(mis.kelompok sebaya)
− Latih fungsi tubuh yang
dimiliki
− Latih peningkatan
penampilan diri
(mis.berdandan)
− Latih pengungkapan
kemampuan diri kepada
orang lain maupun
kelompok
5. D.0077 L.08066 I.06198
Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
Definisi Setelah dilakukan intervensi Definisi :
Pengalaman sensori atau emosional keperawatan selama 1 x 24 jam Mengidentifikasi dan
yang berkaitan dengan kerusakan kunjungan, maka tingkat nyeri mengelola pengalaman
jaringan aktual atau fungsional, menurun dengan Kriteria Hasil : sensorik atau emosional yang
dengan onset mendadak atau lambat 1. Kemampuan menuntaskan berkaitan dengan kerusakan
dan berintensitas ringan hingga berat aktivitas meningkat jaringan aktual atau fungsional
yang berlangsung kurang dari 3 2. Keluhan nyeri menurun dengan onset mendadak atau
bulan. 3. Meringis menurun lambat dan berintegritas ringan
Penyebab 4. Sikap protektif menurun hingga berat dan konstan.
1. Agen pencedera fisiologis 5. Gelisah menurun Tindakan
(mis.Inflamasi, iskemia, 6. Kesulitan tidur menurun Observasi :
neoplasma) 7. Menarik diri menurun − identifikasi lokasi,
2. Agen pencedera kimiawi (mis. 8. Berfokus pada diri sendiri karakteristik, durasi,
Terbakar, bahan kimia iritan) menurun frekuensi, kualitas,
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 9. Diaforesisi menurun intensitas nyeri
amputasi, terbakar, terpotong, 10. Perasaan depresi (tertekan) − identifikasi skala nyeri
mengangkat berat, prosedur menurun − identifikasi respon nyeri
operasi, trauma, latihan fisik 11. Perasaan takut mengalam non verbal
berlebihan) cedera berulang menurun − identifikasi faktor yang
Gejala dan tanda mayor 12. Anoreksia menurun memperberat dan
Subjektif 13. Perineum terasa tertekan memperingan nyeri
1. Mengeluh nyeri menurun
Objektif
1. Tampak meringis 14. Uterus teraba membulat − identifikasi pengetahuan
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, menurun dan keyakinan tentang
posisi menghindari nyeri) 15. Ketegangan otot menurun nyeri
3. Gelisah 16. Pupil dilatasi menurun − identifikasi pengaruh
4. Frekuensi nadi meningkat 17. Muntah menurun budaya terhadap respon
5. Sulit tidur 18. Mual menurun nyeri
Gejala dan tanda minor 19. Frekuensi nadi membaik − identifikasi pengaruh nyeri
Subjektif : 20. Pola nafas membaik pada kualitas hidup
(tidak tersedia) 21. Tekanan darah membaik − monitor keberhasilan terapi
Objektif : 22. Proses berpikir membaik komplementer yang sudah
1. Tekanan darah meningkat 23. Focus membaik diberikan
2. Pola nafas berubah 24. Fungsi berkemih membaik − monoitor efek samping
3. Nafsu makan berubah 25. Perilaku membaik penggunaan analgetik
4. Proses berfikir terganggu 26. Nafsu makan membaik Terapeutik :
5. Menarik diri 27. Pola tidur membaik − berikan teknik
6. Berfokus pada diri sendiri nonfarmakologis untuk
7. Diaforesis mengurangi rasa nyeri
(mis,TENS,hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain.
− kontrol lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri(mis, suhu ruagan,
pencahyaan, kebisingan)
− fasilitasi istirahat dan tidur
− pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
− jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri.
− jelaskan strategi
meredakan nyeri
− anjurkan memonitor nyeri
secar mandiri
− anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
− anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. D.0129 L.14125 I.11353
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan integritas kulit
Definisi Setelah dilakukan intervensi Definisi :
Kerusakan integritas kulis (dermis keperawatan selama 1 x 24 jam Mengidentifikasi dan merawat
dan/ epidermis) atau jaringan kunjungan, maka integritas kulit kulit untuk menjaga keutuhan,
(membrane mukosa, kornea, fasia, dan jaringan menurun dengan kelembaban dan mencegah
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul kriteria hasil : perkembangan
sendi dan/atau ligamen. 1. Elastisitas meningkat mikroorganisme
Penyebab 2. Hidrasi meningkat Tindakan
1. Perubahan sirkulasi 3. Perfusi jaringan meningkat Observasi
2. Perubahan status nutrisi 4. Kerusakan jaringan 1. Identifikasi penyebab
(kelebihan atau kekurangan) menurun gangguan integritas
3. Kekurangan/kelebihan 5. Kerusakan lapisan kulit kulit (mis. perubahan
volume cairan menurun sirkulasi, perubahan
4. Penurunan mobilitas 6. Nyeri menurun status nutrisi,
5. Bahan kimia iritatif 7. Perdarahan menurun penurunan kelembaban,
6. Suhu lingkungan yang 8. Kemerahan menurun suhu lingkungan
ekstrem 9. Hematoma menurun
7. Faktor mekanis (mis. 10. Pigmentasi abnormal ekstrem, penurunan
penakanan pada tonjolan menurun mobilitas)
tulang, gesekan) atau faktor 11. Jaringan perut menurun Terapeutik
elektris (elektrodiatermi, 12. Nekrosis menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam
energi listrik bertegangan 13. Abrasi kornea menurun jika tirah baring
tinggi) 14. Suhu kulit membaik 2. Lakukan pemijatan
8. Efek samping terapi radiasi 15. Sensasi membaik pada area penonjolan
9. Kelembaban 16. Tekstur membaik tulang, jika perlu
10. Proses penuaan 17. Pertumbuhan rambut 3. Bersihkan perineal
11. Neuropati perifer membaik dengan air hangat,
12. Perubahan pigmentasi terutama selama
13. Perubahan hormonal periode diare
14. Kurang terpapar informasi 4. Gunakan produk
tentang upaya berbahan petroleum
mempertahankan/melindungi atau minyak pada kulit
integritas jaringan kering
Gejala dan Tanda Mayor 5. Gunakan produk
Subjektif berbahan ringan/alami
(tidak tersedia) dan hipoalergik pada
Objektif kulit sensitif
1. kerusakan jaringan dan/atau 6. Hindari produk
lapisan kulit berbahan dasar alcohol
Gejala dan Tanda Minor pada kulit kering
Subjektif Edukasi
(tidak tersedia) 1. Anjurkan
Objektif menggunakan
1. Nyeri pelembab (mis. lotion,
2. Perdarahan serum)
3. Kemerahan 2. Anjurkan minum air
4. Hematoma yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada di luar
rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7. D.0019 L.03030 I.03119
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Definisi
Definisi keperawatan selama 1x24 jam Mengidentifikasi dan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk kunjungan, maka status nutrisi mengelola asupan nutrisi yang
memenuhi kebutuhan metabolisme. meningkat, dengan kriteria hasil : seimbang
Penyebab 1. Porsi makanan yang Tindakan
1. Ketidakmampuan menelan dihabiskan meningkat Observasi
makanan 2. Kekuatan otot 1. Identifikasi status nutrisi
2. Ketidakmampuan mencerna mengunyah meningkat 2. Identifikasi alergi dan
makanan 3. Kekuatan otot menelan intoleransi makanan
3. Ketidakmampuan meningkat 3. Identifikasi makan yang
mengabsorbsi nutrient 4. Serum albumin disukai
4. Peningkatan kebutuhan meningkat 4. Identifikasi kebutuhan
metabolisme 5. Perasaan cepat kenyang kalori dan jenis nutrien
5. Faktor ekonomi (mis. menurun
Finansial tidak mencukup) 6. Nyeri abdomen menurun
6. Faktor psikologis (mis. 7. Sariawan menurun 5. Identifikasi perlunya
Stress, keengganan untuk 8. Rambut rontok menurun penggunaan selang
makan) 9. Diare menurun nasogastrik
Gejala dan Tanda Mayor 10. Berat badan 6. Monitor asupan makanan
Subjektif 11. Indeks Masa Tubuh 7. Monitor berat badan
(tidak tersedia) (IMT) membaik 8. Monitor hasil pemeriksaan
Objektif 12. Frekuensi makan laboratorium
1. Berat badan menurun membaik Terapeutik
minimal 10% di bawah 13. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygiene
rentang ideal 14. Bising usus membaik sebelum makan, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor 15. Tebal lipatan kulit trisep 2. Fasilitasi menentukan
Subjektif membaik pedoman diet (mis.
1. Cepat kenyang setelah 16. Membran mukosa Piramida makanan)
makan membaik 3. Sajikan makanan secara
2. Kram/nyeri abdomen menarik dan suhu yang
3. Nafsu makan menurun sesuai
Objektif 4. Berikan makanan tinggi
1. Bising usus hiperaktif serat untuk mencegah
2. Otot pengunyah lemah konstipasi
3. Otot menelan lemah 5. Berikan makanan tinggi
4. Membran mukosa pucat kalori dan tinggi protein
5. Sariawan 6. Berikan suplemen makanan,
6. Serum albumin turun jika perlu
7. Rambut rontok berlebihan 7. Hentikan memberikan
8. Diare makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

D. Dampak Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks Keluarga)


1. Masalah nutrisi
Kesulitan memantau diet pada anak merupakan masalah yang sering dijumpai, maka
penting bagi keluarga penderita thalasemia untuk membina pola makan yang baik pada
mereka
Pada thalasemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis yang
mengakibatkan hipoksia jaringan. Hipoksia kronis menyebabkan gangguan penggunaan
nutrien pada tingkat sel, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
2. Aktivitas
Anak terlalu lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur atau istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah, sehingga menjadikan kita
sebagai orang tua atau keluarga harus pandai dalam memilih berbagai jenis aktivitas yang
tidak terlalu berat dilakukan oleh anak seperti terapi bermain yang tidak membutuhkan
energi banyak supaya anak tidak merasa jenuh dan bosan
3. Interaksi sosial
Pada anak yang mengalami thalasemia sering mudah lelah sehingga tidak bisa beraktivitas
seperti anak seusianya termasuk bermain dengan temannya. Maka dari itu sebagai orangtua
senantiasa kita harus bisa menjadi teman untuk anak untuk memenuhi kebutuhan interaksi
sosialnya dan dan anak jauh dari sikap rendah diri, putus asa serta merasa kesepian. Dalam
hal ini orang tua dibutuhkan sebagai support system untuk selalu ada mendampingi anak
bukan malah sebaliknya
4. Dampak psikologis
Secara psikologis, adanya penyakit yang mengancam kehidupan anak adalah suatu kondisi
yang menyebabkan stres bagi ibu dan dapat mempengaruhi munculnya gangguan depresi.
Kondisi sakit pada anak yang belum ada obatnya tentu menjadi faktor penting yang
menstimulus tekanan bagi ibu dan menempatkan ibu pada situasi konflik dalam hidupnya
serta meningkatkan resiko terhadap depresi.
Depresi ibu dapat menurunkan rasa tanggung jawab terhadap perawatan anak, keterlibatan
dalam pendidikan serta pemenuhan nutrisi yang tepat pada anak-anaknya. Kondisi anak
dengan penyakit thalasemia sangat beresiko menimbulkan stress, depresi dan juga pada
gangguan kesehatan pada anggota keluarga, khususnya ibu.

\
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Yanti Goek “Asuhan Keperawatan Thalasemia Pada Anak"


https://www.academia.edu/8364818/Askep_Thalasemia_pada_Anak_ppt

Nur Rachmi Sausan “KTI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK DENGAN
THALASEMIA” http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/1071/1/KTI%20NUR%20RACHMI%20SAUSAN.pdf diakses tanggal 13
November 2021

“Konsep Asuhan Keperawatan Talasemia” https://pdfcoffee.com/askep-thalasemia-pada-anak-


10-pdf-free.html

Retno Puji Hastuti “Jurnal Kesehatan Pengaruh Paket Edukasi Talasemia (Pedtal) Terhadap
Kualitas Hidup Anak Talasemia” https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/45

Fuji “Makalah Pathofisiologi Kelainan Kongenital pada Sistem Hematologi dan Asuhan
Keperawatan Thalasemia pada Anak” https://id.scribd.com/document/534773684/Makalah-
Kelompok-7-Kep-Anak-2-Pathofisiologi-Kelainan-Kongenital-pada-Sistem-Hematologi-dan-
Asuhan-Keperawatan-Thalasemia-pada-Anak-1
Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro Volume I, Nomor 3 – Juli 2017

Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy Terhadap Quality Of Life Dan Self


Esteem Pada Remaja Dengan Thalasemia Di Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang Tahun 2017

Oryza Intan Suri


E-MAIL : suriintan30@yahoo.com

ABSTRAK

Efek samping pengobatan anak dengan thalasemia dapat menimbulkan berbagai


macam dampak psikologis yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Salah
satu hal yang penting untuk meningkatkan quality of life dan self esteem pada remaja
dengan thalasemia adalah : cognitive behavior therapy. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh cognitive behavior therapy terhadap quality of life
dan self esteem pada remaja dengan thalasemia di Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain
penelitian non equivalent without control group. Penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling dengan 4 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari
16 orang responden. Alat pengukuran data menggunakan lembar instrument
WHOQOL-BREF dan RSES. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh
quality of life dan self esteem remaja dengan thalasemia sebelum dan sesudah
dilakukan cognitive behavior therapy pada kelompok pendapatan tinggi dan rendah
serta kelompok dukungan tinggi dan rendah (p value < 0,05). Pemberian cognitive
behavior therapy dapat diterapkan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk
meningkatkan quality of life dan self esteem pada remaja dengan thalasemia.

Kata Kunci : Cognitive Behaviour Therapy, Quality of life, Self Esteem, Remaja,
Thalasemia

305
Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro

306
Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro Volume I, Nomor 3 – Juli 2017

PENDAHULUAN
Penyakit thalasemmia esteemseseorang, pada individu
merupakan penyakit keturunan dimana tersebut dapat terlihat gejala secara
terapi kausal untuk thalassemia belum fisik, psikologis dan sosial
ditemukan sehingga terapi yang dapat (Loonen,dkk, 2001 dalam Bulan,
diberikan kepada penderita berupa 2009).
terapi fisik yang bersifat simptomatis, Pada pasien penderita
yang terdiri atas transfuse darah dan thalassemia, seringkali proses
terapi kelasi. Terapi fisik harus pemikirannya melibatkan adanya
dijalankan secara periodik (setiap pemikiran negatif pada diri pasien
bulan) dan jangka panjang. Akibatnya, tersebut.
remaja merasa putus asa, bosan, dan Salah satu cara yang bisa digunakan
jenuh karena setiap kali harus untuk mengubah pemikirannya
menjalani prosedur yang sama dan tersebut adalah dengan menggunakan
tidak memberikan kesembuhan. Cognitive Behavior Therapy
Bertambahnya umur penderita, efek (CBT)dimana teknik ini sudah mulai
samping akibat thalassemia maupun diaplikasikan pada penelitian tahun
akibat terapinya akan semakin 2012 dengan judul Cognitive
bertambah, misalnya perubahan fisik Behaviour Therapy untuk
(pucat, kulit berwarna kehitaman, meningkatkan self esteem mahasiswa
rambut menipis, perut membesar). Universitas Indonesia yang mengalami
Perubahan penampilan fisik remaja distress sindrom.
penderita thalasemia menimbulkan Teknik CBT berpendapat
perasaan berbeda dengan teman bahwa reaksi emosional dan perilaku
sebayanya yang normal dan individu dipengaruhi oleh proses
menimbulkan rasa takut pada kognitif, yaitu interpretasi, pemikiran,
lingkungannya, merasa cemas akan maupun keyakinan individu terhadap
masa depan, dan sebagian remaja kejadian yang mereka alami. Selain
mengalami kesulitan pekerjaan karena itu, CBT juga percaya bahwa perilaku
penampilan fisik yang berbeda dan memiliki dampak yang kuat terhadap
keterbatasan kemampuan karena pemikiran dan emosi individu.
penyakitnya (Damianus, 2014). Berdasarkan prinsip tersebut, CBT
Penyakit thalassemia memiliki tujuan utama yaitu
menimbulkan masalah psikososial memunculkan respon yang lebih
yang besar bagi penderita maupun adaptif terhadap suatu situasi dengan
keluarganya. Timbulnya suatu menyesuaikan proses kognitif yang
penyakit pada proses kematangan fisik ada dan melakukan modifikasi
dan psikososial dapat mengganggu perilaku (Westbrook, Kennerly, &
kualitas hidup dan self Kirk, 2007).
Pendekatan CBT sendiri keyakinan negative dan asumsi yang
memandang self-esteem dan kualitas disfungsional mengenai diri sendiri
hidup yang rendah sebagai hasil dari (Bennet-Levy, Butler, Fennel, &

307
Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro

westbrook, 2004).Keyakinan negative meningkatkan respon adaptasi dalam


dan asumsi ini kemudian membuat hubungannya dengan empat mode
individu menampilkan unhelpfull adaptif. Respon adaptif mmempunyai
behavior seperti menghindar sehingga pengaruh positif terhadap kesehatan.
keyakinan negative ini tidak teruji dan Perubahan internal dan eksternal,
semakin menguat (Lim, Saulsman, & stimulus, status koping seseorang
Nathan, 2005).Intervensi dengan adalah elemen lain yang bermakna
pendekatan CBT fokus kepada dalam proses adaptasi (Alligood &
identifikasi keyakinan disfungsional Tomey, 2006).
tersebut dan mengubahnya menjadi Tujuan dari penelitian ini adalah
keyakinan yang lebih realistis dibarengi diketahuinya pengaruh cognitive
dengan teknik modifikasi perilaku (Bos, behavior therapy terhadap quality of
Muris, Mulkens, & Schaalma, 2006). life dan self esteem remaja dengan
CBT membutuhkan kemampuan untuk Thalassemia.
mengidentifikasi, menantang, dan
membuat alternative cara berfikir baru METODOLOGI
yang sistematis sehingga melibatkan Pengambilan sampel dilakukan
kemampuan berpikir abstrak (Stallard, dengan carapurposive sampling.
2004). Kriteria inklusi pada penelitian ini
Selama memenuhi kebutuhan anak adalah: (a) Responden berusia 12-18
dalam menjalani perawatan, perawat tahun, (b) responden yang telah
tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, menderita thalasemia dan menjalani
tetapi juga memenuhi kebutuhan program pengobatan lebih dari 5 tahun,
psikologis, sosial dan kebutuhan (c) responden tanpa disertai penyakit
perkembangan anak.Remaja dengan congenital, (d) memiliki kecenderungan
thalasemia yang harus menjalani terapi Quality of Life dan Self Esteem yang
fisik secara periodik dalam jangka rendah, misalnya memiliki penilaian
waktu yang panjang akan diri yang rendah, (e) menarik diri dari
mengakibatkan remaja merasa putus lingkungan sosial, atau tidak memiliki
asa, bosan, dan menarik diri dari cita-cita, (f) bersedia secara sukarela
lingkungan, sehingga dalam pemberian untuk mengikuti keseluruhan prosedur
asuhan keperawatan perawat dirasa penelitian.Sampel yang diambil pada
perlu mengoptimalkan kembali respon saat penelitian dilaksanakan berjumlah
adaptif remaja dari sisi aspek bio, sosio, 16 responden untuk masing-masing
dan psikologis remaja dalam kelompok.Penelitian ini dilakukan di
menghadapi thalasemia, proses ruangan thalassemia Rumah Sakit
pemberian asuhan keperawatan Umum Kabupaten Tangerang.
berdasarkan teori Roy bertujuan untuk
Peneliti melakukan intervensi 30 menit per sesi dilakukan sebanyak 8
cognitive behavior therapy pada sesi tiap responden. Kegiatan CBT
masing-masing kelompok sebanyak 5 menggunakan peralatan yang telah
kali pemberian intervensi selama 20- dipersiapkan oleh peneliti. Setelah itu

308
Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro Volume I, Nomor 3 – Juli 2017

10 menit setelah tindakan CBT univariat digunakan untuk


dilakukan kembali pengukuran mendiskripsikan karakteristik masing-
kualitas hidup dan self esteem remaja masing variabel yang diteliti dengan
sesuai dengan SOP yang dibuat oleh menghitung distribusi frekuensi dan
peneliti berdasarkan teori untuk proporsi, selanjutnya data disajikan
kemudian diobservasi dan dicatat hasil dalam bentuk tabel dan narasi.Analisis
observasi pada lembar univariat untuk mengestimasi
instrumen.Setelah dilakukan intervensi parameter untuk data kategorik,
pada masing-masing kelompok terutama ukuran tendensi sentral dan
dilakukan pengukuran hasil observasi ukuran variabilitas (mean, median,
antara sebelum dan sesudah diberikan standar deviasi, minimum,
intervensi cognitive behavior maximumdengan tingkat kepercayaan
therapykemudian hasil pengukuran 95%). Peneliti juga menggunakan
akan dicatat pada lembar instrumen analisa bivariat untuk mengetahui
observasi. pengaruh cognitive behavior therapy
peneliti menggunakan format terhadap kualitas hidup dan self
observasi WHOQOL-BREFuntuk esteem remaja dengan thalasemia di
mengukur kualitas hidup klien dan RSU Kabupaten Tangerang. Analisa
menggunakan format observasi bivariat yang digunakan pada
Rosenberg Self Esteem Scale ( RSES) responden yang diteliti menggunakan
sebagai instrument ukur harga diri uji t-test berpasangan atau paired t test
responden. dan uji Wilcoxon menggunakan
perangkat SPSS dengan tingkat
ANALISA DATA kepercayaan 95 %.
Peneliti menggunakan analisis

309
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Suku, Pendidikan,
Pekerjaan Orang Tua, Pendapatan Orang Tua/Bulan, Hubungan dengan
Klien dan Dukungan Klien
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 53,1
Perempuan 30 46,9
Suku
Melayu 7 10,9
Betawi 9 14,1
Sunda 33 51,6
Minangkabau 1 1,6
Jawa 12 18,8
China 2 3,1
Pendidikan
SD 2 3,1
SMP 27 42,2
SMA 30 46,9
Tidak Sekolah 5 7,8
Pekerjaan Orang Tua
Tidak Bekerja 5 7,8
Pegawai Negeri Sipil 2 3,1
Swasta 57 89,1
Pendapatan Orang Tua/Bulan
Pendapatan Tinggi 43 67,2
Pendapatan Rendah 21 32,8
Hubungan Dengan Klien
Orang Tua Kandung 64 100,0
Dukungan Keluarga
Dukungan Tinggi 35 54,7
Dukungan Rendah 29 45,3

Karakteristik responden dalam swasta, dengan mayoritas pendapatan


penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua adalah pendapatan tinggi,
mayoritas responden berjenis kelamin memiliki hubungan dengan klien
laki-laki, dengan suku sunda, adalah orang tua kandung, serta
mayoritas pendidikan responden SMA, mayoritas responden dengan dukungan
umumnya pekerjaan orang tua adalah tinggi.
Perbedaan rata-rata skor quality of life dan self esteem sebelum dan setelah intervensi cognitive
behavior therapy padakelompok I, II, III, dan IV di RSU Kabupaten TangerangMaret-April 2017
(n=16)
Median (Min-
Variabel Mean SD p Value N
Max)
a. Quality of Life
Kelompok I (PT)
Sebelum 78,88 79,50(62-87) 6,956
Sesudah 91,06 92,00(83-98) 4,669 0,000 16
Selisih 12,18 2,287
Kelompok II (PR)
Sebelum 60,38 57,00(50-78) 8,936
0,000 16
Sesudah 76,94 78,00(71-88) 4,864
Selisih 16,56 4,072
Kelompok III (DT)
Sebelum 64,44 62,50(53-77) 7,545
0,000 16
Sesudah 82,56 82,00(74-87) 3,983
Selisih 18,12 3,562
Kelompok IV (DR)
Sebelum 59,81 59,00(54-76) 6,514
0,000 16
Sesudah 79,25 80,00(74-87) 4,250
Selisih 19,44 2,264

b. Self Esteem
Kelompok I (PT)
Sebelum 16,81 17,50(13-18) 1,682
0,000 16
Sesudah 21,63 21.00(20-24) 1,586
Selisih 4,82 0,096
Kelompok II (PR)
Sebelum 13,44 12,00 (11-17) 2,250
0,000 16
Sesudah 22,50 22,00(20-26) 1,789
Selisih 9,06 0,461
Kelompok III (DT)
- Sebelum 13,63 13,00(11-17) 1,668
0,000 16
- Sesudah 22,13 22,50(20-24) 1,258
- Selisih 8,5 0,41
Kelompok IV (DR)
- Sebelum 12,75 12,50(11-17) 1,653
0,000 16
- Sesudah 22,44 22,00(21-26) 1,413
- Selisih 9,69 0,24
Keterangan: rata-rata skor quality of life antara
a. Kelompok I (PT) : kelompok sebelumdengan nilai rata-rata (78,88)
pendapatan tinggi\ dan sesudah (91,06) diberikan
b. Kelompok II (PR) : kelompok cognitive behavior therapy. Nilai rata-
pendapatan rendah rata skor quality of life naik sebesar
c. Kelompok III (DT): kelompok 12,18. Peningkatan skor quality of life
dukungan tinggi ini bermakna secara statiktik dengan
d. Kelompok IV (DR) : nilai p= 0,000 yang berarti bahwa ada
kelompok dukungan rendah pengaruh yang signifikan pemberian
cognitive behavior therapy pada
Berdasarkan tabel 5.4 kelompok pendapatan tinggi terhadap
menunjukkan bahwa pada kelompok quality of life pada remaja dengan
berpendapatan tinggi terjadi perubahan thalasemia. Pada kelompok dengan
pendapatan rendah juga terjadi Untuk skor self esteem,
peningkatan rata-rata skor quality of kelompok berpendapatan tinggi terjadi
life dari 60,38 menjadi 76,94. Nilai perubahan rata-rata skor self esteem
selisih skor quality of life antara antara sebelumdan sesudah diberikan
sebelum dan sesudah diberikan cognitive behavior therapy yaitu dari
cognitive behavior therapy adalah 16,81 naik ke 21,63. Nilai rata-rata
16,56. Peningkatan skor quality of life skor self esteem naik sebesar 4,82.
ini juga bermakna secara statistik Peningkatan skor self esteem ini
dengan nilai p= 0,000 yang berarti bermakna secara statiktik dengan nilai
bahwa ada pengaruh yang signifikan p= 0,000 yang berarti bahwa ada
pemberian cognitive behavior therapy pengaruh yang signifikan pemberian
pada kelompok pendapatan rendah cognitive behavior therapy pada
terhadap quality of life pada remaja kelompok pendapatan tinggi terhadap
dengan thalasemia. self esteem remaja dengan thalasemia.
Tabel 5.4 juga menjelaskan Pada kelompok dengan pendapatan
bahwa pada kelompok dukungan rendah juga terjadi peningkatan rata-
tinggi terjadi perubahan rata-rata skor rata skorself esteem dari 13,44 menjadi
quality of life antara sebelumdengan 22,50. Nilai selisih skor self esteem
nilai rata-rata (64,44) dan sesudah antara sebelum dan sesudah diberikan
(82,56) diberikan cognitive behavior cognitive behavior therapy adalah
therapy. Nilai rata-rata skor quality of 9,06. Peningkatan skor self esteem ini
life naik sebesar 18,12. Peningkatan juga bermakna secara statistik dengan
skor quality of life ini bermakna secara nilai p= 0,000 yang berarti bahwa ada
statiktik dengan nilai p= 0,000 yang pengaruh yang signifikan pemberian
berarti bahwa ada pengaruh yang cognitive behavior therapy pada
signifikan pemberian cognitive kelompok pendapatan rendah terhadap
behavior therapy pada kelompok self esteem remaja dengan thalasemia.
dukungan tinggi terhadap quality of Tabel 5.4 juga menjelaskan
life pada remaja dengan thalasemia. bahwa pada kelompok dukungan
Pada kelompok dengan dukungan tinggi terjadi perubahan rata-rata skor
rendah juga terjadi peningkatan rata- self esteem antara sebelumdan sesudah
rata skor quality of life dari 59,81 diberikan cognitive behavior therapy
menjadi 79,25. Nilai selisih skor yaitu dari 13,63 naik ke 22,13. Nilai
quality of life antara sebelum dan rata-rata skor self esteem naik sebesar
sesudah diberikan cognitive behavior 8,5. Peningkatan skor self esteem ini
therapy adalah 19,44. Peningkatan bermakna secara statiktik dengan nilai
skor quality of life ini juga bermakna p= 0,000 yang berarti bahwa ada
secara statistik dengan nilai p= 0,000 pengaruh yang signifikan pemberian
yang berarti bahwa ada pengaruh yang cognitive behavior therapy pada
signifikan pemberian cognitive kelompok dukungan tinggi terhadap
behavior therapypada kelompok self esteem remaja dengan thalasemia.
dukungan rendah terhadap quality of Pada kelompok dengan dukungan
life pada remaja dengan thalasemia. rendah juga terjadi peningkatan rata-
rata skorself esteem dari 12,75 menjadi nilai p= 0,000 yang berarti bahwa ada
22,44. Nilai selisih skor self esteem pengaruh yang signifikan pemberian
antara sebelum dan sesudah diberikan cognitive behavior therapy pada
cognitive behavior therapy adalah kelompok dukungan rendah terhadap
9,69. Peningkatan skor self esteem ini self esteem remaja dengan thalasemia
juga bermakna secara statistik dengan

.
PEMBAHASAN
Tabel 5.5
Perbedaan hasil quality of life dan self esteem remaja dengan thalasemia
sesudah dilakukan cognitive behavior therapy

Nilai Hasil Nilai Standar


Quality of life Self Esteem Quality of life Self Esteem
Kelompok
Mean Mean Mean Mean
Pendapatan tinggi 91,06 12,18 21,63 4,82

Pendapatan rendah 76,94 16,56 22,50 9,06


72,00- 20,00-
26,00 16,00
98,00 36,00
Dukungan tinggi 82,56 18,12 22,13 8,5

Dukungan rendah 79,25 19,44 22,44 9,69

*Penelitian sebelumnya “Ismalandari Ismail (2014), Efektivitas Cognitive Behaviour Therapy


terhadap Peningkatan Quality of Life pada Pasien Thalasemia

Dari hasil analisis pada tabel (12,18). Sedangkan nilai hasil analisis
5.5 didapatkan bahwa nilai hasil quality of life pada kelompok
analisis quality of life pada kelompok pendapatan rendah sebesar (76,94)
pendapatan tinggi sebesar (91,06) dengan nilai selisih antara sebelum dan
dengan nilai selisih antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi sebesar
sesudah diberikan intervensi sebesar (16,56). Untuk hasil analisis quality of
life pada kelompok dukungan tinggi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
didapatkan nilai sebesar (82,56) terdapat hubungan yang berbanding
dengan hasil nilai selisih antara lurus serta adanya perubahan yang
sebelum dan sesudah diberikan signifikan terhadap peningkatan
intervensi sebesar (18,12). Sedangkan quality of life dan self esteem remaja
nilai hasil analisis quality of life pada sebelum dan sesudah diberikan
kelompok dukungan rendah sebesar intervensi.
(79,25) dengan nilai selisih antara Hasil penelitian menunjukkan
sebelum dan sesudah diberikan bahwa ada perubahan yang signifikan
intervensi sebesar (19,44). pada nilai quality of life dan self
Berdasarkan hasil analisis pada esteem remaja setelah diberikan
tabel 5.5 juga didapatkan bahwa nilai cognitive behavior therapy pada
hasil analisis self esteem pada kelompok pendapatan tinggi dan
kelompok pendapatan tinggi sebesar rendah berarti bahwa remaja memiliki
(21,63) dengan nilai selisih antara kualitas hidup baik. Pada kelompok
sebelum dan sesudah diberikan dengan dukungan tinggi dan rendah
intervensi sebesar (4,82). Sedangkan juga terjadi peningkatan skor quality
nilai hasil analisis self esteem pada of life dan self esteem. Hal ini
kelompok pendapatan rendah sebesar menunjukkan bahwa dari ke 4
(22,50) dengan nilai selisih antara kelompok tersebut, masing-masing
sebelum dan sesudah diberikan kelompok terjadi peningkatan skor
intervensi sebesar (9,06). Untuk hasil quality of lifedanself esteemremaja.
analisis self esteem pada kelompok Menurut pendapat peneliti,
dukungan tinggi didapatkan nilai peningkatan nilai diatas disebabkan
sebesar (22,13) dengan hasil nilai karena adanya jadwal pemberian terapi
selisih antara sebelum dan sesudah dan jadwal ramah tamah pada klien
diberikan intervensi sebesar (8,5). thalasemia yang sudah tersusun sesuai
Sedangkan nilai hasil analisis self dengan jadwal ketersediaan obat dan
esteem pada kelompok dukungan darah pada ruang thalasemia RSU
rendah sebesar (22,44) dengan nilai Kabupaten Tangerang.Saat menjalani
selisih antara sebelum dan sesudah terapi masing-masing remaja
diberikan intervensi sebesar (9,69). berkumpul diruangan menjalani terapi
Dari tabel 5.5 juga dapat dilihat sesuai jadwal yang telah ditetapkan
bahwa nilai standar peningkatan baik ditemani orang tua ataupun tidak.
quality of life dan self esteem menurut Kegitan terapi inilah yang kadang
penelitian sebelumnya berada pada dimanfaatkan oleh beberapa remaja
rentang nilai (72,00-98,00) dan untuk saling bercerita, berbagi
(20,00-36,00). Maka berdasarkan hasil pengalaman, serta saling berkonsultasi
analisis peningkatan nilai dari masing- tentang proses pengobatan yang
masing kelompok serta merujuk pada mereka jalani masing-masing dengan
nilai standar peningkatan quality of life harapan dapat tetap mempertahankan
dan self esteem pada penelitian quality of life dan self esteem.
Menurut Guindon (2010) diperoleh dari pelayanan.Sedangkan,
quality of life dan self esteemberespon kepuasan adalah persepsi pelanggan
terhadap kehadiran dukungan sosial terhadap satu pengalaman layanan
atau social support. Melalui sudut yang diterima. Sehingga, menurut
pandang ini, terapi pada quality of life peneliti disamping optimalnya
dan self esteemseharusnya membantu komunikasi baik antara perawat dan
klien membentuk dan tim medis lain di ruangan maupun
mempertahankan relasi yang suportif perawat dengan klien, standar
sekaligus meningkatkan kemampuan pelayanan yang diberikan oleh perawat
dalam menghargai diri sendiri. Selain dan tim medis kepada seluruh klien di
diberikan oleh terapis, social support ruangan thalasemia memberikan
juga dapat diberikan oleh teman dan kepuasan kepada seluruh klien
orang tua.Mereka dapat membantu sehingga terjadi peningkatan yang
dengan menawarkan bantuan, berbanding lurus pada hasil quality of
memberikan waktu dan life dan self esteem remaja dengan
dukungan.Mereka juga dapat thalasemia pada masing-masing
memberikan kesempatan bagi individu kelompok setelah diberikan intervensi
untuk menyelesaikan masalahnya cognitive behaviour therapy.
sendiri. Kesempatan dan keberhasilan Peningkatan nilai hasil analisis
untuk menyelesaikan masalah dapat yang lebih tinggi pada kelompok
meningkatkan quality of life dan self pendapatan rendah dan dukungan
esteemmereka sendiri. rendah ini juga disebabkan oleh
Hasil analisis perbandingan motivasi untuk berkembang dalam diri
nilai rata-rata quality of life dan self klien yang menunjukkan kepedulian
esteemjuga dapat dilihat adanya klien akan kesehatan, quality of life,
peningkatan yang signifikan pada dan self esteem diri mereka masing-
masing-masing kelompok(pendapatan masing. Sehingga menimbulkan
tinggi, pendapatan rendah, dukungan perasaan semangat dan antusias yang
tinggi, dan dukungan rendah). tinggi saat diberikan intervensi. Hasil
Peningkatan tertinggi terjadi pada ini sejalan dengan penelitian yang
kelompok pendapatan rendah dan dilakukan oleh Della (2012) yang
dukungan rendah.Hal tersebut mengemukakan bahwa salah satu
disebabkan karena telah karateristik quality of life dan self
terselenggaranya sistem pelayanan esteem individu dapat dikatakan
sesuai SOP di Rumah Sakit Umum meningkat apabila adanya motivasi
Kabupaten Tangerang. untuk berkembang. Individu dengan
Hasil tersebut sesuai dengan quality of life dan self esteem yang
penelitian yang dilakukan oleh tinggi cenderung mencari cara untuk
Gagliano (2008) yang mengemukakan bisa mengembangkan diri, sedangkan
bahwa kualitas pelayanan adalah mereka yang memiliki quality of life
pandangan konsumen terhadap hasil dan self esteemyang rendah cenderung
perbandingan antara ekspektasi mencari cara untuk menjaga diri
konsumen dengan kenyataan yang mereka, berusaha untuk tidak
membuat kesalahan, dan menghindar dukungan rendah di Rumah Sakit
dari mengambil resiko. Umum Kabupaten Tangerang (p
Keterbatasan penelitian yang value< 0,05) dengan nilai selisih 18,12
ditemukan peneliti selama penelitian dan 19,44. (d) Ada pengaruh cognitive
berlangsung adalah waktu penelitian behavior therapy terhadap peningkatan
yang dibatasi bersamaan dengan libur self esteem remaja dengan thalasemia
Idul Fitri sehingga sampel dalam baik pada kelompok pendapatan tinggi
penelitian ini bertumpuk melakukan dan pendapatan rendah di Rumah Sakit
terapi dihari akhir peneliti melakukan Umum Kabupaten Tangerang (p
penelitian.Maka untuk mengatasi hal value< 0,05) dengan nilai selisih 4,82
tersebut peneliti membutuhkan waktu dan 9,06. (e) Ada pengaruh cognitive
ekstra untuk menyelesaikan intervensi behavior therapy terhadap peningkatan
yang diberikan pada klien. self esteem remaja dengan thalasemia
baik pada kelompok dukungan tinggi
KESIMPULAN DAN SARAN dan dukungan rendah di Rumah Sakit
Kesimpulan terhadap hasil penelitian Umum Kabupaten Tangerang (p
pengaruh cognitive behavior therapy value< 0,05) dengan nilai selisih 8,5
terhadap quality of lifedan self dan 9,69.
esteemremaja dengan thalasemia Saran peneliti bagi pelayanan
adalah sebagai berikut: (a) keperawatanmampu menerapkan
Karakteristik responden dalam cognitive behavior therapy dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatkan quality of life dan self
mayoritas responden berjenis kelamin esteem remaja dengan thalasemia.
laki-laki, dengan suku sunda, Terapi kognitif dapat diterapkan secara
mayoritas pendidikan responden SMA, berkelanjutan dengan melibatkan
umumnya pekerjaan orang tua adalah responden dan teori konsep model
swasta, dengan mayoritas pendapatan keperawatan adaptasisebagai salah
orang tua adalah pendapatan tinggi, satu tindakan membangun respon
memiliki hubungan dengan klien adaptif untuk meningkatkan quality of
adalah orang tua kandung, serta life dan self esteem remaja dengan
mayoritas responden dengan dukungan tetap mempertahankan konsistensi
tinggi. (b) Ada pengaruh cognitive pelayanan keperawatan yang
behavior therapy terhadap peningkatan optimal.Hasil penelitian ini dapat
quality of life remaja dengan memberikan pengetahuan baru bagi
thalasemia baik pada kelompok penelitian keperawatan dan sebagai
pendapatan tinggi dan pendapatan bahan rujukan untuk penelitian
rendah di Rumah Sakit Umum selanjutnya. Selain itu, peneliti merasa
Kabupaten Tangerang (p value< 0,05) perlu adanya penelitian lanjut tentang
dengan nilai selisih 12,18 dan 16,56. motivasi klien dan pentingnya social
(c) Ada pengaruh cognitive behavior support untuk mengukur quality of life
therapy terhadap peningkatan quality dan self esteem pada kasus kronis
of life remaja dengan thalasemia baik lainnya.Penelitian ini dapat digunakan
pada kelompok dukungan tinggi dan sebagai masukan untuk penelitian
lanjutan dan dapat dijadikan dasar dapat dimasukkan kedalam sub pokok
pengembangan dalam memberikan bahasan materi tentang metode
asuhan keperawatan pada klien dengan meningkatkan quality of life dan self
penurunan quality of life dan self esteem remaja dengan thalasemia,
esteem. Hasil penelitian ini disamping metode lain yang sudah
jugadiharapkan dapat digunakan dikenal sebelumnya.
sebagai evidance based practice dan

DAFTAR PUSTAKA (2004).Biologi. Jakarta:


Erlangga
Adji, B.S., Soetjiningsih & Windiani, Bosma, H.A., Graafsma, T.L.G.,
T., (2010).Prevalence and Grotevant, H.D., & De
factors associated with Levita, D.J. (1994).Identitiy
behavioural disorders in development: an
children chronic health interdisciplinary approach.
conditions. Journal of California: Sage
Pediatricia Indonesiana, 50, Publications.
1-5. Bos, A.E.R, Muris, P., Mulkens, S., &
Agus.A., Analisis pengaruh persepsi Schaalma, H.P
kualitas pelayanan terhadap (2006).Changing self-esteem
kepuasan pelanggan rumah in children and adolescents: a
sakit umum cakra husada roadmap for future
klaten.OPSI, Vol, 1, No. 2, interventions.netherlands.Jou
Desember 2003: 96-110 rnal of Pshychology, 62, 26-
Alligood, M.R., & Tomey, A.M. 33.
(2006).Nursing theory, Bulan, S. (2009).Faktor-faktor yang
utilization & application (6 th berhubungan dengan kualitas
edition). USA: Mosby hidup anak thalassemia beta
Elsevier. mayor.FKUI: Jakarta.
Amalia, P. (2012). Penanganan pasien Carr, J. A., Irene, J. H., Peter, G.R.
thalassemia secara 2003.Quality of life.london:
baik.Diakses dari BMJ Books.
http://www.thalasemia- Corsini, R.J & Wedding, D.
yti.net//penanganan-pasien- (2011).Current
thalasemia-secara-baik/ psychoterapies (9th edition).
Tanggal 3 Februari 2017. Canada:Brooks/Cole
Arceci, R.J., Hann, I.M., & Smith, O.P Dacey, J. & Kenny, M.
(2006).Pediatric hematology (1997).Adolescent
(3th ed), Australia: Blackwell development (2nd edition).
Publishing. Boston:MGraw-Hill.
Aryuliana, D., Muslim, C., Manaf, S., Damianus.(2014). Role of family
& Winarni, E.W. relationships in teenagers
pshychopathology of nursing 8 ed. Philadelphia:
thalasemia.Journal Of Mosby Elsevier.
Medicine, Vol. 13 : 137-147. Ismalandari, I (2014).Efektivitas
Departemen Kesehatan RI. (2007). cognitive behavior therapy
Riset kesehatan dasar terhadap quality of life pada
(Riskesdas).Jakarta : Badan pasien thalasemia : Jakarta.
Penelitian dan Pengembangan Kaplan, R.M. & Dennis P.S. (2001).
Kesehatan. Psychological testing:
Felce, David dan Jonathan Perry. principles, applications, and
(2005). Quality of Life: the issues (5th ed.). California:
scope of the term and its Wadsworth / Thomson
breadth of Learning.
measurement.Journal of Kumar, A., et.al. (2013). Determinants
College Student of quality of life among
Development, 48 (3), 269-288 people living with thalasemia:
Friedlander, L.J., Reid, G.J., Shupak, a cross sectional study in
N., & Cribbie, R. (2007). central karnataka,
Social support,self-esteem, india.International Journal of
and stress as predictors of Medical Science and Public
adjustment to university Health. Vol 3 Issue 11
amongfirst-year Kusnandi (2016).Remaja dengan
undergraduates. Journal of Talasemia, Ikatan Dokter
College Student Development, Anak Indonesia: Jakarta.
48(3), 259-274 Lim, L., Saulsman, L., & Nathan, P.
Frisch, M.B. 2006.Quality of life (2005). Improving Self
therapy: applying a life Esteem.Perth : Centre for
satisfaction approach to Clinical Interventions.
positive psychology and Malik, S., Syed, S., & Ahmed, n.,
cognitive therapy. new jersey: (2009).Complication in
John Wiley and Sons,Inc. transfusion-dependent pateint
Gatot, D., Amalia, P., Sari, T.T., & of thalassemia major.Med
Choize, N.A Scient. 25: 4, 678-682.
(2007).Pendekatan mutakhir Mendlowicz, Mauro V., & Stein, M.
kelasi besi pada (2000).Quality of life in
thalasemia.Sari Pediatri, 8:4, individuals with anxiety
78-84. disorders.Am J Psychiatry.
Guindon, M.H. (2010). Self esteem 157, p. 669-682.
across the lifespan: issues Moorjani, J.D., & Chithira, L.
and interventions. New York: (2006).Neurotic manifestation
Routledge.Hockenberry, J.M. in adolecents with
& Wilson, D. (2009). Wong: thalassemia major.Indian J
Essentials of pediatric Pediatric, 73, 603-607.
Mruk, C.J. (2006). Self esteem
research, theory, and practice:
toward a positive psychology
of self esteem (3rd ed.). New
York: Springer Publishing
Company.
Notoatmodjo, S. (2012).Metodologi
penelitian kesehatan.Jakarta:
Rineka Cipta
Orkin, S.H., Nathan, D.G., Ginsburg,
D., Look, A.T., isher. D.E., &
Lux, S.E. (2009).Hematology
of infancy and childhood
(7thed).Philadelphia: Saunder
Elsevier.
Pletye HWE. Persepsi orang tua RSUPN DR Cipto Mangunkusumo.
terhadap anak dan remaja yang (2009). Panduan pelayanan
menderita thalasemia.Program medis depatemen ilmu kesehatan
Pascasarjana (Disertasi).Jakarta anak, Jakarta.
: Fakultas Kedokteran Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., &
Universitas Indonesia. Rudolph, C.D. 2007.Buku ajar
Poedjihastuti, E. (2001). Hubungan pediatri (Samik Wahab &
Kepuasan Citra Tubuh dan Sugiarto, penerjemah). Jakarta:
Harga Diri pada Wanita yang EGC
Melakukan Olahraga. Skripsi Rund, D., & Rachmilewitz, E. (2005).
Sarjana, tidak Medical Prodress : Thalasemia.
diterbitkan.Universitas Katolik The new england journal of
Indobesia Atma Jaya, Jakarta. medicine, 353, 1135-49.
Potts, N.L., & Mandleco, B.L. Santrock, J. W. (2006). Life-span
(2007).Pediatric nursing: caring development (10th edition). New
for children and their families (2 York :McGraw-Hill.
th ed). New York: Thomson Sugiyono.(2006). Metode penelitian
Coorporation. kuantitatif dan
Polit, D. F. & Beck, C.T. kualitatif.Bandung: Alfabeta
(2008).Nursing research Surapolchai, P., Satuyasai, W.,
generating and assessing Sinlapamongkolkul, P., &
evidance for nursing practice 8 Udomsubpayakul, U. (2010).
ed. Philadelphia: Lippincott Biopsychosocial predictors of
William and Wilkins health-related quality of life
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). children with thalasemia in
Patolofisiologi: konsep klinis thammasat university
proses-proses penyakit. (Brahms hospital.Journal Med Assoc
U.Pendit, Huriawati Hartanto, Thai, 93, 65-75.
Pita Wulansari & Dewi Asih Surilena.(2014). Role of family
Mahanani, penerjemah). Jakarta: relationships in teenagers
EGC. pshychopathology of
Razavi P, Hajifathalian K, Saeidi thalasemia.Journal Of Medicine,
B,.Et.al. (2012).Quality of life Vol. 13 : 137-147.
among persons with HIV/ AIDS Stallard, P. (2004). Think good-feel
in Iran: internal reliability and good: a cognitive behavior
validity of an international therapy workbook for children
instru- ment and associated and young people. West Sussex:
factors. AIDS Res. 8(4):94–106 John Wiley & Sons.
RSU Kabupaten Tangerang.(2017). Timan, I.S. (2002). Some
Medical record jumlah hematological problems in
kunjungan talasemia. Tangerang indonesia. International Journal
of Hematology. 76: 286-290.
Tomlinson, D., & Kline, N. (2005), therapy.London :SAGE
Pediatric onclogy nursing: Publications.
advanced clinical handbook. WHO, (2011).Prevalensi kejadian
New York: Springer. thalasemia. Hhtp//www.who.int/
Wahyuni, M.S., Ali, M., Rosdiana & kejaidan-thalasemia.doc. Diakses
Lubis, B. (2011).Quality of life tanggal 26 Januari 2017.
assesment of children with Wong, D.L., Hockenberry, M.,
thalassemia.Journal of Wilson, D., Winkelstein, M.L.,
Pediatricia Indonesia, 51, 163- & Schwartz, P. 2009.
169. Keperawatan pediatrik (Edisi 6)
Westbrook, D., Helen, K., Joan, K. (Andry Hartono, Sari
2007. An introduction to Kurnianingsih, & Setiawan,
cognitive behaviour penerjemah). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai